“Carenina. It’s my baby. Dia meninggal sewaktu kami sekeluarga berlibur di Pantai Mawun. Bapak mantan tim penjinak bom tetapi cucunya menjadi korban ledakan bom. Ironis!”Adisty muncul di belakang Nuha. Nuha terlonjak kaget melihat kedatangannya tiba-tiba. Ia merasa bersalah meskipun secara tak sengaja menemukan foto mengenaskan bayi Adisty yang meninggal akibat terluka, tertimpa puing-puing bangunan.Adisty menghela nafas panjang sebelum kembali berkisah.“Ada banyak musuh Bapa. Keluarga jadi sasaran. Salah satu musuh Bapa mengirim orang untuk meledakan resort di mana kami bermalam. Sebuah aksi teror. Bom rakitan dengan daya ledak rendah tetapi berhasil memisahkan aku dengan Carenina.”Tak ada air mata kala Adisty mengisahkan peristiwa pilu tentang putrinya. Seolah air mata itu habis ditelan waktu. Hanya saja wajahnya yang biasa hangat dan ceria seketika berubah dingin seolah membeku.Satu kata yang ingin Nuha sampaikan pada Adisty ialah permintaan maaf. Sedari awal Nuha menghindari
Setelah kepergian Salwa, Nuha kembali menghampiri suaminya yang terlihat kecut macam anak kecil yang kehilangan mainannya akibat direbut orang. Nuha tersenyum simpul dan mendekati suaminya yang terlihat merajuk. Darren tengah letih karena setumpuk pekerjaan yang tak pernah ada habisnya dan ia butuh mood booster istrinya. Namun kehadiran Salwa mengusiknya malam itu sehingga menyebabkan suasana hatinya jungkir balik. Nuha duduk mepet dekat suaminya mirip penumpang bus yang tak kebagian bangku. Sengaja. Mungkin sudah saatnya ia bersikap agresif seperti seekor singa betina yang menggoda seekor singa jantan. Ia menoleh dan menatap suaminya dari arah samping. Tangannya terulur, menari-nari di bagian pipi dan dagunya. Terkadang dari kening menuju hidung kemudian menuju bibirnya yang merah. Darren memang bukan seorang perokok. Bibirnya merah alami. Menggelikan. Perasaan yang Darren rasakan saat ini selain gelenyar aneh yang menyebabkan sesuatu gelisah. Namun ia masih kesal pada istrinya. Ia
Sebuah mobil SUV berwarna hitam metalik nan mewah memasuki gerbang raksasa sekolah madrasah aliyah Al Fatma. Keberadaan mobil tersebut mencuri atensi seluruh penghuni area sekolah, satpam, tukang bersih-bersih, para guru, staf TU dan para murid termasuk burung-burung pipit yang seringkali membuang kotoran di lapangan sekolah.Biasanya hanya ada beberapa kendaraan mewah yang sering masuk dan terparkir di area tempat parkir sekolah. Semua orang mengenal bentukan, model, warna dan nomor plat mobil termasuk siapa yang empunya.Yang memiliki kendaraan mewah bisa dihitung jari, kepala sekolah dan antek-anteknya, para murid yang notabene anak pejabat daerah termasuk geng Balakpink Secondary, suami para guru wanita yang berprofesi pengusaha seperti Maesarah Basri. Sisanya kendaraan yang masuk tak lebih dan tak kurang didominasi oleh kendaraan beroda dua dan sepeda listrik yang tengah naik daun.Sebelum keluar Darren Dash merapikan jilbab yang dipakai istrinya.“Nah, sudah rapi,” katanya mengu
Salwa mengganti pakaian dari piyama tidur berlengan pendek menjadi gamis rumahan lengkap dengan penutup kepalanya. Ia keluar kamar dan akan menghabiskan waktu, bermain dengan keponakannya. Langkahnya terhenti ketika melihat seorang wanita dewasa sedang mengobrol dengan Ratih.Salwa bertanya-tanya dalam benaknya. Siapakah gerangan tamu yang datang.Menyadari kedatangan Salwa, Adisty bangun dan tersenyum ke arah Salwa.“Adeknya Nuha? Atau kakaknya?” katanya dengan tawa ringan. “Habisnya bongsor.”Salwa menghitung dalam kepalanya. Sudah lebih dari dua puluh satu orang yang bertemu dengannya mengatakan dirinya bertubuh bongsor, tiang listrik, sutet dan tiang bendera. Lama kelamaan ia merasa jengkel. Entah itu pujian ataukah hinaan.Salwa menyadari pertumbuhan postur tubuhnya. Beberapa bulan yang lalu tinggi badannya masih seratus enam puluh centimeter. Sekarang sudah mencapai seratus tujuh puluh centimeter. Ia mengalami akselerasi pertumbuhan.“Saya Salwa Salsabila,”Salwa mengulurkan tan
Mobil melesat jauh dengan begitu cepat hingga tak terasa telah tiba di area perumahan elit yang berlokasi di sekitar hutan pinus yang asri, indah dan hening. Lokasi yang cukup familiar bagi Nuha. Tentu saja, mimpi-mimpi berumah tangga dengan Attar terwujud di sana. Attar membangun sebuah rumah indah untuk sang calon mempelai wanita sesuai dengan selera yang disukainya.Rumah besar didominasi warna putih dan hijau tosca menyambut kedatangan mereka. Turun dari mobil, berusaha untuk tetap tenang dan tak memperlihatkan gejala cemburu akut, Darren menggamit tangan Nuha untuk terus berjalan bersisian dengannya. Tak boleh lepas barang sedetik pun.Nuha miliknya dan tak boleh siapapun meliriknya. Begitulah sisi gelap Darren merongrong kepalanya. Posesif!Apalagi saat ini sudah barang tentu mereka akan bertemu Muhammad Attar jika ditakdirkan. Syukur-syukur tidak bertemu sebab sepengetahuannya seorang pengusaha sedang berada di kantor pada jam itu.Tubuh Nuha seketika meremang dan bergetar ken
Sebuah keajaiban dunia ke sekian telah terjadi. Sebuah anomali terwujud di depan mata. Seekor kambing mengeong dan seekor kucing mengembik. Dunia terbalik menurut sinetron layar kaca berbentuk persegi. Bagaimana ini bisa terjadi. Satu kalimat dilawan dua kalimat. Satu alinea dihajar satu cerita. Kepala sekolah kalah telak berdebat melawan wanita muda yang usianya berada jauh di bawahnya. Mungkin rentang usianya mirip ayah dan anaknya. Suasana terasa hening dan canggung. Perdebatan terjadi cukup alot di ruang tamu berukuran enam kali enam meter tersebut. Dinding yang bergeming menjadi saksi mata di mana terjadi sebuah adu argumen antara pria paruh baya nan angkuh dan wanita muda yang keras kepala melebihi batu. Ke duanya sama-sama memiliki pendirian sekokoh besi. Tak mudah dipatahkan apalagi dikalahkan. Jika dalam sebuah pertandingan maka hasilnya seri. Tidak ada yang menang maupun kalah. Namun tetap saja dalam sebuah pertandingan harus ada yang menang dan kalah. Oleh karena itu aka
“Gunting, kertas, batu!”“Gunting, kertas, batu!”Sembari menunggu kepulangan Nuha dan Darren, Salwa dan Ratih kini tengah beradu lomba GKB (gunting, kertas dan batu) di mana hukumannya ialah makan mie kuah pedas Shayang yang dilaksanakan di ruang bermain dengan disaksikan ke dua juri bocah mungil nan menggemaskan. Farah dan Asyraf yang didapuk sebagai juri termuda seantero jagat raya. Begitulah kiranya Salwa menyematkan posisi mereka di sana. Ratih hanya mengangguk beo.Menit pertama hingga ke lima mendapat hukuman memakan mie terasa nikmat karena rasa lapar menyatu dengan rasa gurih nan pedas mie Shayang. Nikmat tiada tara! Menit ke sepuluh perut mulai melakukan aksi barikade karena lambung hampir meledak.Menit ke dua puluh perut mulai bergemuruh seolah ingin mengeluarkan lava panas. Beruntung ada minyak kayu putih yang langsung menjadi obat mujarab dioleskan pada bagian perut.Menit ke tiga puluh, mulut terasa terbakar api abadi dan bibir kian merona macam dirias tukang rias yan
Ratih mengamati Salwa yang tengah mengemasi barang-barangnya. Ia bersedih melihat gadis itu akan pulang ke desa dan kembali belajar di sekolah. Lima hari sudah rumah itu dipenuhi keceriaan yang dibawa oleh gadis petakilan tersebut.Tawanya yang lebar dan kelakarnya yang terkadang kocak tetapi kadang garing senantiasa membuat Ratih ikut tertawa dan lupa jika ia sedang bekerja di sana. Melupakan rasa letih sebagai seorang baby sitter. Ratih bersyukur bisa bekerja pada keluarga majikan yang baik dan menghargai dirinya meski ia di sana hanyalah pelayan. Tak seperti majikan lainnya yang seringkali membangun benteng agar menjaga jarak dengan pekerjanya.“Non Salwa, butuh bantuan?” tanya Ratih di depan pintu kamar Salwa. Saat ini gadis bertubuh tinggi itu tengah menjejalkan pakaiannya ke dalam tas ransel miliknya. Dengan gerakan sat set akhirnya ia bisa memasukan semua barang-barangnya. Kemudian ia menghela nafas panjang. Seolah ia memperlihatkan postur tubuh yang entahlah, bisa bermacam-ma
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap