Saat baru saja turun dari mobil, kaki Grace telah tersandung. Untungnya, Harry langsung sigap menahannya. "Jangan takut, ada aku di sini," hibur Harry. Mendengar ucapannya, hati Grace langsung terasa lega. Bahkan Harry saja tidak takut, lantas kenapa Grace harus takut? Memangnya Greta akan menelannya hidup-hidup?Dalam sekejap, kedua orang itu telah masuk ke vila. Saat itu, Greta sedang mengobrol dengan tamu lainnya sambil memegang gelas anggur.Suasana pesta malam itu sangat ramai. Ada banyak sekali tamu yang datang dan berbincang-bincang. Begitu Grace masuk, suasana jadi agak hening. Semua orang melemparkan tatapan padanya. Bukan karena penampilan Grace yang cantik atau betapa menakutkannya wajah Harry, melainkan karena ....Ada yang mengenakan gaun yang sama persis! Yang membuat situasi menjadi canggung adalah jika ketahuan gaunnya adalah barang palsu!Masalahnya, Grace merasa tidak percaya diri karena pakaian yang dikenakannya adalah tiruan. Siapa sangka pakaian yang begitu mahal d
"Ini ideku sendiri, Harry nggak tahu ...." Grace ingin menanggung semua ini sendirian, tapi malah telah disela oleh Harry, "Dua gaun ini kelihatan sama persis, aku nggak bisa bedakan mana yang asli dan mana yang palsu.""Pak Harry, apa kamu baru bisa puas kalau aku panggil ahlinya? Kalau sampai suasananya jadi canggung nanti, bukankah nggak bagus?" ujar Wony."Kalau begitu, suruh saja ahlinya untuk periksa," sahut Harry.Mendengar hal itu, Grace langsung tercengang. Apa-apaan ini? Bukankah semua langsung akan terbongkar jika sampai ada ahli yang memeriksanya? Grace berusaha menarik lengan baju Harry dengan panik.Namun, Harry justru tampak sangat tenang. Dia hanya berbalik dan menatap Grace untuk menenangkannya. Akan tetapi, mana mungkin Grace bisa merasa tenang? Dia sangat panik hingga dahinya dibasahi keringat. Adegan ini membuat Wony dan Greta tampak bangga melihatnya.Jika Harry tidak keberatan dipermalukan, tentu saja mereka juga tidak akan sungkan-sungkan lagi. Wony sengaja mengu
Akhirnya, kekacauan ini telah berakhir. Grace yang masih kebingungan, berbisik pada Harry, "Apa yang terjadi sebenarnya? Bukannya gaunku ini palsu?""Mungkin karena yang kubeli ini kualitasnya lebih bagus. Kualitas gaun yang dibelinya lebih buruk, jadi bisa langsung ketahuan.""Oh, ternyata begitu!" Grace menghela napas lega. Mana mungkin Harry bisa sanggup membeli gaun seharga miliaran untuknya? Bahkan barang palsu saja bisa menyerupai aslinya, hebat sekali! Kini Grace tidak merasa takut lagi. Dia berjalan dengan percaya diri sambil melihat wajah Greta yang murung.Greta ingin mempermalukan Grace, tapi sekarang malah jadi senjata makan tuan. Greta memang pantas menerima semua itu!Saking kesalnya, Greta menggertakkan gigi dan mengepalkan tinjunya dengan erat. "Kalian di sini dulu, aku akan naik ke lantai atas untuk ganti pakaian. Maaf kalau ada yang kurang dari jamuan kali ini." Setelah berkata demikian, Greta buru-buru pergi karena takut malu.Grace berjalan menuju area makanan. Dia
Grace berjalan ke lantai atas. Sebelum menemukan toilet, dia telah mendengar suara langkah kaki dari belakang. Tiba-tiba, ada seseorang yang memeluknya dari belakang."Sayang, cantik sekali kamu hari ini! Aku hampir pangling melihatmu! Tahu nggak, aku terus mengikutimu naik ke lantai atas. Melihat bokongmu yang bergoyang-goyang, aku jadi tergoda!"Grace tersentak mendengar suara ini. Frandy! Dia kenal dengan suara ini."Lepaskan aku!" teriak Grace dengan panik.Frandy juga menyadari bahwa suara ini tidak mirip dengan Greta. Dia langsung membalikkan tubuh Grace seketika. Setelah melihat wajahnya dengan saksama, Frandy mengerutkan alisnya dan bertanya, "Kenapa kamu di sini?"Pada saat ini, Greta kebetulan keluar dan melihat adegan mereka berpelukan. Ekspresinya langsung berubah drastis. "Apa yang kamu lakukan? Grace, kamu mau goda pacarku? Kamu ini tahu malu nggak?" Greta langsung maju dan menarik lengan Grace, lalu mendorongnya ke lantai.Meski lantai itu dialasi karpet, tubuh Grace tet
Grace menuruni tangga dan buru-buru masuk ke toilet. Dia sudah sesak pipis sejak tadi. Sesudah keluar dari toilet, dia mulai menceramahi Harry.Jadi orang harus rendah hati. Jika terlalu sombong, akan mudah memicu perselisihan. Posisi Harry pada dasarnya kurang baik di Keluarga Prayogo. Lantas, kenapa masih bersikap perhitungan dengan Frandy?"Harry, kamu harus menyayangi orang yang lebih muda darimu," ujar Grace."Ya, aku tahu," balas Harry."Kamu nggak boleh segalak itu. Wajahmu sudah begitu mengerikan. Kalau kamu marah, orang bisa terkena serangan jantung dibuatmu," ucap Grace."Ya, aku tahu," sahut Harry."Jadi, lain kali kamu harus bersikap lebih baik kepada Frandy ya?" tanya Grace."Nggak mau," balas Harry."Eh ...." Grace langsung memelototinya dengan kesal. "Harry, kamu ini memang nggak bisa berubah ya?""Aku sudah berubah banyak. Kamu nggak lihat aku yang sekarang begitu ramah dan baik hati?" sahut Harry."Kepalamu!" maki Grace dengan tidak berdaya.Pesta belum berakhir sehing
"Nggak mirip kok. Kamu begitu langsing dan cantik. Kalaupun kamu seekor babi, kamu pasti babi yang paling menggemaskan. Nggak ada wanita yang bisa dibandingkan denganmu," sahut Harry.Grace ingin sekali tertawa mendengarnya. Harry mengatakan semua wanita di sini tidak bisa dibandingkan dengan babi.Grace jelas-jelas mengajarinya untuk bersikap rendah hati, tetapi Harry lagi-lagi bertingkah begitu mencolok. Benar-benar susah dididik!Harry merangkul lengan Grace, lalu membantunya mengambil banyak sekali makanan lezat. Setelah kembali ke pojok, Harry mencubit hidung Grace dan berkata, "Lain kali, jangan peduli pada omongan orang. Kamu boleh makan dan lakukan apa pun yang kamu mau. Jadi dirimu sendiri, sisanya biar kuurus.""Tapi, gimana kalau aku benar-benar menjadi babi karena makan kebanyakan?" tanya Grace."Aku akan memeliharamu," timpal Harry sambil tersenyum.Dalam sekejap, hati Grace dipenuhi kehangatan. Ketika Grace asyik makan, ponsel Harry berdering. Juan yang meneleponnya. Itu
Sorot mata Frandy yang terang-terangan membuat Grace merasa sangat tidak nyaman. Pria ini seperti ingin melucuti seluruh pakaiannya dan melahap dirinya.Grace tanpa sadar berbalik untuk menghindari tatapannya. Frandy masih ingin mengelus tangan mungil itu, tetapi Grace mengempaskannya sekuat tenaga. Frandy yang mulai kesal pun bertanya, "Kamu masih nggak bisa menilai situasi?""Tolong jaga jarakmu denganku. Aku calon istri pamanmu!" jelas Grace dengan tegas."Kenapa memangnya? Memangnya dia sanggup memuaskanmu? Semua orang tahu dia impoten, makanya jomblo bertahun-tahun. Kamu pasti merasa sangat kesepian, 'kan? Aku bisa membantumu kok," ujar Frandy yang hendak maju.Grace buru-buru menghardik, "Frandy, kamu mau masalah ini sampai ke telinga kakekmu ya?"Frandy mengernyit. Dia berbaring di ranjang rumah sakit selama sebulan. Sekarang kondisinya baru membaik. Kalau sampai Aryan tahu, dia mungkin akan dipukuli habis-habisan lagi. Harry memang biadab!Frandy yang merasa agak takut pun tida
Setelah mengakhiri panggilan, Harry memicingkan mata. Berani sekali Frandy berbicara buruk tentangnya di hadapan Grace! Pria ini benar-benar sudah bosan hidup!'Berengsek! Mana ada junior yang berani merebut calon istri seniornya!' batin Harry sambil menarik dasinya dengan gusar.Harry kembali ke aula. Grace yang biasanya tidak menyentuh alkohol tiba-tiba mengambil segelas koktail dan meneguknya hingga habis.Grace sedang merasa gelisah. Dia meminum koktail ini untuk melampiaskan emosinya. Tangan yang memegang gelas koktail itu bahkan tampak bergetar.Harry merasa tidak tega melihatnya. Grace pasti sangat menderita sejak bersamanya. Grace memang terlihat kuat selama ini. Dia tidak pernah mengeluhkan apa pun kepada Harry karena khawatir menambah bebannya.Namun, sekarang Grace malah terlihat seperti anak kecil yang panik dan tidak berdaya. Harry maju dengan perlahan. Ketika melihat Harry, Grace segera meletakkan gelasnya.Harry bertanya, "Kenapa tiba-tiba minum koktail?""Aku ingin menc
Joshua melihat Hannah masih terdiam setelah menutup telepon. Dia merasa agak khawatir. "Kamu ada urusan malam ini? Butuh bantuan?" tanyanya."Nggak apa-apa, cuma makan malam sama teman. Ayo kita pulang," jawab Hannah."Oke ... aku ... aku akan ambil mobil." Mereka segera masuk ke mobil. Namun, sebelum mengemudi, Joshua mengambil botol minyak obat yang tadi mereka beli."Ta ... tanganmu ...," ujarnya.Barulah Hannah menyadari bahwa punggung tangannya sudah merah dan bengkak. Dia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tidak menyadarinya, malah Joshua yang memperhatikannya. Benar juga, Joshua memang tipe pria seperti itu."Aku sendiri saja," kata Hannah sambil mengambil botol minyak obat. Namun, pikirannya masih terpaku pada percakapan telepon tadi, sehingga tidak sengaja dia menuang terlalu banyak minyak obat hingga menetes ke bajunya.Dia tersentak, lalu buru-buru meletakkan botol itu dan mengambil tisu basah untuk mengelapnya."Biar aku saja," kata Joshua dengan suara lembut. D
"Nggak, aku cuma mengandalkan serangan mendadak. Lagi pula, tadi mereka menyerang satu per satu. Kalau mereka menyerang bersamaan, aku pasti kewalahan dan nggak bisa menang. Kali ini aku cuma beruntung saja," kata Hannah dengan jujur."Jadi kali ini kamu menang. Tapi sebelumnya, kamu nggak bisa menghadapi tiga orang sekaligus, ya?" tanya Joshua."Iya. Apalagi waktu itu mereka bawa senjata dan aku juga harus melindungi diriku sendiri sambil mencoba menyelamatkan orang lain. Aku bukan orang suci yang akan mempertaruhkan segalanya. Kalau situasinya sampai membahayakan nyawaku, bahkan kalau seribu atau sepuluh ribu orang harus mati di depan mataku, aku nggak akan mengambil risiko.""Nyawa mereka memang penting, tapi nyawaku juga penting. Aku nggak suka terjebak dalam moralitas yang memaksaku harus menyelamatkan orang lain. Aku cuma ingin hidup dengan baik dan melakukan apa yang aku mampu," lanjutnya."Jadi, soal kejadian kita sebelumnya, anggap saja selesai. Aku menyelamatkanmu, kamu juga
Satria mengepalkan tinjunya dan menggerakkan lehernya hingga terdengar suara tulang yang berderak. Suara itu terdengar sangat menakutkan, sehingga membuat atmosfer menjadi tegang.Meskipun gemetaran, Joshua tetap mencoba berdiri di depan Hannah untuk melindunginya. Namun, Hannah mendorong Joshua ke samping dengan tegas."Jangan halangi aku! Mereka sudah mukul kamu sampai begini, hari ini aku akan balas dendam dan buat mereka babak belur! Mereka pikir, dengan badan berlemak gitu bisa menakutiku?" seru Hannah dengan penuh semangat.Hannah yang memang pernah belajar seni bela diri dan teknik penguncian sendi, langsung bersiap menghadapi Satria. Dulunya, dia memohon kepada seorang veteran militer selama berminggu-minggu untuk belajar teknik bela diri sebagai perlindungan diri. Sebagai wanita, dia tahu kekuatan fisik dan ukuran tubuhnya tidak akan sebanding dengan pria, jadi dia mengandalkan kecepatan dan strategi.Dengan lincah, Hannah menghindari pukulan Satria yang berbahaya dan menyeran
Apakah dia datang untuk membalas dendam? Bagaimanapun, tiga pria itu memang mencoba melecehkannya. Hannah mendorong pintu masuk dan resepsionis di depan menyambut dengan senyuman. "Selamat siang, Anda berdua mau belajar Taekwondo?""Nggak, aku mau cari orang. Ronan, Satria, dan Irwan, mereka ada di sini?" tanya Hannah dengan tenang."Oh, ada. Mereka pelatih di sini. Sekarang sepertinya mereka lagi melatih orang di dalam. Anda bisa mencarinya di ruang 2," jawab resepsionis dengan ramah."Baik, terima kasih," ujar Hannah sambil tersenyum. Dia lalu masuk bersama Joshua menuju ruang 2. Ketiga pria itu adalah satu kelompok pelatih yang bertugas mengajar satu kelas, sehingga mereka selalu terlihat bersama.Saat ini waktu istirahat dan mereka sedang duduk santai sambil mengobrol. Tentu saja, topik pembicaraan mereka adalah kejadian tadi malam.Mereka semua tampak menyesal. "Seandainya saja tadi malam kita nggak ribut sama anak itu, pasti sudah selesai urusan. Sayang sekali, tinggal selangkah
"Dulu di rumah sering melakukannya. Kakakku tinggal sendiri, meskipun ada pembantu di rumah, aku tetap nggak tenang. Jadi, sesekali aku ke sana untuk membantu," kata Joshua."Kamu ... bukannya anak sulung Keluarga Wongso, ya?" tanya Hannah. Dia merasa seolah-olah bertemu dengan tuan muda palsu.Setahu Hannah, Keluarga Wongso hanya punya satu putra, yaitu Joshua. Selain itu, dia hanya punya seorang kakak bernama Ellie.Seorang pria dari keluarga kaya yang serba bisa seperti ini? Tidak masuk akal. Bukankah seharusnya dia seperti Harry, sibuk di kantor sepanjang hari dan sama sekali tidak menyentuh pekerjaan rumah?"Memangnya anak sulung keluarga kaya nggak boleh melakukan hal-hal seperti ini?" tanya Joshua kebingungan."Unik sekali ...," gumam Hannah. Dia hanya bisa menemukan kata itu untuk menggambarkan Joshua.Sangat unik."Kamu ... kamu bilang aku ... nggak normal, ya? Lagi pula ....""Tolong jangan lihat aku, terima kasih," potong Hannah sambil memijat pelipisnya."Oh ... oh ...," ja
Astaga! Ternyata dia dan Joshua adalah tetangga?Joshua melihat kondisi apartemen Hannah yang masih berantakan, lalu tersenyum dan berkata, "Kamu baru pindah, ya? Pantas saja tadi malam waktu aku tanya alamat rumah baru kamu, kamu mikir lama tapi nggak ingat. Kemarin siang aku di vila menemani Kezia. Kalau aku pulang lebih awal, mungkin aku bisa bantu kamu pindahan."Hannah berdiri di belakang Joshua, agak tercengang mendengar dia bisa berbicara begitu lancar. Baru sekarang dia sadar, suara Joshua sebenarnya sangat enak didengar. Suaranya sangat berat dan elegan. Nada bariton pria yang sempurna terdengar sangat pas dan merdu di telinganya."Perlu bantuan? Aku ini jago beres-beres, lho," kata Joshua sambil berbalik menatap Hannah."Aku ... aku bisa bantu beresin barang-barang umum. Kalau barang berharga atau pakaian pribadi ... aku nggak, nggak akan sentuh." Hannah melihatnya dengan tak berdaya. Hanya dalam waktu sedetik, Joshua berubah kembali ke asalnya."Makan saja dulu, nanti baru d
"Kamu tadi malam ... langsung tidur tanpa mandi, sekarang pasti masih bau alkohol. Kalau keluar rumah begini, rasanya kurang baik. Kamu ... kamu kan perempuan ...," ujar Joshua dengan ragu."Aku tahu, terima kasih," potong Hannah cepat-cepat sebelum dia melanjutkan.Dia melirik pakaian yang dibawa Joshua. Ada berbagai ukuran, tampaknya Joshua benar-benar tidak tahu ukuran tubuhnya. Ternyata masih ada pria yang tidak tahu ukuran pakaian wanita? Bukannya sekarang kebanyakan pria bisa memperkirakan dengan mata saja?"Eh, soal pakaianku ...," tanya Hannah malu-malu.Dia sudah menduga Joshua yang menggantinya, tapi tetap saja dia ingin memastikan. Siapa tahu ada kemungkinan lain, 'kan?Mendengar pertanyaan itu, wajah Joshua langsung memerah. Dia berdiri dengan kaku di tempat, kedua tangannya di sisi tubuh mengepal erat tanpa sadar. Melihat reaksinya, Hannah segera paham bahwa memang Joshua yang mengganti pakaiannya. Namun, dia tahu Joshua melakukannya dengan niat baik."Eh ... nggak terjadi
Hannah membuka mata yang masih mengantuk dan melihat sekeliling ruangan."Eh?" Dia merasa bingung. Apakah dia sudah pulang? Namun, kenapa tata letak ruangan ini persis seperti apartemennya? Tidak, tidak sama! Selimutnya berbeda, dekorasinya berbeda, bahkan aroma samar-samar mint ini terasa asing.Ini bukan kamarnya. Hannah tiba-tiba terkejut dan segera bangkit dari tempat tidur.Celana masih ada, tetapi atasannya?Kemeja putih? Jelas ini adalah pakaian pria. Ukurannya sangat besar dan terlihat seperti gaun saat dikenakan padanya. Dia masih samar-samar mengingat sedikit kejadian tadi malam, tapi tidak terlalu jelas.Hannah ingat dia pergi ke bar, kemudian naik mobil untuk pulang. Lalu, ada beberapa orang membantunya masuk ke dalam mobil. Apakah mungkin ....Apakah dia telah dilecehkan?Matanya langsung membelalak dan jantungnya berdegup kencang. Dia membuka pintu dengan cepat dengan tangan yang memegang lampu meja dari dekat tempat tidur. Dia harus menghancurkan si bajingan itu menjadi
Joshua memandangi Hannah. Dia seperti anak kecil yang tidak ingin melepaskan mainan kesukaannya. Begitu Joshua memberontak, Hannah bisa merasakannya. Dia mencebik.Joshua berucap, "Bajumu ... belum ...."Joshua sangat gugup sehingga berbicara dengan terbata-bata. Hannah berujar, "Minum ... aku mau minum ...."Joshua menimpali, "Kalau ... kamu nggak ... lepaskan aku dulu, bagaimana ... aku ambilkan air? Aku keluar sebentar, ya?""Cepat kembali," kata Hannah.Joshua menggendong Hannah dan meletakkannya di tempat tidur. Namun, kemeja Hannah belum selesai dikancing. Kulit Hannah yang memerah terlihat, begitu pula bagian dadanya ....Joshua langsung memalingkan wajahnya, lalu menarik napas dalam-dalam. Hanya saja, tubuhnya mulai terasa panas.Kemudian, Joshua mengambilkan air untuk Hannah. Sementara itu, Hannah langsung menghabiskan segelas air itu. Dia lupa untuk menggenggam tangan Joshua lagi. Joshua baru merasa lega.Joshua menyelimuti Hannah. Saat hendak pergi, Hannah tiba-tiba menangis