Rektor langsung menghela napas lega dan berkata, "Memang sudah kewajibanku!" Untung saja Harry bisa memakluminya. Syukurlah!Setelah itu, Harry menoleh pada Grace dengan tatapan tajam. Harry tidak menyangka, sebelum sempat mendidik anaknya, dia malah harus mendidik istrinya yang ceroboh terlebih dahulu. Dia tiba-tiba berdiri, membuat Grace begitu ketakutan hingga kakinya terasa lemas.Harry berjalan mendekatinya dengan tatapan tajam, terlihat jelas bahwa dia sangat marah. Matanya yang dingin memandang Grace seolah-olah ingin melahapnya hidup-hidup."Grace, aku sudah bantu kamu belajar lebih dari setengah bulan. Kamu malah bawa hasil seperti ini?" tanya Harry. Dia mengangkat kertas ujian itu, seolah-olah ingin menghancurkannya.Selama perjalanan tadi, Harry masih memikirkan harus bagaimana merayakan hasil ujian Grace dan hadiah apa yang sebaiknya diberikannya pada gadis itu. Namun sekarang, Grace malah memberikan tamparan keras padanya."Aku ... aku juga nggak tahu. Aku merasa, soal-soa
Pada saat itu, rektor membawakan penggaris kayu untuk Harry. "Pak Harry, ini tongkat yang Anda minta.""Sudahlah, bisa dimaklumi." Harry melambaikan tangannya dengan lemas. Karena Grace memikirkannya, Harry jadi merasa tidak bisa terlalu menyalahkannya."Hm?" Rektor tidak menyangka Harry bisa berubah pikiran secepat itu."Lalu sekarang ....""Maaf aku sudah merepotkan kalian bertiga, ini adalah kesalahanku dalam mendidik. Akan kupastikan untuk mendidiknya dengan ketat setelah ini. Ke depannya, aku berharap Bapak bisa selalu berkomunikasi denganku. Aku ingin tahu bagaimana dia berperilaku di kampus.""Pak Harry benar-benar perhatian sama keponakan Anda. Aku akan memastikan semuanya berjalan dengan baik.""Terima kasih. Kalau begitu, aku bawa dia pulang dulu." Harry menggenggam tangan Grace dan langsung meninggalkan kantor. Dia berjalan dengan cepat, membuat Grace harus berlari kecil agar bisa mengikutinya.Harry tampak sangat marah, tetapi Grace tidak berani mencoba menenangkannya. Dia
Mendengar hal ini, Rudi tersenyum dengan ramah. "Nanti juga Tuan bakal baikan. Dia nggak mungkin tega marah lama-lama padamu.""Memang aku yang salah, harus bagaimana aku menebus kesalahanku?" tanya Grace."Sebentar lagi sudah waktunya persiapkan makan malam, Nona Grace mau bantu?""Mau!" Grace buru-buru mengangguk dan berlari ke arah dapur.Namun, Grace hanya bisa memasak hidangan rumahan sederhana. Hidangan yang tampak indah dengan cita rasa sempurna seperti yang ada di gambar hanyalah referensi baginya. Sebab, kemampuannya belum sampai ke sana.Saat sedang kebingungan, pembantu rumah tangga tersenyum dan berkata, "Nona Grace, yang penting adalah menunjukkan ketulusanmu. Aku yakin, Tuan Harry pasti akan suka dengan apa pun yang kamu masak.""Benar juga, yang penting niat!" Grace mengangguk, lalu memulai kesibukannya di dapur. Tak lama kemudian, hidangan makan malam sudah selesai. Harry turun dari lantai atas dan melihat Grace menyajikan hidangan dengan antusias."Harry, kamu sudah tu
"U ... ujianku seburuk itu, tapi masih dapat hadiah?" Grace menunjuk hidungnya sendiri dengan kebingungan. Dia merasa dirinya pasti sedang bermimpi.Grace melihat Harry mengangguk dengan yakin, sama sekali tidak terlihat seperti sedang bercanda. Apakah ini ketenangan sebelum badai? Apa Harry sudah menyerah dan merasa bahwa dirinya benar-benar tidak bisa diubah lagi? Apa hadiah ini harus diterima atau tidak?"Kamu nggak mau buka hadiahnya?" tanya Harry dengan alis terangkat.Grace mengangguk pelan."Apa harus aku yang bukakan? Cepat buka," kata Harry dengan nada tegas, membuat Grace buru-buru membukanya.Sebelumnya, Harry menghadiahkannya sepatu hak tinggi. Lalu, hadiah apa lagi kali ini? Kotaknya panjang ... apa isinya ...?Apa? Soal latihan?Grace membelalakkan matanya, menatap isi kotak itu dengan tidak percaya. Dia mengucek matanya karena mengira ini hanya ilusi. Kenapa isinya malah soal latihan?"Ini ... ini hadiah untukku?""Kalau nilaimu bagus, kamu bisa pilih apa pun yang kamu i
Kali ini Harry benar-benar teguh pada pendiriannya. Dia tidak makan malam dan langsung masuk ke ruang kerja. Saat ini sudah pukul sepuluh malam, tapi dia masih belum juga keluar. Grace sudah beberapa kali berdiri di depan pintu ruang kerja dan memohon agar Harry keluar, tetapi Harry tetap mengabaikannya.Akhirnya, Grace terpaksa berkata, "Harry ... aku sudah merenung dan menyadari kesalahanku. Memang ini salahku dan aku janji akan belajar dengan giat. Apa pun yang kamu katakan, aku akan patuh. Tolong jangan terus mengurung diri di dalam, keluarlah dan makan sesuatu ya?""Kamu yakin?" Terdengar suara yang rendah dan serak dari dalam ruangan, disertai dengan nada penuh keraguan. Grace sebenarnya tidak berniat untuk sepenuhnya patuh. Namun, dia tahu taktik ini bisa membantunya mengulur waktu."Ya, ya. Kamu makan dulu, setelah itu semuanya bisa kita bicarakan," ujarnya buru-buru.Begitu kata-kata itu terucap, pintu ruang kerja langsung terbuka dan Harry mengizinkannya masuk. Grace pun mera
Lyla berbicara dengan penuh semangat dan wajahnya benar-benar tampak bahagia. Memang, menikahi seseorang yang dicintai adalah hal yang paling membahagiakan."Kak, aku mau pinjam Grace sebentar. Aku mau beli pakaian baru, jadi butuh pendapatnya."Mendengar hal ini, mata Grace sontak berbinar menatap Lyla. Dia seolah-olah telah melihat dewa penolong. Lyla adalah penyelamatnya!Harry melirik Grace dengan tatapan agak meremehkan, "Gaya kalian berbeda dan seleranya buruk. Aku bisa suruh Juan temani kamu.""Kamu bisa suruh Juan untuk bantu angkat barang. Tapi kalau soal belanja, biarkan kami berdua saja. Sesama wanita baru punya topik yang nyambung, tahu!""Oke, tapi cuma boleh satu jam. Cepat pergi dan cepat kembali.""Oke!" Lyla segera menarik Grace keluar dari ruangan. Begitu keluar, Grace hampir saja memeluk Lyla dan menciumnya, tapi Lyla langsung menghentikannya. "Lihat saja dirimu ini. Apa perlu sampai setakut itu sama Kak Harry?""Harry punya terlalu banyak trik. Dia sudah paham semua
Tak lama kemudian, mereka tiba di rumah Keluarga Lubis. Paman Robin bernama Sofyan, dia adalah seorang jenderal di distrik militer ibu kota. Kini usianya sudah lebih dari 50 tahun, tetapi fisiknya masih kuat dan sangat berwibawa karena telah memimpin pasukan selama bertahun-tahun.Setelah memasuki rumah Keluarga Lubis, semua anggota keluarga menyambutnya dengan hangat dan mempersilakannya masuk. Awalnya, Lyla khawatir karena Keluarga Prayogo berasal dari kalangan pedagang, Keluarga Lubis mungkin akan memandang rendah dirinya. Namun, ternyata kekhawatirannya tidak berdasar.Selama kedua keluarga setara, mereka tidak memiliki prasangka apa pun.Istri Sofyan, Celine, menggenggam erat tangan Lyla sambil berkata, "Lyla, akhirnya kamu datang juga. Kami dengar dari Robin, katanya kamu sudah berencana mau datang bulan lalu, tapi saat itu pamannya sedang menjalankan tugas dan nggak berada di rumah sampai sekarang.""Cuma aku seorang diri di rumah ini, jadi kesannya terlalu gegabah kalau suruh k
Di tengah pembicaraan, Robin akhirnya tidak bisa menahan diri dan berkata, "Paman, Hannah masih muda, belum lagi studinya juga belum selesai. Kudengar, Hannah mau melanjutkan studi pascasarjana, sekarang rasanya terlalu dini untuk memikirkan pernikahan.""Kamu mau lanjut pascasarjana? Jurusan yang kamu ambil itu nggak ada gunanya! Kalau bukan karena kakakmu yang menghalangiku, dari dulu aku sudah mengirimmu ke akademi militer khusus perempuan.""Maaf, Paman. Ini semua salahku," ujar Robin dengan tulus untuk mencoba meredakan ketegangan.Sofyan hanya bisa menghela napas. Selama ini, Robin adalah anak yang patuh dan menuruti semua perkataannya. Namun, setiap kali mengungkit masalah yang berkaitan dengan Hannah, Robin seolah-olah selalu saja menentangnya. Sudah sering dia memarahi dan menegur Robin, tetapi tetap tidak ada hasilnya."Oke, lupakan saja. Aku malas bahas hal ini lagi," kata Sofyan akhirnya.Setelah itu, Sofyan memanggil Robin ke ruang kerjanya, sedangkan Hannah diminta untuk
Grace pergi dengan kecewa. Tiba-tiba, terdengar suara benturan dari belakang. Begitu Grace menoleh, terlihat pintu kedai terbuka. Ada penggorengan beserta tepung dan sejenisnya yang dilemparkan dari dalam.Seorang pria yang berusia 20-an tahun melemparkan barang-barang sambil berujar dengan kasar, "Kalau kamu nggak kasih aku uang, jangan harap bisa buka kedai ini lagi! Memangnya kamu kerja keras cari uang bukan untukku? Kenapa kalau aku ambil sedikit uangmu?""Dasar bajingan! Istrimu sudah mau melahirkan, butuh banyak biaya. Kamu malah berjudi di luar! Sekalipun kamu menghancurkan kedai ini, aku juga nggak akan kasih kamu sepeser pun!" balas pemilik kedai."Dasar tua bangka! Kamu nggak mau kasih aku uangnya?" tanya pria itu. Dia meraih kerah baju pemilik kedai, lalu melemparkannya keluar dengan kasar bersama peralatan dapur.Grace melihat wajah pemilik kedai memar dan bengkak, tampak seperti telah dianiaya. Tidak lama setelah pemilik kedai dilempar keluar, tidak disangka seorang wanita
Harry segera menggendong Grace ke ranjang. Ada luka memar yang besar di pantat Grace. Grace juga merasakan sakit yang luar biasa di tulang ekornya. Harry mencarikan salep untuk Grace, lalu mengoleskannya secara merata."Pelan-pelan ... sakit sekali ...," rintih Grace. Dia kesakitan sampai air matanya menetes."Gimana kalau aku panggilkan dokter untuk periksa?" tanya Harry."Jangan. Memalukan sekali!" pekik Grace."Sudahlah. Kalau panggil dokter kemari, nggak ada peralatan juga di sini. Besok aku antar kamu ke rumah sakit untuk melakukan rontgen. Kita lihat tulangmu retak atau nggak," timpal Harry."Harry, apa kita sial? Kita sudah gagal dua kali!" ujar Grace dengan kesal."Mungkin Tuhan mau hukum aku karena melanggar janji," balas Harry."Tapi ... aku yang dapat hukumannya. Bukan kamu yang jatuh!" keluh Grace. "Tuhan tahu kamu menggodaku, jadi wajar kamu yang dihukum. Terakhir kali aku yang terluka, kali ini kamu yang terluka. Kita sudah impas," timpal Harry."Mulai sekarang, aku past
Harry berkata, "Aku nggak tahu gimana hidup tanpamu. Jadi, janji padaku jangan pernah meninggalkanku. Kamu harus berada di tempat yang bisa aku jangkau dan lihat, oke?""Harry ...." Hati Grace tersentuh saat mendengar ucapan Harry. Hidungnya terasa perih. Dia hampir menangis."Kamu bisa jangan tiba-tiba katakan sesuatu yang sentimental nggak? Aku nggak bisa kendalikan perasaanku ...," keluh Grace."Aku tiba-tiba merasa gadis kecilku sudah dewasa dan makin hebat. Aku juga mau menjadi lebih baik agar pantas untukmu," balas Harry dengan lembut.Mendengar ini, Grace merasa sangat terharu. Di seluruh dunia, hanya Harry yang begitu memuji dirinya. Harry merasa Grace makin baik, bahkan merasa dirinya tidak pantas untuk Grace. Harry memberikan Grace kepercayaan diri seakan-akan terlahir kembali.Jika bukan karena Harry, tidak akan ada Grace yang sekarang. Tanpa Grace, tidak akan ada Harry yang sekarang. Jadi, mereka memang ditakdirkan bersama!Grace terbawa perasaan. Dia melepaskan pelukan Har
"Menurutmu, kenapa dia sangat menggemaskan? Dia sangat cantik saat marah, bersikap manja, dan percaya diri," tanya Harry."Um ...." Juan merasa frustrasi. Bisakah dia menolak menyaksikan kemesraan Harry dan Grace?....Setelah malam ini, Grace seperti orang yang berbeda. Dia tidak rakus dan menonton drama lagi. Hannah mengajaknya bermain gim saat malam, tetapi Grace menolaknya dengan tegas. Kesehariannya makin sibuk, entah mencoba resep baru di dapur atau mengerjakan tugas kuliahnya.Grace juga tidak meminta Harry membantunya memilih soal-soal latihan. Dia sudah tahu materi mana yang sesuai untuknya. Kali ini, dia benar-benar berencana untuk mengikuti ujian sertifikasi akuntansi, bukan sekadar bicara.Grace mulai belajar setiap pagi dan malam. Peningkatan nilainya memang sedikit, tetapi masih bisa terlihat ada kemajuan.Harry sangat tidak tega. Dia ingin Grace menjadi diri sendiri dengan bahagia tanpa harus melakukan segalanya dengan sempurna. Sayangnya, Grace malah menolak.Grace dudu
"Hah?" Grace menatap Harry dengan heran. "Harry, sejak kapan kamu pintar bicara omong kosong? Kamu bilang mencintaimu adalah sikap yang baik?"Harry berseru, "Kesatuan antara suami istri dan kerukunan keluarga nggak patut dijunjung tinggi?""Hah?" Grace tidak bisa berkata-kata."Jadi, mencintaiku bukan norma budaya dan nggak perlu dipertahankan?" tanya Harry.Grace terdiam. Dia menjadi jengkel karena tidak bisa membantah. Dia berkata, "Aku nggak bisa menang debat denganmu.""Aku berkata apa adanya, tentu saja kamu nggak bisa menang," ucap Harry sambil tersenyum. Dia menarik selembar tisu untuk mengelap mulut Grace.Grace sudah makan banyak di malam hari, tetapi sistem pencernaannya sangat bagus sehingga dia lapar lagi sekarang. Begitu Grace selesai makan, tak disangka bos membawakan seporsi pangsit goreng lagi. Bos tersenyum saat berkata, "Ini sisa hari ini, aku sudah mau tutup toko. Isinya sawi, enak banget. Coba kalian makan.""Bisnismu bisa bangkrut kalau jualan begini!" seru Grace
Grace membuka aplikasi itu karena penasaran. Periode menstruasi yang tercatat di aplikasi itu sangat familier. Bukankah ... itu periode menstruasinya? Selain banyak atau sedikit jumlah darah, yang lain tercatat lengkap. Ada juga catatan tentang pola makan dan tidur, suasana hati, dan intentitas olahraga.Grace ceroboh. Dia sering kali lupa dengan siklus mentruasinya. Namun, entah mengapa, selalu ada pembalut dalam tas Grace ketika akan datang bulan. Grace mengira itu sisa dari persediaan sebelumnya yang belum habis terpakai. Jika dipikirkan lagi sekarang, jangan-jangan Harry yang menyiapkannya?Grace bertanya, "Kamu ... kamu catat semua?""Sejak kamu tiba-tiba datang bulan saat pergi ke taman hiburan waktu itu, aku selalu catat. Aplikasi ini praktis banget. Aku akan suruh Grup J.C investasi lain kali," jawab Harry.Grace tidak bisa berkata-kata. Orang kaya memang berbeda. Investasi hanya masalah sepele baginya. Grace mengecek ponsel Harry sekilas dan mengembalikannya, tetapi tidak Har
Tak lama kemudian, mereka tiba di Kedai Pangsit Maman. Bisnisnya sangat ramai, bahkan masih ada antrean di larut malam. Orang yang mengantre di depan mengatakan toko itu akan buka sampai jam setengah satu subuh, barulah mulai ditutup.Grace takjub atas keramaian toko itu. Dia bertanya, "Harry, bisa nggak aku buka toko makanan juga nanti?""Kamu hanya bisa jadi staf. Ada ujian untuk bisa jadi bos," jawab Harry.Grace menyahut, "Oke. Aku pasti lulus."Sesaat kemudian, sudah giliran mereka. Bos memiliki kesan yang mendalam terhadap Harry. Hanya Harry yang memakai setelan jas rapi. Dilihat dari gerak-geriknya, Harry jelas bukan orang biasa. Harry memiliki aura yang mulia dan menonjol di antara yang lain, sulit untuk dilupakan."Kamu datang lagi?" sapa bos dengan sopan dan ramah. Dia adalah seorang pria paruh baya.Harry menjawab, "Ya, bawa pacarku ke sini. Dia suka sekali dengan pangsit goreng kalian.""Benar, benar. Pangsit gorengmu enak banget. Kulitnya tipis, dagingnya banyak. Luarnya g
"Sepertinya ... memang begitu," ucap Grace. Grace berusaha keras mengingat kembali, memang seperti itu. "Lalu ... kali ini gimana? Kalian berpelukan tadi!" kata Grace dengan jengkel."Aku tahu kamu sedang sembunyi. Aku tunggu kamu ambil tindakan. Mana tahu kamu membiarkanku tunggu begitu lama. Aku hampir pingsan karena parfumnya," ujar Harry dengan ekspresi polos sambil menggelengkan kepala.Grace bertanya, "Kamu tahu aku akan ambil tindakan?""Kalau nggak, awas kamu habis pulang," kata Harry dengan nada dingin. Berbeda dengan sikap yang lembut tadi, Harry mengernyit dan mata rampingnya menjadi lebih gelap. "Aku tahu kamu nggak peka. Kalau kamu masih nggak ambil tindakan di saat ini, kamu bukan peka, tapi nggak cinta aku. Menurutmu, kamu pantas mati nggak?" ucap Harry dengan suara dingin dan tegas yang mengguncang hati orang.Benar .... Bagaimana mungkin Grace tidak mengambil tindakan? Harry adalah pria yang dia putuskan untuk menghabiskan waktu bersama selama sisa hidup. Sekalipun
Grace meneguk segelas air lemon tanpa sungkan."Lemonnya segar, baru diperas oleh pelayan tadi. Bisa isi ulang terus," kata Harry dengan suara lembut. Grace-lah yang memberitahunya bahwa minuman gratis juga bisa terasa lezat. Dulu, Harry yang angkuh tidak pernah memperhatikan hal-hal kecil seperti itu. Sekarang, karena Grace, Harry merasa ada banyak hal yang dapat memicu rasa kebahagiaan.Usai minum, Grace menoleh pada Harry dengan marah. Setelah menuntaskan masalah dengan Sherline, sekarang giliran pria bajingan ini.Grace berucap, "Harry, aku kira aku sudah memahamimu dengan sangat baik setelah sekian lama kita bersama. Tapi, sekarang aku baru sadar aku terlalu naif."Grace melanjutkan, "Kalau kamu nggak suka aku atau ingin mencari wanita lain di luar, kamu bisa beri tahu aku. Nggak perlu pura-pura marah dan bilang akan menungguku dua tahun. Kamu nggak merasa kamu munafik? Sudah beri janji, tapi nggak ditepati. Mending nggak usah beri janji!"Grace meneruskan, "Malam ini, kita bicar