Aku dan Kang Abdi sudah berada di kamar pengantin. Kamar yang awalnya ditiduri oleh suamiku itu sebelum kami menikah. Suamiku tengah membuka baju Koko, lalu ia gantung di balik pintu. Aku masih tidak tahu mau melakukan apa. Memang ini sudah malam. Aku pun sudah memakai piyama model gamis dengan motif bunga-bunga. Kalau malam waktunya tidur kan? Tapi kayaknya gak mungkin malam ini aku lalui dengan tidur saja. "Non, kenapa? Mau langsung tidur atau kita mau ngobrol dulu?" tanya suamiku dengan senyuman lebar. "Ngobrol, Kang. Saya memang udah capek, tapi belum mengantuk." Aku naik ke atas ranjang baru yang dihadiahkan papa untuk kami. Untunglah kamar Kang abdi luas, sehingga kasur ukuran seratus delapan puluh itu muat di kamar. Ditambah lemari baju, sebuah rak, dan juga meja rias. Lantainya masih dari semen, sehingga ruangan di dalam rumah luas. Baik kamar, ruang tamu, ruang kumpul keluarga, dan juga dapur. Ditambah rumah Kang Abdi tanpa sekat. Aku rasa, saat nanti kami punya anak, anak-
POV Levi"Apa maksud kamu, Luisa sudah menikah? Kapan?""Maaf, Bos, saya terlambat mendapatkan informasinya. Non Luisa menikah kemarin di Kampung Sukajadi bersama pria bernama Abdi yang merupakan salah satu jawara di kampung itu.""Mau jawara, mau dukun, mau mafia sekalipun, aku gak peduli, kamu harus bisa membawa Luisa kembali ke Jakarta, secepatnya!" Aku memutus panggilan itu. Semua ini karena mommy yang membuat Luisa terlepas dari genggamanku. Jika saja mommy tidak emosi dan bersabar sedikit lagi, pasti aku akan bisa mendapatkan Luisa. Aku akan berhenti melakukan kekonyolan dan juga kejahatan, tetapi karena mommy, semuanya jadi berantakan. Jika Luisa bisa berpisah dari Edmun, maka Luisa pun bisa berpisah dari suami kontraknya itu."Tuan, ini makan malam ...."Prak!"Aku gak butuh perhatian dari kamu, Bangsat! Gara-gara kamu, wanita yang paling aku cintai kini menikah dengan orang lain. Kamu sialan! Wanita kampung yang gak tahu diri!" Aku mencengkeram kuat rahang kedua pipinya."De
"Kamu, antar wanita ini kembali ke habitatnya!" Mommy memberikan beberapa lembar pada wanita malam yang harusnya malam ini bisa menghangatkan ranjangku, tetapi apalah daya, mommy sudah pulang dan semuanya gagal."Kenapa masih bengong? Kurang?!" Mommy melotot ke arah wanita itu."Baik, Nyonya, kami permisi!" Aku melihat Julius menarik kencang tangan wanita malamku, tetapi aku tidak bisa melakukan apapun selain pasrah akan kemarahan mommy. "Masuk!" Mommy menarik tanganku dengan keras. Karena tubuh ini dikuasai oleh alkohol, maka aku pun berjalan sempoyongan. Mommy mendorongku untuk duduk di sofa. Bokong ini pun terhempas kuat."Rana, buatkan air jahe untuk suami kamu. Setelah itu siapkan air hangat," kata Mommy pada Rana. Aku membiarkan mereka berdua berbuat apapun terhadap tubuh ini. Kuputuskan memejamkan mata agar rasa sakit pada organ vitalku bisa berkurang. Entah bagaimana dan kapan terjadi. Aku terbangun di dalam kamar. Matahari mulai menampakkan sinar teriknya dari balik jendela
POV Luisa"Kakak ipar rambutnya basah terus," ledek Nisa saat aku membuka pintu rumah sederhana milik Kang Abdi. Rumah yang kini aku tinggali dan bisa tidur dengan nyaman di dalamnya."Ya basah dong, namanya juga mandi," jawabku sambil tersipu malu. Rambut ini pun masih terbungkus handuk kecil, sedangkan badanku tertutup handuk kimono panjang. Nisa ikut masuk, sebelumnya ia menutup pintu kembali. "Kakang mana?" tanya Nisa. Aku kembali merona. Di saat bersamaan, Kang Abdi baru saja keluar dari kamar mandi. Ia pun mengenakan handuk yamg dililit di pinggang."Oh, jadi gini, Mabar ya?" Nisa terbahak. Aku mengerutkan kening. Apa itu Mabar?"Mabar apaan sih?" tanyaku."Mandi bareng, ha ha ha ... bebas kalau pengantin baru mah. Ya kan, Kang?!" "Kamu ganggu aja, orang saya mau lanjut di kamar sama istri cantik saya ini. Sudah sana balik, suami kamu nanti digondol Yu Darsih loh," balas Kang Abdi sambil tertawa. Nisa pun bangun dari duduknya, lalu berjalan keluar ke arah pintu rumah."Oh, iya
Aku melambaikan tangan saat Kang Abdi menoleh ke arahku. Siang ini suamiku pergi untuk mencari rejeki. Untuk saat ini memang hanya inilah yang bisa membuat kami semua bisa bertahan hidup.Tabungan papa menipis. Uang tabungan hasil pesangon saat diberhentikan dari perusahaan. Memang uang pesangon itu sangat banyak menurutku. Menyentuh angka tiga milyar untuk sekelas presiden direktur, tetapi karena papa masih harus bolak-balik ke dokter dan juga biaya hidup sehari-hari, maka perlahan uang itu pun menipis. Papa bahkan membeli dua petak sawah di kampung Nisa ini dan juga membeli sebuah rumah sederhana seharga seratus delapan puluh juta saja. Sangat murah karena pemilik rumah memang sedang butuh."Assalamualaikum." Aku tersentak dari lamunan, saat suara yang saat ini tengah aku pikirkan, terdengar di balik pintu. Lekas aku memakai jilbab besarku, lalu membuka pintu untuk papa."Wa'alaykumussalam, Papa. Ayo, masuk, Pa!" Aku menarik tangan papa dengan perlahan untuk membawanya duduk di ku
POV AbdiBiasanya saat aku berangkat kerja, mengawal siapapun orangnya, tidak ada rasa cemas sama sekali, tapi pagi menjelang siang ini, aku setengah hati berangkat, meskipun istri cantikku mengijinkan, bahkan mengantarku sambil melambaikan tangan dan juga senyuman manisnya. Aku sampai di rumah Juragan Andri yang tengah dijaga oleh Paman Husni, jawara senior di kampungku. Juragan Husni ditemani muridnya Syabil. Aku memarkirkan motor di bawah pohon Nangka, lalu menyimpan terlebih dahulu kunci motor di dalam saku celana. Tidak lupa aku silent dahulu ponsel ini. Juragan paling tidak suka jika sedang bicara pekerjaan, ada suara dari ponsel. Mau siapapun itu anak buahnya, semua harus patuh aturan."Assalamualaikum, Paman." Kuulurkan tangan untuk berjabat. "Wa'alaykumussalam, Abdi. Kamu sudah ditunggu juragan. Sudah sana langsung masuk!" Aku mengangguk. Tersenyum juga pada Syabil yang ikut menoleh ke arahku. Juragan Andri ini adalah pemilik sawah hampir tiga puluh persen di kampungku. Ba
"Jika nanti istri saya sehat, boleh Juragan kalau mau mampir. Ini istri saya masih penyesuaian makanan kampung, jadi perutnya sakit. Udah minum obat, tapi masih rewel. Namanya juga pengantin baru, Juragan," jawabku tidak enak hati, tetapi hal ini tetap harus aku utarakan dari pada nanti Luisa menjadi marah padaku karena membawa orang asing di rumah."Wah, istri kamu sakit? Mau diperiksa dokter pribadi saya?" tawarnya membuat jantung ini berdetak cepat. Ini tidak biasa, ini terlalu luar biasa. Pasti ada maksud bosnya terlalu baik hari ini."Mana berani saya, Juragan. Istri saya insyaAllah gak papa. Mungkin ini karena manja saja," jawabku menolak halus. Juragan Andri tertawa lebar."Sayang sekali saya gagal punya menantu kamu, Abdi. Padahal, saya berharap orang seperti kamu nanti yang menggantikan saya. Meneruskan bisnis saya, tapi gak papa, belum berjodoh dengan putri cantik saya." Aku hanya bisa tersenyum sumbang. Rasanya bosku terlalu membingungkan hari ini. Tidak seperti sebelum-se
POV LuisaLekas semua kembali baju yang seminggu lalu, baru rapi aku susun dalam lemari, kini semua aku masukkan ke dalam tas besar dan juga satu buah koper. Kang Abdi juga bergerak cepat untuk membantuku. Perkataanku padanya tentang pria bermuka dua seperti Levi, cukup membuatnya takut sehingga mendukung rencanaku. Kami berdua dalam keadaan panik, tetapi tetap harus sambil berpikir bahwa keputusan kami berdua ini sudah tepat. Nisa baru saja aku beritahu dan ia syok, sekarang ibu sambungku itu pulang ke rumahnya untuk memberitahu papa."Kalian serius?" suara papaku dari arah pintu. Kami berdua menoleh serentak. Baru saja aku bergumam tentang papa, orangnya sudah muncul."Pa, iya. Saya gak bisa tinggal di sini. Bos Kang Abdi setipe dengan Levi. Bedanya bos suami saya ini udah tua." Papa masuk ke dalam kamar. Wajahnya begitu terkejut dan sepertinya tidak ikhlas dengan kepergian kami. "Sayang sekali, Papa berharap kamu bisa hidup tenang di kampung bersama suami, tetapi malah ujian lain
"Ma, Kevin gak bersalah, Ma. Wanita itu memfitnah Kevin. Kevin gak tahu apa-apa soal Dion dan Kevin gak kenal wanita itu!" Kevin terus merengek pada mamanya dari balik jeruji besi. "Mama justru bingung sama kamu. Kalau kamu gak kenal, kenapa wanita bernama Elsa itu punya semua buktinya? Dia sampai punya struk pembayaran hotel, villa, bukti chat ponsel, bukti transfer, dan rekaman suara kamu berencana mencelakai lelaki bernama Dion. Mama gak bisa bantu kamu, Kevin. Mama harap kamu bertaubat! Pantas Tuhan tidak ijinkan Mama berbesan dengan Bu Rana, ternyata emang anak Mama yang gak pantas bersanding dengan putri mereka.""Mama, semua itu fitnah! Mama harus percaya Kevin." Namun yang dilakukan wanita adalah segera beranjak dari penjara. Tujuannya hari ini adalah pergi ke rumah orang tua Elsa. Ya, ia harus mendengar cerita tentang Elsa dan juga Kevin.Bu Dian terheran-heran melihat kedatangan seorang wanita yang tidak ie kenal."Ibu siapa ya?" tanya Bu Dian yang saat ini sedang menimang
Dewasa(21+) Romi dan Mutia sudah tiba di Bali. Tiket honeymoon pemberian Elsa tentu saja saja tidak akan dilewatkan oleh keduanya. Ya, Elsa-lah yang memberikan Romi tiket bulan madu sebagai hadiah pernikahan kedua suaminya. Sampai kapan pun Elsa merasa tidak akan bisa membalas semua kebaikan dan juga ketulusan suaminya. Pemuda yang menjadi tersangka atas skandal yang ia susun bersama kekasihnya Kevin. Sebuah foto dikirimkan Mutia pada Elsa sebagai informasi bahwa mereka sudah sampai di kamar pengantin yang dipesan oleh Elsa. Selamat berbulan madu. Itulah pesan yang dibalas oleh Elsa. Mutia memperlihatkan balasan pesan pada suaminya. “Aa yakin kalau Mbak Elsa baik-baik saja? kenapa diterima hadiah bulan madu seminggu ini. Mahal banget loh,. Padahal papa juga mau kasih tiket bulan madu, tapi udah keduluan Mbak Elsa,” kata Mutia tisak enak hati. Romi tersenyum hangat, lalu menarik Mutia dalam pelukannya. “Ing
“Kamu ini, Pa, gak dapat ibunya, tetap saja terobsesi dengan keluarganya. Anak sendiri masih muda, cantik kaya, malah dapatnya suami orang. Nambah anaknya pula.” Rana terus menggerutu di kursi orang tua pengantin. Wanita itu masih tidak ikhlas jika putrinya menikah dengan Romi; anak dari wanita yang dahulunya digilai suaminya. Ditambah posisi Romi saat ini masih istri dari Elsa yang baru tiga puluh dua hari yang lalu melahirkan, tentu saja pernikahan yang seperti terburu-buru ini mengundang banyak gosip di luaran sana. “Ma, anaknya saling suka, kok. Kenapa kita harus gak setuju? Romi itu anak baik. Solatnya rajin dan juga pintar. Dia belum lulus aja udah dapat kerjaan. Pernikahannya dengan Elsa itu kecelakaan, bukan seperti pernikahan lainnya. Mama gak perlu khawatir, anak perempuan kita pasti senang dan bahagia bisa menikah dengan pujaan hatinya.” Levi tersenyum pada para tamu undangan yang sedang berjalan ke arahnya untuk bersalaman. Di seberang kursi orang tua ada L
"Selamat Pak Romi, bayinya lelaki dan lahir dengan selamat, meskipun baru delapan bulan di dalam perut.""Alhamdulillah, apa saya bisa melihat istri saya, Dok? Istri saya beneran gak papa?""Nggak papa, Pak, semuanya sehat selamat. Lagi disiapkan dulu untuk pindah kamar ya. Bayinya juga dibersihkan dulu, baru nanti bisa diazankan.""Berat badannya berapa, Dok?" tanya Bu Diana menyela."Beratnya tiga kilogram lebih dua ons. Panjangnya empat puluh sembilan. Normal semua dan tampan." Romi tersenyum senang sambil menoleh pada mertuanya. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok." Semua orang yang ada di sana ikut senang dengan kabar yang diberikan dokter, termasuk Luisa dan suaminya. Meski mereka tahu yang lahir bukanlah cucu dari benih anak mereka, tetapi mereka tidak keberatan dan tetap menerima Elsa. "Selamat Romi, terima kasih sudah menjaga Elsa dengan baik. Bunda gak sangka anak lelaki Bunda bisa hebat sekali seperti ini," ucap Luisa sembari memeluk putranya. Romi terharu, hingga ad
"Mama gak habis pikir sama kamu, Elsa. Apa maksud kamu membiarkan Romi menikahi gadis bernama Mutia? Romi itu suami kamu. Dia peduli sama kamu, Elsa. Kamu hamil dan dia juga sayang sama anak kamu!" Bu Diana hampir menangis saat mengetahui kabar bahwa Romi baru saja melamar gadis bernama Mutia. "Gak adil buat Romi, Ma. Sampai saat ini saya gak tahu bagaimana saya di masa lalu. Saya juga gak ngerti hubungan saya dan Romi seperti apa. Ternyata Romi punya wanita yang ia suka, begitu juga sebaliknya. Romi terlalu baik, Ma. Gak mungkin Elsa tega mengambil Romi. Setelah anak ini lahir, Elsa akan melepas Romi. Ini sudah keputusan Elsa. Romi pun setuju. Mama gak usah khawatir, Elsa gak papa. Elsa udah anggap Romi itu adik Elsa. Benar dia sayang Elsa, tapi sebagai kakak, bukan pasangan karena Romi menyukai dan mencintai Mutia. Bulan depan mereka akan menikah, dua Minggu menjelang saya HPL, semoga saja berjalan lancar." Bu Dian memijat keningnya. Ia tidak bisa begitu saja merubah keputusan putr
"Mbak Elsa mau tinggal di sini?" Romi menatap Elsa tidak percaya."Iya, mau di sini saja nginep lagi. Rumah bunda kamu adem." Romi merapikan baju kemeja yang hari ini ia pakai ke kampus. Pemuda itu tidak keberatan saat istrinya membantu mengancingkan beberapa kancing kemeja bagian bawah. "Saya mau kuliah.""Iya, yang bilang kamu mau konser itu siapa? Kuliah aja. Aku mau di sini. Ini kan rumah suamiku." Elsa memegang kedua pipi Romi sambil tersenyum."Boleh? Kalau gak boleh, aku cium, nih!" pemuda itu tidak punya pilihan selain setuju. Elsa tertawa, lalu mengambil tas ransel Romi untuk dibawa ke depan."Aku tunggu di ruang makan ya." Romi menatap pintu yang tertutup kembali. Tidak ada debat di jantungnya, seperti bila ia berdekatan dengan Mutia. Murni sikapnya pada Elsa adalah bentuk perhatiannya sebagai suami. Ditambah Elsa yang sedang amnesia bersikap begitu baik, maka tidak ada alasan baginya untuk membalas sikap buruk Elsa sebelum kejadian kecelakaan itu. Gegas ia menyemprotkan p
"Halo, Bun, assalamualaikum." Elsa menyapa sembari mencium punggung tangan ibu mertuanya yang berkurang lebar. Luisa, hari ini ia kedatangan tamu spesial. "Wa'alaykumussalam." Luisa memperhatikan wajah putra dan juga menantunya bergantian."Kalian sudah makan?" "Sudah, Bunda, saya makan makanan di klinik tadi. Boleh duduk ya, Ma." "Oh, iya, duduk aja!" Luisa sedikit canggung. Ia tidak suka dengan Elsa, itu sudah jelas, tetapi Elsa yang malam ini datang ke rumahnya adalah Elsa yang tengah amnesia. "Mau minum apa?" Romi menurunkan ranselnya."Mau air putih saja. Apa saya boleh ambil sendiri ke dalam? Saya mau lihat-lihat rumah mertua." Elsa tersenyum lebar. Sekali lagi Luisa menatap Romi dengan penuh tanda tanya. Putranya itu hanya tersenyum tanpa berkata apapun ."Ada di sebelah kanan." Luisa menunjuk dapurnya. Elsa berjalan melewati mertuanya dengan sedikit membungkuk sopan. "Kenapa dia?" tanya Luisa tanpa suara pada Romi."Lagi bener," jawab Romi juga tanpa suara. Pemuda itu men
"Gadis yang kemarin pacar Romi?" Elsa menaruh kembali gelas yang hampir saja menyentuh bibirnya. "Bukan, Ma, hanya dekat saja." Elsa meneruskan minum susu ibu hamil."Masih muda. Teman kampus?" Elsa mengangguk."Kayaknya suka Romi." Elsa tersenyum."Iya, kelihatan kok. Kalau tidak suka, mana mungkin berani ke sini hanya ingin tahu kenapa pesannya tidak dibalas." "Lalu kamu?" Bu Dian penasaran dengan raut wajah putrinya."Biasa saja. Tidak cemburu juga. Kehidupan Romi di luar sana bukan sepenuhnya menjadi urusan Elsa. Apalagi masalah hati. Elsa kira, mungkin akan bisa terus menjadi istri Romi, tetapi karena Elsa hamil dan Romi sebenarnya punya kekasih, lebih baik kami berpisah, Ma. Elsa gak papa.""Nak, k-kamu harus tarik ucapan kamu tadi," ujar Bu Dian terkejut. Elsa menggelengkan kepala."Kami masih bisa silaturahmi seperti saudara, Ma. Mama jangan khawatir." Elsa bangun dari duduknya sambil membawa piring kue berisi brownies.Bu Dian hanya bisa menatap kasihan pada putrinya. Nasib
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su