Malam itu, semenjak kepergian Salwa, perasaan Aruni sebagai seorang ibu gundah gulana. Ia terus menerus kepikiran putrinya tersebut dengan tanpa alasan. Piring porselen yang dibawanya tiba-tiba jatuh sehingga menyebabkannya pecah menjadi beberapa potongan dan pecahan kecil. Pun, ketika ia tengah menguliti kulit buah mangga untuk menghidangkannya saat makan malam dirinya bersama Rasyid tiba-tiba saja pisau buah tersebut menyabet ujung jarinya hingga bersimbah darah. Ini tidak benar, kilahnya. Pasti terjadi sesuatu pada putrinya yang saat ini tengah berada di luar jangkauannya. Melihat sang ibu setengah melamun di bibir pintu penghubung dapur, Rasyid memanggil ibunya. “Ummi, ada apa?” tanya Rasyid penasaran dengan apa yang ia lihat. Ibunya melamun seperti tengah memiliki masalah yang berat. Sepengetahuannya, tipikal Aruni ketika punya masalah selalu memendamnya sendiri. Bahkan ia mampu menyimpannya rapat-rapat. Sendiri. “Ah, Rasyid, apa?” Kurang fokus, Aruni balik bertanya pada put
Beberapa hari yang lalu, di depan gerbang sekolah MA Al Fatma, beberapa murid hilir mudik keluar masuk area sekolah karena hari itu kegiatan belajar-mengajar tidaklah efektif. Jam kosong usai diselenggarakannya assessment nasional digunakan dengan pertandingan olahraga antar kelas. Oleh karena itu suasana sekolah senantiasa riuh ramai dan tak pernah sepi.Seorang wanita dalam balutan kasual mengenakan kerudung yang asal, serupa selendang terlihat memasuki area sekolah mengikuti gerak beberapa murid kelas dua belas.Siapapun tidak akan menyangka jika wanita muda yang masuk ialah wanita asing sebab pada saat yang sama ada beberapa alumnus sekolah tersebut yang datang berkunjung mengenakan pakaian bebas.Ia memakai kaca mata hitam dan masker sehingga wajahnya tak kelihatan. Tempat yang ia tuju ialah kantin sekolah. Ia akan menggali informasi tentang seorang gadis yang menimba ilmu di sana.Biasanya kantin ramai dan acapkali dijadikan tempat para murid berkumpul dan mengobrol sehingga ia
Daniel mendengus kasar ketika mendengar kabar dari security bahwa Violeta sedang pergi keluar kota bersama ibunya. Namun security tersebut sama sekali tidak memberitahu kemana tujuan kepergian mereka.Sebuah pesan notifikasi dari Salwa Salsabila meredam kekesalan dan amarahnya. Ia begitu senang ketika melihat isi pesan gadis itu yang ingin bertemu dengannya. Tanpa mengambil tempo, Daniel langsung membalas pesannya dan menjawab bersedia datang menemuinya.Namun seketika Daniel baru teringat jika hari itu hari minggu di mana ia harus pergi menemani ibunya seperti biasa ke tempat arisan sosialitanya. “Oh, Damn! Aku bahkan lupa jika hari ini hari minggu. Mommy pasti menunggu.”Ia berpikir sejenak, apakah ia akan mengantar ibunya ke tempat arisan atau menemui gadis pemilik hatinya. Lalu ia pun memutuskan menelepon ibunya dan membatalkan untuk ikut dengannya dengan alasan mau bertemu dengan kawannya mumpung ia berada di Indo. Padahal ia ingin bertemu dengan gadis bertahi lalat sebelum ia k
Pagi itu, gadis petakilan yang tak bisa diam seperti biasa dengan semangat Cut Nyak Dien merapikan kamarnya. Ia berniat akan menata ulang kamarnya agar terlihat lebih berbeda dan indah.It’s starting point!Hari yang baru, sebagai calon mahasiswi kedokteran yang masih sedang merasakan kegamangan mau kuliah di mana.Sembari menunggu tes pada bulan depan, ia mengisi waktu senggangnya dengan banyak melakukan aktifitas positif selain belajar; beres-beres kamar termasuk rumah, berlatih silat, membantu sang ibu mengurus kebun dan kegiatan bakti sosial.Setelah diterima langsung melalui jalur prestasi pada fakultas kedokteran salah satu universitas negeri di Jogja, Aruni justru menyuruh Salwa untuk tidak mengambilnya setelah banyak pertimbangan.Setelah berbagai kejadian atau peristiwa yang dialami putri ke duanya, level kecemasan Aruni semakin berlipat. Ia meminta Salwa mengikuti tes di universitas negeri ataupun swasta yang berada di lokasi antara Bogor dan Jakarta. Ia tak ingin berjauhan
Seorang gadis berjalan dengan terhuyung-huyung dan meringis kesakitan melewati lorong kampus yang sepi. Mendapat serangan yang tiba-tiba, ia tak kuasa melakukan self-defense atau upaya melindungi diri dari serangan seseorang hingga membuat tubuhnya tersakiti. Bagian lengannya terasa sangat sakit sebab terkena tendangan T dari jurus silat seorang gadis yang menjadi rivalnya dalam memperebutkan hati pemuda tampan, Daniel Dash. Sebelah telapak tangan kanannya menggapai-gapai dinding untuk menopang tubuhnya yang terasa lesu akibat tendangan mematikan dan menyakitkan yang baru saja ia alami. Ia mengira jika gadis muda itu akan bersikap seperti kakaknya yang alim dan tenang. Tak menaruh dendam. Namun di luar dugaan ‘BMKG’, sikap gadis itu bertolak belakang dengan kakaknya. Tak ada lembut-lembutnya dan bar-bar. Pantas saja ia disanjung dan dielu-elukan satu sekolah, sebab ia seorang ahli bela diri dan berkarakter keras. Wanita dengan tatanan rambut ekor kuda itu tidak masuk kelas, ia m
“Hah?”Salwa terpelongo mendengar pertanyaan menjebak dari Daniel. Apakah ia cemburu pada Violeta? Yang benar saja, seekor lalat yang tadi terbang melintas ke depan wajah gadis itu pun sudah bisa menyadari aura cemburunya.Daniel masih menanyakannya. “Biar kuperjelas! Pasti tadi kau mengikutiku karena mengira aku dan Violeta akan …”“Em, enggak gitu! Enggak!”Salwa panik sendiri, mengibaskan tangannya di depan wajahnya yang terasa panas. Ini soal harga diri! Ia tak boleh memperlihatkan rasa cemburu! Pikirnya.“Bilang aja cemburu! Aku gak kenapa-kenapa kok,”“Mister, aku lupa jika di sini bisa bayar pake debit card. Aku bayar es krim dulu ya?”Salwa menghindari pertanyaan retorik itu, beringsut dari duduknya namun Daniel segera menarik lengannya.“Duduk! Aku belum selesai bicara!” titahnya tegas.Salwa terpaksa duduk dengan tanpa melihatnya. “Argh, sepertinya aku sakit perut!”Mendadak ia mengalami gejala psikosomatis jika harus berhadapan dengan lawan jenis berduaan, apalagi membahas
“Daniel sudah pulang, Honey?” tanya Jonathan, mematikan televisi dan merebahkan punggungnya pada sofa empuk di sebelah ranjangnya.Kinan yang baru saja memasuki kamar mendekatinya dan menatap sang suami dengan tatapan rumit.“Ada apa?”Jonathan penasaran dengan tatapan istrinya yang tak biasa. Sebelumnya Kinan tampak ceria karena sudah memperoleh tas bermerk keinginannya.“Tas nya jelek? Tak sesuai?”Sebagai suami yang royal, Jonathan menanyakan Kinan soal tas yang dibelinya. Ia tak suka jika melihat raut wajah istrinya yang kecut bagai buah asam. Seolah ia sudah menjadi suami yang gagal menyenangkan hati istrinya.Kinan menggeleng pelan dan menghela nafas.“Bukan soal tas. Ini soal Daniel. Dia baru saja pulang.”“Terus?”Jonathan beringsut, duduk mendekati istrinya.“Dia biasa kambuh! Mungkin kecapean.”Kinan menyandarkan kepalanya di atas paha Jonathan. Tangan Jonathan terulur mengusap rambutnya yang indah meski ia tak lagi muda.“Apakah Daniel buat masalah lagi? Tak minum obatnya l
“Mas Daniel, sudah makannya? Mbok mau ambil bekas makannya.”Seorang ART mengetuk pintu kamar Daniel dengan pelan dan suara yang agak keras sebab sedari tadi ia mematung, majikannya tak menyahut.“Apa mungkin Mas Daniel ketiduran setelah makan?” gumam wanita yang dipanggil Mbok. Kinan orang yang resik, oleh karena itu ia selalu meminta pelayan untuk segera memungut bekas makan jika makan di kamar.Terdengar suara langkah kaki di belakang Mbok tadi, Kinan berjalan menghampirinya.“Kenapa Mbok?” “Maaf, Nyonya Kinan, Mas Daniel tidak menyahut sepertinya tidur lagi usai makan.”Mbok menjawab dan beringsut mundur, mempersilakan Kinan untuk maju.Kinan langsung menerobos masuk ke dalam kamar putranya. Sudah dua jam berlalu namun Daniel tak keluar kamar, bahkan gadis yang mengantar makan malam untuknya sudah pulang ke kediaman kakaknya dengan terburu-buru.“Daniel! Apa yang kaulakukan? Kau tidak makan?”Kinan terkejut melihat putranya hanya terdiam duduk di tepi ranjang dekat nakas, dengan