“Mau kemana lo?” tanya Zoya sambil menghampiri Kevin yang sedang duduk di meja makan.“Mau ke kantor, kalo gue nggak kerja lo mau makan apa?” jawab Kevin santai sambil menghabiskan sarapan pagi yang baru saja ia buat subuh tadi.“Lo bikin sarapan sendiri?” tanya Zoya menatap sarapan Kevin yang sudah tidak tersisa.“Iya. Kalo lo mau sarapan juga udah gue siapin. Kalo mau ngemil tinggal ambil aj di lemari. Ingat ya, kecuali es krim, lo belum boleh makan yang dingin-dingin.” Kevin menatap Zoya tegas karena ia tahu Zoya juga seperti perempuan pada umumnya.Zoya berdecak kesal. “Pelit banget sih jadi suami.”“Bukannya gue pelit, Zoya, kondisi lo masih belum stabil. Obatnya jangan lupa diminum, gue nggak mau tau pokoknya obat itu harus habis.”“Iya bawel.”Kevin berdiri sambil merapikan celananya. “Ya udah, gue berangat lu, lo baik-baik di rumah nanti ada si Mbok yang bakal bersihkan rumah ini.”“Sepagi ini lo mau berangkat ke kantor?” tanya Zoya tidak percaya.“Masih pagi kata lo?” Kevin m
Keesokan paginya, Mila menyiapkan dengan raut wajah yang segar. Meskipun masih kepikiran soal semalam, namun Mila mencoba untuk berpikir positif saja, pasti Waldi sudah membaik hari ini.“Mas, sarapan dulu,” kata Mila, nadanya sedikit keras supaya Waldi yang masih berada cukup jauh di sana mendengar.“Aku sarapan di kantor aja, soalnya nggak bisa. aku berangkat dulu.” Waldi terlihat sangat berbeda, dingin, dan cuek.“Kamu nggak biasanya Mas kaya gini, kalau hampir terlambat biasanya kamu minta aku buat suapin,” kata Mila, wajahnya kembali terlihat sedih. Apa yang sebenarnya terjadi Mila juga tidak tahu, Waldi tidak menjelaskan apapun.“Paham dari ucapanku tadi, ‘kan? Bukan aku nggak mau makan masakan kamu, tapi aku memang lagi buru-buru banyak pekerjaan yang harus aku kerjain di kantor. Udah, aku mau berangkat, kamu baik-baik di rumah. kalau sarapannya nggak habis bisa dikasih ke satpam komplek.” Waldi pergi begitu saja setelah Mila mencium punggung tangannya. Lagi-lagi tidak ada kecu
Jam di dinding telah menunjukkan pukul dua belas malam, namun Mila masih tetap terjaga karena Waldi belum juga pulang dan tidak ada kabar. Sejak tadi Mila menunggu dengan perasaan resah, berkali-kali mengintip jendela berharap ada mobil yang masuk di pekarangan rumahnya.“Kamu kemana sih, Mas?” Mila menggenggam ponselnya dengan penuh rasa cemas. Sudah tengah malam tapi Waldi tidak kunjung kembali.“Apakah kamu sesibuk itu sehingga tidak memberiku kabar?”Tidak berselang lama suara mobil pun terdengar. Buru-buru Mila membuka pintu dan benar saja ia melihat mobil suaminya. perasaan Mila langsung lega, karena sempat berpikir terjadi sesuatu dengan suaminya.“Alhamdulillah akhirnya kamu pulang juga, Mas. Kenapa nggak kasih kabar kalau pulangnya sampai larut seperti ini?” rentetan pertanyaan yang keluar dari mulut Mila adalah sebagai bentuk rasa khawatir istri kepada suami, namun Waldi terlihat tidak suka.“Aku mau bersih-bersih dulu, terus istirahat, aku capek banget.” Waldi langsung masu
Satu bulan berlalu, kondisi hubungan rumah tangga Mila dan Waldi semakin dingin dan kini mereka seperti semakin menjauh dan terasa asing di satu atap yang sama. Kevin semakin sibuk dengan pekerjaannya, sementara Mila lebih fokus pada kehamilannya supaya anaknya selalu sehat dan berkembang dengan baik.Seperti pagi ini, hari ini adalah jadwal Mila untuk cek kehamilan, seorang diri tanpa di temani suami tidak seperti bulan kemarin Waldi yang bersemangat untuk melihat calon anak mereka.“Bulan ini kita ke rumah sakit berdua saja ya, sayang, Ayah lagi kerja cari uang untuk kamu nanti kedepannya,” kata Mila, kepada calon anak yang ada di dalam kandungannya.Mila sudah siap dengan baju gamis dan kerudung panjangnya. Mila tidak pernah masalah jika Waldi harus sibuk kerja, tapi yang Mila sayangkan adalah sikap Waldi yang semakin hari semakin dingin. Bahkan sekarang Waldi sering pulang larut malam, akhirnya mereka jarang mengobrol. Bahkan sekedar menanyakan bagaimana dengan hari ini saja sanga
Kegiatan di pagi sama seperti hari-hari sebelumnya, tapi bedanya pagi ini Mila tidak masak apa pun untuk sarapan. Karena setiap kali Mila masak untuk sarapan pagi, akan berujung masuk ke tempat sampah dan itu sangat membuang-buang makanan.“Loh, kamu nggak masak?” tanya Waldi pada saat lelaki itu duduk di meja makan tapi tidak ada makanan yang tersaji di sana.“Aku lagi males masak,” jawab Mila dengan suara yang datar.Mengetahui wajah istrinya sembab membuat Waldi bergegas menghampiri. “Mata kamu bengkak.”Mila menghindar pada saat Waldi ingin menyentuh wajahnya. “Aku baik-baik aja.” lalu Mila berlalu pergi sambil membawa gelas yang berisi susu hamilnya.“Mau sampai kapan kita seperti ini?” tanya Waldi dengan suara cukup keras.Mila langsung menghentikan langkahnya. “Jawabannya ada di tangan kamu.” Lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar yang semalam ia tempati.Waldi tidak tinggal diam, lelaki itu mengejar Mila, mencekal pergelangan tangan istrinya itu supaya tidak masuk ke
Sesuai permintaan Karmila tadi siang, sekarang Kevin dan Zoya sudah berada di kediaman Kasen dan Karmila. Kedatangan Kevin dan Zoya di sambut sangat baik.“Mentang-mentang pengantin baru kamu sudah lupa sama orang tua, Zoya?” sindir Kasen pada saat sang putri mencium tangannya. Selama Zoya tidak lagi tinggal di rumah suasana cukup sepi karena tidak ada lagi suara cempreng Zoya yang menghiasi pagi mereka.“Zoya sibuk, Pah,” jawab Zoya asal. Kedekatan mereka yang cukup akrab sehingga tidak ada rasa canggung meskipun sudah satu bulan tidak bertemu.“Kamu kapan mau kasih Mama dan Papa cucu?” tanya Karmila yang tiba-tiba datang langsung memberi pertanyaan yang Zoya sendiri tidak tahu jawabannya.“Bagaimana mau punya momongan, sejak awal menikah saja belum pernah buka segel,” kata Kevin, di dalam hati. Nelangsa sekali hidup lelaki itu sudah punya istri, tapi harus tetap menahan seperti masa ia bujang.“Ziya juga kurang tahu, Mah. Lagian, Zoya juga masih pengen menikmati masa-masa belum jadi
Keesokan paginya, tepatnya pada jam setengah enam subuh, Zoya nyaris berteriak saat melihat Kevin sedang melaksanakan sholat subuh. Zoya pikir Kevin adalah sosok hantu yang sedang berdiri, sebab penerangan yang remang-remang membuatnya hampir salah sangka.“Udah bangun?” tanya Kevin sambil melipat kembali sajadah yang baru saja ia pakai shalat subuh. Setelah itu Kevin melepas peci dan juga baju koko. Dari mana lelaki itu mendapat baju koko?“Baju koko siapa yang lo pake?” tanya Zoya dengan suara serak.“Bajunya Papa,” jawab Kevin.Zoya menganggukkan kepalanya lalu kembali memejamkan mata ingin melanjutkan tidur.“Kenapa lo nggak bangunin gue buat shalat?” tanya Zoya dengan mata terpejam.“Gue nggak mau maksa lo. Gue tau lo belum terbiasa,” jawab Kevin, santai.Zoya merasa malu, karena selama ini memang jarang sekali shalat, bahkan dalam satu tahun bisa dihitung pakai jari.“Lain kali ajarin gue shalat, gue juga pengen belajar bisa shalat lima waktu dalam satu hari,” kata Zoya.“Lo ngg
“Halo.”Mila begitu tenang mengangkat telepon, meskipun itu dari seorang perempuan yang sudah menghancurkan keluarga kecilnya.“Maaf, ini siapa ya?” tanya seseorang di seberang sana.“Saya istrinya,” jawab Mila, nada bicaranya masih terdengar tenang.“Saya ingin bicara sama Pak Waldi, apakah beliau ada?”“Siapa?” tanya Waldi tanpa suara hanya melalui gerakan mulutnya.Tanpa menjawab, Mila langsung memberikan ponsel itu kepada Waldi supaya lelaki itu bisa tahu sendiri. Saat Waldi hendak pergi, Mila menahan meminta lelaki itu berbicara di depannya. Waldi tidak punya pilihan sekali menuruti keinginan Mila.“Iya, kenapa, Sonya?” tanya Waldi nadanya sangat ramah sekali.Mendengar nada bicara Waldi kepada perempuan itu membuat Mila tersenyum sinis. Meskipun hati Mila teramat sakit, tapi ia mencoba untuk menjadi perempuan yang tenang.“Apa, kran kamar mandi di apartemen kamu rusak?”“Sewa saja orang untuk membetulkannya,” kata Mila, pelan.“Em, saya tidak bisa ke sana sekarang, karena masih