Supportnya jangan lupa ya my Goodreaders. Love you..
Baik Farah maupun Asyraf terdiam setelah mendengar cerita yang disampaikan oleh Attar pada mereka. Attar menceritakan segalanya dengan tanpa menutupi apapun. Yusuf mengalami kecelakaan saat ia akan terbang ke Aussie. Namun Attar tidak mengetahui tujuan pasti kepergian Yusuf ke sana. Namun Farah yang mendengarnya seakan dadanya dihantam palu godam. Ingatan beberapa tahun silam melintas. Sial, Farah lupa jika dirinya sempat mengatakan pada Yusuf bahwa sedang berada di Aussie. Saat itu ia sedang berlibur bersama keluarga besar Jonathan Dash.Mendengar Farah yang sedang berada di sana, Yusuf memutuskan ingin menjumpainya dan memberikan kejutan manis padanya. Naasnya, rencana tersebut tidak terwujud sebab Yusuf justru mengalami kecelakaan pesawat yang kini membuatnya amnesia dan lumpuh!Seketika tangisan Farah tak terbendung. Dadanya terasa sesak. Attar cukup kaget melihat reaksi gadis yang sangat cantik itu. Namun Asyraf dengan sigap memeluk adiknya, membiarkan adiknya meluapkan kesedihan
Farah terkesiap saat melihat siapa yang datang. Pemuda tampan yang terlihat agak kurus tengah duduk di kursi roda. Matanya tak berkedip karena saking terkejut melihat sosok itu ada. Rambutnya yang agak ikal terlihat memanjang hingga melewati cuping telinga. Namun tak mengurangi kadar ketampanannya. Meskipun berada di balik kursi roda, tubuh Yusuf tinggi menjulang dengan badan yang tegap.“Yusuf, kau dari mana saja? Kenapa kau tak memakai jaketmu? Di luar dingin.”Mendengar Yusuf memanggilnya, Attar langsung menghampiri putranya. Yusuf baru saja menghabiskan waktunya untuk berjalan-jalan di sekitar halaman rumahnya yang asri dan indah. Ada pepohonan hijau nan rimbun dan bebungaan warna-warni yang menghiasi setiap sudut halaman rumah.Untuk mengusir rasa jenuh dan sekaligus menggali ingatannya, Yusuf memilih berkeliling di sekitar rumah. Bahkan ia melarang perawat yang selalu menemaninya untuk tidak mengikutinya. Ia akan berusaha mandiri dan tak bergantung pada siapapun.Yusuf hanya fok
Suatu pagi hari yang cerah, keluarga Darren Dash tengah menyantap sarapan dengan sukacita. Momentum tersebut tak hanya untuk sarapan saja, namun tempat di mana mereka berbagi cerita dan kehangatan sebagai sebuah keluarga yang harmonis. Sekalipun sibuk, Darren Dash akan menyempatkan dirinya sarapan di rumah. Karena saat sarapan, mereka semua berkumpul bersama. Karena saat makan malam, Darren Dash tidak selalu bisa ikut karena kesibukannya dalam bekerja. “Ayah dan Ibu, karena waktu libur masih panjang, aku ingin magang di rumah sakit Aunty Sally.”Saat mereka asyik menikmati sarapan yang dimasak oleh Nuha, tiba-tiba saja Farah angkat bicara. Ia lebih dulu menyelesaikan makanannya. Tentu saja, ia hanya makan sereal dan beberapa potongan buah. “Apa?”Darren menaruh garpu seketika di atas piring hingga suaranya berdenting nyaring tatkala putri kesayangannya berkata padanya. Bagaimana bisa putrinya ingin magang? Bukankah sebelumnya ia tidak berminat?Nuha pun tak kalah terkejut mendengar
“Halo, Om! Assalamu’alaikum!”Sesaat turun dari kendaraan yang dikemudikan oleh supir pribadinya, Elia langsung berjalan gontai menghampiri Attar dan Yusuf.“Waalaikumsalam wa rohmatullahi wa barokatuh,” jawab ke dua pria tampan berbeda usia tersebut. Mereka menyambut kedatangan Elia seperti biasa dengan penuh keramahtamahan.Mereka cukup terkejut akan kedatangan Elia. Mengapa gadis itu tiba-tiba saja sudah berada di sana. Padahal ia sibuk kuliah di Kairo. Nekad sekali, pikir Attar. Gadis itu terlihat begitu sayang terhadap Yusuf sampai menyempatkan diri datang ke sana.“Maaf, Om, aku datang tiba-tiba. Soalnya, saat aku pergi ke rumah. Kalian sudah pulang ke tanah air. Jadi aku datang menyusul.”Elia berkata dengan kekehan pelan. “Kebetulan Nana juga lagi sakit. Jadi aku sekalian pulang jenguk beliau dan Yusuf juga.”Yusuf hanya mendesah pelan mendengar ceritanya. Namun saat yang sama, ia pula tak enak hati karena mendengar Elia jauh-jauh datang demi dirinya. Attar menengok arloji mah
“Yusuf, apa yang kau lakukan di sini?”Saking antusias melihat Yusuf, Farah langsung menyerbunya. dengan pertanyaan. Seharusnya Farah sudah bisa menebak tujuan kedatangannya. Yusuf pasti berobat datang dalam kondisi seperti itu.“Aku ikut terapi di sini,” jawab Yusuf dengan tatapan yang tak luput dari wajah cantik gadis berjilbab putih itu. Apalagi melihat senyuman Farah yang teramat manis. Siapapun lelaki tak mungkin untuk tak mengaguminya. “Kalau kau?” “Um, aku cuma ngisi waktu libur di sini.”Farah menjawab dengan senyum yang terus mengembang. Entahlah, bertemu dengan Yusuf di sana secara tidak sengaja adalah takdir indah. Karena jika secara sengaja ia mengunjungi Yusuf rasanya sukar terwujud. Untuk bisa keluar rumah saja, ke dua orang tuanya senantiasa menyerbunya dengan berbagai pertanyaan yang intimidatif.“Magang? Kau dokter magang?” tebak Yusuf. Beberapa kali ia menelan salivanya. Kadang ia gugup jika ditatap intens oleh gadis itu. Padahal ia sendiri senang menikmati wajahnya
Melihat Yadi terdiam, Yusuf pun angkat bicara. “Om Yadi, jangan bilang ke Abi dan Ummi kalau aku beli ponsel. Nanti aku sendiri yang akan bilang. Aku juga pengen beraktifitas normal. Sekarang aku sudah bertemu dengan teman-temanku. Oleh karena itu aku pengen bisa berkomunikasi dengannya.”Yadi tergugu mendengar permintàan anak majikannya. Sebelumnya Yusuf tidak pernah memperlihatkan sikap bersikukuh seperti tadi. Namun ia terlihat agak memaksa. ‘apa karena Nona cantik itu?’ batin Yadi dilanda penasaran. Namun jujur Yadi senang melihat perubahan mood Tuan mudanya. Selama ini Tuan mudanya kesepian selama menjalani pengobatan di Kairo. Baru beberapa hari tinggal di kampung halamannya ia terlihat ceria dan bergairah dalam menjalani hidupnya.“Baiklah, mari Mas saya antar!”Yadi pun mengangguk patuh. Mungkin ia akan melapor pada Attar setelahnya. Hanya saja, saat ini ia hanya ingin melihat pemuda malang itu tersenyum. Semenjak merawatnya, Yadi merasa iba pada Yusuf yang terlihat pendiam da
“Tante, aku mau pulang.”Elia berpamitan pada Maesarah karena ia merasa kesal sikap Yusuf hari itu. Semenjak ia datang ke sana bahkan untuk ke dua kalinya, Yusuf bersikap dingin padanya. Entah apa alasan Yusuf mengabaikan dirinya. Padahal sebelumnya ia selalu menyambut kedatangannya dengan ramah. Maesarah sudah menduga jika Yusuf sudah bertemu dengan Farah. Namun kapan waktunya ia tidak mengetahuinya. Ia dan Attar nyaris tak bicara sama sekali. Maesarah mendiamkan suaminya karena ia masih memendam kesal atas keputusan Attar. “Elia, Tante tau kau kecewa pada Yusuf. Tapi, Tante harap, kau jangan berpikir macam-macam! Bukankah kau tau suasana hati Yusuf memang naik turun dengan kondisi kesehatannya yang seperti itu.”Maesarah berupaya menghibur hati Elia yang terlihat buruk karena diabaikan oleh Yusuf sehingga membuatnya ingin segera pulang dari sana. Ia tidak ingin gadis itu kecewa dan menyerah akan hubungannya dengan Yusuf.Langkahnya untuk menyatukan ke duanya sudah terlampau jauh. T
Maesarah duduk dan menatap putranya dengan dalam. Ia mendesah pelan mendengar perkataan putranya, ia sedikit terkesiap. Bagaimana lagi? Mungkin Elia berusaha untuk mempertahankan Yusuf. Ia tidak ingin Yusuf mengingat Farah. Padahal Farah sahabatnya sejak sekolah. Sungguh terdengar kejam memang!Maesarah merasa cukup terkejut melihat reaksi Yusuf. Ia tidak pernah berbicara seserius itu sebelumnya, apalagi melihat responnya tengah cerita persahabatan mereka. Sebuah ide pun melintas di kepala Maesarah. “Yusuf, dalam sebuah persahabatan tentu saja ada namanya perselisihan. Lagipula, Elia sepertinya mungkin trauma tidak ingin berteman lagi dengannya. Kita tidak tahu apa yang dialami oleh Elia dan Farah.”Maesarah meraih tangan putranya dan mengusap punggung tangannya perlahan. Kemudian wanita bertubuh semampai itu pun melanjutkan kalimatnya. “Apakah Elia pernah menceritakan hal buruk tentang Farah padamu?”Yusuf menggeleng pelan. “Demi kebaikan, Elia lebih baik tidak menceritakan apapun t
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap