Sebulan berlalu Abdi masih dalam mode ingatan yagbbekum kembali. Luisa masih bersabar terhadap hal itu, meskipun terkadang ada rasa lelah menderanya. Dalam keadaan hamil lima bulan, ia berusaha kuat, tegar mendampingi suaminya yang belum juga mengenali dan ingat padanya. Sebuah lamaran yang ia kirim ke kantor media redaksi, dibalas oleh pihak kantor tersebut. Akhirnya, setelah sekian lama menjadi nona dan nyonya, akhirnya ia diterima bekerja. Email yang baru ia baca subuh, ternyata mengatakan bahwa ia harus diwawancara pagi ini jam delapan. Luisa pun mandi dan bergegas mengganti pakaian. Abdi sejak tadi memperhatikan istrinya yang terus sibuk dengan wajah cerah ceria . "Mau ke mana? " tanya Abdi. "Mau wawancara kerja.""Kamu lagi hamil, emangnya bisa kerja?" Luisa tersenyum, kemudian mengangguk. "Kerja jadi editor media online. Bisa dikerjakan di rumah. Dari pada nganggur, nungguin suami yang gak inget sama istri, lebih baik saya kerja. Biar otak saya fresh, sehingga bayi saya
Sudah dua bulan sejak Levi diputuskan penjara selama sepuluh tahun dan selama itu pula, istri dan mommy-nya rajin menjenguk. Rana tinggal bersama ibu mertuanya, merawat Bu Hera yang kesehatannya perlahan menurun setelah Levi dipenjara. Beberapa kali beliau terserang demam, sariawan, asam lambung, dan pernah juga terjatuh saat tersandung karpet di ruang tamu. Daya tahan tubuhnya perlahan menurun karena terus memikirkan nasib putra semata wayang yang masih sepuluh tahun kurang tiga bulan lagi mendekam di penjara. Ia merawat dengan penuh cinta kasih karena mertuanya pun juga menyayanginya layaknya anak sendiri."Hari ini kamu gak jenguk Levi?" tanya Bu Hera."Nggak, Ma. Saya jenguk sesuai jadwal saja. Kalau sesuai jadwal, gak perlu bayar ke petugas, Ma. Kalau kita diluar jadwal, jadi kena bayar uang administrasi. Sayang uangnya, lebih baik disimpan untuk Mama yang lagi kurang sehat. Bisa untuk lahiran ini nanti juga." Rana memegang perutnya yang masih rata. Bu Hera tersenyum."Benar ju
“Assalamualaykum.” Rinai mengucap salam dari depan pintu rumah.“Wa’alaykumussalam. Eh, Rinai. Pak, Rinai pulang!” seru Bu Surti yang tidak lain adalah ibu dari Rinai. Ia menyambut anak gadis tengah yang baru lagi ini pulang setmah setengah tahun bekerja di Juragan Andri.“Alhamdulillah, anak Bapak udah pulang.” Pak Yanto juga menyambut putrinya dengan senang. Meskipun Rinai bekerja hanya berjarak satu kilometer saja dari rumah, tetapi Rinai memabg tidak pernah pulang ke rumah. Itu perjanjian yang ia sepakati dengan Jelita sewaktu akan bekerja. Kini, ia pulang ke ruamhnya untuk melepas rindu.“Kamu ijin berapa hari?” tanya Pak Yanto pada Rinai.“Saya keluar, Pak. Bapak udah dapat kabar kan, kalau Syabil menikah dengan majikan saya. Non Jelita adalah istri Syabil. Kabar terbaru yang saya dengar, Non Jelita tengah hamil. Jadinya saya pamit untuk tidak bekerja lagi. Saya udah gak ada harapan untuk dekat dengan Syabil karean Syabil udah menjadi ayah. Bukan hanya satu bayi yang dik
“Assalamualaykum.” Rinai mengucap salam dari depan pintu rumah.“Wa’alaykumussalam. Eh, Rinai. Pak, Rinai pulang!” seru Bu Surti yang tidak lain adalah ibu dari Rinai. Ia menyambut anak gadis tengah yang baru lagi ini pulang setmah setengah tahun bekerja di Juragan Andri.“Alhamdulillah, anak Bapak udah pulang.” Pak Yanto juga menyambut putrinya dengan senang. Meskipun Rinai bekerja hanya berjarak satu kilometer saja dari rumah, tetapi Rinai memabg tidak pernah pulang ke rumah. Itu perjanjian yang ia sepakati dengan Jelita sewaktu akan bekerja. Kini, ia pulang ke ruamhnya untuk melepas rindu.“Kamu ijin berapa hari?” tanya Pak Yanto pada Rinai.“Saya keluar, Pak. Bapak udah dapat kabar kan, kalau Syabil menikah dengan majikan saya. Non Jelita adalah istri Syabil. Kabar terbaru yang saya dengar, Non Jelita tengah hamil. Jadinya saya pamit untuk tidak bekerja lagi. Saya udah gak ada harapan untuk dekat dengan Syabil karean Syabil udah menjadi ayah. Bukan hanya satu bayi yang dik
Levi terus bersujud di lantai kamar premium saat mengetahui istrinya hamil kembar. Air matanya tidak berhenti mengalir karena begitu bersyukur atas kabar bahagia ini.Bu Hera pun ikut memeluk putranya dengan haru."Sayang, bener kan kata Mommy. Kamu nurut aja kata Mommy, akhirnya bisa bahagia kan. Untunglah ketemu Rana yang sayang banget sama kamu. Bukan karena harta kamu, tetapi karena memang cintanya begitu besar sama kamu, Nak." "Makasih, Ma." Ibu dan anak itu saling berpelukan. Rana ikut terharu melihat pemandangan ini karena baginya, mama mertua dan suaminya begitu berharga. Kabar bahagia Rana pun disematkan gadis itu di status WA. Tentu saja bapak dan kakaknya ikut membaca status tersebut. Jika Pak Ramdan merasa begitu senang, maka berbeda dengan Adis yang sampai saat ini masih menyimpan rasa iri di hati. "Begitu aja sombong!" Ketus Adis."Ya itu bahagia namanya, Nak. Kamu gak boleh gitu karena dia adik kamu. Dia satu-satunya sodara kamu dan kalian harus akur." Pak Ramdan men
“Pa.” pinta Luisa memohon.Namun, tatapan memohon putrinya yang biasanya selalu berhasil membuat pria paruh baya itu luluh, tak sedikit pun membuat hati Pak Darmono tergerak dan menarik perkataannya.Setelah tempo hari dilarikan ke rumah sakit karena kondisinya yang kembali drop, Pak Darmono benar-benar melarang Luisa menemui Abdi. Jangankan menginjakkan kaki ke rumah sakit, sekadar keluar rumah pun wanita itu tak diberi ijin. Hal itu jelas menyiksanya. Selain tak ingin melewatkan sedikit pun perkembangan Abdi pasca koma, Luisa takut, jika dia terlalu lama tak mengunjungi Abdi, pria itu benar-benar tak akan mengingatnya lagi.“Tolong jangan begini, Pa. Biarkan aku menemui Kang Abdi seperti biasa.”“Papa bilang tidak, ya berarti tidak Luisa. Harus berapa kali papa mengatakannya supaya kamu bisa mengerti?”“Aku sudah baik-baik saja,” ujar Luisa bersikeras.“Tempo hari kamu juga mengatakan itu, tapi apa? Nyatanya kamu drop lagi dan harus kembali di larikan ke rumah sakit kan?”“It
Rasanya masih seperti mimpi. Sejak terbangun dari tidurnya usai menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri, Luisa tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Terlebih saat wanita itu melihat Abdi masih tertidur pulas di sampingnya. Sisi ranjang yang biasa kosong dan Luisa tempati seorang diri, kini kembali menemukan pemiliknya. Membuat hati Luisa menghangat seketika. Apalagi saat tanpa permisi bayangan saat Abdi menyentuhnya semalam kembali berputar.Menarik lebih tinggi selimut yang dia gunakan untuk menutupi tubun polos keduanya, Luisa mengubah posisi menjadi berbaring miring menghadap Abdi agar bisa sepuasnya menatap wajah itu dari dekat. Pria itu boleh saja masih kehilangan ingatannya, namun cara Abdi menyentuhnya semalam benar-benar sama. Memuja dan begitu memabukkan.“Haruskah aku memberimu obat perangsang setiap hari agar kamu bisa terus bersikap manis seperti semalam sama aku, Kang?” gumam Luisa setengah berbisik. “Aku benar-benar merindukan kamu..”Luisa bergerak me
Luisa menatap layar laptop di hadapannya dengan tatapan kosong. Sudah lebih dari seminggu setelah pertengkaran hebatnya dengan Abdi, hingga kini kedua masih terlibat perang dingin. Tak ada satu pun yang mau mengalah untuk meminta maaf.Tak terhitung sudah berapa kali Pak Darmono atau pun Nisa memberi nasehat agar Luisa lebih bersabar menghadapi Abdi yang memang masih dalam masa pemulihan. Namun Luisa yang terlampau sakit hati, dengan bebal mengabaikan semua nasehat yang diberikan.“Kenapa harus aku yang selalu mengalah? Harusnya yang papa nasehati itu dia, bukan aku. Sekalian minta dia buat dengarkan penjelasan orang lain dulu, sebelum marah-marah tidak jelas.” Sahut Luisa tempo hari saat Pak Darmono mengajak wanita itu putrinya itu untuk bicara empat mata soal hubungan putrinya dengan sang menantu yang tak kunjung membaik. “Di pikir yang punya hati dan bisa tersinggung dia saja apa?” Setelah itu, Pak Darmono hanya bisa menghela napas saat melihat Luisa dan Abdi sibuk menghindar s
"Ma, Kevin gak bersalah, Ma. Wanita itu memfitnah Kevin. Kevin gak tahu apa-apa soal Dion dan Kevin gak kenal wanita itu!" Kevin terus merengek pada mamanya dari balik jeruji besi. "Mama justru bingung sama kamu. Kalau kamu gak kenal, kenapa wanita bernama Elsa itu punya semua buktinya? Dia sampai punya struk pembayaran hotel, villa, bukti chat ponsel, bukti transfer, dan rekaman suara kamu berencana mencelakai lelaki bernama Dion. Mama gak bisa bantu kamu, Kevin. Mama harap kamu bertaubat! Pantas Tuhan tidak ijinkan Mama berbesan dengan Bu Rana, ternyata emang anak Mama yang gak pantas bersanding dengan putri mereka.""Mama, semua itu fitnah! Mama harus percaya Kevin." Namun yang dilakukan wanita adalah segera beranjak dari penjara. Tujuannya hari ini adalah pergi ke rumah orang tua Elsa. Ya, ia harus mendengar cerita tentang Elsa dan juga Kevin.Bu Dian terheran-heran melihat kedatangan seorang wanita yang tidak ie kenal."Ibu siapa ya?" tanya Bu Dian yang saat ini sedang menimang
Dewasa(21+) Romi dan Mutia sudah tiba di Bali. Tiket honeymoon pemberian Elsa tentu saja saja tidak akan dilewatkan oleh keduanya. Ya, Elsa-lah yang memberikan Romi tiket bulan madu sebagai hadiah pernikahan kedua suaminya. Sampai kapan pun Elsa merasa tidak akan bisa membalas semua kebaikan dan juga ketulusan suaminya. Pemuda yang menjadi tersangka atas skandal yang ia susun bersama kekasihnya Kevin. Sebuah foto dikirimkan Mutia pada Elsa sebagai informasi bahwa mereka sudah sampai di kamar pengantin yang dipesan oleh Elsa. Selamat berbulan madu. Itulah pesan yang dibalas oleh Elsa. Mutia memperlihatkan balasan pesan pada suaminya. “Aa yakin kalau Mbak Elsa baik-baik saja? kenapa diterima hadiah bulan madu seminggu ini. Mahal banget loh,. Padahal papa juga mau kasih tiket bulan madu, tapi udah keduluan Mbak Elsa,” kata Mutia tisak enak hati. Romi tersenyum hangat, lalu menarik Mutia dalam pelukannya. “Ing
“Kamu ini, Pa, gak dapat ibunya, tetap saja terobsesi dengan keluarganya. Anak sendiri masih muda, cantik kaya, malah dapatnya suami orang. Nambah anaknya pula.” Rana terus menggerutu di kursi orang tua pengantin. Wanita itu masih tidak ikhlas jika putrinya menikah dengan Romi; anak dari wanita yang dahulunya digilai suaminya. Ditambah posisi Romi saat ini masih istri dari Elsa yang baru tiga puluh dua hari yang lalu melahirkan, tentu saja pernikahan yang seperti terburu-buru ini mengundang banyak gosip di luaran sana. “Ma, anaknya saling suka, kok. Kenapa kita harus gak setuju? Romi itu anak baik. Solatnya rajin dan juga pintar. Dia belum lulus aja udah dapat kerjaan. Pernikahannya dengan Elsa itu kecelakaan, bukan seperti pernikahan lainnya. Mama gak perlu khawatir, anak perempuan kita pasti senang dan bahagia bisa menikah dengan pujaan hatinya.” Levi tersenyum pada para tamu undangan yang sedang berjalan ke arahnya untuk bersalaman. Di seberang kursi orang tua ada L
"Selamat Pak Romi, bayinya lelaki dan lahir dengan selamat, meskipun baru delapan bulan di dalam perut.""Alhamdulillah, apa saya bisa melihat istri saya, Dok? Istri saya beneran gak papa?""Nggak papa, Pak, semuanya sehat selamat. Lagi disiapkan dulu untuk pindah kamar ya. Bayinya juga dibersihkan dulu, baru nanti bisa diazankan.""Berat badannya berapa, Dok?" tanya Bu Diana menyela."Beratnya tiga kilogram lebih dua ons. Panjangnya empat puluh sembilan. Normal semua dan tampan." Romi tersenyum senang sambil menoleh pada mertuanya. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok." Semua orang yang ada di sana ikut senang dengan kabar yang diberikan dokter, termasuk Luisa dan suaminya. Meski mereka tahu yang lahir bukanlah cucu dari benih anak mereka, tetapi mereka tidak keberatan dan tetap menerima Elsa. "Selamat Romi, terima kasih sudah menjaga Elsa dengan baik. Bunda gak sangka anak lelaki Bunda bisa hebat sekali seperti ini," ucap Luisa sembari memeluk putranya. Romi terharu, hingga ad
"Mama gak habis pikir sama kamu, Elsa. Apa maksud kamu membiarkan Romi menikahi gadis bernama Mutia? Romi itu suami kamu. Dia peduli sama kamu, Elsa. Kamu hamil dan dia juga sayang sama anak kamu!" Bu Diana hampir menangis saat mengetahui kabar bahwa Romi baru saja melamar gadis bernama Mutia. "Gak adil buat Romi, Ma. Sampai saat ini saya gak tahu bagaimana saya di masa lalu. Saya juga gak ngerti hubungan saya dan Romi seperti apa. Ternyata Romi punya wanita yang ia suka, begitu juga sebaliknya. Romi terlalu baik, Ma. Gak mungkin Elsa tega mengambil Romi. Setelah anak ini lahir, Elsa akan melepas Romi. Ini sudah keputusan Elsa. Romi pun setuju. Mama gak usah khawatir, Elsa gak papa. Elsa udah anggap Romi itu adik Elsa. Benar dia sayang Elsa, tapi sebagai kakak, bukan pasangan karena Romi menyukai dan mencintai Mutia. Bulan depan mereka akan menikah, dua Minggu menjelang saya HPL, semoga saja berjalan lancar." Bu Dian memijat keningnya. Ia tidak bisa begitu saja merubah keputusan putr
"Mbak Elsa mau tinggal di sini?" Romi menatap Elsa tidak percaya."Iya, mau di sini saja nginep lagi. Rumah bunda kamu adem." Romi merapikan baju kemeja yang hari ini ia pakai ke kampus. Pemuda itu tidak keberatan saat istrinya membantu mengancingkan beberapa kancing kemeja bagian bawah. "Saya mau kuliah.""Iya, yang bilang kamu mau konser itu siapa? Kuliah aja. Aku mau di sini. Ini kan rumah suamiku." Elsa memegang kedua pipi Romi sambil tersenyum."Boleh? Kalau gak boleh, aku cium, nih!" pemuda itu tidak punya pilihan selain setuju. Elsa tertawa, lalu mengambil tas ransel Romi untuk dibawa ke depan."Aku tunggu di ruang makan ya." Romi menatap pintu yang tertutup kembali. Tidak ada debat di jantungnya, seperti bila ia berdekatan dengan Mutia. Murni sikapnya pada Elsa adalah bentuk perhatiannya sebagai suami. Ditambah Elsa yang sedang amnesia bersikap begitu baik, maka tidak ada alasan baginya untuk membalas sikap buruk Elsa sebelum kejadian kecelakaan itu. Gegas ia menyemprotkan p
"Halo, Bun, assalamualaikum." Elsa menyapa sembari mencium punggung tangan ibu mertuanya yang berkurang lebar. Luisa, hari ini ia kedatangan tamu spesial. "Wa'alaykumussalam." Luisa memperhatikan wajah putra dan juga menantunya bergantian."Kalian sudah makan?" "Sudah, Bunda, saya makan makanan di klinik tadi. Boleh duduk ya, Ma." "Oh, iya, duduk aja!" Luisa sedikit canggung. Ia tidak suka dengan Elsa, itu sudah jelas, tetapi Elsa yang malam ini datang ke rumahnya adalah Elsa yang tengah amnesia. "Mau minum apa?" Romi menurunkan ranselnya."Mau air putih saja. Apa saya boleh ambil sendiri ke dalam? Saya mau lihat-lihat rumah mertua." Elsa tersenyum lebar. Sekali lagi Luisa menatap Romi dengan penuh tanda tanya. Putranya itu hanya tersenyum tanpa berkata apapun ."Ada di sebelah kanan." Luisa menunjuk dapurnya. Elsa berjalan melewati mertuanya dengan sedikit membungkuk sopan. "Kenapa dia?" tanya Luisa tanpa suara pada Romi."Lagi bener," jawab Romi juga tanpa suara. Pemuda itu men
"Gadis yang kemarin pacar Romi?" Elsa menaruh kembali gelas yang hampir saja menyentuh bibirnya. "Bukan, Ma, hanya dekat saja." Elsa meneruskan minum susu ibu hamil."Masih muda. Teman kampus?" Elsa mengangguk."Kayaknya suka Romi." Elsa tersenyum."Iya, kelihatan kok. Kalau tidak suka, mana mungkin berani ke sini hanya ingin tahu kenapa pesannya tidak dibalas." "Lalu kamu?" Bu Dian penasaran dengan raut wajah putrinya."Biasa saja. Tidak cemburu juga. Kehidupan Romi di luar sana bukan sepenuhnya menjadi urusan Elsa. Apalagi masalah hati. Elsa kira, mungkin akan bisa terus menjadi istri Romi, tetapi karena Elsa hamil dan Romi sebenarnya punya kekasih, lebih baik kami berpisah, Ma. Elsa gak papa.""Nak, k-kamu harus tarik ucapan kamu tadi," ujar Bu Dian terkejut. Elsa menggelengkan kepala."Kami masih bisa silaturahmi seperti saudara, Ma. Mama jangan khawatir." Elsa bangun dari duduknya sambil membawa piring kue berisi brownies.Bu Dian hanya bisa menatap kasihan pada putrinya. Nasib
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su