"Wah, Nyai ada tamu lama nih! Masuk sini!” saura tua renta itu mempersilakan Pak Ramdan masuk ke dalam rumah sederhananya. “Apa kabar?” tanya nenek tua yang lebih dikenal dengan Nyai Larsih itu. “Saya lagi gak sehat, Nyai. Makanya saya kemari. Saya mau minta tolong buat anak saya.”“Siapa?” wanita tua itu memasukkan daun sirih ke dalam mulutnya, lalu mengunyahnya santai.“Adis atau Rana? Kalau dari raut wajah kamu, pasti Adis yang lagi ada masalah.” Pak Rmadan menarik naps panjang. Lalu mengembuskannya perlahan.“Betul, Nyai. Adis itu lagi ada masalah dengan anak sambungnya. Namanya Jelita dan ini fotonya.” Pak Ramdan menunjukkan foto Jelita yang memang ia punya. “Anak sambungnya udah tua ini. Oh, iya, Adis jadi bini muda si Tukang kawin Andri ya?” Pak Ramdan mengangguk.“Darah ayam cemani perempuan bawa besok ya. Besok saya mulai. Mau dibikin sakit atau cukup ganggu dengan jin saja?”“Sakit saja, Nyai dan kalau bisa sakitnya gak ada obatnya.” Nyai Larsih tertawa.
"Halo, ada apa, Non?" suara Syabil terdengar khawatir. Ini masih jam lima pagi, tetapi Jelita sudah meneleponnya."Mau nanya doa qunut apaan?""Hah, doa qunut? Non mau ngapain?""Mau bakar rumah orang, Syabil. Ya jelas mau solat. Biar gak gampang digoda oleh setan yang bentukannya kadang berubah mirip kamu.""Ha ha ha ... kayaknya kesambet banci negara tetangga ini ya.""Biarin, udah cepet apaan doanya. Ngobrol sama kamu lama-lama di telepon bisa bikin aku pengen cepet daftar ke KUA." Lagi-lagi Syabil terbahak karena ucapan Jelita yang sangat aneh di subuh hari."Udah sehat kalau udah bisa becanda gini. Saya tulisan dulu doa qunut dalam tulisan bahasa Indonesia ya, nanti sekalian saya bawa pas ke rumah Non.""Iya, bawakan juga ayat qursi kalau ada yang hiasan dinding ya. Aku pengen gantung di rumah. Biar gak ada jin yang masuk ke rumahku.""Bukannya udah ada satu orang jin yang masuk? Namanya Adis, belum kenalan emang? ha ha ha ....""Ish, orang serius, dia malah bercanda. Ya sudah,
Jelita mengirimkan pesan pada Syabil tentang papanya yang dirawat di rumah sakit di Thailand, dengan diagnosa HIV. Namun, Syabil tidak membuka pesan itu karena Syabil tengah berlatih bela diri di belakang rumah. Baik dari kakek moyangnya memang senang dan jago beladiri. Hanya dirinya saja yang baru dua tahun, setelah hampir mati dikeroyok sekelompok pemuda yang mabuk-mabukan. Jika tidak ditolong Abdi, mungkin ia sudah meninggal. Sejak saat itu, Syabil berlatih bela diri secara otodidak dan sesekali diarahkan gerakannya oleh bapaknya. Di rumah Juragan Andri, Adis yang berada di kamar belum juga membereskan pakaian yang sudah sempat ia susun ke dalam lemari. Ia tidak begitu yakin ucapan Jelita benar karena bisa saja anak sambungnya itu hanya ingin ia pergi dari rumah yang sebentar lagi juga akan jadi miliknya. Kring! Kring!Tangannya dengan lincah menggeser layar ponsel yang bertuliskan terima. "Halo, Pak.""Halo, ada apa tadi kamu telepon Bapak? Bapak baru dari Kampung Jati, cari a
Bu Gina berkoordinasi dengan dokter yang merawat Juragan Andri. Pagi itu Bu Gina terbang ke Thailand untuk mengurus pemindahan kakaknya dari Thailand ke Indonesia. Semua itu ia lakukan agar kakaknya bisa diurus oleh banyak orang dan juga keluarga. Meskipun tidak secara langsung. Secara dekat, tetapi paling tidak ada yang di dekatnya untuk menghibur.Kondisi Juragan Andri belum langsung di ACC untuk pindah rumah sakit dalam waktu cepat. Dokter harus mengobservasi terlebih dahulu sambil melihat perkembangan kesehatan pasien mereka. Tentu saja jika sudah tidak terlalu lemas, mau makan, demamnya reda, dan tenggorokan sudah tidak sakit, maka baru bisa Juragan Andri dipindahkan perawatannya. Bu Gina menulis di kerta HVS dengan tulisan besar-besar. 'Jelita sudah di rumah utama. Anak Mas sehat. Jadi Mas harus cepat sehat juga. Biar bisa saya bawa ke Indonesia'Bu Gina mengetuk dinding kaca, agar kakaknya yang tengah melamun, menoleh ke arahnya dan membaca tulisan di kertas tersebut. Juragan
"Kamu mantan Syabil?" tanya Jelita setelah batuknya reda. Rinai mengangguk. "Hanya kisah lama, Nyonya. Yang jelas saat ini saya butuh uang." Jelita merasa serba salah. Ia butuh asisten, tetapi ia tidak menyangka malah pacarnya Syabil. Apakah nanti mereka tidak akan CLBK? Jelita tidak langsung menerima Rinai. "Tunggu di sini sebentar ya." Jelita naik ke kamarnya untuk menelepon Syabil. Namun, dua kali mencoba, Syabil tak juga mengangkat ponselnya. Ia ingin profesional dan pastinya ia harus percaya Syabil bawah pemuda itu tidak akan berani lari tanggung jawab. "Oke, besok kamu sudah bisa kerja di sini dengan gaji dua juta satu bulan. Jika kinerja kamu bagus dan tidak pernah ada masalah, maka gaji kamu saya naikkan. Kamu besok datang ke sini jam sembilan pagi saja tidak apa. Karena kamar tamu di bawah mau saya kosongkan terlebih dahulu.""Baik, Nyonya, saya sangat berterima kasih sudah diberi kesempatan ini. Saya permisi, Nyonya." Rinai pun pamit undur diri ditemani oleh Udin. Jelit
"Hei, apa yang kalian lakukan? Saya nyonya rumah ini. Hei, lepaskan! Turunkan saya, saya gak perlu dibawa begini, emangnya saya maling?!" Teriak Adis tidak terima. Katakan ia malu luar biasa karena teriakannya mengundang para tetangga kanan dan kiri menjadiknanya pusat perhatian."Kamu calon maling! Enak saja tidak mau keluar dari rumah saya. Jelas-jelas kamu hanya nikah siri dan gak tahu juga sampai sekarang masih mau dipake apa nggak sama papa saya. Bawa wanita ini pergi, Pak! Saya gak mau ada ular di rumah ini!" Adis tentu saja tidak bisa melawan tenaga dua orang lelaki bertubuh besar yang saat ini menariknya untuk masuk ke dalam mobil pemadam kebakaran."Dasar gila! Pantesan laki kamu mati karena punya istri gila seperti kamu! Kamu gila Jelita!" Teriakan Adis membuat Jelita mengepalkan tangan. Ia harus bisa mengontrol emosi karena ia sedang hamil. Jangan sampai ia malah memukuli Adis karena perkataan wanita itu yang sangat kasar."Jangan kembali lagi ke sini sebelum kamu bawa buku
Adis benar-benar diturunkan di kuburan oleh pemadam, padahal Jelita bermaksud bercanda, tetapi karena ia tidak konfirmasi lagi, sehingga Adis benar-benar diturunkan di depan pemakaman oleh dua petugas pemadam kebakaran. "Hey, bangsat kalian! Saya akan ingat wajah kalian biar kalian saya santet nanti!" Teriakan Adis begitu memilukan. Sudah jam sembilan malam dan ujung kampung Gang Kancil sudah pasti sepi dari warga yang berlalu-lalang. Area pemakaman pun jauh dari pemukiman warga, sehingga Aris benar-benar sendirian di daerah menyeramkan itu. Sayangnya, Adis tidak begitu mengenal Kampung Kancil yang berada di dekat hutan lindung yang amat lebat, sehingga ia malah salah jalan. Wanita itu malah masuk ke dalam hutan, semakin dalam dan semakin dalam.Tok! Tok!"Pak, Pak Ramdan!" Suara seorang anak kecil mengetuk pintu rumah bapak dari Adis itu dengan tak sabar. "Pak Ramdan,Mbak Adis dibawa mobil pemadam! Pak, cepat!" Seperti mendengar nama putrinya disebut, Pak Ramdan yang sedang buang
Pencarian pun dimulai. Kali ini dibantu oleh aparat lingkungan, serta satu orang petugas kepolisian yang kebetulan sedang pulang kampung ke Kampung Kancil. Pria bertubuh tinggi kekar itu yang memimpin pencarian Adis. Ada sekitar sepuluh orang, sudah termasuk Pak Ramdan yang terus masuk ke dalam hutan mencari keberadaan putrinya. Sepuluh orang itu mencari hingga waktu malam berganti hampir subuh, karena tidak ada tanda-tanda, maka mereka pun memutuskan pulang, lalu meminta bantuan aparat polisi di kota untuk mencari Adis. Tentu saja Pak Ramdan harus merelakan tabungan yang ia hemat-hemat untuk membayar petugas yang akan mencari anaknya setelah langit terang.Kabar hilangnya Adis pun menyebar. Semua orang Kampung Kancil membuat status tentang hilangnya Adis.Ngeri, keluar dari rumah suami, langsung hilang bak ditelan bumi.Jaman sekarang banyak anak muda ingin cepat kaya dengan cara menikah dengan duda kaya. Tahunya malah dapat petaka. Semoga anak Pak Ramdan ditemukan selamat walau ji