Tekad Isadora sudah bulat. Hari ini juga, ia akan menginterogasi Liona dan mengeluarkan wanita itu setelahnya. Ia tak mau Rayden diasuh oleh wanita yang memiliki sifat buruk seperti itu."Dasar, pembohong! Untung saja aku tidak tertipu!" gerutu Isadora sembari melangkah menuju kamar Liona. Hari ini Rayden tidak ia izinkan pergi ke sekolah. Karena itu, pasti saat ini Liona tengah berada di kamarnya.Tangan Isadora terangkat mengetuk pintu kamar. Ia masih memakai etika sekalipun sedang kesal pada wanita yang ada di dalam kamar sana. Namun, beberapa saat menunggu, tak ada sahutan sedikitpun. Tak apa, Isadora kembali mencoba mengetuk pintu lebih kuat. Tetapi, hasilnya tetap sama. Tak ada sahutan dari Liona."Baiklah. Mungkin aku harus langsung masuk saja," gumamnya.Tangan mulus wanita itu mendorong pintu hingga terbuka lebar. Matanya mengedar ke sekeliling kamar untuk mencari Liona. Namun, pengasuh itu tak ada."Ke mana dia?"Merasa penasaran, gegas Isadora masuk lebih dalam. Tetapi, en
Beberapa hari ini, Alaric telah mengerahkan beberapa orang untuk mencari informasi tentang Liona sekaligus melacak keberadaan wanita itu. Benar kata Isadora, setidaknya mereka harus tahu maksud Liona sering mempertemukan Rayden dengan seorang pria adalah untuk apa.Penculikan? Penjualan anak? Rasanya terlalu tidak logis bagi Alaric. Namun, jika pria itu adalah musuh bisnisnya, tidak menutup kemungkinan dugaan itu benar."Banyak manusia tak tahu diri yang memanfaatkan orang kaya, Al! Contohnya seperti Liona. Aku sangat yakin dia ingin membawa Rayden, lalu saat kita putus asa mencari, dia akan meminta tebusan dengan jumlah yang besar!" Itulau argumen Isadora yang sangat diyakini oleh wanita itu. Tetapi, tidak bagi Alaric. Ia tak bisa menduga-duga sebelum ada bukti yang meyakinkan di depan mata.Sementara Alaric sibuk dengan urusan kantor sekaligus menunggu informasi tentang Liona, Isadora pun menyibukkan diri dengan mengurus Rayden. Sejak Liona tak ada, ia yang mengambil alih semua tuga
"Kau harus segera mendapat informasi tentang Liona, Al! Dia dan laki-laki itu sudah keterlaluan!"Permintaan Isadora menambah daftar panjang masalah yang harus segera Alaric selesaikan. Kadang pria itu merasa sangat tertekan dan kehilangan kekuatan. Tak ada lagi Alaric dengan 1000 kekuatannya dalam menghadapi masalah. Kali ini ia mengaku kalah.Beberapa investor telah mencabut investasi mereka dari Aldora Grup. Mereka bahkan rela membayar denda karena masih ada dalam masa perjanjian. Ini benar-benar sejarah kelam di Aldora!"Kau sudah mendapat informasi tentangnya kan, Al?" Isadora kembali bertanya yang seketika membuat mata Alaric menyala. Satu tangan pria itu menggebrak meja dengan kencang hingga Isadora terlonjak."Bisakah kau diam sebentar? Bisa kau sabar lebih dulu? Aku sedang pusing, Dora! Masalahku banyak!" sentaknya.Bukan hanya Isadora yang terkejut, Rayden yang duduk di sampingnya pun merasakan hal sama. Spontan bocah itu menyembunyikan wajah di punggung Isadora.Seperti bia
Dengan sangat terpaksa, Isadora memimpin rapat pada siang hari ini bersama tim khusus Aldora. Rayden pun ia ajak ikut serta. Beruntung bocah itu penurut sehingga hanya diam di atas kursi selama Isadora membahas hal penting bersama tim.Atmosfer ruang rapat berubah jadi panas kala Isadora mulai terpancing emosi. Rasanya ia ingin langsung membalas dendam pada seseorang yang sudah membuat Aldora hampir bangkrut."Sesuai dugaanku. Dia tidak mungkin bergerak tanpa perintah seseorang yang berpengaruh," geram wanita itu. Ia baru saja mendapat laporan dari tim khusus jika ada seseorang yang memerintahkan karyawan Aldora untuk membuat kekacauan, yaitu dengan mengganti bahan-bahan material yang semula kualitas tinggi menjadi kualitas rendah. Karena itu, gedung yang baru saja selesai dibangun roboh tanpa disentuh karena buruknya kualitas bangunan."Kemungkinan besar pelakunya adalah persaing Aldora. Kalian terus cari tahu siapa orangnya!" "Terlebih dahulu, kita harus memburu karyawan yang sudah
3 hari sudah rumah besar ini ditinggalkan oleh Alaric, dan selama itu, Isadora tak pernah berusaha untuk menghubungi. Ia seolah sengaja membiarkan pria itu pergi dengan kebebasan di luar sana. Mengenai misi pencarian yang Alaric lakukan kini pun, Isadora tak tahu apa-apa.Selama 3 hari ini, tim khusus Aldora sudah mulai memburu si pengkhianat ke luar kota. Meski masih dalam pencarian, Isadora berharap mereka bisa segera membawa laki-laki itu ke hadapannya. Ia sudah tak sabar untuk memberi pengkhianat itu pelajaran!"Mommy ...."Panggilan itu membawa pandangan Isadora sedikit ke bawah. Tampaklah Rayden yang sudah siap dengan seragam sekolah juga ransel di punggungnya."Kau sudah siap, kan? Ayo, kita berangkat sekarang!"Meski perasaannya tengah kalut, Isadora tetap sebisa mungkin menampilkan wajah ceria di depan Rayden. Ia tak ingin bocah itu bersedih atau memikirkan hal yang tak seharusnya dipikirkan. "Kau tidak melupakan sesuatu, kan?" tanya Isadora sembari memasang sabuk pengamanan
Sejak pagi hingga kini sebentar lagi kelas Rayden akan berakhir, Isadora hanya duduk di bangku penjemputan tanpa kegiatan yang berarti. Wanita itu terdiam seorang diri dengan pikiran yang melayang entah ke mana. Isadora bimbang. Ia bingung dengan perasaan yang kini sangat mengganggu. Rindu dan kecewa beradu jadi satu."Apakah ini sudah saatnya aku memaafkan Alaric?" batin wanita itu."Ah, tidak!" Isadora menggelengkan kepala cepat. Tak bisa semudah itu ia memaafkan kesalahan Alaric yang terus berulang. Apalagi, luka yang ditorehkan pria itu di masa lalu masih terbuka lebar.Kadang Isadora lelah dengan pikirannya yang terus membenci Alaric dan memaksa ia untuk menjauh dari pria itu, sementara hatinya merasakan getaran rindu.Sungguh, tak ada yang lebih menyakitkan dari merasakan rindu, kecewa, dan benci secara bersamaan."Mommy!"Seruan itu membuat Isadora tersadar dari lamunan. Ia berusaha menarik kedua sudut bibir kala Rayden datang."Bagaimana belajarmu hari ini? Apakah menyenangka
Alaric sialan!Begitulah kira-kira umpatan yang ingin Isadora layangkan pada pria di sampingnya. Pria yang tengah mengemudikan mobil dengan santai tanpa sedikitpun merasa bersalah atas apa yang terjadi beberapa hari ke belakang."Kita tidak bisa lagi menyelidiki Ona. Semuanya sudah buntu.""Ck! Sudah kuduga," sahut Isadora sinis. Matanya melirik tak suka pada Alaric. "Memangnya kapan kau bisa menyelesaikan masalah? Bukankah sejak dulu pun kau lebih suka lari?"Mendengar ucapan sang istri, sontak darah Alaric mendidih. Namun, sebisa mungkin ia tahan karena tak ingin sampai terjadi hal yang tak diinginkan."Aku bukan pengecut, Dora!" geramnya."Lalu, apa namanya?" Isadora menatap penuh pada sang suami sembari melempar senyum sinis. "Kau lari ke luar kota di saat Aldora dalam keadaan genting. Padahal, sebagai seorang pemimpin, harusnya kau tetap di kantor untuk mencari solusi!""Tapi aku pergi untuk mencari informasi tentang Ona, Dora! Apa kau masih belum mengerti?""Dan kau tak mendapat
Beberapa hari benak Alaric diliputi tanya setelah tak sengaja mendengar percakapan Julian dan Isadora. Memang hingga hari ini, sang istri belum mengambil keputusan ataupun bicara secara terang-terangan padanya. Hubungan mereka masih sama seperti saat sebelum Alaric pergi ke luar kota. Mereka tidur di kamar yang sama, tetapi ditemani Rayden atas permintaan Isadora.Entahlah. Rasanya Alaric hampir putus asa untuk membuat wanita itu tetap berada di sisinya. Apalagi, semenjak menikah, tipis harapan mendapat cinta dari Isadora menurut kacamatanya. Wanita itu tak memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia memiliki perasaan yang sama.Hanya pipi yang seringkali merona. Hah, Alaric rasa setiap wanita pun akan seperti itu jika tengah digoda, bukan berarti menyimpan rasa cinta. Lantas, harus bagaimana kini Alaric menghadapi masalah rumah tangganya?Belum sempat pergi keresahan di hati Alaric, kini sebuah pesan masuk pada ponselnya, memberitahukan jika ia harus segera datang ke perusahaan. Sontak saja
Isadora termenung seorang diri. Tatapannya tertuju pada langit pagi yang tengah hangat-hangatnya. Namun, sedikitpun ia tak menikmati kehangatan itu. Ya, memang harusnya ia merasa senang sekarang, karena semalam Alaric bilang jika Rayden tidak marah padanya. Tetapi, entah kenapa Rayden masih saja bersikap tak acuh padanya. Bahkan ketika tadi sarapan sebelum sekolah pun, bocah itu masih sama seperti semalam.Rasanya Isadora hampir putus asa. Ia dipaksa mengingat kesalahan yang entah apa, sebab Rayden tak mau memberitahu. "Kau tidak perlu terlalu memikirkannya, Sayang. Biarkan saja," pesan Alaric semalam. Tetapi, hal itu tak bisa Isadora lakukan.Sebagai seseorang yang sangat dekat dengan Rayden, jelas ia merasa tak nyaman kala bocah itu selalu menghindar."Sepertinya aku harus mengajak dia jalan-jalan berdua."Ya, mungkin itu akan menjadikan Rayden kembali terbuka dan mau berbicara dengannya.Tak ingin membuang waktu, gegas Isadora bersiap. Ia memasuki kamar mandi sebentar untuk mencu
Isadora tak ingin menyerah untuk membuat Rayden mau bicara. Kala bocah itu kembali dari sekolah, ia langsung mengajaknya memasuki kamar dan membongkar semua hadiah. Mobil dan robot mainan tampak mendominasi di lantai kamar itu."Bagaimana? Kau suka, kan, Ray? Mommy yang memilih semua ini untukmu," seru Isadora penuh antusias. Tetapi, bocah di depannya masih saja menampilkan wajah datar."Lihat! Mommy juga membeli banyak buku tulis yang sampulnya lucu. Ada pensil juga. Kau suka, kan?"Lagi, Rayden masih diam.Isadora menghela napas lelah. Ia sungguh bingung dengan sikap Rayden yang tiba-tiba berubah."Ray ... sebenarnya kau kenapa, Sayang? Apa Mommy memiliki kesalahan? Jika benar, Mommy minta maaf padamu."Rayden masih tak merespon. Kepala bocah itu kini sedikit tertunduk seperti ada yang tengah ditahan. Tetapi, tak bisa ia ungkapkan."Ray ...." Isadora hendak menyentuh bahu Rayden, tetapi bocah itu malah menghindar dengan menggeser duduknya. Sesaat kemudian, Rayden berdiri dan berteri
Waktu berlibur satu minggu itu terasa singkat dan masih tak cukup bagi Alaric. Rasanya ia masih ingin tinggal di Tokyo untuk menghabiskan waktu berdua dengan Isadora. Sayangnya, ia harus ditampar kenyataan bahwa ada segudang pekerjaan yang menunggunya pulang.Alaric dan Isadora tiba di rumah tepat pukul 10 malam, dan belum sempat bertemu Rayden, sebab bocah itu sudah tertidur. Mereka tidak tega jika harus mengganggu.Kini sebagai penebusan karena sudah meninggalkan Rayden selama 1 minggu, Isadora membawakan bocah itu banyak mainan yang sengaja ia beli di Tokyo. Ia yakin Rayden pasti suka.Setelah selesai mandi dan merapikan diri, gegas Isadora turun ke lantai dasar sembari menenteng dua plastik berukuran besar. Sementara Alaric yang tengah bersiap untuk ke kantor, ia tinggalkan di dalam kamar sendirian.Isadora ingin segera bertemu Rayden. Ia ingin memberikan semua hadiah yang dibawa pada bocah itu."Suprise!" seru Isadora begitu tiba di kamar sang putra. Terlihat Rayden tengah dibant
Entah kenapa sore itu terasa begitu syahdu bagi Isadora. Entah karena ia berada di tempat yang sangat indah, atau karena ada Alaric di sampingnya. Atau mungkin ... bisa jadi karena keduanya. Yang jelas, Isadora benar-benar bersyukur dengan apa yang ia dapat."Kau ingin makan apa?" tanya Alaric yang membuayarkan lamunan istrinya. Beberapa saat lalu mereka baru tiba di sebuah restoran yang terkenal di sana.Isadora segera membawa pandangannya pada buku menu di tangan Alaric. "Aku ingin makan ... Yakizakana. Lengkap dengan teman-temannya."Alaric terkekeh pelan. Ia tahu yang Isadora maksud teman-temannya adalah nasi, sup miso, juga acar. Tetapi, wanita itu malas menyebutkan.Baiklah, Alaric segera menyebutkan pesanan ia dan Isadora satu per satu. Setelah itu, harus menunggu beberapa saat hingga pesanan mereka terhidang."Kapan kita akan pulang, Al?"Pertanyaan Isadora membuat alis Alaric sedikit terangkat. Sejujurnya ia tak suka wanita itu membahas mengenai kepulangan mereka. Ia ingin me
Bulan berlalu, kehidupan rumah tangga Alaric dan Isadora nyaris sempurna. Mereka sudah jarang sekali bertengkar selain beradu argumen kecil yang sebenarnya tak perlu diperdebatkan. Hanya saja, mereka menganggap hal itu sebagai hiburan."Rasanya hidup ini terlalu datar jika aku tidak menggodamu," kata Alaric kala itu. Dan, Isadora tak memungkiri jika ia pun setuju.Terkadang, dalam rumah tangga memang perlu sedikit perdebatan untuk menjadi bumbu. Dengan begitu, setiap pasangan akan belajar untuk menyelesaikan masalah bersama, berdiskusi, dan saling menurunkan ego agar suasana kembali damai.Seperti saat Alaric memutuskan untuk kembali menyewa jasa pengasuh untuk Rayden. Ia dan Isadora berdebat hebat karena perbedaan pendapat. Alaric yang memang tak ingin Isadora harus repot mengantar dan menunggu Rayden, meskipun sebenarnya wanita itu tidak merasa keberatan. Sementara, Isadora sendiri masih trauma dengan kejadian tempo lalu."Aku takut mendapat pengasuh seperti Monica, Al. Aku takut ki
"Mommy ... terlihat an—"Alaric segera membekap mulut Rayden sebelum bocah itu melanjutkan ucapannya. "Ah, tentu. Kau sangat manis, Honey. Aku hampir saja tidak mengenalimu," ucap Alaric. Ya, meski tidak sepenuhnya benar. Pakaian terusan berwarna biru dengan model nyentrik, sangat jauh dari kebiasaan Isadora. Rambut panjang yang selalu anggun, kini hanya tersisa sebatas bahu. Memang masih terlihat cantik. Tetapi, ini seperti bukan Isadora. Alaric malah merasa melihat seorang gadis berusia 15 tahun yang baru merasakan cinta."Benarkah?" Mata Isadora berbinar seketika. Ia melakukan gerakan memutar dengan senyum yang mengembang."Menurutmu bagaimana, Ray? Mommy cantik, kan?"Rayden tak langsung menjawab, sebab mulutnya masih dibungkam. Ia menatap kesal pada sang ayah, baru tangan besar pria itu lepas dari mulutnya."Kau sangat cantik, Sayang. Lagipula Rayden masih terlalu kecil. Dia belum paham tentang penampilan.""Tapi ... bukankah anak kecil itu justru selalu berkata jujur, ya?" kat
Hari minggu ini, Alaric berjanji untuk mengabdikan diri pada keluarga, terutama Isadora. Menjelang siang, ia bersama anak dan istrinya menikmati waktu bersama dengan jalan-jalan, berbelanja, juga menemani Rayden bermain di sebuah wahana. "Kau masih ingat permintaanku kemarin, kan, Al?" tanya Isadora di sela menyantap makan siangnya. Kondisi kafe yang ramai cukup membuat ia ingin segera keluar. Hanya saja, ia tak tega sebab Alaric dan Rayden tampak menikmati makanan yang terhidang. "Emh ...." Alaric tampak berpikir keras. Sejujurnya, ia lupa apa yang diminta Isadora. "Ya ... aku ingat." Ia terpaksa beralibi agar tidak merusak suasana hati sang istri. Sontak saja senyum di wajah Isadora mengembang sempurna. "Baiklah. Kalau begitu, setelah ini aku akan kembali ke mall. Kau dan Rayden boleh menunggu di mana pun yang kalian mau." "Hm? Tentu aku akan ikut denganmu, Sayang." Bahaya jika Alaric membiarkan Isadora sendirian. Bukannya tak percaya jika sang istri bisa menjaga diri, tetapi ia
Isadora menutup mulut tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sungguh, ia lupa jika hari ini adalah kelahirannya. "I-ini ...." Wanita cantik itu tak bisa berkata apa-apa. Ia bergegas memeluk kedua orang tuanya erat, lalu beralih memeluk Alaric meski sedikit sulit. Ya, sebab pria itu tengah memegang sebuah kue ulang tahun dengan lilin yang menyala di atasnya."Selamat bertambah usia, Honey. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu," ucap Alaric manis. "Terima kasih, Al ...." "Selamat ulang tahun putri Mommy," ujar Celine. Ia menatap dalam sang putri yang begitu ceria hari ini. "Doa terbaik untukmu, Nak." Julian ikut menimpali.Hah, sungguh Isadora terharu rasanya. Ia benar-benar tak menyangka diam-diam diberi kejutan."Thank you, semuanya. I'am so surprise!"Kebahagiaan tampak menyelimuti mereka yang ada di sana. Hingga seorang bocah berlari mendekat dengan wajah keheranan."Daddy! Kue siapa itu?" Semua orang mengalihkan perhatian mereka pada Ryden. Lalu, dengan jahil Isadora mencol
Hari-hari selanjutnya, kehidupan Alaric dan Isadora berjalan lebih normal, tanpa ada pertengkaran. Keduanya sudah bisa mengatur ego masing-masing. Tak jarang saling mengalah demi terciptanya sebuah kedamaian dalam rumah tangga. Meski begitu, tetap belum ada kata cinta yang terucap dari bibir Isadora.Hem, tak apa. Sebab tanpa diungkapkan pun, Alaric sudah yakin 1000% jika Isadora memang mencintainya.Tak hanya hubungan mereka yang membaik. Kondisi Aldora pun sudah tidak seterpuruk kemarin. Perlahan tapi pasti, Alaric berhasil kembali menarik kepercayaan publik. Klien baru dari luar kota dan luar negeri pun berdatangan untuk mengajukan sebuah kerjasama. Semua itu berkat usaha dan kerja keras semua tim Aldora, juga dukungan penuh dari Isadora.Entahlah harus berapa banyak lagi kata syukur yang Alaric ucap karena memiliki istri yang selalu mendukungnya.Kini, Alaric sudah membawa Rayden dan Isadora kembali ke rumah mereka. Ia juga mempekerjakan dua orang pelayan baru untuk mengurus rumah