“Harus hati-hati! Awas jangan sampai terbentur atau jatuh! Apalagi lecet!”Seorang pemuda bertubuh jangkung menuntun dua orang pekerja yang tengah membawa sebuah pogura kaca raksasa kemudian memintanya untuk membawanya ke dalam kamarnya.“Pasang di mana Mas?” tanya salah satu pekerja yang sudah berada di dalam kamarnya.Pemuda itu terlihat mengernyitkan dahinya, berupaya berpikir keras, di manakah ia akan meletakan foto yang berukuran tinggi besar itu?“Pak, letakan di tengah saja! Lukisan itu diturunkan!” titahnya dengan menggerak-gerakan tangannya. “Baik, Mas,” sahut mereka kompak, menurunkan lukisan pegunungan Himalaya yang belum lama terpajang di sana.“Sedikit geser! Sepuluh centi geser ke kanan!” titahnya menempatkan posisi pigura dengan gerakan tangannya mirip seorang komposer musik di tengah orkestra.“Bukan! Geser lagi ke kiri!”“No! Geser ke kanan sedikit! Ke atas sedikit!”“Salah-salah! Ke kiri sedikit lagi!”“Bukan! Ke kanan sedikit!”Ke dua orang pekerja yang memegang pi
Definisi pengorbanan sebuah cinta. Demi cinta, seseorang mampu mendaki gunung tertinggi. Demi cinta, seseorang mampu menyelami samudera Hindia. Demi cinta, seseorang mampu gelut dengan harimau Benggala.Demi cinta, seseorang yang lemah bisa berubah sekonyong-konyong menjadi sosok pahlawan, meski kesiangan, tubuh babak belur, muka benjol-benjol, kaki gempor dan lain sebagainya.Begitulah sebagian menganggap cinta itu buta. Apapun akan dilakukan demi menggapai cintanya.Di hari pertamanya bekerja di perusahaan sang ayah, Daniel dikerjai oleh sang kakak untuk mengambil alih pekerjaan Anggara. Memeriksa semua laporan keuangan perusahaan termasuk merevisinya sebelum diserahkan kepada pemimpin tertinggi. Bukan pekerjaan enteng.Anggara dan Jodi, mereka orang terdekat, tangan kanan kakaknya yang terpercaya dan memiliki kemampuan mumpuni dalam posisi yang ditugaskan oleh pemimpin tertinggi.Dulu Anggara menempati posisi sekretaris sedangkan Jodi menempati asisten sekaligus satu-satunya orang
“Sayang, Ayah bawa apa?” tanya Darren menjinjing dua kantong kresek berwarna putih di sebelah tangan kanan dan kirinya.“Yeay! Papa bawa es krim Boba!”Farah meloncat-loncat tatkala melihat sang ayah membawakan pesanannya sore itu. Ia langsung menyambar kantong yang berisi es krim boba dengan rasa coklat dan stroberi kemudian menciumi wajah ayahnya.Darren merasa sangat bahagia setiap kali kepulangannya disambut heboh oleh anak-anaknya.“Mana pesanan punyaku Ayah?”Asyraf mengulurkan tangannya, menengadah meminta jatahnya.“Maaf, Sayang, toko mainan sudah tutup. Paling besok Ayah carikan lagi pesananmu.”Darren merendahkan tubuhnya dan mengusap pucuk kepala Asyraf.Asyraf tidak merespon, ia terlihat kecewa dan kesal pada ayahnya.“Hai, mau kemana?”Darren menarik tubuh Asyraf agar menghadapnya.“Aku kecewa sama Ayah.”Asyraf menggembungkan pipinya terlihat lucu dan menggemaskan.“Maafin, Ayah, Nak, besok insyaallah janji Ayah cari mainan yang kau inginkan.”“Benar apa kata Ayah, Mas A
Hari minggu ialah hari libur bagi semua orang, namun tidak untuk Daniel. Saat semua orang menikmati hari libur weekend, hari itu ia harus mengecek kondisi cafe yang mengharuskan dirinya pergi ke Jakarta.Ingin sekali berjumpa dengan gadis bertahi lalat yang seringkali mengusik pikirannya, namun tak bisa. Seingatnya hari minggu para santri justru tidak diijinkan keluar. Daniel memang tidak tahu jika Salwa hari itu akan mengikuti tanding berkuda. Salwa juga tak pernah memberikan kabar soal kegiatannya.Bukan tanpa alasan, ia tidak ingin menganggap hubungan mereka seumpama hubungan sepasang kekasih ‘pacaran’ yang mengharuskan mereka berbagi kisah dan kegiatan apa saja yang mereka lakukan. Daniel pun mulai memahami sikap Salwa. Menjaga batasan.Hubungan mereka seperti air yang mengalir. Tak ada saling menuntut. Semua berjalan kembali normal. Mereka disibukan dengan aktifitas masing-masing. “Sayang, bisakah sebelum ke Jakarta, Riko mengantar Mommy ke Adipati Equestrian Stable? Nanti biar
[Daniel, di mana kau sekarang?][Pom bensin,][Yakin kamu gak mau balik? Ke tempat Mommy!][Ogah, lihat taik kuda?!][Bukan, pantat kuda! Bukan lah, si Sally ada di sini! Dia lagi tanding,][Yang bener Mi?][Bener, masa Mommy bohong!]Telepon terputus.“Riko. Balik lagi ke tempat Mommy! Aku mau nonton bidadariku tanding. Si Sally tanding apa emang? Perasaan di sana tidak ada pertandingan silat. Tapi ya sudahlah!”“Siap, Mas!” jawab Riko dengan sigap.Sepanjang jalan Daniel begitu bersemangat karena akan bertemu dengan wanitanya. Menahan rindu terasa menyesakkan dada, meski baru beberapa hari tak jumpa rasanya seperti sewindu. Ia lupa jika harus pergi ke cafe.Lantas Daniel menghubungi Raja, ia akan menunda kedatangannya ke sana. Dengan alasan ada hal yang lebih penting.Berbagai pertandingan dilaksanakan secara serentak di tempat yang berbeda, masih area Adipati Equestrian Stable. Ilham dan para santri senior mewakili horseback archery, tanding memanah dan berkuda. Shafiyah dan Siti m
Semua pertandingan berakhir menjelang dzuhur. Para peserta dipersilakan untuk istirahat dan menunaikan sholat dzuhur bagi yang muslim.Beberapa nama santri berasal dari Babussalam keluar sebagai pemenang. Pesantren Babussalam berhasil menyabet kejuaraan dari ke tiga kategori. Horseback archery, memanah dan berkuda. Ilham menyabet juara pertama dalam bidang Horseback archery. Santri senior lain mendapat juara ke tiga dalam bidang yang sama.Shafiyah meraih juara pertama memanah. Sementara itu Salwa keluar sebagai juara pertama berkuda.“Wah, masyaallah tabarakallah, selamat kalian membawa nama baik pesantren Babussalam. Kami sebagai guru dan pengurus pondok pesantren bangga sama kalian,” tutur Ustazah Aliya pada santri yang saat itu baru saja menyelesaikan ajang lomba. Mereka tengah duduk di tribun dan bersiap-siap akan kembali pulang ke pondok.“Alhamdulillah, Ustazah. Semua berkat dukungan dan doa para Ustaz dan Ustazah bagi kami.”Shafiyah menjawab dengan membanggakan dan mengelu
“Kenapa Mis-ter?” tanya Salwa heran.Daniel tidak menjawab, hanya saja raut wajahnya terlihat dingin, apalagi ia melepas kacamatanya. Matanya yang sipit nan tajam mirip Kinan terlihat ngeri saat marah.Lantas Salwa mencoba berpikir lagi, apakah ia salah ucap. Ia baru ingat jika ia menceritakan soal dua orang lelaki yang menaksirnya. Secemburu itukah pemuda itu padanya. Menakutkan.“Mis, Mis, Mis Universe! Mis, Mis apa yang gak punya apa-apa? Ayo jawab Mister?”Salwa mencari strategi untuk mengubah suasana mood nya yang mirip ombak banyu.Daniel masih terdiam.“Miskin!” jawab Salwa. Ia menjawab tebakannya sendiri.Tak mempan, bibir tipis pemuda itu rapat macam di lem.“Mis … Mis … apa yang suka dimakan? Gampang nih! Mister, jawab dong! Kasihan Mommy nunggu,”Daniel memutar ke dua bola matanya jengah. Kenapa gadis itu tak peka dengan perasaannya. Menyebut lelaki lain di hadapannya adalah haram. Setidaknya minta maaf. Ia malah main tebak-tebakan.“Ah, ya, ayo jawab! Nanti aku traktir! Se
“Kenapa wajahmu kusut misut begitu? Seharusnya pulang dari pertandingan senang lah! Kan juara! Selamat ya!”Neng Mas menyambut kedatangan Salwa penuh sukacita. Ia memeluknya erat. Neng Mas hanya ikut mengantarnya ke tempat turnamen sebab ia mengerjakan tugas kelompok.“Makasih, aku hanya letih.”Salwa meletakan piala berkaki empat di atas lemari. Kemudian langsung merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Tubuhnya terasa sangat letih seperti habis dibanting-banting ke dinding.“Neng, ada es krim. Masukin ke kulkas ya!”“Asik!”Mendengar apapun berbau makanan atau minuman, tubuhnya langsung bangkit bersemangat. Ia langsung memasukkan dua ember kecil berisi es krim delapan liter dengan varian rasa yang berbeda ke dalam lemari pendingin kecil di sana.“Pulang telat dari mana dulu? Tumben, gak dihukum ‘kan?”Salwa beberapa kali menguap.“Aku habis ditraktir makan sama …”“Mister? Jadi juga kau mengundangnya?”“Hem, enggak! Ceritanya gak gitu! Aku gak sengaja ketemu Mommy Kinan sewaktu di arena p