Setelah Nenek Carolin pergi Aira masih mematung melihat kartu keluarga di tangannya.Tio dan Farra yang melihat itu saling melempar pandangan. Beberapa detik kemudian Aira berbalik melihat Tio dan Farra."Sini duduk dulu," ajak Farra, Aira langsung berjalan mendekatinya lalu duduk. Terlihat Tio menarik nafas dalam-dalam lalu melihat Aira."Saya nggak tahu harus mulai dari mana Ai, tapi yang harus kamu tahu Evan itu sangat sayang dan cinta banget sama kamu." ucap Tio hati-hati membuat Aira langsung menyergit."Gini Ai, kemaren Kak Evan pindah ke Singapura," lanjut Farra membuat Aira kaget.'Pindah ke Singapura? Kenapa? Farra nanggung lagi ngomongnya,' batin Aira penasaran tapi ia tetap berusaha bersikap datar."Dia pindah buat kamu senang Ai, kamu nggak mau ketemu dia lagi 'kan?" tanya Farra membuat Aira langsung melihat Farra, tapi Farra hanya mengangguk."Dia nggak bisa nahan diri kalo dia masih di sini dia selalu khawatir, dia selalu pengen buntutin kamu," sambung Tio membuat Aira l
Evan melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 10.35.Itu artinya Aira sudah sampai di bandara, sedangkan Evan masih dalam perjalanan. 'Aira please jangan kemana- mana dulu, batin Evan sambil matanya terus melihat jam tangannya.Disisi lain, Aira yang baru saja sampai di bandara langsung celingak-celinguk.Tangannya langsung merogoh tas untuk mengambil ponselnya.la mencoba menghubungi Evan tapi hasilnya nihil. "Kok nggak bisa, sih?" gumamnya, kemudian ia melihat sinyal ponselnya tidak ada satu pun. "Ya Tuhan, ini 'kan di Singapura kartu Indonesia nggak bakalan berlaku." lanjutnya sambil matanya celingak-celinguk.'Sekarang aku harus kemana?" batinnya, matanya mulai berkaca- kaca, ia tidak tahu kalau ia seceroboh ini sekarang.Tangannya mulai meraih kopernya lalu mulai berjalan mencari pintu keluar.Disisi lain, Evan yang baru saja sampai langsung membayar ongkosnya lalu berlari masuk mencari Aira.Ia mengedarkan pandangan ke seluruh sisi sambil memutar-mutar 'kan badannya.Dar
*Di Indonesia*Hari menunjukkan pukul 5 sore, kedua orang tua Evan datang ke rumahnya dengan niat ingin menginap di situ.Begitu mobil mereka sampai, Pak satpam langsung membukakan pagar, lalu mempersilahkan mobil mereka masuk."Selamat sore Pak, Bu," sapa satpam tersebut saat Ayah dan Ibu Evan turun dari mobil."Selamat sore Pak Budi, Aira ada rumah nggak, Pak?" tanya Ibu Evan membuat Pak Budi bingung.Bukannya Aira sudah tidak tinggal di sini lagi semenjak sebulan yang lalu."Pak," panggil Ayah Evan mengagetkan Pak Budi."Em anu Pak … bukannya non Aira sudah tidak tinggal di sini semenjak sebulan yang lalu," ucap Pak Budi membuat keduanya langsung kaget."Maksud, Bapak?" tanya Ibu Evan bingung."Saya nggak tau pasti sih Bu cuma yang saya dengar sebulan yang lalu non Aira nangis di kamar samping sambil membawa koper," terang Pak Budi membuat Ibu Evan langsung panik."Di kamar samping? Ngapain Aira di kamar samping?" tanya Ayah Evan penasaran."Non Aira memang tinggal di kamar samping
Malam hari Aira dan Evan sedang menonton televisi di temani cemilan di tangan Aira. Tiba-tiba ponsel Evan berbunyi, tangannya segera mengangkat telpon Ayahnya.[Assalamualaikum Yah] sapa Evan.[Walaikumsalam salam, Ayah mau ketemu kamu] ucap Ayah tiba-tiba. Evan kaget langsung berdiri dan menjauh dari Aira.[Kenapa Yah? Ada masalah di kantor?] tanya Evan bingung.[Bukan di kantor, tapi di rumah tangga kamu] jawab Ayah santai, tegas membuat Evan langsung bingung.[Kamu apaain Aira selama ini?] lanjut Ayah membuat Evan langsung kaget.'Kok Ayah nanyanya gini,' batin Evan lalu matanya melihat Aira yang sedang asik menonton.[Maksud Ayah?] bukannya menjawab ia malah balik bertanya.[Nggak usah pura-pura bodoh, Ayah tahu semuanya] lanjut Ayah membuat Evan langsung mati kutu.[Besok atau lusa Ayah dan Ibu berangkat ke Singapura. Ayah pengen liat seberapa hebat kamu sampe-sampe buat istri kamu kayak gitu] ancam Ayah. Mulut Evan benar-benar terkunci, ia tahu betul jika Ayahnya sudah marah pas
Perlahan kaki Arif melangkah mendekati Nia, ia menarik kursi lalu duduk. Sedangkan Nia ia tidak mau melihat Arif sama sekali."Dek," panggilnya lembut lalu menggenggam tangan Nia, tapi tidak ada respon sama sekali dari Nia.Ia masih setia melihat wajah anaknya yang mulai terlelap sambil memeluknya."Aku minta maaf," lanjut Arif mata Nia langsung memanas mengingat kejadian tadi pagi."Pergilah ke kantor, nggak usah di sini aku bisa sendiri semuanya," ketus Nia tanpa melihat wajah Arif.Seketika mulut Arif bungkam, ia tidak tahu harus berbicara apa sekarang.3 hari kemudian Nia sudah pulang dari rumah sakit, tapi yang membuatnya bingung ia sama sekali belum dipertemukan dengan bayinya. Sampai di rumah Nia hendak turun dari mobil, tapi terhenti saat Arif sudah di depan pintu."Aku gendong ya," tawar Arif sambil tersenyum ke arah Nia."Aku bisa sendiri," jawab Nia cuek, lalu berusaha berjalan sambil memegangi mobil."Ibu gendong," rengek Evan saat melihat Nia sudah keluar, Nia berbalik t
Saat Aira dan Evan tengah romantis-romantisnya. Samar-samar mereka mendengar suara pintu di ketuk."Saya buka dulu ya," ucap Evan hendak berdiri, tapi Aira malah terlalebih dahulu berdiri."Ikut," ucap Aira manja menbuat Evan langsung tersenyum gemas, lalu mencubit pipi Aira pelan."Yuk," lanjut Evan sambil menggenggam tangan Aira.Ceklek!Begitu mereka membuka pintu, Tio dan Farra langsung menatap mereka tajam membuat Evan dan Aira langsung bingung."Tio, Farra yuk masuk dulu." ajak Evan tapi Tio malah menyodorkan undangan. Evan langsung membuka undangan tersebut seketika bibirnya tersenyum."Kalian berdua ya, nunggu tiga bulan biar jadi nikah setelah sering di tunda-tunda," omel Tio dengan tatapan tajam. Evan yang melihat itu langsung tertawa lalu menepuk pundak Tio."Maaf-maaf, kami nggak bisa pulang kalo kandungan Aira belum kuat," ucap Evan sambil nyengir. Tio yang melihat itu langsung memutar mata malas."Kami nggak bisa lama Ai, di rumah Mas Tio lagi sibuk-sibuknya nyapin acara
Keesokan harinya Evan mengajak Aira ikut ke kantor. Awalnya Aira menolak tapi Evan terus membujuk-bujuknya, hingga akhirnya Aira luluh juga.Sampai di kantor semua pandangan karyawan langsung tertuju pada Aira saat mereka masuk."Itu bukannya cewek yang pernah ngaku jadi pengemis ya waktu kita rapat di rumah Pak Evan," ucap salah satu karyawan, tapi terdengar jelas oleh Evan dan Aira."O iya, gua ingat cewek yang itu," lanjut yang lain."Lanjutkan pekerjaan kalian! Jangan bertele-tele," ucap Evan tegas membuat semuanya langsung kembali bekerja."Yuk sayang, nggak usah dengerin," bisik Evan, lalu ia menggenggam tangan Aira hingga sampai ke ruangannya.Begitu mereka masuk, Aira langsung mendudukkan bobotnya ke sofa yang diikuti oleh Evan."Nanti sore kita ke rumah kamu ya, aku mau jujur sama Abi." ucap Evan sambil menunduk mengusap perut Aira yang mulai sedikit berisi."Iya," jawab Aira sambil mengusap-usap punggung Evan."O iya Kak, Kak Tio nggak ngantor ya?" tanya Aira membuat Evan la
"Ayah ... Ibu ... Evan pamit pulang ya." pamit Evan membuat keduanya kaget."Disini aja Nak kan nggak ada Aira, nanti kamu melamun terus," larang Ibu."Nggak Bu, Evan takut Aira pulang nggak ada orang di rumah," lanjut Evan penuh harap."Ya sudah, Ibu bawain kamu makanan dulu," ucap Ibu lalu pergi ke dapur menyiapkan makanan untuk Evan.Malam hari Aira masih terus mengurung dirinya di kamar, ia bangkit hanya untuk sholat selebihnya ia hanya melamun. Tok! Tok! Tok!"Aira yuk makan dulu, Nak." panggil Umi dari luar, Aira yang mendengar itu hanya menatap malas ke arah pintu yang sudah ia kunci."Makan aja Umi, Aira nggak selera makan." jawabnya lesu lalu membaringkan tubuhnya di ranjang.'Kak Evan udah makan belum ya? Dia mikirin aku nggak ya?' batin Aira terus bertanya-tanya. Hingga detik kemudian terdengar lagi suara ketukan pintu."Ai, buka pintunya Abang mau masuk," panggil Andi membuat Aira langsung memutar mata malas. Dengan berat hati ia bangkit lalu membuka pintu.Andi langsung m
Seminggu telah berlalu, tidak ada lagi pengganggu di rumah tangga Evan dan Aira."Kak," panggil Aira yang tengah melipat kain di atas ranjang, sedangkan Evan sedang bermain dengan Zalfa."Hem," sahut Evan seperti biasa membuat Aira langsung memutar mata malas."Semenjak Mei di tangkap polisi, ini rumah adem-adem aja ya kayak nggak biasa," ucap Aira.Evan yang mendengar itu langsung duduk melihat Aira bingung."Kok nggak biasa sih, kamu senang ada pengganggu disini," tebak Evan, Aira malah menggedikkan bahunya."Nggak suka sih ada pelakor, tapi lebih suka memusnahkan pelakor," ujar Aira membuat Evan mangut-mangut."Kakak yakin nggak bakal ada lagi pelakor?" tanya Aira."Nggak ada Ai, satu aja stres mikirinnya, udah ih jangan sangka buruk terus," jawab Evan santai lalu ia kembali berbaring di samping Zalfa."Okelah, tapi kalo Kakak bohong siap-siap aja jadi pendamping Mei di jeruji," ancam Aira membuat Evan terkekeh."Apaan sih kamu cemburuan banget sekarang, lagian saya tuh udah nggak
Evan dan Mei langsung kaget, Mei langsung mengubah ekspresinya menjadi selugu mungkin sebelum ia berbalik."M--mbak," sapa Mei pura-pura sopan membuat Aira langsung mengernyit."Ngapain kamu tengah malam begini sama suami saya?" tanya Aira ketus membuat Mei langsung gelagapan."Anu ... itu Mbak, tadi Pak Evan mau makan katanya saya mau buatin.Yapi tiba-tiba saya lihat di baju Pak Evan ada kecoa," jawab Mei sedatar mungkin membuat Evan mengernyitkan dahinya."Oh saya kira ngapain sampai kamu kayak mau meluk Kak Evan," jawab Aira santai."Ya sudah kamu tidur sana, biar saya aja yang buatin makan." suruh Aira yang dibalas anggukan oleh Mei lalu ia pergi meninggalkan mereka berdua.'Huh untung nggak ketahuan,' ucap Mei dalam hati sambil berjalan ke kamarnya.Disisi lain, Aira menyiapkan makanan untuk Evan lalu ia menarik Evan ke kamar.Sampai di kamar Evan langsung menutup pintu lalu mengusap dadanya."Hampir tau Ai belum cukup apa buktinya?" tanya Evan dengan nada sedikit kesal membuat
"Ayo masuk, kamar kamu di disana," ajak Aira mempersilahkan Mei masuk. Sedangkan Evan hanya mematung melihat keduanya.'Apa ini mimpi?' batin Evan begitu Aira dan Mei melewatinya.Beberapa menit kemudian Aira kembali menghampiri Evan yang masih bingung."Kak," panggil Aira dari samping membuat Evan langsung menoleh."Ayok ke kamar," ajak Evan lalu berjalan terlebih dahulu yang diikuti oleh Aira.Begitu mereka masuk Aira langsung menutup pintu dan Evan merebahkan putrinya di ranjang."Ai maksud kamu apa?" tanya Evan kesal. Tapi Aira malah tersenyum membuat Evan semakin kesal."Ai kamu tahu kan Mei itu-" ucapan Evan terhenti saat Aira membungkam mulutnya."Shut ... jangan keras-keras ngomongnya nanti dia dengar," ucap Aira pelan yang dibalas anggukan oleh Evan.Kemudian Aira memberi tahu tujuannya pada Evan. Sedangkan Evan hanya bisa mengangguk mendengar penuturan Aira."Apa kamu yakin itu akan berhasil?" bisik Evan."Kita liat aja nanti," jawab Aira sambil melipat kedua tangannya membu
Bagitu Aira sampai di ambang pintu kamar, ia melihat Evan sedang menggendong Zalfa sambil melantunkan sholawat. Aira tersenyum lalu ia perlahan mendekati keduanya.Begitu sudah sampai di belakang Evan, ia langsung melingkarkan tangannya di pinggang Evan lalu ia menoleh dari samping."Kak," panggil Aira lembut membuat Evan sedikit menoleh."Hem," lagi-lagi Evan hanya mendehem membuat Aira langsung bingung. Aira langsung melepaskan tangannya dari pinggang Evan lalu berjalan ke depan Evan.Aira mengambil alih Zalfa dari gendongannya lalu ia kembali merebahkan Zalfa ke ayunan. Setelahnya Aira langsung berdiri di depan Evan sambil menatap manik itu dalam-dalam."Kok di rebahin sih, saya masih mau gendong," ucap Evan, Aira langsung senyum lalu menggeleng."Kakak kenapa? Ada masalah kah?" tanya Aira lembut, Evan yang mendengar itu langsung duduk di sisi ranjang yang diikuti oleh Aira."Mei," jawab Evan singkat membuat Aira langsung mengangkat kedua alisnya."Perempuan gatal itu ganggu Kakak
"Andi," sapa Evan tidak percaya melihat Andi datang pagi-pagi begini."Abang ngapain pagi-pagi ke sini? Emang nggak ngajar? tanya Aira bingung."Nggak, mata kuliahnya batal," jawab Andi santai."Terus Naya mana? Kenapa nggak ikut sekalian? tanya Evan."Naya masih di kantor mungkin siangan saya jemput," jawab Andi."Kalau cuma sendirian ngapain datang sih," ucap Aira dengan nada kesal membuat Evan terkekeh mendengarnya."Apaan aku datang bukan mau liatin kamu, tapi mau lihatin ponakanku, minggir!" Ketus Andi lalu ia masuk begitu saja."Tuh kan, pagi-pagi udah bikin kesal," rengek Aira sambil menarik tangan Evan membuat Evan tersenyum."Yuk istirahat lagi kamu nggak boleh stres dulu, bawa santai aja," ucap Evan sambil membantu Aira jalan."Aira," panggil seseorang membuat mereka kembali berbalik, detik kemudian Aira tersenyum."Alhamdulillah, akhirnya Ibu datang juga ini siapa Bu?" tanya Aira karena bingung Ibunya membawa perempuan yang masih muda seumuran Evan."Oh ini namanya Meisari,
Sampai di rumah, Farra langsung turun dan berlari masuk ke rumah. Di ambang pintu ia melihat Tio sedang duduk menyadarkan tubuhnya ke sisi sofa sambil memejamkan matanya.Perlahan Farra mendekatinya, ia melihat satu kaki Bayu celananya di lipat hingga ke lutut. Farra duduk disampingnya suaminya tersebut lalu tangannya terulur memegang tangan Tio."Mas," panggil Farra lembut membuat Tio membuka matanya, lalu menoleh ke samping."Kamu udah pulang sayang," ucap Tio yang dibalas anggukan oleh Farra."Mas kecelakaan dimana? Kok bisa kecelakaan? Kata tukang urutnya Mas kenapa?" cecar Farra sambil air matanya mulai menggenang. Tio yang mendengar itu langsung tersenyum, lalu tangannya terulur mengusap wajah Farra."Jangan nangis nggak apa-apa kok, tadi aku sama Dian buru-buru mau ngambil berkas ke perusahaan lain. Jadi naik motor biar cepat, tapi itulah nasib kami tabrakan. Mas kakinya keseleo tapi Dian nggak kenapa-kenapa," terang Tio membuat Farra menangis."Harusnya aku nungguin Mas dulu t
Cukup lama ia menyaksikan keduanya, membuat Aira mulai bosan terus memejamkan matanya.[Halo Van, kamu diamana?] tanya Ayah yang sedang telponan dengan anaknya.[O iya iya, kalo gitu Ayah sama ibu sarapan ke bawah dulu ya cepat naik] jawab Ayah, Aira hanya bisa mendengar percakapan itu."Ayok sayang kita sarapan dulu, Evan udah mau nyampe." ajak Ayah yang dibalas anggukan oleh Ibu. Setelah melihat keduanya keluar Aira langsung menghembuskan nafas lega, lalu membuka matanya lebar-lebar."Huh ... akhirnya, capek juga ya pura-pura pingsan." gumamnya lalu matanya kembali menoleh ke arah bayinya. Detik kemudian bibirnya tersenyum melihat bayinya juga sudah bangun.Aira berusaha duduk pelan-pelan menggunakan tangannya untuk menahan tubuhnya supaya bersandar ke sisi ranjang."Ih ... anak Bunda udah bangun," panggil Aira sambil melambaikan tangannya saat melihat bayinya bergerak-gerak."Bunda pengen banget gendong kamu sayang," gumam Aira sambil manatap putrinya itu.Disisi lain yang Evan bar
***Sebulan kemudian, saat Aira hendak sholat tiba-tiba ia merasa perutnya sakit, ia langsung memegangi perutnya."K--kak," panggilnya sambil satu tangannya memegangi sisi ranjang.Evan yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung kaget melihat Aira kesakitan dengan segera ia berlari mendekati istrinya tersebut."Kenapa sayang? Ka--kamu mau melahirkan?" tanya Evan panik sambil memegangi Aira yang meringis."Oke-oke aku buka pintu dulu sabar, sabar," ucap Evan menenangkan Aira, lalu ia berlari membuka pintu dan pintu mobil kemudian ia kembali berlari ke dalam."Sini saya gendong," lanjut Evan lalu ia dengan sekuat tenaga menggendong Aira yang masih meringis. Kemudian ia mendudukkan Aira di dalam mobil."Kamu sabar ya sayang, kita ke rumah sakit," ucap Evan tak henti-hentinya melihat Aira. Sedangkan Aira sama sekali tidak menjawab pertanyaan suaminya itu yang ia tahu sekarang perutnya sangat sakit."Kak ... Hiks," ringis Aira membuat Evan tidak tega."Sabar sayang, dikit lagi sampai,
Siang hari Aira sudah pulang ngajar, ia langsung menuju kantor Evan. Begitu sampai ia berpapasan dengan Ayah mertuanya."Ayah," panggil Aira saat melihat Ayahnya hendak masuk, Ayah langsung berhenti lalu berbalik."Eh menantu Ayah, udah selesai ngajarnya?" tanya Ayah saat melihat Aira."Udah Yah," jawab Aira lalu menyalam tangan Ayah."Yuk kita masuk, Evan di ruangannya kayaknya." ajak Ayah yang dibalas anggukan oleh Aira.Begitu sampai di depan ruangan Evan, Ayah buru-buru meninggalkan Aira karena mendapat telpon Aira hanya tersenyum melihatnya.Detik kemudian Aira melihat ke ruangan Evan ada beberapa karyawan di dalam."Lagi rapat penting kali ya? Ya udah deh nggak usah masuk dulu, tapi aku kemana Kak Naya nggak dateng?" gumam Aira lalu ia berjalan menuju lift.Dari dalam ruangan, Samar-samar Evan melihat Aira melintas dari depan pintu ruangannya."Oke itu dulu yang kalian kerjain, silahkan keluar. Saya ada keperluan sedikit," ucap Evan buru-buru.Kemudian si berlari keluar terlebih