POV Aldo
"Bisa-bisanya sih lo kenal dan deket ma tuh ustadzah wanna be, Al?" ejek Marvel, salah satu temen geng gue."Biarin napa? Es batu mulai mencair tuh! Bukannya bagus? Kita terbebas dari ke-absurd-an dia kalo lagi sensi?" Zian menimpali sembari terbahak menepuk pundak gue."Cakep! Makan tuh ustadzah! Jodoh buat lo yang dari kapan tau nglarang kita-kita nyimeng lah, dugem lah, bla bla bla, kemakan parno lo sendiri kan? Selamat! Lo dapet yang lebih solek kahh ...." Marvel kembali mencibir dengan desahan di akhir kalimatnya, kemudian tawa kami pecah.Temen nggak ada akhlak emang mereka ini! Serusak-rusaknya gue and the geng, kita punya batasan yaitu nggak ada yang boleh ngerugiin orang lain. Boleh seneng-seneng, hura-hura asalkan masih peduli dengan sekitar.Contoh kecil aja rokok, satu hal yang mungkin bagi sebagian remaja, tuh, adalah hal biasa dan katanya nggak dikatakan anak gaul, kalo nggak nyobain tembakau hisap it"Ehm ... Nis ... apa pendapat lo tentang pacaran? Apa itu termasuk dosa dan larangan agama?"Yes! Gitu aja kalimatnya, lebih beda dan mungkin akan mengecoh. Bikin dia percaya kalo gue ini emang cowok yang berbeda. Bukan sekedar cari kesenengan doang dari dia. Brilian emang, otak lo, Al! Hahahay!Malam ini di depan wastafel kamar mandi gue ngoceh sendiri. Selama hampir tiga bulan gue udah makin deket dan nyaman sama Nisa. Gue bakal buktikan cinta gue ke dia dengan janjian di suatu tempat. Beruntungnya dia mau diajak ketemuan asalkan pulangnya sebelum jam sembilan.Sore hari gue udah siap-siap pake baju paling keren, parfum yang pasti harumnya nggak bakal dia lupa.Sempurna!Gue yakin banget dia nggak bakal nolak ajakan gue buat jadian malam ini. Mengikat janji sehidup semati, selalu bersama dalam suka maupun duka selamanya."Tapi Al ... gu–gue ... nggak mungkin dibolehin keluar malam lagi setelah ini, kalo gue pulan
"Al! Lo udah denger Nisa ditabrak mobil pas keluar dari hotel selesai pemotretan, barusan?" suara Marvel berdengung di speaker ponsel gue sesaat setelah ban mobil berhasil dipasang montir panggilan."Apa lo bilang? Barusan Nisa masih chat gue, kok! Lo denger dari siapa?" Gue berteriak kaget dan sedikit mengumpati Marvel di telpon."Sempat ada yang lihat sebelum kontennya hilang! Coba liat live storynya dia barusan, kalo masih muncul, sih? Banyak yang bilang cuma settingan, makanya gue tanya, lo yang lebih tau?" cerocosnya.Panggilan Marvel berakhir dan gue langsung coba buka akun dia yang terhubung juga ke ponsel gue."Kapan Nisa ganti passwordnya? Kenapa ganti? Shit!!"Gue coba berulang kali tapi gagal memasukkan kata kunci akun Nisa. Sepertinya dia sudah menggantinya tanpa sepengetahuan gue.Hati ini mulai tak tenang dan panik, gue cari di setiap rumah sakit terdekat dengan lokasi terakhirnya. Tapi
Sedikit teralihkan dengan nama Dimas yang secara kebetulan bisa sama dengan nama Ayah. Gue tiba-tiba keinget mimpi Subuh tadi di parkiran. Pertanda apa ini semua?"Di rumah sakit mana Nisa dirawat? Apa Anda tahu?" gue tanya lagi setelah beberapa saat terdiam.Pertanyaan gue hanya dijawab gelengan dan permintaan maaf. Akhirnya gue putuskan mengulang pencarian gue ke rumah sakit dengan nama Dimas. Di tiga tempat nihil, gue coba tambahkan klue nama panjang ayah, tapi juga tak ada. Berhari-hari keliling Jakarta dan sekitar daerah tempat tinggal Nisa, tetap tak menemukan kejelasan sama sekali. Bahkan di laman berita pun ramai mempertanyakan menghilangnya An Kha.Beberapa hari gue cari bolak-balik ke rumahnya yang masih sama seperti kemarin, sepi.'Siapkan semuanya terbang ke Singapura, tiket dan akomodasi perpindahan jurusan sudah disiapkan sekretaris baru Kamu. Cepat pulang!'Pesan dari Papa masuk ke ponsel gue saat
Makanya gue pengen punya keluarga bahagia bersama Nisa. Satu-satunya perempuan yang bisa buat gue berubah, dia adalah rumah ternyaman. Tapi dia di mana, sekarang?"Gue emang terkekang oleh aturan ayah, Al ... tapi hati gue nggak buta untuk bisa melihat kasih sayang ayah ke gue. Semua aturan yang diterapin ke gue itu adalah buktinya. Sebagai seorang yang beriman, dunia emang penjara. Karena bagi Allah, bandingan dunia hanyalah setetes air yang menempel di jari kita ketika mencelupkannya ke lautan."Dan akhirat adalah lautan itu sendiri. Tak ada seujung kukunya, kan? Jadi, biarlah gue seperti ini, dan jika emang lo keganggu sama penampilan dan sikap gue di sekolah ini, jauhin gue dari sekarang!" Kalimat panjang Nisa saat pertama kali bertemu dan dia nolak kenalan di sekolah, membuat gue sekarang sadar telah kehilangan ayah untuk selamanya."Ayah ...," gue bergumam sambil mengusap pipi basah ini.Dia adalah sosok yang benar-benar sayang dengan s
"Al, gimana kalo gue adik kandung lo? Atau Mama Lo?""Al, gimana kalo gue hamil?""Al ...""Al?"Sudah sebulan lebih gue nggak bisa menemukan Nisa. Dina bilang memang dia hilang ingatan setelah kecelakaan itu. Suara, bayangan, rengeken manja, dan bahkan setiap gerakannya terlihat jelas di pelupuk mata seperti video cepat."... Saya nikahkan Engkau Fahdillah bin Fulan dengan Adik Kandung Saya Annisa Khairani binti Dimas Aji ....""Ukhti!!""Nisa ...."Gue jadi wali nikah seorang yang selama ini gue cintai?Aaarrrgh!!!Dengan brutal gue pukul setir mobil, menghantam dan menendang ke segala arah dalam mobil yang melaju kencang. Entah mengapa gue berhenti di gang ini. Tempat di mana gue ngerusak adik gue sendiri. Saksi bisu kebe ja tan gue merenggut kesucian adik kandung gue dengan dalih mencintainya.Saat menoleh ke arah rumahnya, seorang lelak
"Hentikan!" Teriakan Nisa menghentikan semua gerakan gue.Bahkan semua yang ada di ruangan itu seperti tersihir dengan suara keras dari mulut yang tertutup cadar itu."Dia! Aldo Sanjaya adalah kakak kandungku! Sepuluh tahun silam Bunda membawa seorang anak lelaki bernama Rizal Khoiruddin bersamanya," Nisa buka suara disambut dengan berbagai pertanyaan awak media."Dan ..." Dia bersuara lagi tapi dipotong cepat oleh Si Ustadz.Kurang ajar sekali sih dia? Mentang- mentang mendapat amanat dari Ayah dan gue juga udah ngerelain Ninis nikah sama dia? Seenaknya aja motong ucapan seorang yang udah lebih dulu dikenal khalayak daripada dia!?Gue mengepalkan tangan kuat dengan gigi bergemeletuk nahan emosi yang udah di ujung tanduk."Dia melindungi adiknya dari segala fitnah dan godaan lelaki yang bukan mahramnya. Agar adiknya selalu terjaga di tengah gemerlap dunia selebritas, maka mengaku sebagai kekasihnya sekali
POV Author"Lo, adik Gue Na! Nggak bisa seperti ini! Lo nggak boleh ngulang kisah gue sama Nisa, Na ...." seorang lelaki mendorong bahu perempuan yang hanya mengenakan bathrobe di tubuhnya."Tapi, Al ... Gue nggak bisa kendalikan perasaan ini! Gue nggak mau kehilangan Lo, Al!" Perempuan berambut sebahu itu terus mendekat ke arah lelaki yang mundur ke arah balkon."Dina?! Apa yang merasuki Lo? Stop it!" Lelaki itu berteriak keras saat perempuan yang dia panggil Dina itu melepaskan ikatan penutup handuk panjang di pinggangnya."Gue gila karna lo, Al!" balasnya berteriak tak kalah keras.Lelaki bernama kecil Rizal Khoiruddin itu terus berjalan mundur hingga kedua kakinya menyentuh pagar pembatas di sebuah apartemen di lantai lima.'Dia Kak Aldo, kakak yang akan selalu jaga Dina saat Papa harus kerja, ya Sayang? Aldo, dia Dina, adik kamu! Ingat, ya? Jangan berantem dan sayangi Dina seperti kamu sayang Mama, m
Sementara itu di belahan bumi yang lain, sepasang suami istri sedang saling mengenal karakter satu sama lain. Perempuan yang terbilang masih belia belum genap berusia dua puluh tahun. Sedangkan suaminya sudah sangat dewasa dengan jarak usia hampir sepuluh tahun.Adalah Annisa dan Fahdillah yang sedang duduk saling berhadapan di ruang makan rumah sederhana peninggalan almarhum Dimas Aji."Apa Ayah pernah mengatakan perasaannya tentang Nisa pada Kak Fahd? Pasti Ayah sangat kecewa dan benci dengan perubahan sikap Nisa, ya, Kak?" tanyanya dengan mata berembun."Tak ada orang tua yang membenci anaknya, Nisa ... jangan berpikir hal yang sudah tak akan pernah terulang lagi. Itu namanya meratap. Dan Allah tak menyukai yang demikian. Berdoalah untuk Ayah, ingat kebaikannya dan mintalah ampunan pada Allah. Sesungguhnya yang akan ditanya bukanlah anak, melainkan orang tua yang diberi amanah." jelas Fahdillah–Seorang tahfidz lulusan Madinah itu.