Assalamualaikum Dear lovely reader, makasih banget udah support buku dengan gem dan komen. Semoga dilimpahi rezeki yang luas. Amin. Banyakin komen di beranda depan ya teman-teman pembaca, untuk membantu menaikkan performa buku agar semakin maju. Terima kasih. Wassalam
Sudah hampir satu jam lamanya Mandor Soleh duduk menunggui atasannya yang tengah memandangi gedung yang sudah ambruk berjarak sepelemparan batu dengannya. Matanya yang agak sipit bergerak-gerak, dari kanan ke kiri. Dari atas ke bawah. Terus dilakukan berulang kali.Sesekali dahinya terlipat. Alisnya menukik. Kemudian bibirnya mencebik. Setelah itu mendesah panjang. Kadangkala menarik nafas panjang. Kemudian menghembuskan nafasnya kasar. Perasaan yang rumit dan sukar dimengerti.Sejurus kemudian, Mandor Soleh mendadak menjadi pakar ekspresi wajah dengan menyimpulkan pemandangan yang tampak dari wajah atasannya tersebut sudah bisa ditebak, sedang galau level akut.Melihat kegalauan sang atasan, alhasil Mandor Soleh ikutan dilanda galau dan bingung sebab sang atasan belum memberikan instruksi untuk memperbaiki gedung yang hancur lebur akibat ledakan bom sekaligus kebakaran. Sementara itu kontraktor yang membawahi mandor Soleh saja sudah menghilang bak ditelan bumi karena ketidakjelasan p
Kini Daniel dan Darren duduk bersama di ruang kerja merangkap perpustakaan di rumah Darren. Baru pertama kali mereka bersama berbicara empat mata untuk membahas masalah serius sehingga terasa canggung di antara ke duanya.Sebagai seorang kakak Darren buru-buru mengantisipasi perasaannya, ia bahagia bisa bicara berdua dengan adiknya untuk membicarakan pekerjaan. Sebelumnya ia merasa bersalah sebab telah terjadi kesalahpahaman di antara mereka. Ketika Daniel datang ke kantor waktu itu.Daniel mengira jika kakaknya melarangnya bergabung di perusahaan. Padahal Darren sedang menimang-nimang keputusannya tersebut ketika melihat kondisi kesehatan Daniel yang kurang stabil.Namun melihat kegigihan Daniel, Darren sepertinya akan memberikan kesempatan pada Daniel dengan memberikannya posisi di perusahaan tetapi dengan tugas yang ringan. Darren hanya ingin melihat Daniel sembuh dan bisa menjalani kehidupan normal.“Baiklah, apa yang ingin kau bicarakan?”- Darren angkat bicara kemudian melambaik
Belum reda kekesalan Daniel, usai bertemu dengan sang kakak, saat ia pulang ke rumah, ia disambut oleh ibunya yang berwajah kecut.“Duduklah! Mommy ingin bicara!”Kinan yang terlihat cantik dan sudah siap pergi ke suatu tempat terpaksa menunda dulu rencananya. Ia menarik tangan Daniel untuk duduk di bangku taman. Pelayan yang melihat ke duanya terlihat tegang, langsung menyingkir dan menepi mencari suasana aman.Daniel manut mengikuti apa ibunya. Ia melepaskan jaketnya dan menaruhnya di atas meja. Ia menyugar rambutnya sebentar, menyisirnya dengan jarinya kemudian menaruh ke dua tangannya di atas meja dan menatap Kinan.“Ada apa?” tanya Daniel bernada dingin. Ke duanya sedang berada dalam suasana hati yang buruk.“Jelaskan apa ini!”Dengan tangan yang gemulai, Kinan menarik resleting tas tangan miliknya dan mengeluarkan beberapa lembar foto Daniel. Didorongnya foto-foto tersebut dengan telunjuknya yang lentik tetapi tatapannya tajam.Daniel hanya bisa menghela nafas lagi. Tadi kakakny
Wanita muda dengan model rambut panjang dikuncir kuda menggerutu panjang pendek. Beruntung kekasihnya tak memahami bahasa daerah yang ia ucapkan. Andai ia memahaminya maka sudah pasti ia akan syok atau pingsan.Semua kata-kata kasar dari yang paling kasar terucap, nama-nama binatang seantero Ragunan keluar deras. Ia absen satu per satu hingga mulutnya komat-kamit macam dukun merapal mantra jampe-jampe.“Honey, maaf saya tidak mengerti. Tolong bicara pakai bahasa Indonesia yang baik dan benar.”Kekasih bulenya protes, tak kurang dari setengah jam selama mereka berada di restoran Padang, saat kekasihnya sudah menghabiskan sepiring nasi dengan rendang dan sambal-lalapan ditambah semangkuk sop iga sapi dan sepiring gulai kakap, ayam bakar, ikan balado dan dua jus mangga. wanitanya hibuk mengumpat pada seseorang yang menghubunginya via sambungan telepon.Barulah ketika melihat piring dan mangkuk di hadapannya kosong maka tatapannya terlihat sendu sebab kekasih bulenya telah memakan jatah m
Para gadis saling berbisik dan tertawa renyah ketika melihat sosok pemuda yang menghampiri mereka, mengenakan apron yang melilit pinggangnya. Tubuhnya jangkung mirip tiang listrik, wajahnya rupawan dan rambutnya pirang diikat setengah. Mirip tokoh film Hollywood. Apalagi outfit yang menempel di tubuhnya bergaya casual dan branded. Semakin menambah beberapa kali lipat ketampanannya. “Tampan! Siapa dia? Aku baru melihatnya,” ucap seorang gadis berambut pendek pada teman sebelahnya yang asik memainkan ponselnya. Wanita muda yang memainkan ponselnya bahkan tidak menyadari barista yang menaruh cangkir espresso di mejanya sebab ia tengah asik melihat-lihat akun media sosial yang menjual outfit wanita branded yang sedang diskon. Itulah para wanita yang senang sekali berburu harga diskon kendati dari kelas sosial mana mereka berasal. Wanita makhluk perhitungan dan visioner untuk urusan keuangan. “Emang siapa?” katanya acuh tak acuh. Tangannya masih menempel pada layar ponsel bersiap-siap
Bab 12Live music sudah berhenti. Suasana kafe Bujang Elok hening dan beberapa karyawan sudah berangsur pulang satu per satu. Yang tersisa hanyalah staf cleaning service yang tengah merapikan bangku sembari mengelap meja yang kotor, Raja sang empunya kafe dan beberapa barista termasuk Daniel. Satu lagi, seorang wanita muda berwajah imut dan berambut panjang dikuncir kuda dengan setia menunggu Daniel selesai melakukan pekerjaannya.Daniel dan Violetta duduk berdua di meja yang sudah kosong. Kafe kopi sudah mau tutup tepat jam sembilan malam akan tetapi Violetta dengan keinginan sekeras baja tetap menunggu Daniel karena ingin melakukan pendekatan yang sudah sekian lama hanyalah angan.Sebuah kesempatan emas takkan datang dua kali. Begitulah apa yang ada di kepala Violetta saat ini. Kawan-kawannya satu kampus sudah terlebih dahulu meninggalkan kafe. Mereka hanya menepuk pundak Violetta sebelum pergi sebagai bentuk empati dan semangat.“Good luck, badgirl!” ucap wanita berambut pendek den
Dengan langkah mendugas Darren memasuki ruangan anak di mana Asyraf dirawat. Asyraf tiba-tiba terserang demam tinggi. Nuha pun membawanya ke rumah sakit umum diantar Riko.“Maafkan, Sayang, Mas baru datang.”Darren melepaskan jaketnya dengan cepat. Mencium pipi istrinya kemudian duduk menyaksikan putranya yang tampan tengah tidur pulas sehabis menangis karena kesakitan ketika ditusuk jarum infus.“Aku terkejut sekali Mas. Soalnya Asyraf sebelumnya baik-baik saja. Dia sedang makan buah-buahan sendiri malah. Namun ketika aku mengajaknya berbincang, saat itu aku bertanya padanya. Apakah Asyraf rindu dengan Farah?”Nuha menggantung sesi ceritanya dan melambaikan tangannya pada Mutia untuk menggantikannya menunggui Asyraf di dekat ranjang.Jikalau berbicara soal Farah maka Nuha akan lekas melankolis. Cairan bening sudah menggenang di pelupuk matanya. Ia tak kuasa untuk menahan diri. Nuha memilih menepi dan duduk di sofa khawatir tangisannya terdengar oleh Asyraf-yang bisa membangunkannya.
Insting Nuha kembali menajam setelah terjerembab dalam lebam duka. Seolah harapan itu muncul ke permukaan. Feeling seorang ibu takkan pernah meleset. Selarik cahaya berpendar dan menjelma sebuah keyakinan.Mimpi dan petunjuk-petunjuk yang menampakkan diri seolah mengundang Nuha untuk masuk ke dalamnya. Kematian Farah menjadi momok misteri baginya dan semua orang. Kisah kronolog yang diceritakan oleh adiknya. Mimpi-mimpi yang sama tak semata-mata hadir dalam bentuk sebuah ungkapan hasrat kerinduan. Namun lebih dari sekedar itu.Nuha yang memiliki ketajaman intuisi dan kemampuan deduksi memforsir dirinya untuk memutuskan sebuah keputusan yang terombang-ambing di antara logika dan perasaan. Nuha meminta suaminya untuk melakukan ekshumasi, autopsi ulang pada jasad yang ‘dianggap’ Farah. Darren awalnya menolak keras. Apa yang Nuha lakukan tak masuk akal. Atas dasar apa Nuha menuntut penggalian kuburan Farah. Bukankah bagian forensik sudah melakukannya lebih dulu.“Mas, please! Setelah ini