Mario membaca surat perjanjian dari pihak Daniel dengan seksama. Dia tahu kalau ini hanyalah tipuan, pasti ada niat terselubung dengan permintaan semacam ini.Tetapi, dia lelah dengan semua ini. Dia seharusnya tidak ada waktu mengurus hal tidak penting begini. Kepala terasa pening seharian berkutat dengan dokumen dan dokumen di kantor polisi.Di dalam ruang tunggu, dia duduk di sofa, ditemani dengan sang pengacara serta asisten pribadi yaitu Daffa. Mereka bertiga membaca semua berkas penting."Sebenarnya nggak ada masalah sama perjanjian yang dibuat sama Pak Daniel. Ini perjanjian normal, sama-sama menguntungkan," kata Daffa yang sudah selesai membaca seluruh isi dari surat perjanjian. Dia memberikan pendapatkan kembali, "kalau menurut saya, dalam hal berbisnis, ini cukup menguntungkan bagi kita, Pak, tapi kalau menyangkut urusan pribadi— saya rasa memang nggak usah berhubungan sama Pak Daniel."Mario berpikir sejenak, masih tidak menjawab. Apa sekarang Daniel akan berhenti mengganggu
Vena mencetak adonan donat dengan gelas karena keterbatasan alat. Dia melihat Monica yang setia di sampingnya."Barusan Kak Mario telpon apa?" Dia bertanya. Sesekali melihat Monica, sesekali fokus ke adonan donatnya.Monica menjawab, "katanya nanti kalau sudah selesai, Kak Vena diminta telpon balik. Kak Mario kayaknya pulang malam, jadi Kak Vena bakalan dijemput sama sopir.""Tapi—“ Vena berhenti sejenak, mengingat permintaan Tante Ruth. "Kayaknya nggak mungkin, Mama kamu minta Kakak tetap di sini sampai masalah selesai.""Nggak usah dituruti kata Mama, Kak. Sudah santai saja. Masa iya Kak Mario sendirian di rumah?”Tak ada jawaban dari Vena. Dia kembali mencetak donat kecil-kecil hingga selesai. Kemudian, dia melihat tingkat kepanasan dari minyak goreng. Baru setelah itu, mulai memasukan satu per satu dari donat.Monica takjub. "Wah, bagus banget, loh, Kak!“ Dia siap-siap dengan selai coklat dan topping seadanya. "Sayang banget di rumah cuma ada selai coklat sama topping meises warna
Pembantu?Vena syok berat saat mendengar Tante Ruth malah memperkenalkannya sebagai pembantu di hadapan keluarga besar. Apa yang dilakukannya?Ketiga wanita yang mendengar pernyataan tersebut agak kaget. Mereka langsung tertawa. Salah satu di antaranya ada bertanya, "kamu ini yang benar saja, Ruth? Perasaan dia yang ada di foto bersama Mario waktu peresmian Villa di Bali, bukan?“Wanita lain memperhatikan wajah Vena, lalu merespon, "iya, ini kayaknya wanita yang diajak Mario. Masa sih pembantu?""Iya, jangan bohong kamu. Tega banget mengatai menantu sendiri sebagai pembantu."“Nggak!” Tante Ruth mengelak cepat. Dia kesal seperti diejek oleh saudara-saudaranya sendiri. "Kalian ini kompak sekali kalau menghina, ya?""Apa sih?" Salah satunya berkata, lalu tertawa. "Kami lagi memuji kamu yang punya menantu cantik."Tantu Ruth melirik Vena dengan sinis, “Sudah nggak usah dibahas! Nggak usah dibanding-bandingkan istri Mario sama pembantu ini! Yang benar saja istri Mario yang cantik dan angg
Setelah mendapatkan panggilan dari Pak Hardi, Mario menjadi serba buru-buru. Dia menyelesaikan berkas laporan dari kepolisian dan lain-lain lebih cepat dari dugaan.Begitu sudah di parkiran, dia meminta kunci mobil dari Pak Hardi, lalu sendiri ke kursi kemudi. Dia menurunkan kaca jendela mobil, berpesan ke Pak Hardi yang berdiri di luar. "Pak, maaf, nanti pulangnya sama Daffa saja, dia masih di dalam kantor polisi. Mungkin sejam lagi dia bisa pulang."Sopir itu balas berpesan, "baik, Tuan, tolong hati-hati di jalan. Sekarang sudah malam."Mario tak menjawab. Dia menaikkan kaca jendela mobil. Setelah itu, ia menginjak pedal gas— menuju ke rumah sang bibi.Sesekali, dia melirik ke jam tangan. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam.Butuh waktu hampir setengah jam sebelum akhirnya tiba di kediaman sang bibi. Dia menghela napas panjang, bersiap untuk adu mulut, terlebih ada tamu yang berasal dari keluarga sang paman. Tidak mungkin tidak ada perdebatan."Untung om nggak ada
Mario tak bisa berkata-kata. Selama ini, bibinya memang tegas terhadap apapun. Akan tetapi, dia hampir tidak pernah menuduh atau menghina orang lain terlalu jahat.Vena pun merasakan hal yang sama. Sekalipun baru beberapa bulan saja mengenal Tante Ruth, tapi dia tahu sifatnya tak seburuk ini. Dia yakin kalau memang ada pengaruh dari luar.Tante Ruth menatap mereka berdua. Dia memusatkan perhatian ke lantas sang keponakan. "Kamu beruntung om kamu masih ada di luar negeri, coba ada di sini, terus tahu kamu abai urusan bisnis, malah fokus mengurusi masalah istri baru kamu ini, dia pasti mengamuk.""Nggak, Tante," bantah Mario cepat, "justru Om pasti kecewa sama Tante soalnya tega-teganya memperlakukan Vena seperti ini. Vena keluarga kita sekarang. Tante malah nggak ada bedanya sama keluarga toxic itu.""Oh."Mario kesal dengan tanggapan Tante Ruth yang dirasa sangat acuh tak acuh. Dia berusaha memberi pengertian, "Mario paham Tante gelisah dan malu karena video Mario marah-marah di rest
Keesokan harinya.Pagi-pagi, Mario sudah berangkat untuk rapat bersama beberapa petinggi dari perusahaan. Mereka semua membahas langkah selanjutnya untuk memulihkan citra baik dari jaringan hotel Winata. Berkat gerak cepat dari tim dan kepolisian, Mario berhasil membuat berita itu kini mereda. Selain itu, Daniel juga telah membuat pernyataan permintaan maaf sudah menyebar kebohongan.Tetapi, tentu saja semua didapatkan dengan perdebatan panjang dan harga yang tidak sedikit. Mario harus setuju kerjasama bisnis dengan Daniel.Pria itu tidak punya waktu untuk memikirkan semua sekarang. Dia terlalu pusing dan kurang tidur.Selepas rapat, dia menyerahkan urusan lain kepada sang sekretaris, Erika. Setelahnya, dia masuk lagi ke ruangan pribadi dan rebahan di atas sofa empuk.Daffa, sang asisten, masuk ke dalam dengan membawa beberapa berkas dalam map-map coklat."Siang, Pak," sapanya."Apa lagi?" Suara Mario lemas, kelopak matanya sudah ingin menutup.Daffa menahan tawa. Dia menjawab, "maaf
Terjadi keheningan di dapur. Bianka dan Daniel duduk saling berhadapan di meja makan.Daniel santai membaca koran sembari menikmati kopi. Tubuhnya masih terbalut baju tidur. Sementara, Bianka tidak tahan karena pria itu hanya diam sejak kemarin. Setidaknya, dia ingin penjelasan tentang apa yang sudah terjadi."Mas, tolong jangan diam saja, sekarang aku butuh penjelasan," katanya membuka obrolan."Penjalasan apa?""Kenapa kamu mengalah? Kamu mengaku ke media kalau cuma menyebar berita bohong tentang perselingkuhan Vena sama suaminya dulu."Tak ada jawaban. Daniel malah tetap sibuk dengan bacaan korannya. Dia seperti enggan membahas itu.Bianka kesal diabaikan. Semakin ke sini, dia merasa semakin tidak dianggap ada. Dia mulai mengomel, "Kamu keterlaluan, aku lagi hamil, tapi kamu sekarang sering banget mengabaikanku! Kamu nggak pernah mendengarkanku sama sekali! Pasti sekarang kamu lagi memikirkan Vena, iya 'kan?”"Dari kemarin kamu itu mengomel terus, aku capek dengar kamu mengomel. Ak
Makan malam berdua. Itulah yang diinginkan Mario untuk sekarang. Dia ingin menebus perkataan jahat Tante Ruth kepada Vena.Dia cukup takjub dengan pilihan restoran oleh Daffa. Meski dia sangat kaya raya, terlahir dari keluarga old money, tapi dia sama sekali tidak pernah ke tempat semacam ini.Iya, dia lebih sering ke restoran biasa, itupun karena untuk bertemu calon rekan bisnis atau semacamnya.Vena tersenyum sejak menginjakkan kaki di atap restoran mewah ini, menikmati pemandangan kota di malam hari yang indah. Hamparan langit cerah berbintang, sementara bawah terbentang bangunan-bangunan tinggi.Terlihat lampu kendaraan yang memenuhi jalanan— bergerak cepat, sekilas seperti permainan cahaya yang menenangkan.Damai, sejuk, dan romantis. Itulah suasana yang menebar di antara mereka.Mario menarik satu kursi, mempersilakannya untuk duduk. "Ayo duduk dulu, Sayang."Lamunan Vena buyar. Dia tersenyum ke sang suami, kemudian duduk. Sikapnya sangat anggun, apalagi sedang menggunakan gaun