"Ayah ... Ibu ... Evan pamit pulang ya." pamit Evan membuat keduanya kaget."Disini aja Nak kan nggak ada Aira, nanti kamu melamun terus," larang Ibu."Nggak Bu, Evan takut Aira pulang nggak ada orang di rumah," lanjut Evan penuh harap."Ya sudah, Ibu bawain kamu makanan dulu," ucap Ibu lalu pergi ke dapur menyiapkan makanan untuk Evan.Malam hari Aira masih terus mengurung dirinya di kamar, ia bangkit hanya untuk sholat selebihnya ia hanya melamun. Tok! Tok! Tok!"Aira yuk makan dulu, Nak." panggil Umi dari luar, Aira yang mendengar itu hanya menatap malas ke arah pintu yang sudah ia kunci."Makan aja Umi, Aira nggak selera makan." jawabnya lesu lalu membaringkan tubuhnya di ranjang.'Kak Evan udah makan belum ya? Dia mikirin aku nggak ya?' batin Aira terus bertanya-tanya. Hingga detik kemudian terdengar lagi suara ketukan pintu."Ai, buka pintunya Abang mau masuk," panggil Andi membuat Aira langsung memutar mata malas. Dengan berat hati ia bangkit lalu membuka pintu.Andi langsung m
Sampai di tempat tujuan, Aira melihat Abangnya sedang menunggu di depan mobi. Ia malah merasa hatinya sangat berat untuk pulang, Evan menepikan mobil lalu melihat Aira."Kak, Aira nggak mau pulang." lirihnya membuat Evan kembali tidak tega. Ia langsung memeluk Aira lalu mencium ubun-ubunnya."Gak apa-apa sayang ... pulang ya Kakak janji secepatnya akan jemput kamu ke sana, Hem?" bisik Evan. Seketika Aira melonggarkan pelukannya lalu menatap Evan dengan sendu."Kakak janji?" kali ini mata Aira kembali berair. Evan langsung mengangguk lalu mengusap air mata itu dengan lembut."Iya sayang, Kakak akan datang lagi bujuk Abi," lanjut Evan."Yuk kita turun, kasian Andi dari tadi udah nunggu." ajak Evan lalu tangannya mengambil semua makanan Aira."Lama banget sih ... janji jam satu ini udah mau jam dua" kesal Andi, tapi tidak di hiraukan oleh Aira.Ia malah mengambil alih tiga kantong plastik besar yang berisi makanan semua dari tangan Evan, lalu berjalan ke mobil. Andi hanya bisa melongo me
"Abi, Kak Evan mana?" tanya Aira dengan air mata yang masih berjatuhan. Abi langsung mengalihkan pandangannya dari Aira."Abi suruh pulang," jawab Abi membuat Aira semakin menangis."Abi jahat! Selama ini Aira selalu nurut sama Abi. Sekarang Abi malah buat hidup Aira kayak gini!" teriak Aira seperti orang frustasi, membuat Umi langsung menangis melihat putrinya tersebut."Abi bunuh Aira aja kalo gitu, Aira nggak mau hidup lagi kalo terus di kekang kayak gini. Aira udah besar Bi dan bentar lagi Aira jadi Ibu," lanjut Aira membuat Abi langsung bungkam."Aira mohon Bi ... sekali ini aja Aira minta sana Abi tolong maafin Kak Evan. Habis itu Aira nggak minta apa-apa lagi," pinta Aira membuat Abi perlahan melihat putrinya itu."Please, Bi," lanjut Aira sambil memegang tangan Abinya."Sholat dulu kalo kamu mau pergi ke rumah suamimu," ucap Abi tiba-tiba membuat Aira. Umi dan Andi langsung kaget, detik kemudian bibir Aira langsung tersenyum."Be--beneran, Bi?" tanya Aira memastikan, Abi hanya
Pukul 04.40 dini hari, samar-samar Evan mendengar suara adzan. Perlahan ia membuka matanya seketika bibirnya tersenyum melihat Aira masih tidur nyenyak, karena hujan juga belum berhenti dari tadi malam."Panas," gumam Evan saat tangannya tidak sengaja menyentuh leher Aira. Evan kembali meraba kening Aira dan hasilnya memang panas."Kamu demam," lanjutnya lalu ia perlahan bangkit dari ranjang lalu menuju dapur.Evan mengambil air hangat dan juga handuk kecil. Kemudian ia kembali lagi ke kamar saat Evan meletakkan handuk yang sudah dia lipat kecil itu di kening Aira, tiba-tiba Aira menggeliat.Perlahan Aira membuka matanya, detik kemudian ia tersenyum melihat Evan di hadapannya, Evan membelai wajah Aira."Kita sholat dulu ya, baru kamu tidur lagi soalnya kamu demam ini," ucap Evan sambil meletakkan tangannya di kening Aira. Aira hanya mengangguk lalu berusaha duduk yang dibantu Evan.Hampir setengah jam mereka sholat dan berdzikir. Kemudian Evan menuntun Aira lagi ke ranjang, lalu melet
"Kakak jangan takut, 'kan Abi udah maafin. Palingan nanti cuma di nasehati aja," ucap Aira menenangkan Evan. "Kamu yakin?" tanya Evan yang dibalas anggukan oleh Aira."Ya udah kalo gitu Kakak ke depan lagi aja, aku sama Farra nambahin minumannya dulu," lanjut Aira.Dengan langkah berat Evan kembali ke depan kemudian Aira berbalik melihat Farra sudah di pintu belakang."Farra," panggil Aira membuat Farra langsung berbalik lalu mendekati Aira."Udah pelukannya?" tanya Farra dengan nada menggoda membuat Aira langsung malu."Apa sih udah ah, kita tambahin lagi ini ada Abi, Umi sama Bang Andi soalnya." ucap Aira mengalihkan pembicaraan, sedangkan Farra terkekeh melihat Aira.Setelah selesai Aira dan Farra menuju ke ruang tengah. Mereka meletakkan minuman di meja kemudian Farra duduk si dekat Tio dan Aira duduk di dekat Evan."Makanan Aira nggak di bawa sekalian Bang?" tanya Aira membuat kedua orang tuanya tersenyum. Sedangkan Andi, ia hanya menggedikkan bahunya."Tinggal sampah doang, it
Evan yang tidak tega langsung melepas kedua tangan Aira yang melingkar di perutnya. Ia berbalik menghadap Aira, ia melihat Aira menunduk menahan tangis.Evan langsung mengangkat wajah Aira yang masih menunduk dengan kedua tangannya, lalu ia menghapus air mata istrinya."Jangan kayak gini lagi ya, saya khawatir bayi kita kenapa-kenapa." tegur Evan lembut membuat Aira langsung mengangguk, lalu melihat mata Evan."Maafin aku Kak." lirihnya, Evan langsung menarik Aira ke pelukannya lalu mencium ubun-ubun istrinya."Udah, jangan nangis lagi saya juga minta maaf," lanjut Evan membuat Aira langsung mempererat pelukannya."Udah, kita tidur lagi makin dingin cuacanya." ajak Evan, lalu melepas pelukannya dan menggendong Aira ke kamar.Disisi lain, Farra dan Tio tidak langsung pulang ke rumah. Mereka jalan-jalan terlebih dahulu menikmati pemandangan malam, walaupun cuma dari dalam mobil."Mas," panggil Farra membuat Tio langsung menoleh sekilas "Kenapa?" tanya Tio."Menurut Mas, Aira sama Mas Ev
"Serah ... tanda tangani itu berkas-berkas," suruh Tio.Evan langsung berhenti tertawa, lalu ia membaca berkas tersebut sebelum di tanda tanganinya."Bawa balik berkas lu," ucap Evan memberikan kembali berkas tersebut ke Tio, membuat Tio langsung menyergit."Ngapain? Lu 'kan belum tanda tangan," tanya Tio bingung."Lu jangan mentang-mentang pengantin baru, kerjaan lu jadi berantakan ya. Lu baca balik banyak yang salah itu," jawab Evan datar. Tio langsung membaca kembali dan benar saja ada beberapa yang salah."Kerja ya kerja jangan di campur aduk semuanya, nggak konsen jadinya," omel Evan membuat Tio cengengesan."Iya-iya deh, gua ganti," lanjut Tio "Farra mana?" tanya Evan membuat Tio langsung mengangkat alisnya sebelah."Lu nanya?" tanya Tio balik "Ya iyalah gua nanya, ya kali gua minta," kesal Evan, membuat Tio langsung menggaruk alisnya sekilas."Aira mana?" tanya Tio balik membuat Evan menyergit "Ngajar," jawab Evan datar."Ya udah apalagi Farra juga ngajar hadeuh," tambah Tio sa
Setelah melihat ruangan Evan sepi, Naya langsung berdiri lalu melangkah menuju ruangan Evan. Sampai di ambang pintu Naya langsung mengetuk pintuk."Permisi Pak," sapa Naya sopan membuat Evan yang sibuk dengan berkasnya langsung mendongak."Iya, silahkan masuk," seru Evan dari dalam. Naya langsung membuka pintu membuat Evan tersenyum sekilas."Kenapa, Nay?" tanya Evan, Naya yang masih canggung ketemu dengan Evan, karena ia masih karyawan baru langsung memainkan tangannya."Em … maaf Pak, itu Bu Aira sudah tidur di meja Naya," jawab Naya membuat Evan kaget dan langsung berdiri."Banarkah? Ya ampun ... saya lupa," lanjut Evan, lalu ia melangkah keluar yang diikuti oleh Naya dari belakang.Begitu sampai di meja Naya, bibir Evan langsung melengkung indah.Perlahan Evan duduk di kursi Naya, lalu ia memperhatikan wajah istrinya yang sedang tidur.Entah apa yang terjadi pada Naya, ia malah baper melihat keduanya."Em … Pak, saya ke toilet dulu ya," ucap Naya.Seketika Evan langsung menoleh la
Seminggu telah berlalu, tidak ada lagi pengganggu di rumah tangga Evan dan Aira."Kak," panggil Aira yang tengah melipat kain di atas ranjang, sedangkan Evan sedang bermain dengan Zalfa."Hem," sahut Evan seperti biasa membuat Aira langsung memutar mata malas."Semenjak Mei di tangkap polisi, ini rumah adem-adem aja ya kayak nggak biasa," ucap Aira.Evan yang mendengar itu langsung duduk melihat Aira bingung."Kok nggak biasa sih, kamu senang ada pengganggu disini," tebak Evan, Aira malah menggedikkan bahunya."Nggak suka sih ada pelakor, tapi lebih suka memusnahkan pelakor," ujar Aira membuat Evan mangut-mangut."Kakak yakin nggak bakal ada lagi pelakor?" tanya Aira."Nggak ada Ai, satu aja stres mikirinnya, udah ih jangan sangka buruk terus," jawab Evan santai lalu ia kembali berbaring di samping Zalfa."Okelah, tapi kalo Kakak bohong siap-siap aja jadi pendamping Mei di jeruji," ancam Aira membuat Evan terkekeh."Apaan sih kamu cemburuan banget sekarang, lagian saya tuh udah nggak
Evan dan Mei langsung kaget, Mei langsung mengubah ekspresinya menjadi selugu mungkin sebelum ia berbalik."M--mbak," sapa Mei pura-pura sopan membuat Aira langsung mengernyit."Ngapain kamu tengah malam begini sama suami saya?" tanya Aira ketus membuat Mei langsung gelagapan."Anu ... itu Mbak, tadi Pak Evan mau makan katanya saya mau buatin.Yapi tiba-tiba saya lihat di baju Pak Evan ada kecoa," jawab Mei sedatar mungkin membuat Evan mengernyitkan dahinya."Oh saya kira ngapain sampai kamu kayak mau meluk Kak Evan," jawab Aira santai."Ya sudah kamu tidur sana, biar saya aja yang buatin makan." suruh Aira yang dibalas anggukan oleh Mei lalu ia pergi meninggalkan mereka berdua.'Huh untung nggak ketahuan,' ucap Mei dalam hati sambil berjalan ke kamarnya.Disisi lain, Aira menyiapkan makanan untuk Evan lalu ia menarik Evan ke kamar.Sampai di kamar Evan langsung menutup pintu lalu mengusap dadanya."Hampir tau Ai belum cukup apa buktinya?" tanya Evan dengan nada sedikit kesal membuat
"Ayo masuk, kamar kamu di disana," ajak Aira mempersilahkan Mei masuk. Sedangkan Evan hanya mematung melihat keduanya.'Apa ini mimpi?' batin Evan begitu Aira dan Mei melewatinya.Beberapa menit kemudian Aira kembali menghampiri Evan yang masih bingung."Kak," panggil Aira dari samping membuat Evan langsung menoleh."Ayok ke kamar," ajak Evan lalu berjalan terlebih dahulu yang diikuti oleh Aira.Begitu mereka masuk Aira langsung menutup pintu dan Evan merebahkan putrinya di ranjang."Ai maksud kamu apa?" tanya Evan kesal. Tapi Aira malah tersenyum membuat Evan semakin kesal."Ai kamu tahu kan Mei itu-" ucapan Evan terhenti saat Aira membungkam mulutnya."Shut ... jangan keras-keras ngomongnya nanti dia dengar," ucap Aira pelan yang dibalas anggukan oleh Evan.Kemudian Aira memberi tahu tujuannya pada Evan. Sedangkan Evan hanya bisa mengangguk mendengar penuturan Aira."Apa kamu yakin itu akan berhasil?" bisik Evan."Kita liat aja nanti," jawab Aira sambil melipat kedua tangannya membu
Bagitu Aira sampai di ambang pintu kamar, ia melihat Evan sedang menggendong Zalfa sambil melantunkan sholawat. Aira tersenyum lalu ia perlahan mendekati keduanya.Begitu sudah sampai di belakang Evan, ia langsung melingkarkan tangannya di pinggang Evan lalu ia menoleh dari samping."Kak," panggil Aira lembut membuat Evan sedikit menoleh."Hem," lagi-lagi Evan hanya mendehem membuat Aira langsung bingung. Aira langsung melepaskan tangannya dari pinggang Evan lalu berjalan ke depan Evan.Aira mengambil alih Zalfa dari gendongannya lalu ia kembali merebahkan Zalfa ke ayunan. Setelahnya Aira langsung berdiri di depan Evan sambil menatap manik itu dalam-dalam."Kok di rebahin sih, saya masih mau gendong," ucap Evan, Aira langsung senyum lalu menggeleng."Kakak kenapa? Ada masalah kah?" tanya Aira lembut, Evan yang mendengar itu langsung duduk di sisi ranjang yang diikuti oleh Aira."Mei," jawab Evan singkat membuat Aira langsung mengangkat kedua alisnya."Perempuan gatal itu ganggu Kakak
"Andi," sapa Evan tidak percaya melihat Andi datang pagi-pagi begini."Abang ngapain pagi-pagi ke sini? Emang nggak ngajar? tanya Aira bingung."Nggak, mata kuliahnya batal," jawab Andi santai."Terus Naya mana? Kenapa nggak ikut sekalian? tanya Evan."Naya masih di kantor mungkin siangan saya jemput," jawab Andi."Kalau cuma sendirian ngapain datang sih," ucap Aira dengan nada kesal membuat Evan terkekeh mendengarnya."Apaan aku datang bukan mau liatin kamu, tapi mau lihatin ponakanku, minggir!" Ketus Andi lalu ia masuk begitu saja."Tuh kan, pagi-pagi udah bikin kesal," rengek Aira sambil menarik tangan Evan membuat Evan tersenyum."Yuk istirahat lagi kamu nggak boleh stres dulu, bawa santai aja," ucap Evan sambil membantu Aira jalan."Aira," panggil seseorang membuat mereka kembali berbalik, detik kemudian Aira tersenyum."Alhamdulillah, akhirnya Ibu datang juga ini siapa Bu?" tanya Aira karena bingung Ibunya membawa perempuan yang masih muda seumuran Evan."Oh ini namanya Meisari,
Sampai di rumah, Farra langsung turun dan berlari masuk ke rumah. Di ambang pintu ia melihat Tio sedang duduk menyadarkan tubuhnya ke sisi sofa sambil memejamkan matanya.Perlahan Farra mendekatinya, ia melihat satu kaki Bayu celananya di lipat hingga ke lutut. Farra duduk disampingnya suaminya tersebut lalu tangannya terulur memegang tangan Tio."Mas," panggil Farra lembut membuat Tio membuka matanya, lalu menoleh ke samping."Kamu udah pulang sayang," ucap Tio yang dibalas anggukan oleh Farra."Mas kecelakaan dimana? Kok bisa kecelakaan? Kata tukang urutnya Mas kenapa?" cecar Farra sambil air matanya mulai menggenang. Tio yang mendengar itu langsung tersenyum, lalu tangannya terulur mengusap wajah Farra."Jangan nangis nggak apa-apa kok, tadi aku sama Dian buru-buru mau ngambil berkas ke perusahaan lain. Jadi naik motor biar cepat, tapi itulah nasib kami tabrakan. Mas kakinya keseleo tapi Dian nggak kenapa-kenapa," terang Tio membuat Farra menangis."Harusnya aku nungguin Mas dulu t
Cukup lama ia menyaksikan keduanya, membuat Aira mulai bosan terus memejamkan matanya.[Halo Van, kamu diamana?] tanya Ayah yang sedang telponan dengan anaknya.[O iya iya, kalo gitu Ayah sama ibu sarapan ke bawah dulu ya cepat naik] jawab Ayah, Aira hanya bisa mendengar percakapan itu."Ayok sayang kita sarapan dulu, Evan udah mau nyampe." ajak Ayah yang dibalas anggukan oleh Ibu. Setelah melihat keduanya keluar Aira langsung menghembuskan nafas lega, lalu membuka matanya lebar-lebar."Huh ... akhirnya, capek juga ya pura-pura pingsan." gumamnya lalu matanya kembali menoleh ke arah bayinya. Detik kemudian bibirnya tersenyum melihat bayinya juga sudah bangun.Aira berusaha duduk pelan-pelan menggunakan tangannya untuk menahan tubuhnya supaya bersandar ke sisi ranjang."Ih ... anak Bunda udah bangun," panggil Aira sambil melambaikan tangannya saat melihat bayinya bergerak-gerak."Bunda pengen banget gendong kamu sayang," gumam Aira sambil manatap putrinya itu.Disisi lain yang Evan bar
***Sebulan kemudian, saat Aira hendak sholat tiba-tiba ia merasa perutnya sakit, ia langsung memegangi perutnya."K--kak," panggilnya sambil satu tangannya memegangi sisi ranjang.Evan yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung kaget melihat Aira kesakitan dengan segera ia berlari mendekati istrinya tersebut."Kenapa sayang? Ka--kamu mau melahirkan?" tanya Evan panik sambil memegangi Aira yang meringis."Oke-oke aku buka pintu dulu sabar, sabar," ucap Evan menenangkan Aira, lalu ia berlari membuka pintu dan pintu mobil kemudian ia kembali berlari ke dalam."Sini saya gendong," lanjut Evan lalu ia dengan sekuat tenaga menggendong Aira yang masih meringis. Kemudian ia mendudukkan Aira di dalam mobil."Kamu sabar ya sayang, kita ke rumah sakit," ucap Evan tak henti-hentinya melihat Aira. Sedangkan Aira sama sekali tidak menjawab pertanyaan suaminya itu yang ia tahu sekarang perutnya sangat sakit."Kak ... Hiks," ringis Aira membuat Evan tidak tega."Sabar sayang, dikit lagi sampai,
Siang hari Aira sudah pulang ngajar, ia langsung menuju kantor Evan. Begitu sampai ia berpapasan dengan Ayah mertuanya."Ayah," panggil Aira saat melihat Ayahnya hendak masuk, Ayah langsung berhenti lalu berbalik."Eh menantu Ayah, udah selesai ngajarnya?" tanya Ayah saat melihat Aira."Udah Yah," jawab Aira lalu menyalam tangan Ayah."Yuk kita masuk, Evan di ruangannya kayaknya." ajak Ayah yang dibalas anggukan oleh Aira.Begitu sampai di depan ruangan Evan, Ayah buru-buru meninggalkan Aira karena mendapat telpon Aira hanya tersenyum melihatnya.Detik kemudian Aira melihat ke ruangan Evan ada beberapa karyawan di dalam."Lagi rapat penting kali ya? Ya udah deh nggak usah masuk dulu, tapi aku kemana Kak Naya nggak dateng?" gumam Aira lalu ia berjalan menuju lift.Dari dalam ruangan, Samar-samar Evan melihat Aira melintas dari depan pintu ruangannya."Oke itu dulu yang kalian kerjain, silahkan keluar. Saya ada keperluan sedikit," ucap Evan buru-buru.Kemudian si berlari keluar terlebih