Harry duduk di kapal cepat sambil memeluk Grace erat-erat. Meskipun sudah diselimuti dengan pakaian tebal, tubuhnya tetap terasa sangat dingin.Hidungnya terus mencium bau anyir. Darah segar terus mengalir dari bagian belakang kepala Grace. Wajahnya tampak begitu pucat dan sekujur tubuhnya terasa begitu ringan. Grace terbaring diam di pelukan Harry dengan napas yang semakin lemah.Jantung Harry terasa seperti tercekik. Setiap kali Grace tidak mengembuskan napas, Harry juga tak berani bernapas terlalu kuat. Dia hanya berharap mereka bisa tiba di daratan secepat mungkin! Grace tidak bisa bertahan lebih lama lagi.Saat mereka mencapai daratan, ambulans yang sudah dipanggil sebelumnya juga sudah tiba. Grace segera dibawa ke rumah sakit. Dia dipasangkan masker oksigen dan dilarikan ke ruang operasi dengan tergesa-gesa.Pintu ruang operasi tertutup dan lampu di luar pintu pun menyala. Harry berdiri di depan pintu dengan tubuhnya yang kaku. Air dari pakaiannya masih menetes dengan perlahan.L
Harry hanya ingin menunggu Grace kembali dengan selamat.Saat fajar menyingsing, lampu di ruang operasi akhirnya padam. Dokter keluar dengan keringat mengalir di wajahnya. Harry langsung maju dan mencengkeram tangan dokter dengan erat."Gimana keadaannya?""Saat ini pasien sangat nggak stabil dan sudah dipindahkan ke ruang perawatan intensif untuk dipantau selama 24 jam. Kalau selama 24 jam tanda-tanda vitalnya nggak membaik ... keadaannya akan sangat kritis ...."Dokter berusaha menyampaikan kabar ini sehalus mungkin. Dia tidak berani langsung mengatakan bahwa jika tidak ada perkembangan, mereka harus bersiap untuk kemungkinan yang terburuk. Namun, saat memikirkan bahwa orang di depannya ini adalah Harry, dia buru-buru mengubah nada bicaranya."Aku nggak mau dengar jawaban yang ambigu. Aku mau jawaban pasti!" Harry yang telah menahan emosinya semalaman, kini akhirnya meledak. Kini dia telah kehilangan akal sehatnya sepenuhnya.Sepasang matanya tampak memerah, seolah-olah menunjukkan b
Harry mengenakan pakaian steril dan masuk ke ruang perawatan intensif. Grace terbaring di sana dengan mengenakan pakaian rumah sakit bergaris biru-putih dan masker oksigen. Di sampingnya, layar monitor menunjukkan grafik yang bergerak perlahan dengan suara detak jantung yang teratur.Harry duduk di samping tempat tidur, lalu meraih tangan Grace dengan hati-hati. Tangan Grace terasa sangat dingin. Grace selalu takut kedinginan. Itulah sebabnya setiap malam saat mereka tidur, Grace selalu masuk ke pelukan Harry untuk mencari kehangatan.Namun kini, Grace terbaring diam di tempat tidur. Dia tidak lagi manja seperti kucing yang suka mengganggu Harry dan meminta perhatian. Baru satu jam yang lalu, Grace masih tersenyum dan berisik dengan tingkah lakunya yang unik. Kenapa dalam waktu sesingkat ini, Grace berubah menjadi begitu tenang dan tidak tersenyum sama sekali?Harry mengulurkan tangan untuk menyibak rambut yang menutupi dahi Grace yang lembut. Wajah Grace sangat mungil, dengan pipinya
Malaikat maut berjalan ke hadapannya dan berkata, "Grace, ajalmu sudah tiba. Ayo ikut kami.""Tunggu, aku ini orang baik. Seumur hidup ini aku nggak pernah melakukan kejahatan apa pun dan selalu berbuat baik seperti membantu nenek menyeberangi jalan dan sebagainya ...."Malaikat maut bertanya, "Bantu nenek nyeberangi jalan?""Bukan itu poin utamanya. Maksudnya, bukannya seharusnya aku ke surga? Kenapa malah ke neraka?" tanya Grace."Kenapa malah jadi kamu yang mengatur tugas kami?" ucap malaikat maut dengan sinis."Benar juga.""Apa kamu masih ada keinginan yang belum terkabulkan? Bisa sampaikan sekarang, meski nggak ada gunanya juga sih."Keinginan? Grace terus berpikir apakah dia punya keinginan? Satu-satunya hal yang tidak bisa direlakannya adalah Harry. Kalau dia sudah meninggal, bagaimana dengan Harry?Grace mengira dirinya akan ketakutan hingga kedua kakinya gemetaran dan menangis tersedu-sedu saat bertemu dengan malaikat maut. Namun tak disangka, dia malah setenang itu.Jika ora
"Aku tahu kamu takut gelap. Kamu pasti takut setengah mati di bawah sana. Kalau kamu takut, tunggu aku sebentar. Sekalipun harus menghancurkan Grup J.C, aku tetap akan membuat orang itu menanggung konsekuensinya.""Setelah membalaskan dendam kakakku, aku akan langsung mencarimu. Kamu harus jalan lebih lambat. Aku takut aku nggak sempat mengejarmu.""Di kehidupan mendatang, kamu harus tetap jadi perempuan ya. Kamu harus jadi perempuan yang bodoh dan polos. Aku tetap akan mencarimu. Tapi, aku janji nggak akan melibatkanmu dalam lingkungan yang begitu rumit. Aku akan memberimu lingkungan yang tenang seperti yang kamu mau.""Maaf, semua ini salahku. Aku janji akan menebus semua kesalahanku di kehidupan mendatang."Pada akhirnya, 24 jam telah berlalu. Harry menatap jam di dinding dengan sedih. Setelah berusaha sampai sekarang, dia akhirnya tidak tahan lagi dan terduduk di lantai.Robin dan Lyla hendak memapahnya. Namun, Harry mengangkat tangannya untuk menolak, "Nggak usah."Harry menatap G
Dalam waktu kurang dari setengah jam, Harry sudah bangun. Begitu melihat Robin, dia sontak menyerbu ke arahnya."Kalau kamu masih menganggapku sebagai sahabat, sebaiknya jangan menghalangiku," ujar Harry."Ya sudah, kamu pergi saja. Biar aku yang menjaga Grace," balas Robin."Apa maksudmu?" tanya Harry."Kondisinya sudah aman dan berangsur membaik. Demamnya juga sudah reda. Tapi, masih butuh beberapa hari sebelum dia siuman," jelas Lyla yang mendorong pintu dan masuk.Begitu mendengarnya, Harry langsung menyerbu ke unit perawatan intensif tanpa sempat memakai sepatunya. Grace masih diobservasi, jadi belum dipindahkan ke bangsal. Asalkan Grace bisa siuman, Harry pun bisa tenang.Di atas ranjang, tampak Grace yang rona wajahnya sudah jauh lebih baik. Wajahnya tidak terlihat begitu merah lagi karena demamnya sudah reda. Bibirnya masih pucat, tetapi tidak sekering tadi lagi.Harry tentu senang melihat hasil ini. Dia terus duduk di samping ranjang untuk berjaga. Saat ini, Lyla datang dan be
Lyla tidak tahu apakah hasil seperti ini bagus atau tidak. Dia hanya berharap mereka semua bisa hidup dengan baik.Lyla meninggalkan unit perawatan intensif dan bertemu dengan Robin. "Aku mau cari Juan. Kalau bicara di telepon, takutnya dia nggak ngerti.""Biar kuantar," ujar Robin."Aku seharusnya ke rumahmu minggu ini, tapi malah terjadi masalah. Aku nggak bisa meninggalkan rumah sakit. Takutnya ...," ucap Lyla dengan canggung."Aku tahu kamu akan bicara begitu. Aku sudah menjelaskan semuanya kok. Paman bilang dia sudah merasa sangat puas tanpa perlu melihatmu. Dia menyuruhku mengunjungi ayahmu dulu. Setelah masalah ini beres, kamu bawa aku ke rumahmu saja," sela Robin."Ayahku mungkin agak galak," gumam Lyla."Kudengar anak perempuan seperti bunga yang dirawat dengan hati-hati. Setelah tumbuh dengan indah, mereka malah akan dibawa pergi oleh suami. Wajar kalau ayahmu galak," sahut Robin.Lyla tak kuasa menahan tawa. Sejak tadi, suasana hatinya sangat buruk. Setelah memastikan Grace
Lyla tidak pernah memberinya tekanan apa pun. Wanita ini selalu mendukungnya dari belakang. Selain Lyla, Robin tidak tahu dirinya harus menikahi wanita mana lagi. Robin bisa berkorban untuk Hannah, lantas apa yang bisa dia berikan untuk Lyla yang selalu mendukungnya?"Aku ...." Suara Robin terdengar rendah. Lyla menatapnya lekat-lekat dengan jantung yang berdebar-debar."Aku nggak pintar berkata-kata. Aku takut aku mengatakan sesuatu yang kamu nggak suka. Tapi, aku sudah merenungkan pertanyaanmu. Karena sudah memilihmu dan kita akan menikah, aku pasti akan menjadi suami dan ayah yang baik.""Aku akan setia padamu dan pernikahan kita. Aku rasa, yang bisa kuberikan padamu hanya seluruh jiwa dan ragaku," jelas Robin.Begitu mendengarnya, Lyla merasa sangat terharu. Pada saat yang sama, dia merasa aneh karena Robin seolah-olah sedang menyatakan sumpah militer dan bukan mengungkapkan perasaannya."Sebenarnya kamu setia padaku atau cuma ingin menjalankan kewajiban? Aku nggak ingin jawaban ya
Telepon segera tersambung. Suara di ujung sana adalah milik Harry. Rasanya sungguh melegakan bisa langsung menghubunginya.Hannah memberi tahu, "Ha ... Harry, sesuatu terjadi pada Kezia. Ada sekelompok orang yang membawanya pergi. Tapi, kurasa mereka nggak akan melukainya. Mereka bahkan melepaskan aku dan Joshua.""Aku mengerti. Aku bakal suruh Juan segera mengurus ini," balas Harry. Suara pria itu sangat tenang dan dalam, hampir tanpa emosi.Hannah yang sedang cemas tak memperhatikan ketenangan yang terlalu mencolok itu. Dia hanya merasa sedikit lega setelah menutup telepon.Sementara itu, di kota tua.Harry dan Grace sudah tiba. Dua jam sebelumnya, Jimmy telah menelepon untuk memberitahunya bahwa semuanya mulai berjalan sesuai rencana. Orang-orang yang bertindak kali ini bukanlah orang-orang Steven, melainkan dari pasar gelap. Jadi, Kezia sepenuhnya aman.Harry juga tahu bahwa Joshua pasti menderita, tetapi dia hanya bisa menahan diri. Dia sadar bahwa metode Jimmy adalah cara paling
"Joshua! Hannah memanggil namanya dengan cemas.Melihat darah sudah merembes di sudut bibirnya, tetapi dia masih memaksakan diri untuk tetap bertahan, hati Hannah terasa perih."Jangan pukul lagi! Tolong, kumohon berhenti!""Ternyata, keturunan Keluarga Lubis juga bisa memohon belas kasihan, ya?" Pria berbadan besar itu mengejeknya dengan penuh hinaan."Jangan ... jangan mohon padanya. Kalau memang punya nyali, bunuh saja aku!""Berengsek! Kenapa bocah ini keras kepala sekali?" Pria itu mengumpat marah, lalu menendangnya lagi dengan keras.Joshua hanya bisa mengerang kecil. Tubuhnya meluncur di lantai hingga membentur dinding dengan keras sebelum berhenti. Tubuhnya menggigil dan meringkuk.Pria itu mendekat dan memeriksa napasnya. "Dia masih hidup." Pria satunya pun melepaskan Hannah. Dia segera berlari menghampiri Joshua dan menopang tubuhnya."Kau nggak apa-apa? Joshua, lihat aku!" Dia tidak menjawab, napasnya sudah lemah."Sudahlah, pergi sana. Jangan sampai ada yang mati, nanti Bos
Di kepalanya, tiba-tiba muncul ingatan tentang malam itu saat dia membantu Hannah mengganti pakaian. Dia bahkan sempat melihat pakaian dalam di baliknya .... Joshua buru-buru menggelengkan kepala, berusaha menghentikan pikirannya yang mulai melantur.Mungkin gerakannya terlalu besar, suara itu membangunkan Hannah yang sedang tertidur lelap. Gadis itu menggumam dengan lembut, "Jangan ... jangan bergerak, aku capek sekali ...."Joshua langsung duduk tegak, tubuhnya kaku, dan sama sekali tidak berani bergerak. Sebenarnya .... Gadis ini terlihat sangat imut saat tidur. Dia tidak menangis atau merengek, hanya diam seperti boneka kecil yang cantik.Bagaimana mungkin ada orang yang tidak menyukai gadis seperti ini? Bagi Joshua, Hannah adalah sosok yang luar biasa. Tidak seperti gadis-gadis lain yang manja dan selalu perlu dilindungi. Hannah sangat tangguh. Tidak hanya bisa melindungi dirinya sendiri, tapi juga melindungi Joshua.Sebagai laki-laki, Joshua merasa sangat rendah diri. "Aku harus
Joshua bertanya, "Kenapa ... dia menolakmu?"Hannah menjawab, "Karena ... dia menyukai wanita lain. Dia nggak pernah menunjukkan perasaannya dengan jelas, jadi aku merasa punya kesempatan. Siapa sangka, aku yang membuat mereka nggak bisa bersama."Hannah melanjutkan, "Aku ingat sikap wanita itu sangat tegas waktu pergi, sedangkan aku malah membuat diriku sendiri terjebak."Joshua bertanya lagi, "Jadi ... kamu ikut kencan buta?"Hannah menyahut, "Aku melakukannya demi membuat dia tenang. Jadi, dia akan menganggap aku sudah melupakannya. Aku juga ingin membuat harapanku pupus."Joshua menimpali, "Sebenarnya ... kamu nggak usah korbankan diri sendiri. Kamu ... nggak suka pasangan kencan butamu, 'kan?"Hannah membalas, "Iya, tapi ... aku bisa terima biarpun harus hidup bersama selamanya."Joshua menanggapi, "Kenapa kamu begitu gegabah? Kalau nggak ... begini saja. Setelah kita keluar, aku bisa pura-pura jadi pacarmu. Dengan begitu, kamu bisa membuat orang itu tenang ... dan kamu nggak usah
Sebelumnya Hannah memarahi Joshua, tetapi sekarang dia malah dikurung bersama Joshua. Takdir benar-benar mempermainkan orang."Mana Kezia?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Dia dibawa pergi."Joshua bertanya, "Ini di mana? Aku mau keluar!"Hannah menjelaskan, "Nggak usah coba lagi, aku sudah coba. Nggak ada yang pedulikan kita. Ini rumah seng, seharusnya ini gudang. Orang-orang itu hanya mengincar Kezia, mereka nggak sakiti kita."Hannah menambahkan, "Aku nggak yakin mereka akan memberi kita air dan makanan. Jadi, kamu nggak usah sia-siakan tenagamu lagi. Duduk saja di sini.""Kezia ... aku memang nggak berguna. Aku bersalah pada kakakku. Aku nggak jaga Kezia baik-baik," kata Joshua.Hannah menceletuk, "Aku tebak mereka nggak akan sakiti Kezia.""Ke ... kenapa?" tanya Joshua.Hannah membalas, "Bisa-bisanya kamu masih gagap pada saat-saat penting seperti ini! Kamu berbalik saja waktu bicara."Hannah bertanya, "Kamu tahu siapa yang paling ingin menghabisi Kezia di ibu kota?"Joshua berbal
Joshua berkata, "Hannah ... kamu ... masih menggenggam tanganku ...."Hannah menimpali, "Sekarang situasinya sangat genting! Kamu jangan lihat aku dengan ekspresi malu lagi! Di luar ada banyak orang, apa kalian menyinggung seseorang? Kebetulan aku datang malam ini, benar-benar sial!"Kemudian, Hannah pergi ke dapur untuk mencari barang yang berguna. Dia juga menyuruh pelayan membawa Kezia ke lantai atas.Hannah berujar pada Joshua, "Kamu juga naik. Kamu nggak usah ikut campur lagi. Kalau nanti ada yang menerobos masuk, kamu juga nggak bisa bantu aku.""Di luar ... benar-benar ada orang?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Iya, sangat banyak. Keluargaku itu anggota militer, jadi aku pernah mempelajari pengindraan jauh. Aku pasti tahu kalau ada pergerakan di sekitar.""Orang-orang itu bersembunyi sambil mencari kesempatan. Sepertinya bukan untuk mencuri, tapi untuk menangkap seseorang. Aku rasa targetnya Kezia, jadi kamu cepat naik ke lantai atas," lanjut Hannah."Jadi ... bagaimana dengan
Hannah hendak naik ke lantai atas, tetapi dia melihat Kezia yang berdiri di dekat tangga. Kezia sedang memandangi mereka sambil menggendong boneka. Ekspresinya terlihat polos.Tubuh Hannah menegang saat bertatapan dengan Kezia. Hatinya terasa sakit. Sebelum Hannah sempat bicara, Kezia bertanya, "Kalian ... bertengkar, ya?""Kezia, cepat tidur," sahut Joshua dengan suara serak.Melihat bibir Joshua terluka, mata Kezia berkaca-kaca. Dia bertanya, "Paman, wajahmu kenapa?"Kezia buru-buru turun, lalu Joshua memeluknya. Kezia bertanya lagi, "Sakit, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak sakit. Tadi nggak sengaja terbentur, nggak apa-apa. Kezia, seharusnya kamu tidur. Kamu ikut Hannah, ya?""Hannah," ucap Kezia sembari melihat Hannah dengan ekspresi ketakutan.Hannah mengepalkan tangannya. Dia tidak ingin tinggal di sini lagi. Ini bukan rumahnya, untuk apa dia tinggal di sini?"Maaf, aku tiba-tiba ingat ada urusan. Aku pergi dulu," ujar Hannah. Dia segera naik ke lantai atas, lalu memakai jaket dan
Joshua yang gugup segera menjelaskan, "Malam itu ... kamu mabuk ... kamu yang bilang ... orang yang kamu suka nggak menyukaimu ...."Hannah mengernyit setelah mendengar perkataan Joshua. Ternyata dia melontarkan kata-kata seperti itu saat mabuk?Hannah menunduk, lalu berkata, "Aku sudah kenyang. Kamu makan saja."Kemudian, Hannah membawa piring ke dapur. Joshua bergegas mengikuti Hannah dan melihatnya membuang pasta ke tong sampah."Hannah," panggil Joshua. Dia meraih pergelangan tangan Hannah. Entah kenapa, dia panik ketika melihat Hannah marah. Joshua ingin meminta maaf.Hannah terlihat mengerikan saat marah. Joshua merasa Hannah tampak menawan saat tersenyum, membalas dendam, dan tidur. Joshua juga merasa sedih saat Hannah marah."Lepaskan aku!" tegur Hannah."Nggak mau!" tegas Joshua. Kali ini, dia berbicara dengan lantang.Joshua melanjutkan, "Aku tahu ... aku membuatmu nggak senang, kamu boleh pukul aku untuk lampiaskan emosimu. Tapi ... jangan abaikan aku. Aku bukan sengaja ...
Hannah yang menunjukkan kesopanan bertanya, "Aku mau makan. Kamu mau, nggak?""O ... Oke," sahut Joshua.Hannah menimpali, "Kalau begitu, kita sama-sama cari makanan di dapur."Hannah membuka kulkas, tetapi tidak menemukan nasi sisa. Dia tidak bisa membuat nasi goreng telur. Orang kaya memang tidak pernah menyimpan makanan sisa. Bahkan Hannah tidak menemukan makanan beku, jadi dia makan apa?Hannah berkata, "Sudahlah. Aku nggak jadi makan. Aku minum air saja, lalu tidur.""Kamu ... mau ... makan pasta?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Aku nggak bisa ...."Joshua menyela, "Aku ... yang ... masak."Hannah bertanya, "Repot, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak ...."Sebelum Joshua menyelesaikan ucapannya, Hannah berujar, "Kamu masak saja. Nggak usah bicara lagi."Joshua mengembuskan napas lega. Dia selalu gagap setiap melihat Hannah. Joshua merasa lebih rileks jika tidak bicara.Hannah melihat Joshua mengeluarkan daging sapi, cabai, dan bawang dari kulkas. Dia mulai memotong sayur, lalu memasa