Ketika mendengar teriakan histeris Lyla, Grace langsung keluar dari kamarnya. Namun, sebelum berjalan beberapa langkah, tiba-tiba terdengar bentakan Harry. "Masuk ke kamar dan ganti bajumu! Ngerti?"Galak sekali! Grace sampai bergidik ketakutan. Dia tidak berani membantu Lyla lagi dan langsung kembali ke kamar untuk mengganti piama dengan motif kartun.Setelah melihat mobil yang mengantar Lyla pergi jauh, Harry baru merasa lega. Dia kembali ke kamar, lalu mendapati Grace yang duduk seperti anak anjing yang patuh. Lyla sudah gugur, Grace harus bisa melindungi diri sendiri."Ka ... kamu mandi sana. Aku masih mau kerjain PR-ku," ujar Grace."Lain kali jangan dengar omong kosongnya lagi. Aku lebih suka kamu pakai piama ini. Cantik," ucap Harry."Ya, ya, ya. Aku cuma akan menuruti perkataanmu." Grace mengangguk berulang kali."Anak baik." Seperti memberi hadiah, Harry mengecup kening Grace sebelum pergi mandi.Grace pun merasa lega. Untung saja, dia tidak dihabisi Harry. Setelah Harry seles
Dalam sekejap, Lyla membalas pesannya.[ Bodoh! Kakakku nggak sakit sama sekali! ]Kalau tidak sakit ... kenapa Harry tidak menyentuhnya? Saat kakeknya menaruh obat di minumannya waktu itu, padahal Harry sudah sangat menderita. Namun, dia tetap berusaha menahan diri. Mengapa?Grace merasa bingung. Dia menatap pintu kaca buram yang tertutup itu dengan linglung. Setelah beberapa saat, sosok itu keluar lagi dan bertemu dengan tatapan Grace yang penuh kebingungan.Tatapan Grace sangat jernih dan polos. Harry tidak tega melihat tatapan yang begitu indah ternodai oleh buruknya dunia."Masih nggak paham?" tanya Harry dengan tak berdaya.Grace menggelengkan kepalanya dengan wajah polos. "Kata Lyla kamu normal, nggak ada penyakit. Tapi kalau nggak sakit, kenapa ....""Kenapa nggak menghabisimu?" timpal Harry melanjutkan ucapannya.Grace mengangguk bagai seorang anak kecil yang menunggu jawaban dari gurunya dengan sabar. Harry menyentil kepalanya dengan kesal. Grace kesakitan, lalu bergerak mund
"Pfftt!!" Kopi yang baru diseruput Lyla hampir saja disemburkannya. Dia menatap Grace dengan kaget dan bertanya, "Kenapa kamu nanya begini?""Sudah jelas sekali, apa kamu nggak bisa lihat?" Grace berusaha membusungkan dadanya."Sudah, sudah. Mau dibusungkan juga nggak kelihatan." Lyla melambaikan tangannya. Ucapan Grace ini membuatnya kaget."Sebenarnya ... kalau dipaksakan sedikit masih kelihatan ...," ucap Grace yang masih berusaha menolak kenyataan.Lyla kehabisan kata-kata sejenak. Kemudian, dia membalas, "Kalau kamu mau pilih cara kedokteran, bisa disumpal dengan silikon.""Hah? Apa nggak ada cara alami untuk membuatnya tumbuh?""Ini ...." Lyla ingin mengatakan bahwa cara untuk memperbesar payudara secara alami biasanya butuh usaha dari pihak wanita dan pria. Namun, untuk Grace yang jelas sekali masa pubernya tidak terlalu bagus, terpaksa harus berusaha lebih keras ke depannya.Bukan hanya harus diakali dari segi pola makan, juga harus sering dipijat. Jika tidak, Grace terpaksa ha
Hannah kesal karena mencintai orang yang salah dan tidak seharusnya dicintainya."Lyla, sini bantu aku," kata Robin."Oke." Saat hendak pergi, Lyla menghentikan langkahnya di depan pintu kamar, lalu berkata, "Kakakmu sangat peduli padamu dan selalu mengungkit soalmu padaku. Dalam ingatanku, kamu ini gadis yang nggak dewasa.""Kamu nggak akan pernah bisa sadar seberapa banyak pengorbanan kakakmu untukmu. Seluruh isi hati kakakmu ini hanya ada kamu. Tapi, kamu malah nggak mikirin dia sama sekali.""Aku nggak pernah lihat fotomu. Kakakmu bilang, kamu sudah ambil semua foto-fotomu dan nggak mau berikan dia satu pun. Saat itu aku sudah diam-diam memutuskan, aku pasti akan memberimu pelajaran kalau suatu saat ketemu. Semoga jangan sampai ada kesempatan seperti itu. Kalau nggak, aku nggak akan sungkan."Usai bicara, Lyla hendak pergi, tetapi langsung dihentikan oleh Hannah."Lalu apa kamu tahu? Kalau aku nggak setuju kamu bersama kakakku, kakakku juga pasti nggak akan melanjutkan hubungan den
Dengan adanya bantuan dari Lyla, masakan Robin jadi lebih cepat selesai hari ini. Saat Lyla baru saja hendak menyajikan sup itu ke meja makan, Robin menghentikannya. "Supnya panas, kamu bawakan piring dan sendok saja.""Kalau begitu, kuserahkan padamu."Hannah yang muncul di depan pintu bertanya, "Ada yang perlu kubantu?""Nggak usah, kamu duduk saja. Cukup aku dan Lyla saja yang sibuk di sini," jawab Robin sambil tersenyum memandang Hannah dengan penuh kasih.Tatapan Hannah sontak menjadi redup. Dia tahu bahwa Robin selalu menganggapnya sebagai anak kecil dan adik, bukan seseorang yang bisa berdampingan untuk berjuang dengannya. Robin mengambilkan semangkuk sup untuk Hannah dan menyuruhnya untuk diminum selagi hangat.Setelah itu, dia juga menyuruh Lyla untuk duduk. Saat semua hidangan sudah disajikan, Lyla juga langsung spontan mengambilkan nasi untuk Robin.Robin juga tidak menolaknya. Kekompakan mereka sudah terbina sejak dulu. Jika bisa bersama, aura mereka tidak akan bisa ditandi
"Di luar masih hujan deras, tapi aku nggak peduli. Kakak yang mengejarku sampai ke luar. Akhirnya ... dia kecelakaan di tengah jalan dan kakinya terluka sampai meninggalkan gejala yang membekas sampai sekarang. Dengan nilainya, dia seharusnya bisa masuk ke sekolah kemiliteran, tapi akhirnya malah nggak jadi karena masalah kesehatan.""Aku nggak akan bisa melupakan betapa sedihnya sorot mata ayahku waktu itu. Dia menaruh harapan yang sangat besar pada Kakak. Kakak nggak pernah hidup demi dirinya sendiri, dia selalu menuruti keinginan Ayah. Setelah itu, dia belajar kedokteran, sedangkan orang tua kami mengalami kecelakaan.""Aku jadi sangat agresif dan menolak keberadaannya. Dia membawaku untuk diperiksakan ke dokter. Penyakitku ini berasal dari psikologisku. Selama ini, dia nggak mencari pacar karena takut aku nggak setuju. Aku takut dia meninggalkanku dan aku nggak mau jadi yatim piatu."Hannah menghela napas dalam-dalam. Menceritakan masa lalu ini terasa sangat berat baginya. Menghada
Sejak orang tuanya meninggal, Hannah tidak pernah lagi sedekat ini dengannya. Saat Hannah memeluknya, pikiran Robin kembali melayang ke masa lalu. Saat itu, Hannah masih sangat muda. Dia selalu saja mengikuti Robin dan bermanja-manja dengannya. Robin sangat bahagia kala itu."Robin, sepertinya aku nggak pernah minta maaf padamu. Beberapa tahun ini, kamu terus menuruti sikapku yang keras kepala. Aku jahat sekali padamu, tapi kamu tetap bersabar. Ke depannya ... aku nggak akan buat onar lagi.""Hannah, sepertinya kamu sudah benar-benar dewasa bisa ngomong seperti itu padaku," kata Robin."Robin, kamu harus bahagia ya?" ucap Hannah dengan segenap kekuatan yang tersisa pada dirinya.Ucapan ini langsung membekas dalam hati Robin. "Ya," jawabnya dengan berat.Hannah akhirnya memberanikan diri untuk mendorong pelukan Robin yang hangat. Pelukan Robin bukanlah tempat untuknya, dia tidak boleh terus-menerus merindukannya.Setelah itu, Robin menutup pintu rumah Hannah. Lyla melihat ekspresinya se
Namun ... Hannah malah tidak bisa menahan diri untuk jatuh cinta pada orang yang tidak sengaja lewat di hidupnya ini.....Setelah kembali ke vila, Lyla menyampaikan kabar ini kepada Harry. Harry baru merasa lega setelah mendengarnya. "Aku mau bilang sama Robin untuk memperlakukanmu dengan baik. Kalau dia berani membuatmu sakit hati, aku nggak akan ampuni dia meski dia itu sahabatku."Saat baru saja Harry ingin menelepon Robin, dia malah dihentikan oleh Lyla. Dengan wajah tersipu, dia berkata, "Jangan takut-takutin dia, sudah lama aku menunggu hari ini. Nggak deh, aku harus tanyakan sama Ayah apa yang harus kubawa ke sana akhir pekan nanti.""Padahal semuanya belum pasti. Kamu cuma ke sana untuk sekadar makan bersama, tapi sudah sesenang itu?""Tentu saja! Setelah ke rumah pamannya nanti, aku akan bawa Robin untuk pulang dan makan bersama keluarga kita," jawab Lyla."Ayah nggak suka sama Robin. Beberapa tahun ini kamu sudah banyak berkorban untuknya, jadi Ayah sangat benci padanya.""L
Telepon segera tersambung. Suara di ujung sana adalah milik Harry. Rasanya sungguh melegakan bisa langsung menghubunginya.Hannah memberi tahu, "Ha ... Harry, sesuatu terjadi pada Kezia. Ada sekelompok orang yang membawanya pergi. Tapi, kurasa mereka nggak akan melukainya. Mereka bahkan melepaskan aku dan Joshua.""Aku mengerti. Aku bakal suruh Juan segera mengurus ini," balas Harry. Suara pria itu sangat tenang dan dalam, hampir tanpa emosi.Hannah yang sedang cemas tak memperhatikan ketenangan yang terlalu mencolok itu. Dia hanya merasa sedikit lega setelah menutup telepon.Sementara itu, di kota tua.Harry dan Grace sudah tiba. Dua jam sebelumnya, Jimmy telah menelepon untuk memberitahunya bahwa semuanya mulai berjalan sesuai rencana. Orang-orang yang bertindak kali ini bukanlah orang-orang Steven, melainkan dari pasar gelap. Jadi, Kezia sepenuhnya aman.Harry juga tahu bahwa Joshua pasti menderita, tetapi dia hanya bisa menahan diri. Dia sadar bahwa metode Jimmy adalah cara paling
"Joshua! Hannah memanggil namanya dengan cemas.Melihat darah sudah merembes di sudut bibirnya, tetapi dia masih memaksakan diri untuk tetap bertahan, hati Hannah terasa perih."Jangan pukul lagi! Tolong, kumohon berhenti!""Ternyata, keturunan Keluarga Lubis juga bisa memohon belas kasihan, ya?" Pria berbadan besar itu mengejeknya dengan penuh hinaan."Jangan ... jangan mohon padanya. Kalau memang punya nyali, bunuh saja aku!""Berengsek! Kenapa bocah ini keras kepala sekali?" Pria itu mengumpat marah, lalu menendangnya lagi dengan keras.Joshua hanya bisa mengerang kecil. Tubuhnya meluncur di lantai hingga membentur dinding dengan keras sebelum berhenti. Tubuhnya menggigil dan meringkuk.Pria itu mendekat dan memeriksa napasnya. "Dia masih hidup." Pria satunya pun melepaskan Hannah. Dia segera berlari menghampiri Joshua dan menopang tubuhnya."Kau nggak apa-apa? Joshua, lihat aku!" Dia tidak menjawab, napasnya sudah lemah."Sudahlah, pergi sana. Jangan sampai ada yang mati, nanti Bos
Di kepalanya, tiba-tiba muncul ingatan tentang malam itu saat dia membantu Hannah mengganti pakaian. Dia bahkan sempat melihat pakaian dalam di baliknya .... Joshua buru-buru menggelengkan kepala, berusaha menghentikan pikirannya yang mulai melantur.Mungkin gerakannya terlalu besar, suara itu membangunkan Hannah yang sedang tertidur lelap. Gadis itu menggumam dengan lembut, "Jangan ... jangan bergerak, aku capek sekali ...."Joshua langsung duduk tegak, tubuhnya kaku, dan sama sekali tidak berani bergerak. Sebenarnya .... Gadis ini terlihat sangat imut saat tidur. Dia tidak menangis atau merengek, hanya diam seperti boneka kecil yang cantik.Bagaimana mungkin ada orang yang tidak menyukai gadis seperti ini? Bagi Joshua, Hannah adalah sosok yang luar biasa. Tidak seperti gadis-gadis lain yang manja dan selalu perlu dilindungi. Hannah sangat tangguh. Tidak hanya bisa melindungi dirinya sendiri, tapi juga melindungi Joshua.Sebagai laki-laki, Joshua merasa sangat rendah diri. "Aku harus
Joshua bertanya, "Kenapa ... dia menolakmu?"Hannah menjawab, "Karena ... dia menyukai wanita lain. Dia nggak pernah menunjukkan perasaannya dengan jelas, jadi aku merasa punya kesempatan. Siapa sangka, aku yang membuat mereka nggak bisa bersama."Hannah melanjutkan, "Aku ingat sikap wanita itu sangat tegas waktu pergi, sedangkan aku malah membuat diriku sendiri terjebak."Joshua bertanya lagi, "Jadi ... kamu ikut kencan buta?"Hannah menyahut, "Aku melakukannya demi membuat dia tenang. Jadi, dia akan menganggap aku sudah melupakannya. Aku juga ingin membuat harapanku pupus."Joshua menimpali, "Sebenarnya ... kamu nggak usah korbankan diri sendiri. Kamu ... nggak suka pasangan kencan butamu, 'kan?"Hannah membalas, "Iya, tapi ... aku bisa terima biarpun harus hidup bersama selamanya."Joshua menanggapi, "Kenapa kamu begitu gegabah? Kalau nggak ... begini saja. Setelah kita keluar, aku bisa pura-pura jadi pacarmu. Dengan begitu, kamu bisa membuat orang itu tenang ... dan kamu nggak usah
Sebelumnya Hannah memarahi Joshua, tetapi sekarang dia malah dikurung bersama Joshua. Takdir benar-benar mempermainkan orang."Mana Kezia?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Dia dibawa pergi."Joshua bertanya, "Ini di mana? Aku mau keluar!"Hannah menjelaskan, "Nggak usah coba lagi, aku sudah coba. Nggak ada yang pedulikan kita. Ini rumah seng, seharusnya ini gudang. Orang-orang itu hanya mengincar Kezia, mereka nggak sakiti kita."Hannah menambahkan, "Aku nggak yakin mereka akan memberi kita air dan makanan. Jadi, kamu nggak usah sia-siakan tenagamu lagi. Duduk saja di sini.""Kezia ... aku memang nggak berguna. Aku bersalah pada kakakku. Aku nggak jaga Kezia baik-baik," kata Joshua.Hannah menceletuk, "Aku tebak mereka nggak akan sakiti Kezia.""Ke ... kenapa?" tanya Joshua.Hannah membalas, "Bisa-bisanya kamu masih gagap pada saat-saat penting seperti ini! Kamu berbalik saja waktu bicara."Hannah bertanya, "Kamu tahu siapa yang paling ingin menghabisi Kezia di ibu kota?"Joshua berbal
Joshua berkata, "Hannah ... kamu ... masih menggenggam tanganku ...."Hannah menimpali, "Sekarang situasinya sangat genting! Kamu jangan lihat aku dengan ekspresi malu lagi! Di luar ada banyak orang, apa kalian menyinggung seseorang? Kebetulan aku datang malam ini, benar-benar sial!"Kemudian, Hannah pergi ke dapur untuk mencari barang yang berguna. Dia juga menyuruh pelayan membawa Kezia ke lantai atas.Hannah berujar pada Joshua, "Kamu juga naik. Kamu nggak usah ikut campur lagi. Kalau nanti ada yang menerobos masuk, kamu juga nggak bisa bantu aku.""Di luar ... benar-benar ada orang?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Iya, sangat banyak. Keluargaku itu anggota militer, jadi aku pernah mempelajari pengindraan jauh. Aku pasti tahu kalau ada pergerakan di sekitar.""Orang-orang itu bersembunyi sambil mencari kesempatan. Sepertinya bukan untuk mencuri, tapi untuk menangkap seseorang. Aku rasa targetnya Kezia, jadi kamu cepat naik ke lantai atas," lanjut Hannah."Jadi ... bagaimana dengan
Hannah hendak naik ke lantai atas, tetapi dia melihat Kezia yang berdiri di dekat tangga. Kezia sedang memandangi mereka sambil menggendong boneka. Ekspresinya terlihat polos.Tubuh Hannah menegang saat bertatapan dengan Kezia. Hatinya terasa sakit. Sebelum Hannah sempat bicara, Kezia bertanya, "Kalian ... bertengkar, ya?""Kezia, cepat tidur," sahut Joshua dengan suara serak.Melihat bibir Joshua terluka, mata Kezia berkaca-kaca. Dia bertanya, "Paman, wajahmu kenapa?"Kezia buru-buru turun, lalu Joshua memeluknya. Kezia bertanya lagi, "Sakit, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak sakit. Tadi nggak sengaja terbentur, nggak apa-apa. Kezia, seharusnya kamu tidur. Kamu ikut Hannah, ya?""Hannah," ucap Kezia sembari melihat Hannah dengan ekspresi ketakutan.Hannah mengepalkan tangannya. Dia tidak ingin tinggal di sini lagi. Ini bukan rumahnya, untuk apa dia tinggal di sini?"Maaf, aku tiba-tiba ingat ada urusan. Aku pergi dulu," ujar Hannah. Dia segera naik ke lantai atas, lalu memakai jaket dan
Joshua yang gugup segera menjelaskan, "Malam itu ... kamu mabuk ... kamu yang bilang ... orang yang kamu suka nggak menyukaimu ...."Hannah mengernyit setelah mendengar perkataan Joshua. Ternyata dia melontarkan kata-kata seperti itu saat mabuk?Hannah menunduk, lalu berkata, "Aku sudah kenyang. Kamu makan saja."Kemudian, Hannah membawa piring ke dapur. Joshua bergegas mengikuti Hannah dan melihatnya membuang pasta ke tong sampah."Hannah," panggil Joshua. Dia meraih pergelangan tangan Hannah. Entah kenapa, dia panik ketika melihat Hannah marah. Joshua ingin meminta maaf.Hannah terlihat mengerikan saat marah. Joshua merasa Hannah tampak menawan saat tersenyum, membalas dendam, dan tidur. Joshua juga merasa sedih saat Hannah marah."Lepaskan aku!" tegur Hannah."Nggak mau!" tegas Joshua. Kali ini, dia berbicara dengan lantang.Joshua melanjutkan, "Aku tahu ... aku membuatmu nggak senang, kamu boleh pukul aku untuk lampiaskan emosimu. Tapi ... jangan abaikan aku. Aku bukan sengaja ...
Hannah yang menunjukkan kesopanan bertanya, "Aku mau makan. Kamu mau, nggak?""O ... Oke," sahut Joshua.Hannah menimpali, "Kalau begitu, kita sama-sama cari makanan di dapur."Hannah membuka kulkas, tetapi tidak menemukan nasi sisa. Dia tidak bisa membuat nasi goreng telur. Orang kaya memang tidak pernah menyimpan makanan sisa. Bahkan Hannah tidak menemukan makanan beku, jadi dia makan apa?Hannah berkata, "Sudahlah. Aku nggak jadi makan. Aku minum air saja, lalu tidur.""Kamu ... mau ... makan pasta?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Aku nggak bisa ...."Joshua menyela, "Aku ... yang ... masak."Hannah bertanya, "Repot, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak ...."Sebelum Joshua menyelesaikan ucapannya, Hannah berujar, "Kamu masak saja. Nggak usah bicara lagi."Joshua mengembuskan napas lega. Dia selalu gagap setiap melihat Hannah. Joshua merasa lebih rileks jika tidak bicara.Hannah melihat Joshua mengeluarkan daging sapi, cabai, dan bawang dari kulkas. Dia mulai memotong sayur, lalu memasa