Satu bulan berlalu tanpa kabar dari dua anaknya, membuat Agung Sanjaya menghubungi putra sambungnya. "Maaf, Pa ... Al dan Dina sedang sibuk- sibuknya di sini. Mungkin dua atau tiga bulan ke depan baru bisa intens lagi kasih kabar ke Mama Papa seperti biasa. Maaf Pa, Ma ...," ucapnya menunduk di depan layar yang menampilkan dua orang tuanya. "Di mana Dina? Malam begini, belum pulang?" tanya sang mama keheranan tak melihat putri dari suaminya tak terlihat di layar. "Em ... dari sore dia tidur, Ma ... kecapekan mungkin," balas Aldo dengan kebohongan. Menutupi keadaan Aldina yang menjalani rehabilitasi. "Coba kamu bangunin, kamu nggak sedang bohongin Papa Mama, 'kan? Kenapa perasaan Papa nggak enak, sejak kalian tinggal di sana?" tanya si Papa yang menatap tajam ke layar. "Enggak, Pa ... Al juga lagi capek banget, ini tadi jam enam baru buka pintu. Dan Dina langsung masuk kamarnya. Al nggak berani ketuk pintunya, kadang dia marah kalo Al ganggu istirahatnya, Pa ... maaf," "Bai
Nafasnya terengah, jantungnya berpacu cepat dan seluruh tubuhnya memanas. Seperti gunung berapi yang siap memuntahkan lava pijar. Bergemuruh dan bergetar hebat dirasakannya di persendian tulang.'Allah ... istriku sangat agresif,' gumamnya melipat bibir."Sudahlah!" Perempuan iti memberi jarak, "Kak Fahd ajari hukumnya setelah dari rumah Umma, sekarang ayo kita berangkat!"ajaknya antusias, "Oh, ya! Niqabku!" Nisa mendorong tubuh kekar suaminya dengan melompat girang menuju kamarnya sambil berceloteh sendiri."Astaghfirullah atau Alhamdulillah? Yaa Rabb! Kenapa aku merasa bersalah padahal dia halal untukku?" gumam Fahdillah mengusap wajahnya dan mengatur napas yang sedari tadi serasa terhenti.Dia adalah sosok lelaki taat yang hanya akan menyentuh dan mengagumi yang halal baginya. Hal-hal yang sekarang dianggap kewajaran dan biasa dilakukan lawan jenis di mana pun menjadi sesuatu yang baru baginya. Perempuan yang dikenalnya hanyalah Umma
"Mas! Apa ini? Aku menemukan ini di salah satu laci meja kerja kamu! Siapa perempuan ini???" teriak Nastiti pada suaminya."Hhh ... aku lupa menceritakan padamu selama ini? Maafkan aku, Sayaaang!" Lelaki berjas rapi itu melepas ikatan dasi di lehernya."Dia kakak perempuanku yang entah di mana sekarang. Ayah mengusirnya saat tahu bayi yang ada dalam kandungannya berjenis kelamin lelaki, Kakek tidak menginginkan penerus bisnis dari jalur anak perempuan. Lagipula, Nandini memilih suami dari kalangan bawah, seorang marbot masjid yang dibangun Ayah kala itu," jelasnya pada sang istri yang tampak masih belum percaya dengan jawaban Agung Sanjaya."Kamu jangan bohong, Mas! Hal sebesar ini kamu sembunyikan selama bertahun-tahun dan kamu bilang lupa cerita? Selama ini kamu anggap aku apa, Mas?!" teriak ibu kandung Aldo dan Nisa itu marah."Nastiti Sayaaang, aku punya buktinya! Bahkan rekaman tiga puluh tahun silam saat Nandini dius
"Mungkin kita sepupuan, Kak! Papanya Dina nggak mungkin punya dua istri selain almarhumah Mamanya, kan?" isak Nisa saat Fahd menjelaskan bagaimana hukum pernikahannya jika mereka adalah saudara."Tapi bisa jadi Agung Sanjaya adalah duda ketika menikahi Mamanya Dina. Dan aku anak hasil hubungan gelap, karena itu dibuang." balas lelaki yang mengepalkan tangannya dan menarik napas dalam sambil perlahan melemahkan kepalan."Kak ... bukankah semuanya pasti akan ada hikmah dan tujuannya kenapa Allah membuat kisah seperti ini untuk kita?" Nisa berusaha menghibur suaminya meski dia merasa sakit dan tersindir dengan kalimat Fahd tentang hubungan gelap."Maafkan saya, Nisa ...." Tangan itu mengusap pipi basah istrinya lalu membawa dalam dekapan.Hanya anggukan disertai isakan halus dari Nisa yang semakin menenggelamkan kepala di dada Fahdillah."Kak Fahd yakin meneruskan pernikahan kita tanpa mencari kejelasan identitas ora
'Perempuan tanpa identitas ditemukan meninggal dunia di kolong jembatan dengan bersimbah darah. Tidak ditemukan tanda kekerasan di tubuhnya. Diduga seorang tuna wisma yang kehilangan mengalami pendarahan usai melahirkan. Namun di mana janin yang dilahirkannya tidak ditemukan di sekitar lokasi. Kemungkinan sudah diambil atau diserahkan pada seseorang, karena tidak ditemukan bukti dari pantauan CCTV sama sekali.'Sebuah paragraf koran tiga puluh tahun silam, tepatnya tanggal saat ditemukannya bayi kecil di sebuah gerobak sampah milik pondok pesantren. Ustadz Fahdillah memejamkan mata saat menemukan satu bukti di perpustakaan Pondok pada kliping koran lama di tangannya."Belum tentu itu Mama Nandini, Kak! Coba cari berita lain? Em ... mungkin terekam jejak digital waktu itu?" Annisa yang mendampingi sang suami mencoba mengalihkan kesedihannya."Tiga puluh tahun lalu belum banyak berita online seperti sekarang Nisa .... Sudahlah, setid
"Kamu sudah menemukan suami dari Mbak Andin, Mas?" tanya Nastiti pada suaminya setelah amarahnya mereda beberapa saat lalu."Entahlah ... biarkan saja, toh mereka lebih memilih jalan hidup susah ketimbang tetap di keluarga Sanjaya. Ayah sudah nggak peduli lagi, dan memang itu yang diharapkan agar aku menjadi pewaris tunggal Sanjaya." kekeh Agung memeluk istrinya di pembaringan."Trus kenapa meninggalkan aku dan menikahi Nafa waktu itu?" ketusnya melengos saat akan dicium suaminya."Sayaaaang, kamu kan tahu Ayah bangkrut setelah kebakaran hebat yang melahap habis perusahaan miliknya? Dan jalan satu-satunya agar kembali kaya adalah menikahi Nafa dan mewarisi perusahaannya, terbukti, kan? Itu demi kamu, Sayangku!" Agung meraup habis bibir sang istri tanpa ampun.Keduanya kembali tenggelam dalam lautan asmara. Setelah satu jam sebelumnya baru saja berlabuh dan berhasil meredakan amarah Nastiti. Karena sempat salah faham menemukan s
"Papa, hentikan, Pa! Hentikan dan dengarkan Na, Pa!" teriak Aldina keras memegang lengan ayahnya yang sudah terangkat siap memukul Aldo."Papa juga tidak akan mendapatkan sepeser pun dari harta Mama Nafa! Na sudah mengambil alih semuanya tanpa sepengetahuan Papa! Jadi hentikan semua ini!" lanjutnya menatap tajam mata sang Papa yang mengerutkan dahi."Apa maksud kamu, Sayang?" tanya Agung berubah lembut pada putrinya. "Nisa, Kak Ustadz! Silakan masuk dulu! Al, bantu Mama masuk! Bi, jamu mereka seperti tamu istimewa kita!" Aldina memerintah semua orang di sekitarnya satu per satu seolah dialah ratu di istana Prameswari.Dia masuk terakhir kali dan langsung melakukan panggilan melalui telepon rumah. Tak ada yang tahu siapa yang dihubunginya. Semua orang telah berkumpul di ruang keluarga tanpa percakapan satu sama lain. Hanya terdiam menyelami pikiran mereka masing-masing. "Kak, em ... lebih tepatnya, Om Ustadz
"Ma! Mama!!" teriak Aldo panik, saat tiba-tiba tubuh Nastiti terkulai lemas di bahunya."Hhh ...." Embusan napas panjang Dina membuatnya muak, "dia cuma pingsan Al ... dua hari nggak makan, ini?" ucap Dina, melengos tak peduli dengan kondisi ibu tirinya itu. Wajahnya dingin dan bengis sangat kentara dari sorot mata."Bi! Tolong ambilkan minyak angin dan air hangat!" titahnya pada pelayan rumah yang biasa dipanggil Bibi di rumah itu.Nisa membisikkan sesuatu pada suaminya, dia meminta ijin berpendapat dan menenangkan Dina. Sahabatnya itu seperti telah kehilangan hati dan rasa empati pada sosok ibu yang sedang kesakitan itu.Lelaki bersorban itu mengangguk dengan senyuman. Nisa berdiri dan mendekat pada Dina yang mengerutkan dahi."Bisa kita bicara sebentar, Na? Empat mata," bisik perempuan bercadar itu tepat di telinga Aldina.Keduanya menjauh dari ruang keluarga dan menaiki tangga menuju salah satu