Kalista tidak salah lihat. Yang berdiri di seberang jalan sana jelas Nevan dengan kemeja hitam, celana bahan, sneaker biru berpadu putih dan rambut yang disisir rapi ke belakang memperlihatkan jidat paripurna yang menawan. Tatapannya jelas tertuju lurus pada Kalista yang baru pulang bekerja akibat rapat dadakan yang akan diadakan besok pagi, membuat Kalista harus mengerjakan banyak hal sebagai persiapan. Sebenarnya Bian menawarkan untuk pulang bersama. Namun Kalista menolak. Bukan hanya karena Bian yang masih jelas sibuk, melainkan juga Kalista merasa harus menghindari Bian. Namun bukan artinya Kalista bersedia untuk bersua dengan Nevan yang sekarang sudah menyebrang. Kalista lantas mengambil langkah cepat. Merasa tak berhasil memperlebar jarak dari Nevan, maka Kalista akhirnya mengambil langkah seribu. Nevan terkekeh pelan dan sedikit mengerjai sang mantan istri. Lelaki itu turut berlari seakan-akan mengejar Kalista. Kalista membelok ke gang
Kalista sampai di rumah tanpa rentetan pertanyaan, karena baik Jihan ataupun Bian tidak tampak batang hidungnya. Padahal Kalista sampai meminta Nevan untuk mengantarnya sampai halte bus saja yang jaraknya sekitar satu kilometer dari kediaman Bian. Kalista langsung menuju ke kamar dan segera mandi, karena terlampau gerah.Ketika Kalista selesai berpakaian, ia masih tidak mendapati kehadiran Bian di kamar. Ah, mungkin Bian ingin tidur bersama Jihan lagi. Bisa jadi Bian ingin membujuk istrinya akibat Jihan yang cemburu saat syuting iklan. Kesempatan itu pun dimanfaatkan Kalista untuk mengerjakan bab selanjutnya dari novel online kolaborasinya bersama Vallent alias Liam. Kalista dipercaya Liam untuk menggarap narasi romance. Meski diakui Kalista, bila tubuhnya lelah akibat bekerja seharian bahkan lembur sebentar. Namun bila sudah menyangkut hobi, Kalista malah jadi bersemangat. Bagi Kalista, menjalankan hobi adalah salah satu bentuk healing yang ji
("Ngomong-ngomong, bagaimana rasanya jadi Michelle?")Obrolan Liam dan Kalista di telepon masih berlanjut seru. Hebatnya lagi, Kalista bisa melakukannya sambil mengetik narasi untuk novel kolaborasi mereka. Tak disangka, ternyata Liam cukup menyenangkan dibawa mengobrol masalah remeh seperti pembahasan token listrik tadi. "Michelle siapa?"("Masa dengan anak sendiri lupa? Michelle Anindita, tokoh utama novel online pertamamu yang berjudul Pilihan Kedua.")Kalista pun terkekeh, karena baru ingat dengan novel pertamanya tersebut. Para penulis memang sering menyebut tokoh utama di karya mereka dengan sebutan anak. "Vallent ini sepertinya penggemar berat Purplelloide. Tapi aku malu kau menyebut kembali novel itu. Sampai detik ini, aku tidak berani lagi untuk membaca karya-karya lamaku. Pasti nanti aku akan banyak menemukan berbagai hal janggal di sana."Terdengar kekehan renyah dari Liam. Semakin malam, begitu jelas suara
"Putar itu!""Hah?""Putar playlistmu dan Nevan!""Tapi, Bi.""Katanya mau move on? Harusnya mulai latihan agar mendengarkan soundtrack hidup kalian terkesan biasa saja."Kalista tidak sepenuhnya setuju dengan pendapat Bian. Namun jika dipikir-pikir lagi, rasanya memang aneh bila kita tidak mendengarkan sebuah lagu hanya karena mantan. Pasti kasihan dengan musisi yang menciptakan dan membawakan lagu tersebut. Baiklah, hitung-hitung menghormati musisinya, jadi Kalista memutar playlistnya yang dinamai Nista Everlasting Playlist. Nista adalah singkatan dari Nevan dan Kalista. Sungguh mengenaskan ketika terbukti bahwa nama adalah doa. Hubungan mereka benar-benar menjadi nista pada akhirnya. Lagipula sungguh konyol, mengapa menamai playlist dengan nama yang tidak keren. Sudah Nista, pakai Everlasting lagi. Ngenes. Kalista pun menekan tombol shuffle pada playlist Nistanya. Suara merdu Dan + Shay Justin Bieber pun t
Jihan tidak tahu kalau Kalista berpura-pura bahagia dan excited ketika Bian mengatakan perasaannya, mengajak Jihan berpacaran. Kalista kerap memandang iri pada Jihan dan Bian yang dianggap pasangan ideal di SMA mereka dulu. Semua temannya bahkan sampai adik-adik kelas menjadi pengagum keduanya, karena dinilai serasi bak pangeran dan putri. Jihan juga banyak memiliki teman ketika sekolah dulu. Berbeda dengan Kalista yang hanya memiliki Jihan di kesehariannya di sekolah. Sebenarnya Kalista tetap ramah kepada teman-teman seangkatannya, tapi entah mengapa, ketika Kalista mencoba berbaur dengan mereka, Kalista seringkali hanya menjadi pendengar kisah-kisah mereka. Kalista hanya ikut tertawa dan jarang berhasil menarik perhatian mereka dengan ceritanya. Makanya, tak heran bila Kalista sekarang sangat menikmati cerita-ceritanya yang dibaca banyak orang. Berbeda dengan Jihan. Ketika dia menarik napas saja, semua teman sekelas akan menganggap
"Itu kopi boyband Korea yang kata Pak Asep haram, bukan?" tanya Bian tiba-tiba. Kalista yang sejak tadi sibuk curi-curi pandang ke Bian seketika gelagapan dan langsung memaksa dirinya untuk bersikap tenang. "Kopi ini? Haram apanya? Pak Asep siapa pula?" Kalista menunjuk pada botol-botol yang sudah ia taruh di jok belakang. "Pak Asep yang suka membersihkan ruang kerja kita."Kalista merasa geli ketika Bian menyebutkan kata kita pada obrolannya. "Iya. Haram kalau dicampur dagingmu."Bian terbahak lagi. Bian selalu terheran-heran dengan sahutan Kalista. Kalista diam-diam ikut tersenyum, karena bisa menyaksikan Bian yang tertawa lepas. Ada rasa yang membuncah di dadanya ketika melihat lubakan manis kecil di pipi Bian. "Han, Kak Bian kalau tersenyum, manisnya kurang ajar. Lesung pipinya itu barang mahal," ucap Kalista kepada Jihan, suatu hari di jam istirahat di masa sekolah dulu. Kalista masing ingat, bagaimana berjuang
Kalista sibuk dengan kamera ponsel miliknya ketika menemukan objek yang tidak hanya menarik perhatian, tapi juga membuat hatinya lebih tenang setelah sibuk bersedih akibat nostalgia dadakan yang tak diundang. Kalista tersenyum cerah tatkala menemukan bunga-bunga berwarna ungu beraneka jenis. Ada pansy, fuchsia, wisteria, dan hydrangea. Tanpa Kalista ketahui bila di sisi bangunan lain, Bian dan Rikki, si arsitek perancang bangunan villa yang awalnya direncanakan sebagai hadiah untuk Jihan, sekarang malah beralih fungsi untuk perempuan lain, sedang mengobrol serius. "Wanita yang kau ajak itu bernama Kalista? Siapa dia? Jangan katakan kalau dia selingkuhanmu?" "Bukan. Dia bukan selingkuhanku." "Lalu apa? Siapa dia? Dia jelas bukan keluargamu." Rikki sangat dekat dengan seluruh anggota keluarga Bian. Dan Rikki tidak pernah melihat sosok Kalista sebelumnya. Bian lupa kalau Rikki tidak harus mengetahui soal Kalista. Harusnya, Bia
"Tapi Jihan... ""Kal, kau tentu masih ingat bagaimana Jihan malah memintaku untuk sama mencintaimu seperti aku mencintainya?" sela Bian yang sekarang ibu jarinya menyapu permukaan ranumnya Kalista. "Tapi aku tetap tidak enak bila kita begitu terang-terangan. Apalagi ayah dan ibumu meminta agar aku lebih pandai memposisikan diri.""Makanya kita diam-diam saja. Villa ini akan kita kunjungi bila nantinya butuh waktu berdua." tangan Bian menyentuh hangat sisi leher Kalista. "Tidak, Bi. Aku tidak bisa. Jihan... ""Kal, dengarkan aku baik-baik." Bian terus menyela. Tatapannya intens menyapu ranum Kalista yang terbuka sedikit."Kau butuh seseorang untuk mengobati lukamu yang ditorehkan Nevan. Aku butuh keturunan. Awalnya memang kerja sama. Namun setelah ku pikir-pikir, bukankah jauh lebih indah bila kita memiliki anak dalam hubungan yang saling mengasihi?"Entah bisikan darimana, anggukan itu diberikan Kalista. Bian tersenyu