Seperti pagi kemarin, pagi ini pun tidak mengenakan bagi seorang Alaric. Pemandangan Isadora yang begitu telaten menyiapkan keperluan Rayden, membuat dada Alaric bergemuruh hebat. Ia tidak suka pemandangan ini!Pria tampan dengan setelan jas yang telah melekat rapi di tubuhnya itu, gegas beranjak tanpa bicara. Kaki panjangnya berjalan tegap menuju pintu utama. Tak ada lagi selera sarapan. Ia hanya ingin segera menjauh dari Rayden dan Isadora."Sial! Benar-benar sial!" geramnya sembari memukul setir mobil cukup kencang. Hari ini Alaric bahkan memilih untuk menyetir sendiri agar bisa leluasa meluapkan amarah tanpa diganggu sopir."Ini tidak bisa terus dibiarkan!" Pria itu terus meluapkan emosinya dengan mengeluarkan kata-kata kasar selama di perjalanan. Sempat terlintas di kepala pria itu untuk mengembalikan Rayden pada Grace. Mungkin dengan begitu, fokus Isadora hanya untuk ia nantinya. Tetapi, Alaric tidak sampai hati jika Rayden harus kembali menerima perlakuan kasar. Meskipun belum
"M-Mommy ...."Suara Rayden terdengar bergetar, menimbulkan tanya di benak Isadora. "Hei, kau kenapa, Sayang?" tanya wanita itu.Isadora belum mendapat jawaban. Tetapi, ia bisa mendengar tangis Rayden di seberang panggilan. "Ray, kau baik-baik saja? Mana Sus Ona?"Sayang sekali, masih tak ada jawaban. Baiklah, Isadora lebih baik pulang sekarang."Ada apa, Isa?" Frans yang memerhatikan sejak tadi pun jelas merasa heran."Sorry, Frans. Aku harus pulang sekarang. Aku tidak tahu ada apa. Tapi Rayden ... dia baru saja menelponku sambil menangis." Isadora menjelaskan dengan nada cemas."Maaf, aku harus pulang lebih dulu.""Biar aku antar kau pulang, Isa," putus Frans yang langsung ikut beranjak juga, lalu melangkah cepat di belakang Isadora.Dari tempatnya memantau, mata Alaric kembali menyorot tajam pada dua orang yang baru saja pergi itu. Tetapi, ia tak tinggal diam. Dengan langkah tegap dan dada yang bergemuruh, Alaric menyusul keduanya dari belakang.Apakah Alaric akan melabrak mereka s
Isadora tampak memilih banyak pakaian untuk ia bawa ke kamar Rayden. Rasanya terlalu merepotkan ketika ia harus bolak-balik ke kamar ini saat Alaric tak ada, hanya untuk mengambil pakaian ganti."Baiklah! Dress dan piyama sudah cukup. Sekarang tinggal—"Brugh!Ucapan Isadora terputus seketika. Begitu pun dengan tubuhnya yang terlonjak kala mendengar pintu ditutup kasar. Dengan penuh rasa penasaran ia berbalik menatap pintu. Akan tetapi, jantungnya dibuat menggila kala ia melihat Alaric tengah mengunci pintu kamar dari dalam."Al! Apa yang kau lakukan?!" Sudah dibilang jika ia tak sudi berada dalam satu kamar dengan pria itu!Alaric dengan santai melempar kunci kamarnya ke atas lemari kaca yang berisi berbagai tas Isadora. Kemudian, ia berjalan menghampiri wanita itu dengan senyum menyeramkan.Isadora benar-benar ketakutan. Dari wajahnya, ia bisa menebak jika Alaric sedang tidak jinak saat ini. Maka dari itu, sebisa mungkin ia berjalan mundur untuk menghindar. Namun sayang, punggungnya
Pyaaar, pyaaar, pyaaar!Suara itu memenuhi kamar Alaric pagi ini. Vas bunga, bingkai foto, bahkan semua benda yang bisa tergapai, langsung dilempar oleh Isadora. Kamar yang biasanya rapi dan bersih itu, kini penuh oleh pecahan kaca akibat ulah tangan Isadora."Kau sialan, Al! Kau sialan!" pekiknya histeris. Sementara pria yang membuatnya nyaris mati semalam malah duduk santai di atas sofa sembari mengangkat satu kakinya."Kenapa, hm? Apa yang semalam belum cukup?" Alaric menatap santai pada istrinya yang masih tanpa busana. Sedangkan ia sudah mengenakan kimono sebab terbangun sejak tadi."Aku bersumpah, aku sangat membencimu, Alaric! Kau adalah pria iblis!" Isadora kian histeris. Masih ia ingat jelas bagaimana semalam Alaric memperlakukannya dengan kasar. Seluruh tubuh dan bagian bawahnya terasa sakit tak tertahan. Bahkan kini untuk sekadar berjalan pun Isadora kesulitan."Kau iblis! Kau iblis, Alaric! Aku sangat membencimu!"Alaric hanya menatap santai pada wanita itu. Sesekali asap
Jika memiliki banyak waktu untuk mengumpat, maka Isadora akan melakukannya tanpa kenal lelah. Ia akan mengumpati pria licik bernama Alaric. Sayang, saat ini yang harus lebih Isadora pikirkan adalah Rayden.Ya, bukankah demi bocah itu Isadora mengubah keputusan?Setelah cukup lama menimbang, pada akhirnya ia memutuskan untuk tetap tinggal di dalam rumah yang lebih mirip neraka ini. Sialnya, Alaric seolah sengaja memanfaatkan hubungan emosional Isadora dengan Rayden. Bayangkan saja, pria itu melarang Isadora tidur di kamar sang putra seperti sebelumnya. Jika tidak, maka Alaric tidak akan segan-segan memisahkan keduanya.Tentu Isadora tak akan bisa jika harus berpisah dengan Rayden. Maka dari itu, sekuat tenaga ia menekan ego dan menuruti permintaan Alaric."Mommy tidak akan meninggalkanku, kan?" Pertanyaan itu berhasil menarik kesadaran Isadora dari lamunan. Ia menoleh pada sang putra yang berada di sisinya."Tidak akan."Sebisa mungkin wanita cantik itu mengukir senyum, lalu menarik t
Isadora segera menerobos pintu kamar mandi yang tak dikunci. Saat itulah, ia menggelengkan kepala melihat apa yang dilakukan Alaric."Stop, Al!" pekiknya. Namun, itu sama sekali tak menghentikan aksi Alaric yang tengah membogem dinding.Isadora tak tinggal diam. Ia melangkah cepat dan mendorong mundur tubuh pria itu."Maksudmu apa, hah?!" teriaknya. Ngilu sekali melihat punggung tangan Alaric yang terluka hingga mengeluarkan cairan merah kental."Kenapa kau masuk ke sini?" Alaric malah balik bertanya. Napasnya terdengar memburu di telinga Isadora. "Kembali dan tidurlah!" titahnya.Isadora berdecak kesal. Tanpa menyahut, ia menarik tangan Alaric untuk keluar dari kamar mandi. Pria itu pun pasrah, sebab sedang malas berdebat dengan sang istri.Isadora meminta Alaric untuk duduk di pinggir ranjang. Lalu, ia segera mencari kotak P3K yang tersimpan di dekat meja kerja suaminya, tepat di ujung kamar. Setelah dapat, baru ia kembali dan duduk di samping Alaric.Masih tanpa suara, wanita itu m
Senyum Alaric terukir kala layar ponselnya berkedip, menampilkan nama Isadora. Dengan sengaja ia tak langsung menerima. Bersikap sedikit jual mahal untuk menggoda istrinya."Aku tahu, kau tidak akan pernah bisa lepas dariku, Sayang," gumam pria itu. Kemudian, ia kembali membawa fokus pada layar laptop di depannya. Ada beberapa pekerjaan yang harus ia pantau.Beberapa lama Alaric bergelut dengan laporan yang ada di layar, hingga ia hampir melupakan panggilan Isadora. Ini semua gara-gara ponselnya yang diatur mode diam dengan maksud agar tak mengganggu saat ia bekerja.Pria tampan itu berdecak kesal kala melihat ada 5 panggilan tak terjawab dari istrinya. Segera ia memanggil kontak wanita itu sebelum terlambat. Beruntung, tak lama setelah ia menyentuh ikon panggil, suara Isadora terdengar dari seberang sana. "Al! Ke mana saja kau, hah?!"Alaric berdecak pelan sembari mengerling malas. "Aku sedang ada pekerjaan. Ada apa, hm? Apa kau begitu merindukanku?" "Ck! Aku bukan wanita bodoh yan
"Bangunlah, Sayang ... jangan membuatku takut."Alaric masih setia menggenggam tangan Isadora. Wanita itu belum juga membuka mata semenjak pingsan di sebuah gang. Sang dokter yang baru selesai memeriksa, memang mengatakan jika tak ada hal serius yang terjadi pada Isadora. Akan tetapi, tetap saja Alaric khawatir pada istrinya."Semua ini gara-gara Rayden!" geram Alaric. Jika saja bocah itu tidak hilang, Isadora pasti tidak akan seperti ini sekarang!Tadi saat masih mencari Rayden, Isadora tiba-tiba meminta Alaric untuk menghentikan laju mobil. Karena wanita itu mendesak, pada akhirnya Alaric setuju untuk menepi. Saat itu Isadora langsung berlari keluar mobil sembari menyerukan nama Rayden."Rayden! Tunggu!" pekik Isadora. Alaric yang tertinggal di belakang pun segera mengejar.Tatapan Isadora tertuju pada beberapa bocah yang tengah berlarian di sebuah gang. Namun, fokusnya hanya pada bocah laki-laki yang mengenakan kaos kuning. Dari rambut dan postur tubuh yang sangat tak asing, Isador
Isadora termenung seorang diri. Tatapannya tertuju pada langit pagi yang tengah hangat-hangatnya. Namun, sedikitpun ia tak menikmati kehangatan itu. Ya, memang harusnya ia merasa senang sekarang, karena semalam Alaric bilang jika Rayden tidak marah padanya. Tetapi, entah kenapa Rayden masih saja bersikap tak acuh padanya. Bahkan ketika tadi sarapan sebelum sekolah pun, bocah itu masih sama seperti semalam.Rasanya Isadora hampir putus asa. Ia dipaksa mengingat kesalahan yang entah apa, sebab Rayden tak mau memberitahu. "Kau tidak perlu terlalu memikirkannya, Sayang. Biarkan saja," pesan Alaric semalam. Tetapi, hal itu tak bisa Isadora lakukan.Sebagai seseorang yang sangat dekat dengan Rayden, jelas ia merasa tak nyaman kala bocah itu selalu menghindar."Sepertinya aku harus mengajak dia jalan-jalan berdua."Ya, mungkin itu akan menjadikan Rayden kembali terbuka dan mau berbicara dengannya.Tak ingin membuang waktu, gegas Isadora bersiap. Ia memasuki kamar mandi sebentar untuk mencu
Isadora tak ingin menyerah untuk membuat Rayden mau bicara. Kala bocah itu kembali dari sekolah, ia langsung mengajaknya memasuki kamar dan membongkar semua hadiah. Mobil dan robot mainan tampak mendominasi di lantai kamar itu."Bagaimana? Kau suka, kan, Ray? Mommy yang memilih semua ini untukmu," seru Isadora penuh antusias. Tetapi, bocah di depannya masih saja menampilkan wajah datar."Lihat! Mommy juga membeli banyak buku tulis yang sampulnya lucu. Ada pensil juga. Kau suka, kan?"Lagi, Rayden masih diam.Isadora menghela napas lelah. Ia sungguh bingung dengan sikap Rayden yang tiba-tiba berubah."Ray ... sebenarnya kau kenapa, Sayang? Apa Mommy memiliki kesalahan? Jika benar, Mommy minta maaf padamu."Rayden masih tak merespon. Kepala bocah itu kini sedikit tertunduk seperti ada yang tengah ditahan. Tetapi, tak bisa ia ungkapkan."Ray ...." Isadora hendak menyentuh bahu Rayden, tetapi bocah itu malah menghindar dengan menggeser duduknya. Sesaat kemudian, Rayden berdiri dan berteri
Waktu berlibur satu minggu itu terasa singkat dan masih tak cukup bagi Alaric. Rasanya ia masih ingin tinggal di Tokyo untuk menghabiskan waktu berdua dengan Isadora. Sayangnya, ia harus ditampar kenyataan bahwa ada segudang pekerjaan yang menunggunya pulang.Alaric dan Isadora tiba di rumah tepat pukul 10 malam, dan belum sempat bertemu Rayden, sebab bocah itu sudah tertidur. Mereka tidak tega jika harus mengganggu.Kini sebagai penebusan karena sudah meninggalkan Rayden selama 1 minggu, Isadora membawakan bocah itu banyak mainan yang sengaja ia beli di Tokyo. Ia yakin Rayden pasti suka.Setelah selesai mandi dan merapikan diri, gegas Isadora turun ke lantai dasar sembari menenteng dua plastik berukuran besar. Sementara Alaric yang tengah bersiap untuk ke kantor, ia tinggalkan di dalam kamar sendirian.Isadora ingin segera bertemu Rayden. Ia ingin memberikan semua hadiah yang dibawa pada bocah itu."Suprise!" seru Isadora begitu tiba di kamar sang putra. Terlihat Rayden tengah dibant
Entah kenapa sore itu terasa begitu syahdu bagi Isadora. Entah karena ia berada di tempat yang sangat indah, atau karena ada Alaric di sampingnya. Atau mungkin ... bisa jadi karena keduanya. Yang jelas, Isadora benar-benar bersyukur dengan apa yang ia dapat."Kau ingin makan apa?" tanya Alaric yang membuayarkan lamunan istrinya. Beberapa saat lalu mereka baru tiba di sebuah restoran yang terkenal di sana.Isadora segera membawa pandangannya pada buku menu di tangan Alaric. "Aku ingin makan ... Yakizakana. Lengkap dengan teman-temannya."Alaric terkekeh pelan. Ia tahu yang Isadora maksud teman-temannya adalah nasi, sup miso, juga acar. Tetapi, wanita itu malas menyebutkan.Baiklah, Alaric segera menyebutkan pesanan ia dan Isadora satu per satu. Setelah itu, harus menunggu beberapa saat hingga pesanan mereka terhidang."Kapan kita akan pulang, Al?"Pertanyaan Isadora membuat alis Alaric sedikit terangkat. Sejujurnya ia tak suka wanita itu membahas mengenai kepulangan mereka. Ia ingin me
Bulan berlalu, kehidupan rumah tangga Alaric dan Isadora nyaris sempurna. Mereka sudah jarang sekali bertengkar selain beradu argumen kecil yang sebenarnya tak perlu diperdebatkan. Hanya saja, mereka menganggap hal itu sebagai hiburan."Rasanya hidup ini terlalu datar jika aku tidak menggodamu," kata Alaric kala itu. Dan, Isadora tak memungkiri jika ia pun setuju.Terkadang, dalam rumah tangga memang perlu sedikit perdebatan untuk menjadi bumbu. Dengan begitu, setiap pasangan akan belajar untuk menyelesaikan masalah bersama, berdiskusi, dan saling menurunkan ego agar suasana kembali damai.Seperti saat Alaric memutuskan untuk kembali menyewa jasa pengasuh untuk Rayden. Ia dan Isadora berdebat hebat karena perbedaan pendapat. Alaric yang memang tak ingin Isadora harus repot mengantar dan menunggu Rayden, meskipun sebenarnya wanita itu tidak merasa keberatan. Sementara, Isadora sendiri masih trauma dengan kejadian tempo lalu."Aku takut mendapat pengasuh seperti Monica, Al. Aku takut ki
"Mommy ... terlihat an—"Alaric segera membekap mulut Rayden sebelum bocah itu melanjutkan ucapannya. "Ah, tentu. Kau sangat manis, Honey. Aku hampir saja tidak mengenalimu," ucap Alaric. Ya, meski tidak sepenuhnya benar. Pakaian terusan berwarna biru dengan model nyentrik, sangat jauh dari kebiasaan Isadora. Rambut panjang yang selalu anggun, kini hanya tersisa sebatas bahu. Memang masih terlihat cantik. Tetapi, ini seperti bukan Isadora. Alaric malah merasa melihat seorang gadis berusia 15 tahun yang baru merasakan cinta."Benarkah?" Mata Isadora berbinar seketika. Ia melakukan gerakan memutar dengan senyum yang mengembang."Menurutmu bagaimana, Ray? Mommy cantik, kan?"Rayden tak langsung menjawab, sebab mulutnya masih dibungkam. Ia menatap kesal pada sang ayah, baru tangan besar pria itu lepas dari mulutnya."Kau sangat cantik, Sayang. Lagipula Rayden masih terlalu kecil. Dia belum paham tentang penampilan.""Tapi ... bukankah anak kecil itu justru selalu berkata jujur, ya?" kat
Hari minggu ini, Alaric berjanji untuk mengabdikan diri pada keluarga, terutama Isadora. Menjelang siang, ia bersama anak dan istrinya menikmati waktu bersama dengan jalan-jalan, berbelanja, juga menemani Rayden bermain di sebuah wahana. "Kau masih ingat permintaanku kemarin, kan, Al?" tanya Isadora di sela menyantap makan siangnya. Kondisi kafe yang ramai cukup membuat ia ingin segera keluar. Hanya saja, ia tak tega sebab Alaric dan Rayden tampak menikmati makanan yang terhidang. "Emh ...." Alaric tampak berpikir keras. Sejujurnya, ia lupa apa yang diminta Isadora. "Ya ... aku ingat." Ia terpaksa beralibi agar tidak merusak suasana hati sang istri. Sontak saja senyum di wajah Isadora mengembang sempurna. "Baiklah. Kalau begitu, setelah ini aku akan kembali ke mall. Kau dan Rayden boleh menunggu di mana pun yang kalian mau." "Hm? Tentu aku akan ikut denganmu, Sayang." Bahaya jika Alaric membiarkan Isadora sendirian. Bukannya tak percaya jika sang istri bisa menjaga diri, tetapi ia
Isadora menutup mulut tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sungguh, ia lupa jika hari ini adalah kelahirannya. "I-ini ...." Wanita cantik itu tak bisa berkata apa-apa. Ia bergegas memeluk kedua orang tuanya erat, lalu beralih memeluk Alaric meski sedikit sulit. Ya, sebab pria itu tengah memegang sebuah kue ulang tahun dengan lilin yang menyala di atasnya."Selamat bertambah usia, Honey. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu," ucap Alaric manis. "Terima kasih, Al ...." "Selamat ulang tahun putri Mommy," ujar Celine. Ia menatap dalam sang putri yang begitu ceria hari ini. "Doa terbaik untukmu, Nak." Julian ikut menimpali.Hah, sungguh Isadora terharu rasanya. Ia benar-benar tak menyangka diam-diam diberi kejutan."Thank you, semuanya. I'am so surprise!"Kebahagiaan tampak menyelimuti mereka yang ada di sana. Hingga seorang bocah berlari mendekat dengan wajah keheranan."Daddy! Kue siapa itu?" Semua orang mengalihkan perhatian mereka pada Ryden. Lalu, dengan jahil Isadora mencol
Hari-hari selanjutnya, kehidupan Alaric dan Isadora berjalan lebih normal, tanpa ada pertengkaran. Keduanya sudah bisa mengatur ego masing-masing. Tak jarang saling mengalah demi terciptanya sebuah kedamaian dalam rumah tangga. Meski begitu, tetap belum ada kata cinta yang terucap dari bibir Isadora.Hem, tak apa. Sebab tanpa diungkapkan pun, Alaric sudah yakin 1000% jika Isadora memang mencintainya.Tak hanya hubungan mereka yang membaik. Kondisi Aldora pun sudah tidak seterpuruk kemarin. Perlahan tapi pasti, Alaric berhasil kembali menarik kepercayaan publik. Klien baru dari luar kota dan luar negeri pun berdatangan untuk mengajukan sebuah kerjasama. Semua itu berkat usaha dan kerja keras semua tim Aldora, juga dukungan penuh dari Isadora.Entahlah harus berapa banyak lagi kata syukur yang Alaric ucap karena memiliki istri yang selalu mendukungnya.Kini, Alaric sudah membawa Rayden dan Isadora kembali ke rumah mereka. Ia juga mempekerjakan dua orang pelayan baru untuk mengurus rumah