Assalamualaikum afwan, beberapa hari ini cuma satu bab. Pacar lagi sakit seharusnya dirawat di RS tapi gak mau jadi dirawat di rumah, lumayan sibuk.. Makasih sudah support bukunya ya ...
“Halo Daniel!” seru Winda, salah satu wanita muda yang sedari tadi teriak-teriak tak karuan mendukung tim Daniel Dash. Ia melambaikan tangannya ke arah Daniel disertai mengibaskan rambutnya yang panjang dengan gerakan seduktif. “Hai, Dd! You look awesome!” seru wanita bernama Lin di sebelahnya. Seperti halnya Winda, Lin pun melakukan hal serupa pada Daniel, menyapa dan melambaikan tangannya dengan genit. Daniel hanya menoleh sedetik kala mendengar sapaan mereka. Ia kembali berjalan menghampiri Salwa yang tengah fokus bermain game di ponselnya. Saking fokus bermain game, Salwa tak menyadari kedatangannya. Para wanita muda itu terlihat kecewa karena diabaikan oleh seorang Daniel Dash. Pun, raut wajahnya makin terlihat kecewa saat melihat Daniel mendekati gadis yang mereka bully tadi. “Hei, Lin, apa aku tak salah lihat, si Daniel ngedeketin gadis bertompel.” Winda bersedekap tangan di dada. Pemandangan yang aneh menurutnya. “Bener, dia nyamperin itu makhluk,” tukas teman di sebelahn
Turnamen basket antar alumni dimenangkan oleh tim Daniel Dash. Riuh tepuk tangan membahana kala sang kapten mewakili timnya menerima penghargaan, piala berkaki dan medali.Daniel Dash terlihat sumringah dan mencium medali dengan penuh kebanggaan. Usai melakukan selebrasi bersama kawan-kawannya, ia buru-buru pergi ke kamar mandi. Ia akan mengganti pakaiannya karena tak ingin membuat Salwa menunggunya lama.Melihat kepergian Daniel, salah satu teman satu tim memanggilnya.“Daniel, tunggu! Kita belum menentukan di mana tempat kita merayakan kemenangan kita.”Daniel menoleh dan kembali menghampiri kawannya. Biasanya memang perayaan merupakan hal yang lumrah ketika mereka memenangkan turnamen.“Sorry, aku hampir lupa.”Daniel duduk dan bergabung kembali bersama kawan-kawannya. “Tapi, sorry ya Bro! Sepertinya aku tidak akan ikut merayakan kali ini. Aku harus pulang, besok aku harus pergi ke Kanada. Kalau kalian mau aku yang traktir, nanti aku TF.”Daniel berkata demikian setelah melirik ke
Kini Daniel dan Salwa berada di dalam sebuah kedai eskrim. Tersesat!Sebelum kepergian Daniel ke Kanada, Salwa berniat menyempatkan diri ingin mengobrol dengannya seperti pesan yang disampaikan oleh Kinan padanya.Hanya saja waktu Daniel sangat sibuk karena ikut turnamen sehingga dirinya terpaksa menunggunya hingga turnamen selesai.Barulah setelah turnamen mereka menaiki kendaraan yang dikemudikan Daniel. Hanya saja langit tak bersahabat sore itu.Salwa mengira awan cumulonimbus yang berarak di langit akan terbang ditiup angin ke arah lain sehingga hujan takkan turun di sana. Namun prediksinya keliru, awan pembawa hujan tadi betah tinggal di langit yang menaungi mereka.Akhirnya mereka terdampar di sana, di kedai es krim.Mereka duduk di meja yang terdiri dari dua bangku. Karena setiap meja memang disediakan dua bangku. Yang tersisa hanyalah meja yang berada dekat dengan jendela kedai. “Mau pesan apa?”Daniel membuka menu es krim yang dijual di kedai tersebut, lalu menatap gadis itu
Seorang wanita paruh baya dalam balutan kemeja dan sepan selutut serta rambut yang disanggul berjalan menuju kediaman Jonathan sore itu.Usianya boleh tua namun cara berpenampilannya yang trendy tak kalah dengan gaya anak muda.Menenteng tas bermerk luar negeri, ia mengayunkan kakinya dengan mantap masuk ke dalam halaman luas mansion Jonathan.Seorang prt menghampirinya dan bertanya keperluannya apa dan apakah memilliki janji temu sebelumnya dengan Jonathan.“Nyonya, mau bertemu Bapak atau Ibu? Apakah sudah buat janji sebelumnya?” tanya Mbok Tinah dengan waspada.Karena marak penipuan dan maling. Maka tak menutup kemungkinan wanita cantik yang bertamu tersebut bagian dari mereka. Bisa saja mereka memanipulasi penampilan menjadi mirip wanita sosialita.“Emang harus janji dulu ya?” tanya wanita itu dengan kesal. Ia menurunkan kacamatanya.“Um, maaf Nyonya. Memang seperti itu aturannya.” “Mbok Tinah, dia itu saudara jauh Pak Jonathan.” Salah satu tukang kebun di sana berbisik di teling
“Mister, are you kidding me?” tanya Salwa menautkan ke dua alisnya heran. “Please, jangan ngeprank.” Salwa mengusap air matanya kasar dan berjalan mendekati Daniel dengan degupan jantung yang tak terkontrol. Ia mengira jika Daniel tengah bersandiwara. Sepasang kekasih itu sudah biasa melakukan hal-hal receh, bersandiwara tak jelas ketika bertemu. Di sisi lain, Daniel terlihat bingung dan linglung. Kepalanya terasa mau pecah ketika ia berusaha mengingat gadis yang menyapanya. Ia memijit pelipisnya yang berdenyut. “Maaf, aku tak bisa mengingatmu,” lirih Daniel dengan sedikit meringis. Deg, Dunia seakan berhenti berotasi. Apa sesuatu menyumbat telinga Salwa? Tidak, Salwa tak salah mendengar. Melihat gelagat yang aneh pada diri Daniel, Salwa mulai menaruh curiga. Mana mungkin Daniel bercanda dalam kondisi sakit seperti itu. Apa mungkin Daniel menderita amnesia? Apakah ia mengalami kecelakaan? Bukankah Daniel baru saja mengikuti serangkaian operasi besar untuk membunuh sel kanker y
Saat ini Neng Mas seperti seekor kerbau yang dicucuk hidungnya. Ia tak berkutik. Ia dulu terkenal sebagai tukang ngibul, tukang nyontek dan tukang ngutang. Begitulah sebutan Salwa pada gadis berwajah imut tetapi bertubuh berisi. Namun untuk sekarang, ia tak pandai berbohong. Sedikit saja celah kebohongan itu terlihat maka habis sudah gadis itu di tangan ratu silat. Ketika Aruni mengunjungi cucu-cucunya seperti biasa ia akan menyempatkan diri berkunjung ke pondok atau ke kampus menemui anak perawannya. Aruni yang jarang bicara, biasanya tak langsung mengabari kedatangannya. Namun ketika ia telah tiba di tempat maka ia pasti akan langsung menelepon anak perawannya. Nihil, sudah beberapa kali ia menghubungi anaknya tetapi tak diangkat. Padahal ia sudah berada di depan gerbang kampus Cakra. Ia pun menemui Neng Mas yang saat itu baru saja keluar dari area kampus. Melihat kedatangan Aruni, sontak, Neng Mas pura-pura tak melihat. Ia bergabung dengan kerumunan anak mahasiswi di sana yan
Daniel merasa ia belum berganti pakaian. Padahal siang tadi ia sudah berganti pakaian dibantu perawat yang sesudahnya memaki-makinya karena Daniel meronta-ronta mirip anak kecil, bersikeras menolaknya. Pakaiannya cepat basah karena keringat. Namun ia kesulitan berganti pakaian karena memakai infusan. ‘Kok aku jadi curiga? Apa iya dia linglung? Tapi kok linglung pengen aku yang mengganti pakaiannya?’ Kepala Salwa berisik dipenuhi banyak prasangka. Ia memicingkan matanya menatap Daniel. “Cepat! Bantu aku!” titahnya bernada serius. Salwa mencoba berpikir. “Ganti kemejanya ya? Atasannya doang ‘kan?” tanya Salwa mengharap. Daniel mengangguk. “Iya, kemejanya saja! Ambil kemeja baru di lemari!” Telunjuk Daniel menuding pada lemari yang berada di ruangan tersebut. Syukurlah, Salwa hanya menggantikan kemejanya saja. Salwa pun mengambil sebuah kemeja baru dan mendekati Daniel. Ia membantu Daniel, membuka kancing kemeja itu dengan perasaan resah gelisah, nyaris menahan nafas. Rasanya
Hacimmm!!! Beberapa kali gadis berhijab biru itu bersin-bersin karena harus beradaptasi dengan suhu udara yang dingin. Hidungnya memerah mirip hidung badut dan wajahnya agak membengkak. Dua lapis pakaian nyatanya tetap tak mampu menghalau udara yang menusuk-nusuk hingga ke tulang belulang. Tak menyerah, ia menggosok-gosokan ke dua tangannya agar menghangatkan tubuhnya. “Ish, dingin,” desisnya di antara gigi-geliginya. Ekor mata Daniel melirik sekilat pada gadis itu. Ia merasa terganggu dengan suaranya yang berisik karena bersin beberapa kali namun merasa iba saat yang sama. “Hei! Kau … Sal … Sal .. Salamander! Kau tidur di sini? Mengapa kau tidur di sini? Kenapa kau tak pulang?” Daniel berdiri dengan menenteng labu infusan menghampiri Salwa yang tengah setia menunggunya, duduk di sofa sembari membaca buku. Sebetulnya ia merasa tak nyaman berada dalam satu ruangan dengan Daniel. Bagaimanapun, mereka bukan mahram. Namun ia merasa lega ketika mendengar sejam yang lalu Michelle men