Bab 38.Salwa mematut di depan cermin. Ia tampak gagah dalam balutan pakaian pangsi silat berwarna hitam dengan emblem nama kebanggaan padepokan dan nama sekolah di mana ia belajar. Hari ini Salwa akan mengikuti pertandingan pencak silat antar sekolah di mana ia mewakili murid puteri dalam kategori tunggal.Pagi buta Aruni sudah berdandan rapi karena akan mengantar putri tercinta untuk mengikuti ajang yang sudah dinanti sebelumnya. Aruni tak pernah mengira jika Salwa akan ikut kejuaraan lagi setelah kecelakaan yang menimpanya. Ia pun sempat meragukan kemampuan silat putrinya yang menurun.Namun ketika Maesarah Basri sebagai guru silatnya, mengabarinya bahwa Salwa akan mengikuti ajang pertandingan mewakili sekolah di mana ia belajar, barulah Aruni percaya.“Maaf ya, Wa. Ummi gak bisa nonton. Ummi kira jadwal manasik besok. Tahunya hari ini. Gak apa-apa ya? Jangan ngambek ya?”Aruni mengusap pucuk kepala putrinya sebelum melepasnya memasuki arena pertandingan. Kemudian ia mengecup kenin
“Nah, lo, chattingan sama siapa?”Neng Mas mengagetkan Salwa dari belakang. “Minum!” Ia menyodorkan sebotol air mineral pada Salwa. Salwa pun meraihnya, membuka tutup botol dan meminumnya perlahan setelah memasukkan ponselnya ke dalam tas ranselnya.“Tumben, baik banget! Sampe bawain minum!” cibir Salwa menatap Neng Mas.“Ini, semua buatmu!”Neng Mas menaruh sekantong plastik bergambar lebah berisi makanan ringan dan minuman di atas pangkuan Salwa.“Hem, aku mencium aroma hujan salju di kota Bogor! Ah tunggu, badai tornado sepertinya akan terjadi sebentar lagi!”Jari jemari Salwa membuka isi kantong dan mengintip makanan dan minuman apa saja yang berada di dalamnya.“Ya kali, aku punya kekuatan super!”Neng Mas mengambil sebatang coklat dari dalam kantong kresek tersebut, merobek bungkusnya dan langsung melahapnya. Masih mengunyah, ia memperhatikan bungkus coklat yang berwarna mocca bercampur merah muda. “What? Coklat bergambar hati? Hem,”“Makasih, Neng. Aku emang gak bawa bekal! Cum
Seorang wanita paruh baya berambut bergelombang berwarna brunette turun dari mobil mercy berwarna hitam metalic dengan menenteng tas mahalnya penuh kehati-hatian. Tertegun sejenak, ia menapaki tanah yang berdebu, khawatir mengotori sepatu pump shoes bermerk pula.Tatapannya beredar menyisir seluruh sudut rumah setengah permanen bergaya rustic di hadapannya. Ia terperangah kala melihat pemandangan yang di luar ekspektasinya.Bayangan yang melintas di kepalanya ialah rumah yang akan ia kunjungi sebuah rumah semi permanen berdinding tembok kayu atau anyaman bambu yang membentuk bilik bermotif. Semua imajinasinya terpatahkan ketika di hadapannya sebuah rumah berdesain semi permanen, perpaduan tembok, batu bata merah dan kayu bergaya rustic tampil begitu indah memanjakan mata.Warna-warna natural, wooden mendominasi keseluruhan tampilan rumah tersebut. Hangat ialah kesan pertama ketika bertamu ke sana.Karena tak percaya, wanita yang masih cantik di usia kepala empat tersebut menoleh kemud
Salwa menatap lamat-lamat pria berwajah pucat namun masih terlihat tampan di hadapannya dengan hati yang berkecamuk. Manik mata yang indah menikam, berwarna amber. Helaian rambut menjuntai kusut khas bangun tidur. Kulitnya yang putih bersih tampak pucat bagai kunarpa. Sepintas mirip tokoh anime hidup.Bulir air matanya lolos begitu saja. Padahal ia tadi sempat berlatih untuk menahan tangisannya. Memberikan sugesti pada dirinya sendiri agar tidak bersikap melankolis. Rencana tinggallah rencana, ia tak kuasa menahan tangisannya.Namun pria yang ditangisi malah menatapnya dengan santai bahkan ia menganggap dirinya seperti mimpi.“Gadis nakal! Bahkan dalam hayalanku kau datang,” gerutu Daniel yang mengira jika ia sedang berkhayal.“Astagfirullah,” desis Salwa melihat kelakuan Daniel yang masih mengabaikannya. Air matanya surut.Daniel memalingkan wajahnya dan berusaha tidur kembali karena masih merasa kehadiran Salwa itu bagian dari fantasinya.Sebuah cubitan kecil di lengannya membuat Da
Sebelum kericuhan terjadi,“Wa, gak apa-apa nitip anak-anak? Teteh mau keluar sama Mas Darren. Kencan,” bisiknya ke telinga Salwa. Mereka sedang berkumpul di flat Daniel ketika siang hari. Malam hari mereka bermalam di hotel.“Iya, Teh. Selamat menikmati dating!” sahut Salwa kemudian fokus kembali pada televisi yang menayangkan drama Korea di ruang keluarga. “Si kembar lagi disuapin makan sama Bik Ningsih. Farrel bobo ditemani Mutia,”“Kalau mau makan atau apa, tinggal bilang sama Bik Ningsih. Dia tahu resto dan tempat makan enak delivery juga halal. Dia ‘kan lama tinggal di sini nemenin Daniel.”Salwa kembali mengangguk-angguk. “Gak usah khawatir Teh! Sok aja berangkat!”“Okay, sip! Assalamualaikum!” seru Nuha kemudian berjalan menuju suaminya yang berdiri di ambang pintu, tak sabar ingin segera ngedate berdua meski tak pernah lama karena selalu teringat anak-anak pada akhirnya.Merasa bosan, Salwa memencet-mencet tombol remote televisi berganti-ganti dengan perasaan jenuh sebab dra
“Maaf ya Sayang, kita makan di sini. Harapan kita akan makan di restoran mewah nan romantis tapi …”Darren mengaduk-aduk spaghetti carbonara dalam piring porselen di hadapannya tanpa selera. Mencari restoran mewah halal di sana agaknya sukar. Restoran mewah di sekitar flat rata-rata menyajikan hidangan ala Eropa. Sementara itu tempat makan yang menyediakan menu halal terdekat hanyalah restoran cepat saji.Adapun lokasi restoran mewah nan halal berada jauh dari sana. Mereka harus menempuh puluhan kilometer untuk mencapainya. Darren tak bersedia bepergian jauh meninggalkan anak-anaknya. Kejadian menghilangnya Farah setidaknya membuatnya merasa terpukul dan waspada. Meskipun dalang penculikan telah diringkus pihak berwajib tetapi Darren justru semakin protektif pada keluarga kecilnya.“Tidak apa-apa Mas. Mas sendiri yang tidak mau bepergian jauh, meninggalkan anak-anak.”Nuha menjawab suaminya dengan santai. Ia menikmati setiap momen bersama ayah dari anak-anaknya.“Sayang itu apa? Buru
Cuaca malam hari semakin dingin. Beruntung Daniel memberikan syal miliknya pada Salwa. Salwa baru sadar jika pemuda yang menyebalkan setiap kali bertatap muka tersebut ternyata begitu perhatian. Mungkin selama ini Daniel memperhatikan gerak-geriknya dalam diam. Kata-kata ledekan dan gurauan yang acapkali dilontarkan olehnya ialah hanya semacam kamuflase untuk menutupi perasaan sesungguhnya dirinya padanya.Pipi Salwa langsung merona mengingat perhatian yang diberikan olehnya. Namun sekelebat bayangan ibunya begitu saja menghapus jejak semua bayangan manis tersebut. Ia tak boleh terlena dengan perhatian yang diberikan oleh lawan jenis sebab perhatian mereka saat ini ibarat godaan semu. Tak boleh terbuai, begitulah benak Salwa pada akhirnya.Saat Salwa terbangun dari lamunannya, ia mendengar beberapa kali Michelle menguap. Mungkin karena saking mengantuk sehingga menyebabkannya tak bisa menahannya. Terdengar pula Kinan beberapa kali menawarkan dirinya untuk mengemudikan mobil tersebut
Hiyaa …Salwa memekik mengerahkan seluruh kekuatan yang ia miliki untuk melawan serangan membabi buta dari para perampok.Meskipun ia tengah merasa kelaparan dan kedinginan karena suhu udara yang mendadak semakin dingin, ia merasa benar-benar muntab pada aksi para penjahat apalagi penjahat wanita. Ia sangat membenci pelaku pelecehan seksual. Kekuatannya terhimpun begitu saja.Posisinya ia berada di tengah, dikepung oleh ke empat perampok. Namun Salwa memiliki insting yang tajam sehingga ia bisa mengenal siapa lawan yang benar-benar lihai. Terjebak di antara para pria dewasa berwajah sangar dan bertubuh liat, Salwa sempat mendengus kasar. Namun ia pernah melakukan latihan bersama pesilat lain, dikepung oleh sepuluh orang sekaligus.Saat tersadar, ia hanya melakukan pertahanan diri dengan menangkis kemudian menyerang yang dilakukannya dengan tangan kosong. Ada satu orang pria dewasa yang mungkin pemimpin dari perampok tersebut, ia pria dengan tubuh penuh tato mirip yakuza. Ia mengacun