Tomi mengikuti nasihat teman-temannya. Ia belanja banyak makanan ringan, termasuk roti, dan kue. Di dalam kamar yang ada Luisa di dalamnya, ada kamar mandi, kulkas, dan ada teko listrik untuk membuat air panas. Tomi bahkan membawakan rice cooker dan juga beras untuk Luisa. Ia juga meminta saudaranya untuk membumbui ayam agar tinggal goreng saja. Ada beragam rasa mi instan kuah dan juga goreng. Luisa yang lelah karena pikirannya, tidur begitu pulas. Wanita itu tidak tahu kapan Tomi membawakan aneka makanan dan juga rice cooker serta beras.Pagi hari ia terbangun saat azan subuh berkumandang. Ia tidak tahu juga bahwa kamarnya sudah dipenuhi makanan, karena lampu kamar yang padam. Luisa berwudhu, lalu solat subuh. Tanpa sengaja kakinya menendang bungkusan plastik. Luisa terkejut, langsung menyalakan lampu. Ia melihat ada banyak makanan di dalam kamarnya. Di atas meja dan juga di lantai. Ada juga rice cooker dan beras. Apa ini? Pikir Jelita terheran. Wanita itu bergegas membuka kulkas d
"Anunya bau kali ya, masa baru tiga hari nikah udah ditinggal begitu saja. Mana katanya juragan pergi ke Yogyakarta dan belum balik.”“Eh, malah pas disusulin gosipnya gak bisa masuk rumah suami sendiri. Sama aja kayak nikah bohongan ya kan? Cuma ngangkang dua kali karena keburu datang bulan, terus ditinggal pergi suaminya yang tukang kawin itu. kalau saya sih, pasti malu banget karena jadi istri gak dianggap. Sombongnya kemarin dinikahi juragan, tetapi gak dapat apa-apa. Dua puluh juta bisa buat beli apa sih, hari gini? Apalagi bapaknya gak kerja, maunya juga banyak.”“Emang, yang bagus doang itu nasibnya Rana. Walau nikah komtrak, tapi kayaknya bahagia loh. Status Rana sama mertuanya lagi di Bali. Wah, aman harta warisan kalau bisa sampai disayang mertua.” Adis hanya bisa menggeram saat tanpa sengaja ia mendengar percakapan ibu-ibu tetangga yang membicarakan nasib dirinya. Gadis itu mungkin akan tahan saat dibilangmacam-macam tentang pernikahannya, tetapi ia langsung terusik
"Aku hamil, Sya." Suara Jelita pelan. Wanita itu masih lemah karena ia terus saja muntah saat makanan masuk ke dalam mulutnya. Syabil tidak bisa berangkat untuk menjaga Juragan Andri kemarin dan hari ini, ia tidak berniat izin lagi, tetapi kalau tidak izin, ia tidak tega juga dengan Jelita."Iya, kemarin dokter udah bilang. Saya udah nebak karena kita gak pernah pake pengaman. Tapi saya gak tahu juga secepat ini karena di pernikahan Non sebelumnya, dua tahun setengah menikah belum juga dapat anak. Ternyata selain enak, saya juga kudu siap kalau jadi anak. Terus sekarang gimana? Non emangnya mau nikah sama saya?" "Mau." Syabil menepuk keningnya. "Saya bisa dibunuh juragan kalau begini ceritanya. Ya sudah, nanti kalau udah enakan, kita pulang ke Indonesia aja deh. Mudah-mudahan itu penjahat gak menangkap kita." Syabil berdiri dari duduknya. "Saya berangkat kerja gak papa ya?" Jelita hanya mengangguk saja. "Saya sudah siapkan bubur dan ada buah pisang di atas meja. Buah mangga juga s
"Halo, Udin, apa rumah aman?" "Halo, Bu Gina, alhamdulilah...."Srek!Adis berhasil merampas ponsel Udin. "Halo, maaf, saya istrinya Juragan Andri yang baru sepuluh hari dinikahi. Saya mau masuk ke dalam rumah, tetapi tidak bisa. Saya dilarang masuk. Apa ini sodaranya suami saya?""Iya betul, kamu Adis?""Iya, Bu, benar saya Adis. Apa saya boleh masuk ke rumah suami saya?""Tentu saja boleh, tapi kamu gak boleh sembarangan masuk ke kamar yang ada di rumah itu ya. Kamar tamu adanya di bawah, sedangkan kamar khusus Andri tidak bisa dimasukin siapapun. Istrinya pun tidak boleh. Kalau kamu patuh, kamu bisa masuk. Minta Udin bukakan pintu.""Baik, Bu, saya akan patuh." Adis memberikan ponsel pemuda itu kembali. Udin hanya bisa menghela napas. Jika sudah di ijinkan Bu Gina, maka ia bisa apa?"Udin, bukakan pintu rumah untuk Adis. Ia boleh ada di sana, jangan dilarang.""I-iya, Bu, saya hanya menjalankan tugas dari juragan.""Iya, saya paham. Kamu boleh bukakan pintu untuk Adis ya. Terus k
Syabil pulang ke rumah pukul sebelas malam. Ia sudah minta ijin pada Bu Gina dengan alasan ia sedang tidak enak badan. Pemuda itu pulang dengan membawa oleh-oleh buah apel dan jeruk. Jelita begitu senang menyambut Syabil pulang, meskipun dalam keadaan lemas. Ia bergerak sebisanya untuk tetap membuatkan teh untuk Syabil."Hari ini makan gak?" tanya Syabil setelah ia selesai mandi dan duduk di dekat Jelita."Makan, tapi gak banyak. Kalau buah bisa aku makan sampai habis. Apalagi buah mangga." Jelita tersenyum senang. "Masih ada dua biji lagi belum terlalu matang. Jangan di makan dulu. Makan buah jeruk saja." Jelita mengangguk paham. Syabil makan roti dan juga minum teh buatan Jelita sebelum ia pergi tidur. "Non, karena Non lagi sakit begini, Non balik ke Indonesia aja ya. Tinggal di rumah. Ada Udin dan nanti ada perempuan yang mengurus Non Jelita." Jelita yang tadinya berbaring, langsung duduk tegak dengan wajah terkejut."Pulang sama kamu kan?""Bukan, tapi sendiri.""Gak mau kalau g
"Bapak tidur di mana?" tanya Adis pada bapaknya yang tengah menonton film di televisi berukuran amat besar, mirip layar bioskop."Di kamar pembantu saja. Gak papa, nyaman juga di sana. Ada kipas angin yang kayak AC itu loh. Kasurnya juga sangat empuk, beda dengan kasur di rumah. Bapak tidur di sana saja. Kenapa? Kamu gak bisa tidur?" tanya Pak Ramdan."Iya, Pak, iseng di kamar tamu. Tapi ya sudah, saya mau maksain merem aja, siapatahu pules. Tidur pakai AC gak biasa, jadinya susah pules.""Wah, anak Bapak harus belajar adaptasi lingkungan orang kaya karena udah jadi istri orang kaya kan. Sudah sana tidur, Bapak masih mau nonton. Acara di televisi rumah ini bagus-bagus. Gak perlu pakai set top box udah jernih gambarnya. Di kamar tamu ada tivinya gak?" Adis mengangguk "Nyalakan saja tivi di kamar kamu kalau iseng." Adis pun masuk ke dala kamarnya, lalu menyalakan televisi dengan siaran TV kabel itu. Ada banyak film yang seru, hingga tanpa terasa ia menonton hingga jam tiga subuh.Di ru
"Aku gak tahu, Sya," jawab Jelita gugup. "Syukurlah kalau Non memang tidak tahu karena kalau Non tahu, pasti Non dinyatakan bersalah karena diam saja saat mengetahui ada penyekapan.""Aku bersumpah aku gak tahu, Sya. Kamu nakutin aku aja nih." Syabil tersenyum. "Kalau gitu, saya akan ikut pulang ke Indonesia. Saya akan dampingi Non di sana.""Lalu kerjaan kamu?""Saya akan beli tiket untuk berangkat sore nanti. Semoga masih ada seat kosong. Pagi ini saya ke rumah sakit dulu, sekalian pamit sama Bu Gina.""Bu Gina?" Jelita seperti tidak asing dengan nama tersebut. "Iya, Bu Ginapok yang meminta saya mengurus sodaranya yang sakit. Sudah, saya berangkat ke rumah sakit dahulu ya. Siang nanti kita balik sama-sama." Jelita tersenyum sambil mengangguk. Begitu Syabil pergi, Jelita tidak bisa melanjutkan kembali tidurnya, padahal biasanya ia akan tidur lagi setelah Syanil berangkat kerja. Wanita itu takut akan nasibnya saat nanti tiba di kampung. Lalu bagaimana papanya dan ada di mana papan
Bu Hera dan Rana menumpang taksi online untuk pulang ke rumah yang mereka sewa. Ada dua orang polisi berjaga di depan sebuah rumah besar yang sudah diberi garis polisi. Bu Hera dan Rana tentu saja terus menata ke arah rumah tersebut.“Ada apa ya? Apa rumahnya kemalingan?” tanya Bu Hera pada Rana.“Kamu juga baru lihat?” tanya wanita itu lagi pada Rana dan Rana mengangguk.“Tadi pagi berangkat ke rumah sakit gak ngeh, Ma. Kira-kira ada apa ya? Kalau rampok berarti lingkungan di sini gak aman domg ya? Tapi kata Pak Samsul lingkungan tempat tinggal saudaranya ini aman, Ma,” komentar Rana. Taksi yang mereka tumpangi pun sudah berhenti tepat di depan rumah mereka.“Ada wanita hamil disekap di rumah besar itu, Bu. Ada masuk TV dan ramai beritanya. Sampai sekarang polisi masih mencari tahu pemilik rumah dan siapa yang menyekap wanita hamil itu di dalam sana.” Bu Hera dan Rana saling pandang. “Wah, serem ya. Makasih informasinya, Pak.” Bu Hera masuk ke dalam rumah setelah Rana mem