Bram menatap pasangan yang tengah sibuk di dapurnya, dari meja makan. Terlihat seorang wanita dengan cekatan menggerakan spatula. Sementara, si pria yang tak lain suami wanita itu, juga tak kalah gesit, membantu apapun bahan yang istrinya butuhkan.
Walaupun tadi sempat dibuat kesal, karena orang suruhannya itu tidak langsung menjawab. Namun ternyata, tidak lama pasangan itu datang juga, dan kini tengah mengerjakan perintah Bram membuatkan makanan untuk Tiara."Apa masih lama," tanya si pria pada istrinya, saat menyadari Bram sudah mulai jenuh menunggu."Tidak pak, sebentar lagi," jawab istrinya.Benar saja, tidak lama dari itu, si wanita mengambil mangkuk, dan mengisinya dengan bubur yang sudah matang. Tidak lupa dialasi nampan, lalu disajikan kehadapan Bram"Silahkan di coba dulu, tuan. Apakah rasanya sudah sesuai keinginan anda," ucap wanita itu.Tanpa menjawab Bram langsung melakukannya, mengambil"Astaga! mobil itu lagi," gumam Sari sedikit terkejut.Gadis itu sampai menghentikan langkahnya, begitu melihat mobil berkaca gelap yang beberapa waktu lalu tidak lagi ia jumpai, kini kembali terparkir tidak jauh dari gerbang sekolah Nana.'Siapa sebenarnya pemilik mobil itu, apa dia tidak bisa membaca, kalau di situ dilarang parkir,' gerutu Sari dalam hati.Terlalu serius memperhatikan mobil di depannya, tanpa sadar, Sari sampai meremas tangan mungil Nana. Hingga membuat bocah itu mengaduh kesakitan."Aduh! mbak Sari, tangan Nana sakit."Spontan, Sari-pun langsung melepas tangannya, lalu menundukkan pandangan."Maaf sayang, mbak Sari gak sengaja, beneran," ucapnya penuh sesal, seraya mengusap lembut tangan Nana yang tadi ia remas. "Apa masih sakit?""Sekarang udah nggak, kan, udah mbak lepas," jawab Nana.Melihat gadis kecil itu bisa kembali tersenyum manis, Sari ikut ter
"Istirahatlah, kita bicarakan lagi ini nanti," terang Bram yang langsung berdiri.Sadar dengan keadaan Tiara yang tidak baik-baik saja, Bram memilih menahan diri dengan menghindar sementara waktu. Pria itu-pun memilih pergi, meninggalkan Tiara yang sedang menyandarkan lemah kepalanya di sandaran ranjang."Aku harus bagaimana, tuhan. Apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku takut, Bram akan berbuat sesuatu pada putrinya sendiri," ucap Tiara setelah yakin Bram sudah pergi meninggalkan kamar.Namun ternyata, pria itu masih berdiri di ambang pintu, dan mendengar cukup jelas kalimat yang baru saja Tiara ucapkan.'Jadi ini alasannya, kamu tidak mau jujur padaku. Picik sekali penilaianmu, Tiara!' batin Bram menggeram kesal.Dengan kedua tangan terkepal erat, Bram memejamkan mata sesaat. Mencoba meredam amarah yang sebenarnya ingin sekali ia ledakan."Ternyata hukuman ini tidak berarti apapun untukmu, yang ada kamu semakin menguji kesabaranku. Sekarang, jangan salahkan aku, jika aku benar-ben
Brak!Bram membuka pintu paviliun dengan kasar, dan tidak sabaran. Sampai mengejutkan penghuninya yang saat itu tengah bercanda gurau di ruang depan."Tuan Bram," gumam Sari seraya mendekap tubuh Nana yang ketakutan.Tatapan Bram tidak bisa diartikan, pria itu seolah mengunci pandangan hanya pada satu objek, yaitu Nana.Melihat air muka Bram yang tidak biasa, Sari semakin mengeratkan pelukannya pada Nana, khawatir pria itu akan melakukan sesuatu yang buruk pada anak asuhnya."Mbak, Nana gak bisa nafas," gumamnya mampu menyadarkan Sari yang diam terpaku.Sontak, Sari langsung melonggarkan dekapannya."Apa yang datang paman Bram?""Iya sayang, tapi—"Begitu nama Bram disebutkan, Nana langsung menoleh ke arah pintu tanpa mendengar lagi apa yang Sari bisikan padanya."Paman," ujar Nana dengan wajah berbinar.Secara mengejutkan, Bram langsung merentangkan kedua tangannya, seakan-akan menunggu kedatangan Nana. Dan, perlahan tubuh jangkung pria itu-pun merunduk hingga bertumpu pada kedua lutu
"Tidak!" tegas Bram sambil berbalik badan dan melangkah pergi."Aneh, kenapa sepertinya dia tidak suka saat aku menyebut nama mbak Tiara. Apa hubungan mereka tidak baik-baik saja? dan sebenarnya, kemana tuan Bram menyembunyikan mbak Tiara sekarang," ucap Sari, "Apa aku tanya mas Thomas saja ya …"Sementara itu, Bram menggendong Nana memasuki rumah melewati pintu samping. "Mau tidur sekarang?" tanya Bram saat hendak menaiki tangga."Iya pa, Nana sudah mengantuk," gumam bocah itu yang menyandarkan kepala di bahu Bram."Baiklah, kita tidur sekarang."Bram segera menaiki tangga menuju kamarnya, dan sesampainya di kamar. Ia membaringkan Nana dengan pelan di ranjangnya."Mau minum susu?""Nggak, tadi sudah minum," jawab Nana yang terlihat sudah sangat mengantuk."Sebentar, papa lepas sepatu dulu," ucap Bram yang di angguki Nana.Begitu kedua sepatu sudah terlepas dari kakinya, Bram ikut naik keranjang untuk menidurkan Nana. Bram begitu telaten memberi tepukan pelan di bokong Nana, hingga
"Enght .." Suara lenguhan terdengar, disusul pergerakan perlahan mata yang terbuka. Tiara mengerjap, masih berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk kornea matanya. Namun, tak lama terdengar desisan pelan saat rasa nyeri kembali menghantam kepala.Ditengah rasa sakit yang kembali dirasakan, Tiara melebarkan mata untuk melihat sekitar."Dimana ini," gumamnya saat sadar ia berada di ruangan yang asing."Ssst.. aku harus segera pergi dari sini." Tiara berusaha bangkit sambil memegangi kepalanya."Nyonya!"Sontak, Tiara menoleh ke arah pintu saat mendengar suara yang cukup familiar di telinganya."Ibu Dadah!" ucap Tiara pelan saat rasa terkejut bercampur heran membaur menjadi satu.'Bagaimana bisa aku bersama ibu ini, dan mungkinkah ini rumahnya?' tanya Tiara dalam hati sambil kembali memperhatikan sekitar."Syukurlah, anda sudah sadar, nyonya. Tadi tidak sengaja, suami saya menemukan nyonya tergeletak di belakang kampung. Apa anda membutuhkan sesuatu? biar saya siapkan," ungkap ibu Dadah.
"Saya bersyukur karena tuan Bram mempercayai saya dan suami yang mengawasi anda, nyonya. Bukan mereka," jelas ibu Dadah yang membuat Tiara semakin tidak mengerti kemana arah pembicaraan mereka."Sebenarnya apa yang ibu bicarakan, mereka, mereka siapa? dan untuk apa Bram ngutus ibu serta suami ibu untuk mengawasi aku, apakah aku ini tawanan?" tanya Tiara beruntun dan tidak sabaran."Saya tidak tahu pasti nyonya, hanya saja para pria yang sering berkeliaran di sekitar rumah tuan Bram itu, tak lain pengawal yang memang di tugaskan menjaga rumah. Dan saya juga yakin, apa yang terjadi pada anda kemarin, merupakan hasil tipu daya mereka, sehingga anda hanya bisa berputar-putar ditempat yang sama selama berjam-jam, sebelum akhirnya kelelahan dan jatuh pingsan." Tiara benar-benar tercengang dan tidak menyangka, jika Bram akan memperlakukan dirinya layaknya tahanan. Lengkap dengan penjagaan ketat yang sialnya Tiara tidak menyadari itu.'Jadi selain sebagai istri ganti rugi, aku juga dijadikan
"Kak! apa kau sibuk?" tanya Thomas setelah memasuki ruangan Bram."Ada yang ingin kau bicarakan?" Bram yang sebelumnya fokus dengan laptop di depannya, seketika menyandarkan punggung di kursi kebesarannya, begitu mengetahui kedatangan Thomas. Sementara, Thomas yang sebelumnya terlihat ragu, kini melangkah yakin mendekati meja kerja Bram. "Tidak terlalu penting sih, tapi jika kau masih ada pekerjaan, aku akan datang lagi nanti," ujarnya.Namun, saat Thomas hendak berbalik badan, kalimat Bram langsung membuatnya mengangguk patuh."Duduklah, dan tanyakan apa yang ingin kamu ketahui dariku," terang Bram.Akhirnya Thomas memilih menarik salah satu kursi yang di depan Bram. Sambil duduk ia berkata, "Kau seperti cernawang saja kak," guraunya."Nana putriku," ucap Bram tiba-tiba begitu melihat Thomas sudah duduk tenang di depannya. Sehingga membuat senyum Thomas seketika luntur, dan berubah keterkejutan yang begitu ketara di wajah tampannya."Apa aku tidak salah dengar, kau serius dengan uca
"Ma .. mama," gumam Nana disusul suara isakan, namun dengan mata masih terpejam. Nana mengigau.Pukul sepuluh malam, Bram yang masih duduk di sofa mengecek laporan akhir bulan. sontak, mengalihkan pandangan ke arah ranjang, karena yakin mendengar suara Nana, yang ia tidurkan sejak dua jam lalu."Ma .. mama pulang, Nana sakit ma."Tanpa berpikir panjang, melihat tidur putrinya yang gelisah bercampur isakan, Bram segera bangkit dan mendekat."Sayang, astaga! kenapa badannya bisa panas begini," gusar Bram.Niat hati ingin membangunkan putrinya yang dikira bermimpi buruk. Bram justru terkejut, saat kulit mereka bersentuhan, mendapati panas suhu badan Nana di atas rata-rata. Dengan pikiran panik, Bram langsung turun dari ranjang dan berjalan cepat keluar kamar. Tujuannya tidak lain untuk membangunkan Thomas, yang Bram ketahui tidak keluar bersama teman-temannya malam itu.Tok-tok"Thomas!" Panggilan yang cukup keras disertai ketukan, Bram lakukan di pintu kamar Thomas. Namun naasnya, sud