“Terima kasih Ummi, laksa buatan Ummi lezat sekali,”Darren Dash mengelap ujung bibirnya dengan sehelai tisu. Kemudian dia mengambil air minum di hadapannya dan meminumnya hingga tandas. Ketika dia hendak bersendawa dia segera menutup mulutnya agar tak terdengar. Menurut adat kebiasaan mereka bersendawa di depan orang lain adalah hal yang memalukan dan tak sopan.Aruni dan Nuha saling pandang, tatapan mereka tertuju pada piring dan sebuah toples yang kosong, bersih sekali.“Ummi, apa mau menginap di sini? Atau menginap di hotel? Mommy dan Daddy takkan menginap di hotel. Mereka akan berangkat ke sana esok pagi.”Darren bertanya pada mama mertua.Tatapan Aruni lekas-lekas berpindah dari toples tupperwar* menuju ke arah menantunya yang begitu penasaran menanti jawabannya.“Kami menginap di hotel saja. Barang-barang sudah ditaruh di sana. Lagipula kami tak mau merepotkan. Bukankah kalian juga menginap di hotel?” “Perubahan rencana Ummi,” sahut Darren menoleh dan mengedipkan matanya sebel
“No, I don’t miss you!” tukas Salwa berwajah kesal. Jawaban Salwa sontak menyadarkan Daniel bahwa dirinya tidak sedang bermimpi tetapi nyata. Gadis itu berteriak padanya. “Oi, kau? Salwa?” pekik Daniel, membuat Salwa kesal melihat ekspresinya yang dianggap sedang berakting. Daniel bangun dan berjalan ke arahnya. “Mister lebay ih! Emang aku hantu? Segitunya ngeliatin aku.” “Ah, ya kau memang mirip hantu, suka tiba-tiba datang.” Daniel terbahak melihat raut wajah Salwa yang justru terlihat menggemaskan. “Iya. Aku hantu, hihihi,” Salwa menyerupai suara kunti. Daniel kembali tergelak melihat tingkah gadis itu yang polos dan sedikit pemarah. “Mister, aku pergi dulu ya. Sampai ketemu besok di hotel,” Alih-alih bercakap-cakap lama karena tak lama bersua, Salwa memilih meninggalkan Daniel begitu saja. Salwa tetap harus menjaga sikap saat bertemu dengannya karena Daniel adalah adik suami kakaknya. Hubungan mereka tetaplah ipar. Meskipun tak bisa dipungkiri saat bersamanya Salwa mer
“Dokter sudah bangun rupanya? Aku akan ambilkan dulu teh hangat agar Dokter bisa merasa lebih baik?” Seorang wanita muda sembari menggendong bayi menghampiri Tania yang terlihat menyedihkan. Air matanya terus berlinang. Dia mengira telah kehilangan kehormatannya akibat kebodohannya, mabuk-mabukan. Melihat siapa yang datang, rupanya seorang wanita muda yang pernah ditolongnya, Tania segera menyeka air matanya dan menyingkirkan selimut yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Bagian intinya sama sekali tak sakit. Dia pun bangun dan mendekati wanita muda itu kemudian bertanya. “Lisna? Kenapa aku bisa berada di sini? Apakah kau yang menggantikan pakaianku? Kenapa aku bisa memakai pakaian pria?” Lisna menciut saat diberondong pertanyaan tanpa jeda. “Sebentar Dokter,” Lisna berjalan menuju karpet dan meletakan bayinya di sana. “Dokter, beruntung Bang Langit menemukan Dokter. Dia yang membawa Dokter ke sini. Kebetulan Bang Langit tinggal di kos sebelah.” “Siapa Langit?” “Bang Langit itu
Pesta perayaan pernikahan Darren Dash dan Mariyam Nuha didapuk sebagai salah satu perayaan pernikahan termewah yang unik di tanah air tahun ini, dengan mengusung konsep adat Sunda di mana sang mempelai wanita berasal dari kota Bogor sedangkan sang mempelai pria merupakan seorang blasteran Melayu-Aussie yang membuatnya tampak berbeda. Tak seperti pesta pernikahan saat di pantai yang mengusung konsep beach party yang terkesan modern.Ballroom hotel telah disulap sedemikian rupa mirip seperti istana. Backdrop bernuansa putih-hijau menjadi latar pelaminan. Aneka bunga hidup menghiasi semua sudut. Kursi kayu para tamu tak luput dihias dengan pita merah. Pun, makanan sebagai hidangan telah tertata rapi, mulai dari menu khas Sunda hingga Eropa disajikan oleh chef langsung.Sepasang pengantin tampak memukau dengan penampilan pakaian adat yang paripurna. Pengantin wanita tampil cantik dan elegan dengan mengenakan kebaya brokat berwarna putih lengkap dengan hiasan siger sebagai mahkota di kepal
Sebulan kemudian, ketika matahari mulai pudar dan langit terasa berat.“Di mana Nuha, Mom?” tanya Darren saat ia baru pulang dari kantor, satu tangan menenteng tas kerja dan satu tangan lainnya menyampirkan jaket ke pundaknya yang kokoh.Hal pertama yang seringkali ia tanyakan ialah sosok istrinya yang selalu menyematkan senyum manis saat menyambut kedatangannya. Ketika Nuha tidak berangkat kuliah, begitu Darren pulang maka ia sudah berdandan rapi dan cantik di depan rumah, melambaikan tangannya dengan wajah ceria, menyambut kepulangannya. Hal yang sederhana tetapi ampuh menambah cita rasa dalam hubungan mereka sebagai suami istri yang masih terbilang baru.Raut kecewa terlukis di wajahnya seketika saat tak mendapat sambutan hangat tersebut. Seperti seorang anak kecil yang merajuk, tak jadi dibelikan mainan oleh bapaknya, padahal sudah dinanti-nanti saban hari.“Nuha dari tadi di dalam kamar. Katanya masuk angin.”Kinan menoleh sejenak untuk menjawab pertanyaan putra sambungnya kemudi
“Sayang, ini jahe hangat buatan Mommy. Minumlah!” Darren duduk di samping ranjang di mana Nuha berbaring memunggunginya. Tangannya terulur mengusap begitu lembut kepalanya. Hanya terdengar nafas yang menderu dari bibir Nuha. Rupanya Nuha tertidur pulas. Terlihat damai. Andai tak ingat waktu Darren ingin ikut bergabung tidur di bawah selimut yang sama dengannya. Memeluknya dan merasakan hangat tubuhnya. Sebagai sepasang pengantin baru rasa-rasanya hubungan mereka masih hangat-hangatnya, tak ingin berpisah dan ingin lebih banyak bergumul berdua. Namun Darren harus menahan diri ketika mendapati sang istri tengah sakit. Darren menengok arlojinya kemudian menaruh gelas berisi jahe di atas nakas. Ia melangkahkan kakinya menuju jendela raksasa yang menghadap balkon. Tampak di luar sana matahari telah benar-benar tumbang di ufuk barat saat ia menyibak tirai jendela yang tertutup. Pandangannya beredar menyisir sudut kamar, lalu ia menyimpulkan bahwa Nuha telah mengurung diri di kamar denga
Kanada, 09.00 a.m.“Argh,”Terdengar suara seorang pemuda yang frustasi tengah mengerang kesal di balik kamarnya sendirian. Menatap pantulan wajahnya di cermin besar yang terlihat pucat dengan rambut yang mulai rontok saat ia mengusainya hingga membuatnya berteriak tak karuan.Matanya seakan melompat dari tempatnya kala melihat di sela-sela jarinya terselip helaian rambut. Sebelumnya ia berpikir hanya penderita kanker otak yang mengalami kerontokan tapi dugaannya keliru sebab kerontokan diakibatkan oleh kemoterapi.Di depàn bilik kamarnya sang pengawal memasang indera pendengarannya dengan waspada, mengawasi segala tindak tanduk apa yang tuan mudanya lakukan. Ia mengkhawatirkan telah terjadi sesuatu pada majikannya. Pasalnya tuan mudanya seringkali mengalami perubahan suasana hati yang naik turun dalam waktu yang singkat dengan alasan yang tak masuk akal menurutnya.“Mas Daniel, ada yang bisa saya bantu?” tanya Riko dengan suara agak keras dan tegas.Daniel sama sekali tak menyahut, i
Nuha keluar kamar dengan begitu antusias. Sore ini ia akan menjalani cek up rutin ke dokter kandungan meski tak ada yang mengantarnya. Mertuanya tengah berada di luar kota sedangkan Darren sedang melakukan perjalanan bisnis ke Jepang.Mau tak mau Nuha akan pergi ke sana sendirian usai kuliah. Ia belum berani mengabarkan kehamilannya pada sang ibu dengan alasan yang sedikit rumit. Kehamilan terlalu muda. Ia akan mengabarinya saat usia kehamilan telah melewati trimester pertama. Ada begitu banyak kekhawatiran yang melanda pikirannya seperti ia takut jika akan mengalami keguguran. Dan, ia tak ingin terlalu euforia atas kehamilannya.“Mbak, sudah siap?” tanya Pak Li menoleh ke belakang melihat nona mudanya baru saja duduk di bangku ke dua kendaraan yang dikemudikannya.“Sudah, Pak,” jawab Nuha dengan menyematkan senyum tipis.Pak Li mengendarai mobil dengan hati-hati dan kecepatan sedang. Pak Li sudah diwanti-wanti oleh Darren agar menjaga istrinya dengan baik.Setengah jam kemudian Nuha