Kinan dan Jonathan terlihat melangkah maju ke depan bersama, di sana ada podium minimalis di mana mereka bisa mengucapkan sambutan dan terima kasih pada keluarga yang datang baik yang diundang maupun tidak diundang.Setelah acara makan-makan Pak Tri mendorong sebuah troli di mana di sana ada kue ulang tahun lima tingkat lengkap dengan lilin yang banyak. Kinan terpelongo melihat kue ulang tahun tersebut. Pasalnya tidak ada acara tiup lilin dalam list acara yang ia rencanakan. Hanya sekedar makan-makan.“Ide, Daddy,” cetus Daniel memeluk sang ibu mengucapkan selamat ulang tahun pada ke dua nya. Mata Kinan berembun karena merasa sangat terharu atas kejutan yang diberikan oleh Jonathan.“Thanks, Honey, sudah menemaniku sampai tua begini!” Jonathan merengkuh Kinan ke dalam dekapannya.Riuh tepuk tangan membahana. Semua orang tampaknya ikut bersukacita melihat betapa mereka berbahagia di usianya yang sudah tak lagi muda. Dari paling pojok Salwa pun ikut terharu melihat kebahagiaan sepasa
Malam itu Daniel tak bisa tidur karena merasa gelisah. Padahal secara diam-diam ia sudah menyalakan murottal yang berasal dari dalam aplikasi di ponselnya, tentu tanpa sepengetahuan sang ibu. Biasanya suara murottal yang dibacakan oleh Syekh yang bersuara lembut senantiasa menenangkan jiwanya kendati hingga detik itu ia tak tahu apa alasannya.Pikirannya melanglang buana. Malam ini gadis yang selalu mengusik pikirannya berada satu atap bersamanya meski tidak sekamar. Daniel tidur di kamarnya sedangkan gadis itu tidur di kamar tamu di lantai bawah bersama keponakannya. Jika tidak tahu adab, ia ingin sekali mengajaknya mengobrol. Namun tentu hal tersebut hanyalah angan-angan semata.Jarum pendek terdengar berdetak keras saking suasana hening. Acara pesta usai dini hari sekitar pukul dua pagi. Semua kerabat terdekat sudah pulang dan menginap di hotel.Karena rasa ngantuk tak kunjung datang, ia memilih turun ke lantai bawah ia akan mengambil air minum. Namun sebelumnya ia menyempatkan dir
Ernest senang bukan main melihat kedatangan mantan istrinya. Sontak Rika meninggalkan mereka. Mungkin mereka butuh bicara empat mata dari hati ke hati.“Adis!” serunya begitu antusias. Ernest beranjak dari kursi ergonomis yang ia duduki. Ia berjalan menghampiri Adisty yang terlihat semakin kurus semenjak perceraian paksa setahun silam.Melihat wanita itu, Ernest mencelos, sedih, rindu, senang, terluka dan segala macam perasaan yang rumit. Ia memindai penampilan jelita Adisty dari pucuk kepala hingga ujung tumit. Ia terlihat kurang gizi dan tak perawatan tubuh. Namun warna kulitnya yang eksotis tetap terlihat seksi di matanya. Ia merindukan segala hal tentang dirinya.“I miss you, Baby,” seru Ernest memangkas jarak di antara mereka. Ia mendekatinya sangat dekat. Ia merengkuh tubuhnya untuk didekapnya dalam pelukannya. Adisty tak menolak, normal, kerinduan pun seringkali berkelindan dalam sanubarinya. Ia bisa menghidu aroma maskulin dari pria yang pernah bertahta di hatinya.Ernest pun
PrangTerdengar suara piring jatuh dari dapur hingga membuat semua orang yang berada di sana kaget.“Ummi, ada apa?” tanya Ratih setengah berlari ke arahnya dengan wajah panik.Tatapannya tertuju pada piring porselen yang jatuh pecah hingga berkeping-keping. Aruni tampak membereskannya dengan memungutnya satu per satu dan memasukkannya ke dalam plastik berwarna hitam.“Licin, Mbak,” kata Aruni singkat dan kembali fokus membereskan pecahan piring. Semoga bukan pertanda buruk, batin Aruni.“Ummi, biar saya saja yang beresin. Ummi gak kenapa-kenapa ‘kan?”Ratih menurunkan bobot tubuhnya untuk membantu Aruni. Namun Aruni mengibaskan tangannya pertanda menolak bantuannya.“Jaga anak-anak saja, Mbak.”“Ada Bu Kinan, Ummi. Beliau sedang bermain dengan mereka. Yo wish saya yang bantuin,”Ratih tak kalah bersikukuh membantu Aruni.Aruni akhirnya menyerah. Ia berjalan menuju wastafel kemudian mencuci tangannya. Kemudian ia membawa botol susu formula yang sudah ia buat untuk si kembar menuju ru
Desau angin terasa lembut menyelusup ke dalam kerudung yang dikenakannya. Menggelitik area leher dan helaian rambutnya yang menjuntai tak terikat oleh ikat rambut. Terasa dingin sekaligus geli.Salwa Salsabila membenahi kerudungnya yang sedikit berantakan akibat angin yang berulah. Lantas ia menaruh buku tebal berhard cover ke atas meja untuk kemudian menutup pintu depan di area ruang tamu. Padahal jarak ruang tamu dan ruang keluarga sekitar dua puluh meter akan tetapi embusan angin menjelang sore tersebut tiba-tiba membesar hingga menggetarkan beberapa kaca jendela. Sebelum pintu tertutup oleh dorongan angin yang besar, Salwa berlari ke arah pintu kemudian menutupnya. Ia bernafas lega ketika sampai di depan pintu tepat waktu karena di luar deru angin menggoyangkan pepohonan tanpa ampun. Cuaca sukar ditebak. Belakangan hujan tak turun. Baru hembusan angin yang selalu menampakkan diri pertanda akan turun hujan. Angin seringkali meniup awan pembawa hujan atau cumulonimbus yang tampak
Suara ledakan terdengar memekakan telinga diikuti suara alarm kebakaran. “Cepat keluar!” pekik perawat mendatangi tiap ruangan di rumah sakit Rajendra. Hilir mudik orang-orang yang berada di sana baik dokter, perawat hingga staf rumah sakit berlarian panik keluar ruangan dengan membantu pasien sebisa mungkin. Ada yang pasien tengah mengejan karena akan melahirkan. Ada ahli bedah yang tengah membawa pasien yang tak sadarkan diri karena baru saja melakukan operasi cesar. Ada pula anak yang tengah dirawat karena berbagai macam penyakit serius, tifus dan demam berdarah. Ada pula anak-anak yang menjalani operasi karena mengalami kecelakaan di tempat bermain.Suasana rumah sakit yang awalnya hening kini ramai oleh chaos yang terjadi akibat dampak ledakan bom di area parkir gedung belakang rumah sakit Rajendra. Ledakan bom terjadi disertai korsleting listrik hingga menyebabkan area sayap selatan gedung terbakar dilahap si jago merah.“Sus, ada apa?”Nuha mengumpulkan segenap kesadaran dan
[Ini bangunan yang baru saja Bapak renovasi, Neng.] Dengan bangga, Mandor Soleh menjelaskan satu per satu bangunan yang menjadi salah satu proyek yang dipegang olehnya. Mandor Soleh ialah seorang pria yang mencintai pekerjaannya. Ia benar-benar menjalani profesinya dengan penuh syukur. Setiap detik dan menit teramat berharga untuknya. Mandor Soleh telah menyelesaikan proyek pertamanya dengan dr. Ernest Rajendra SpA dalam membangun bangunan rumah sakit dan merenovasi bangunan lama. Sore itu ia sudah berkeliling melihat-lihat bangunan rumah sakit yang menjadi proyeknya. Merasa puas dengan hasil kerjanya, ia melakukan video call dengan putri sulungnya yang cerewet ingin mengetahui hasil kinerja sang ayah selama bekerja. Satu per satu Mandor Soleh memperlihatkan area gedung melalui sambungan video call. Dengan sabar ia menjelaskan satu per satu hasil kerja kerasnya bersama para pekerjanya. [Bapak memang keren! Jadi kapan Bapak mengajakku ke sana? Padahal masih satu kota, seharusnya Ba
“Farah kecilku, Daniel …” lirih Darren dengan terisak. Suaranya terdengar berat dan frutrasi. “Mas Darren, ini musibah bagi kita semua. Aku juga sedih Mas,” Daniel semakin menarik kakaknya dalam pelukannya. Ke dua kakak beradik tersebut saling berpelukan erat. “Nuha, bagaimana kondisinya?” tanya Darren merenggangkan pelukannya dan menyeka air matanya. “Nuha adalah orang yang paling bersedih saat ini, Mas,” lirih Daniel kembali mengingatkan kakaknya untuk tegar di hadapan istrinya. “Terima kasih, Daniel,” Darren bangkit kemudian menghampiri Nuha yang berada di ruang instalasi gawat darurat bergabung bersama pasien yang lain. Semua pasien akan segera dievakuasi dari rumah sakit Ibu dan Anak Rajendra ke rumah sakit lain. Setelah mendapat kabar dari Daniel, Nuha beberapa kali tak sadarkan diri dan menangis. Kini tangisannya sudah kering seperti saat dulu ketika ia mengalami trauma. Begitulah Nuha. Namun kali ini karena tak hanya dirinya yang mengalami musibah, pasien lain pun menga