Pria itu diperiksa oleh dokter jaga di ruang gawat darurat, yang mendiagnosis geger otak. Pria itu tidak sadarkan diri sejak dari rumah sampai rumah sakit, sempat sadar sebentar saat berada di mobil tetangga yang membawa mereka, tetapi pingsan lagi sampai di rumah sakit."Apa Nona istri atau adik Pak Jonas?" "Bukan, Dok, saya ART-nya," jawab Rinai gugup. Baru dua Minggu kerja, ia sudah dua kali bikin bosnya celaka. Pertama ia menjatuhkan buku tepat di kepala Jonas dan yang kedua, hari ini, ia tengah mengepel lantai dan masih licin, tetapi Jonas malah berlari dan terpeleset. Rinai pun sudah siap dengan konsekuensinya kalau ia dipecat. Masih mending dipecat, bagaimana kalau dipenjara?"Coba hubungi keluarganya pasien," mata dokter itu pada Rinai."Saya gak bawa HP, Dok." Rinai yang kebingungan saat Jonas pingsan, tentu saja tidak ingat akan ponselnya. "Kamu gak hapal nomor yang lain?""Ada, Dok, nomor Cici teman saya yang masukin saya kerja di rumah Pak Jonas." Salah satu perawat pun
"Non, kenapa? Mau langsung tidur atau kita mau ngobrol dulu?" tanya suamiku dengan senyuman lebar. "Ngobrol, Kang. Saya memang udah capek, tapi belum mengantuk." Aku naik ke atas ranjang baru yang dihadiahkan papa untuk kami. Untunglah kamar Kang abdi luas, sehingga kasur ukuran seratus delapan puluh itu muat di kamar. Ditambah lemari baju, sebuah rak, dan juga meja rias. Lantainya masih dari semen, sehingga ruangan di dalam rumah luas. Baik kamar, ruang tamu, ruang kumpul keluarga, dan juga dapur. Ditambah rumah Kang Abdi tanpa sekat. Aku rasa, saat nanti kami punya anak, anak-anak bisa main bola di dalam rumah."Lagi mikirin apa, Non?" tanya suamiku yang kini sudah menatapku dengan wajah manisnya. Istri mana yang tidak GR sekaligus berbunga-bunga ditatap begitu oleh suami."Lagi mikirin takdir yang membawa saya menjadi istri untuk kedua kalinya," jawabku ikut tersenyum. Kuberanikan diri untuk mengambil tangannya, lalu kegenggam erat. "Bantu saya melewati semua ini ya, Kang. Kakang
Istrinya sedang meeting zoom di halaman depan. Nampaknya begitu serius dan tidak bisa diganggu. Ia lewat saat menyapu saja, istrinya tidka menoleh. Hal itu membuatnya semakin ketar-ketir. Abdi masuk ke kamar, rencananya ia kaan meminta maaf pada Luisa dan ingin memulainya smua dari awal. Karena bosan seharian di kamar, Abdi pun membuka lemari. Ia ingin melihat album foto pernikahan yang disimpan Luisa didalam kotak. Prak! "Aduh! " Abdi menyentuh kepalanya yang pedih karena ditimpa buku tebal. Ia membolak-balikan buku bersampul merah muda itu. Ia buka berlahan dan ia menemukan tulisan Luisa. Ini diari sang Istri . Kapan istrinya menulis? Aku di sini, di kota Yogyakarta yang katanya kota akan penuh kenangan. Hal itu yang aku rasakan saat ini, tepat tiga hari aku dan Kang Abdi melewati masa honeymoon yang sebenarnya kabur di kota ini. Aku senang diajak berkeliling Yogyakarta, sepertinya Kang Abdi banyak tahu tentang kota ini. Suamiku juga sangat perhatian dan penuh kehati-hatian. Se
Lembaran kedua di balik oleh Abdi diantara serangan sakit kepala itu. Ia hampir menyerah, tapi ia harus tahu isi lengkap dari istrinya. Apa saja yang sudah mereka lalui bersama dan bagaimana bisa ia tidak mengingatnya sedikit pun.Kang Abdi tidak main-main dengan ucapannya. Kami tidak jadi pergi jalan-jalan, melainkan mampir di sebuah motel yang tidak terlalu besar. Biaya sewanya saja hanya delapan puluh ribu untuk satu hari. Kamarnya tidak terlalu besar, tetapi rapi. Isi kamar standar seperti hotel bintang tiga lainnya. "Kenapa tidak balik ke hotel kita pertama saja?" tanyaku saat ia tengah membuka kancing baju gamis ini dengan napas memburu. "Kakang terlalu lapar." Suaranya bergetar menahan hasrat. Aku pun pasrah jika saat ini jilbab panjangku sudah teronggok di lantai. Kami berciuman dengan penuh kerinduan setelah mengungkapkan perasaan masing-masing. Jika kebanyakan orang mungkin akan mengungkapkan perasaan di restoran mewah atau tempat menyenangkan, tetapi kami malah di pedang
"Tuan, ini makan malam ...."Prak!"Aku gak butuh perhatian dari kamu, Bangsat! Gara-gara kamu, wanita yang paling aku cintai kini menikah dengan orang lain. Kamu sialan! Wanita kampung yang gak tahu diri!" Aku mencengkeram kuat rahang kedua pipinya."Dengar, selama Luisa tidak kembali padaku, maka selama itu juga kamu akan aku siksa. Jika kamu berani lapor pada mommy, maka kamu dan bayi sialan kamu itu, akan aku buang ke jurang. Biar kamu tahu siapa Levi Mananta!" Kuhentakkan kembali tubuhnya, hingga wanita itu terhuyung. "Bereskan makanan di atas karpet ini dan jangan ada satu butir nasi pun yang tertinggal, paham!" Rana mengangguk takut. Ia mengusap perutnya yang mulai membuncit dengan gerakan naik turun. Mungkin ia berharap aku iba, tetapi ia salah. Tidak akan ada yang tahu bagaimana kejamnya seorang Levi, sampai kamu berani mengusik kesenangannya.Aku keluar dari kamar. Mommy sedang ke Singapura untuk urusan bisnis berliannya, sehingga aku bebas melakukan apa saja pada Rana. Wan
Sekian tahun kemudian."Mama, Romi hari ini ada kerjaan tugas kuliah," kata seorang pemuda berusia dua puluh satu tahun yang sedang menyantap sarapan buatan sang Mama."Iya, biasanya juga banyak tugas'kan?""Tapi ini Romi nginep di rumah Ardin." Luisa menghentikan kunyahannya. "Oh, nginep, emangnya gak bisa sampai malam aja?" Luisa tidak pernah mengijinkan putranya untuk tidur di luar, selain di rumah atau di rumah opanya. Untuk itu ia cukup kaget saat Romi meminta ijin tidak pulang. Baginya, mau pulang jam satu malam silakan saja, asalkan tidur di rumah."Maket project, Ma. Tugas kelompok. Ardin, Romi, Soni, sama Muslim. Empat orang ini yang kerja bareng sepulang kuliah nanti." Luisa menghela napas, lalu ia menoleh pada suaminya Abdi yang juga tengah mendengarkan percakapan mereka. "Bagaimana, Pa?" tanya Luisa pada suaminya. "Oke, gak papa. Lagian anak kita udah dua puluh satu tahun. Dia bisa tanggung jawab atas dirinya. Apalagi untuk kerjain tugas kuliah. Berangkat aja, Nak. Tapi
Luisa menghubungi suaminya, tetapi tidak diangkat. Wanita itu segera menyambar tas dan meluncur ke rumah sakit untuk menemui Romi. Di jalan, tangannya tidak berhenti berkali-kali menghubungi Abdi, tetapi sampai ia tiba di rumah sakit, suaminya tidak juga merespon panggilannya. Kang, Romi ada sedikit masalah di rumah sakit Bunda. Kakang ke sini ya, saya sudah di rumah sakit.SendSetelah mengirimkan pesan itu, Luisa pun turun dari mobil dan langsung menuju IGD rumah rumah. Ia tidak mendapati sang Putra berada di sana."Sus, saya mau tanya anak saya di mana ya? Maksudnya anak saya katanya nabrak calon pengantin.""Oh, itu, Bu. Ada di kamar mayat kayanya." Luisa mendelik tidak percaya. Untuk beberapa detik, ia menahan napas karena begitu takut."Sus, jangan bercanda! A-anak saya gak mungkin se-""Ibu yang sabar ya. Langsung ke sana saja dan di sana sudah banyak orang, Bu. Dari sini keluar, terus masuk lorong B. Ada di paling ujung." Luisa mengangguk paham. Dengan kedua tungkai kaki yang
"Luisa, k-kamu_ jadi pemuda ini anak kamu? Wah, wah ... anak lelaki kamu harus bertanggung jawab menggantikan calon suami putriku!" Luisa pun sama terkejutnya dengan pria dari masa lalu yang ia kira sudah mati di penjara, tetapi ternyata pria itu masih hidup."Gak mungkin, Edmun, anakku gak akan mau menikahi putri kamu! Tunggu, bukannya kamu belum lama keluar dari penjara? Terus, gak mungkin putri kamu yang akan menjadi pengantin. Kamu jadi bohong!" Luisa menyadari hal yang tidak biasa. Bagaimana bisa Edmun sudah punya putri yang terlihat lebih dewasa sedikit dari Romi? Batin Luisa. "Kita bicara lagi nanti Ibu Luisa dan Pak_ Pak Abdi ya. Saya mau urus pemakaman calon mantu saya dulu. Kita bertemu di kantor polisi setelah ini!""Ed_!" Abdi menahan lengan istrinya, saat wanita itu hendak menyusul Edmun."Sudah, tenang dulu, Sayang. Ini kondisinya tidak memungkinkan untuk adu mulut. Bagaimana pun anak kita menjadi salah satu penyebabnya," ujar Abdi berusaha menenangkan sang Istri. "Rom