Pagi itu salah satu santri berlari tergopoh-gopoh menuju kamar asrama santriwati. Ia tengah mencari Salwa Salsabila. Seseorang datang bertamu padanya. “Kenapa Teh? Dikejar herder bukan?” Di depan pintu Neng Mas bersedekap dada melihat kedatangan musyrifah. “Bukan, dikejar anjing rabies.” Siti menjawab asal. Ia mulai mengatur nafasnya. “Di mana Teh Salwa?” Neng Mas menunjuk dengan dagunya seseorang yang dicari oleh Siti. Siti menggeleng ribut melihat kelakuan santriwati yang tengah mengepel lantai sembari berjoget dan menjadikan alat pengepel standing mikrofon. Sepertinya Siti harus mengiyakan perkataan Shafiyah tentang gadis bertahi lalat bahwa gadis itu gadis hiperaktif dan asik dengan dunianya sendiri. Pikiran Siti mulai disibukkan oleh prasangka yang buruk. Eh hem, Siti berdehem agar Salwa menyadari kehadirannya. Salwa menoleh kemudian melanjutkan aktivitasnya mengepel kamar asrama. Hari itu hari jumat, semua santriwati libur mengaji. Sebagian dari mereka menghabiskan waktu
“Halo Daniel!” seru Winda, salah satu wanita muda yang sedari tadi teriak-teriak tak karuan mendukung tim Daniel Dash. Ia melambaikan tangannya ke arah Daniel disertai mengibaskan rambutnya yang panjang dengan gerakan seduktif. “Hai, Dd! You look awesome!” seru wanita bernama Lin di sebelahnya. Seperti halnya Winda, Lin pun melakukan hal serupa pada Daniel, menyapa dan melambaikan tangannya dengan genit. Daniel hanya menoleh sedetik kala mendengar sapaan mereka. Ia kembali berjalan menghampiri Salwa yang tengah fokus bermain game di ponselnya. Saking fokus bermain game, Salwa tak menyadari kedatangannya. Para wanita muda itu terlihat kecewa karena diabaikan oleh seorang Daniel Dash. Pun, raut wajahnya makin terlihat kecewa saat melihat Daniel mendekati gadis yang mereka bully tadi. “Hei, Lin, apa aku tak salah lihat, si Daniel ngedeketin gadis bertompel.” Winda bersedekap tangan di dada. Pemandangan yang aneh menurutnya. “Bener, dia nyamperin itu makhluk,” tukas teman di sebelahn
Turnamen basket antar alumni dimenangkan oleh tim Daniel Dash. Riuh tepuk tangan membahana kala sang kapten mewakili timnya menerima penghargaan, piala berkaki dan medali.Daniel Dash terlihat sumringah dan mencium medali dengan penuh kebanggaan. Usai melakukan selebrasi bersama kawan-kawannya, ia buru-buru pergi ke kamar mandi. Ia akan mengganti pakaiannya karena tak ingin membuat Salwa menunggunya lama.Melihat kepergian Daniel, salah satu teman satu tim memanggilnya.“Daniel, tunggu! Kita belum menentukan di mana tempat kita merayakan kemenangan kita.”Daniel menoleh dan kembali menghampiri kawannya. Biasanya memang perayaan merupakan hal yang lumrah ketika mereka memenangkan turnamen.“Sorry, aku hampir lupa.”Daniel duduk dan bergabung kembali bersama kawan-kawannya. “Tapi, sorry ya Bro! Sepertinya aku tidak akan ikut merayakan kali ini. Aku harus pulang, besok aku harus pergi ke Kanada. Kalau kalian mau aku yang traktir, nanti aku TF.”Daniel berkata demikian setelah melirik ke
Kini Daniel dan Salwa berada di dalam sebuah kedai eskrim. Tersesat!Sebelum kepergian Daniel ke Kanada, Salwa berniat menyempatkan diri ingin mengobrol dengannya seperti pesan yang disampaikan oleh Kinan padanya.Hanya saja waktu Daniel sangat sibuk karena ikut turnamen sehingga dirinya terpaksa menunggunya hingga turnamen selesai.Barulah setelah turnamen mereka menaiki kendaraan yang dikemudikan Daniel. Hanya saja langit tak bersahabat sore itu.Salwa mengira awan cumulonimbus yang berarak di langit akan terbang ditiup angin ke arah lain sehingga hujan takkan turun di sana. Namun prediksinya keliru, awan pembawa hujan tadi betah tinggal di langit yang menaungi mereka.Akhirnya mereka terdampar di sana, di kedai es krim.Mereka duduk di meja yang terdiri dari dua bangku. Karena setiap meja memang disediakan dua bangku. Yang tersisa hanyalah meja yang berada dekat dengan jendela kedai. “Mau pesan apa?”Daniel membuka menu es krim yang dijual di kedai tersebut, lalu menatap gadis itu
Seorang wanita paruh baya dalam balutan kemeja dan sepan selutut serta rambut yang disanggul berjalan menuju kediaman Jonathan sore itu.Usianya boleh tua namun cara berpenampilannya yang trendy tak kalah dengan gaya anak muda.Menenteng tas bermerk luar negeri, ia mengayunkan kakinya dengan mantap masuk ke dalam halaman luas mansion Jonathan.Seorang prt menghampirinya dan bertanya keperluannya apa dan apakah memilliki janji temu sebelumnya dengan Jonathan.“Nyonya, mau bertemu Bapak atau Ibu? Apakah sudah buat janji sebelumnya?” tanya Mbok Tinah dengan waspada.Karena marak penipuan dan maling. Maka tak menutup kemungkinan wanita cantik yang bertamu tersebut bagian dari mereka. Bisa saja mereka memanipulasi penampilan menjadi mirip wanita sosialita.“Emang harus janji dulu ya?” tanya wanita itu dengan kesal. Ia menurunkan kacamatanya.“Um, maaf Nyonya. Memang seperti itu aturannya.” “Mbok Tinah, dia itu saudara jauh Pak Jonathan.” Salah satu tukang kebun di sana berbisik di teling
“Mister, are you kidding me?” tanya Salwa menautkan ke dua alisnya heran. “Please, jangan ngeprank.” Salwa mengusap air matanya kasar dan berjalan mendekati Daniel dengan degupan jantung yang tak terkontrol. Ia mengira jika Daniel tengah bersandiwara. Sepasang kekasih itu sudah biasa melakukan hal-hal receh, bersandiwara tak jelas ketika bertemu. Di sisi lain, Daniel terlihat bingung dan linglung. Kepalanya terasa mau pecah ketika ia berusaha mengingat gadis yang menyapanya. Ia memijit pelipisnya yang berdenyut. “Maaf, aku tak bisa mengingatmu,” lirih Daniel dengan sedikit meringis. Deg, Dunia seakan berhenti berotasi. Apa sesuatu menyumbat telinga Salwa? Tidak, Salwa tak salah mendengar. Melihat gelagat yang aneh pada diri Daniel, Salwa mulai menaruh curiga. Mana mungkin Daniel bercanda dalam kondisi sakit seperti itu. Apa mungkin Daniel menderita amnesia? Apakah ia mengalami kecelakaan? Bukankah Daniel baru saja mengikuti serangkaian operasi besar untuk membunuh sel kanker y
Saat ini Neng Mas seperti seekor kerbau yang dicucuk hidungnya. Ia tak berkutik. Ia dulu terkenal sebagai tukang ngibul, tukang nyontek dan tukang ngutang. Begitulah sebutan Salwa pada gadis berwajah imut tetapi bertubuh berisi. Namun untuk sekarang, ia tak pandai berbohong. Sedikit saja celah kebohongan itu terlihat maka habis sudah gadis itu di tangan ratu silat. Ketika Aruni mengunjungi cucu-cucunya seperti biasa ia akan menyempatkan diri berkunjung ke pondok atau ke kampus menemui anak perawannya. Aruni yang jarang bicara, biasanya tak langsung mengabari kedatangannya. Namun ketika ia telah tiba di tempat maka ia pasti akan langsung menelepon anak perawannya. Nihil, sudah beberapa kali ia menghubungi anaknya tetapi tak diangkat. Padahal ia sudah berada di depan gerbang kampus Cakra. Ia pun menemui Neng Mas yang saat itu baru saja keluar dari area kampus. Melihat kedatangan Aruni, sontak, Neng Mas pura-pura tak melihat. Ia bergabung dengan kerumunan anak mahasiswi di sana yan
Daniel merasa ia belum berganti pakaian. Padahal siang tadi ia sudah berganti pakaian dibantu perawat yang sesudahnya memaki-makinya karena Daniel meronta-ronta mirip anak kecil, bersikeras menolaknya. Pakaiannya cepat basah karena keringat. Namun ia kesulitan berganti pakaian karena memakai infusan. ‘Kok aku jadi curiga? Apa iya dia linglung? Tapi kok linglung pengen aku yang mengganti pakaiannya?’ Kepala Salwa berisik dipenuhi banyak prasangka. Ia memicingkan matanya menatap Daniel. “Cepat! Bantu aku!” titahnya bernada serius. Salwa mencoba berpikir. “Ganti kemejanya ya? Atasannya doang ‘kan?” tanya Salwa mengharap. Daniel mengangguk. “Iya, kemejanya saja! Ambil kemeja baru di lemari!” Telunjuk Daniel menuding pada lemari yang berada di ruangan tersebut. Syukurlah, Salwa hanya menggantikan kemejanya saja. Salwa pun mengambil sebuah kemeja baru dan mendekati Daniel. Ia membantu Daniel, membuka kancing kemeja itu dengan perasaan resah gelisah, nyaris menahan nafas. Rasanya
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap