Setelah beberapa kali berperang dengan pikirannya, akhirnya Gio memutuskan untuk meminta bantuan pada Rena, mamanya.Dia tak ingin selalu berpangku tangan seperti ini, walau sebenarnya dia tahu kalau semua ini adalah ulah mamanya sendiri. Ya, ternyata orang yang berusaha menghancurkan perusahaannya adalah Rena, dengan bantuan orang dalam yang sangat Gio ketahui itu adalah rekan kerjanya sendiri.Selama ini Gio selalu mencari cara agar perusahaannya kembali normal, selalu mencari-cari nama-nama investor yang mau bekerja sama dengannya, sayangnya satupun tak membuahkan hasil.Usaha Gio selama ini terlihat sia-sia, padahal dia sudah berjuang mati-matian. Entahlah, pikiran Gio ini semua sudah bagian rencana dari mamanya agar dirinya mau mengikuti kemauan mamanya itu.Berkali-kali Gio menghela napas berat, dia menatap rumah yang sudah lama tak dia datangi dengan tatapan penuh makna. Setelah dia berusaha menenangkan pikirannya, dia pun memutuskan untuk memasuki rumah itu."Kirain siapa yang
Embun menggigit bibir bawahnya ketika membaca serentetan pesan dari seseorang itu. Ya, ternyata pesan itu dikirim oleh Rena yang meminta untuk bertemu hanya berdua saja tanpa Gio.Embun bertanya-tanya dalam hati, kira-kira ada apa Rena sampai-sampai ingin mengajaknya untuk bertemu? Biasanya juga kalau Rena ingin datang menemuinya pasti langsung datang ke rumah.'Ada apa ya? Kok aku mendadak gelisah seperti ini. Apa jangan-jangan dia mau menanyakan hal yang sama lagi, yaitu kapan hamil?'Embun mengerjapkan matanya berkali-kali ketika tiba-tiba pikirannya ke arah situ?'Aku baru ingat bulan ini belum halangan, kok tumben telat? Harusnya kan udah,' batinnya lagi.Embun bergegas mendekati kalender yang tergantung di dekatnya itu, lalu tak lama kemudian dia terkesiap.'Aish, harusnya kan ini kedua kalinya aku halangan, apa jangan-jangan--'Embun tersentak ketika ada sebuah lengan yang tengah memeluknya dari belakang."Kangen," bisik pria itu seraya menaruh wajahnya di pundak Embun.Embun t
Setelah puas menangis meratapi nasibnya, akhirnya wanita itu memutuskan untuk pulang.Sebelum pulang tak lupa dia mampir ke apotek untuk memastikan kalau dugaannya ini salah atau tidak."Mbak," sapa Embun pada penjaga apotek itu."Iya, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?""Saya mau beli test pack."Penjaga apotek itu mengangguk sambil tersenyum tipis, dia pun mengeluarkan semua jenis test pack itu pada Embun, dan juga dia menjelaskan dari merk dan harganya, tak lupa juga dia menjelaskan cara pakainya."Duh, saya jadi bingung, Mbak. Saya beli semua jenis aja deh.""Baik, Mbak. Semoga beneran positif hamil ya, Mbak."Embun tersenyum hambar, entahlah dia harus bahagia atau sebaliknya."Makasih, Mbak. Saya pergi dulu."Embun pun pergi meninggalkan apotek itu dengan perasaan gamang.'Gimana kalau aku hamil? Apa aku sanggup meninggalkan Gio? Gimana ini? Padahal aku udah janji sama dia nggak bakal ninggalin dia, tapi kalau aku bertahan di sisinya, aku nggak mau dia terluka apalagi sampai jatuh b
"Saya kagum dengan kegigihan Anda, Pak Gio, hanya saja mungkin ada orang yang ingin bersaing dengan Anda secara diam-diam sehingga bisnis Anda mengalami kebangkrutan. Sayang sekali ya, tapi Anda tenang saja, saya akan tetap mengajak Anda untuk bekerja sama karena saya yakin kalau usaha ini memiliki power yang kuat, dan saya sangat yakin suatu saat penjualan ini akan naik drastis. Saya sangat yakin kalau penjualan ini tidak akan musiman seperti kebanyakan. Jadi bagaimana, Pak Gio? Apa kerjasama ini mau dilanjutkan?"Gio mengangguk penuh semangat. "Saya menyetujuinya, Pak. Terima kasih karena sudah mau bekerja sama dengan saya.""Sama-sama, Pak. Jadi ini udah deal ya?""Deal!"Mereka pun akhirnya berjabat tangan. Gio akhirnya bisa bernapas lega karena ternyata tidak ada hal yang menurutnya sangat mencurigakan.Gio kira, mamanya telah merencanakan sesuatu untuknya, ternyata dia salah besar. Dia pun berniat setelah pulang dari sini, dia akan pergi menyambangi mamanya terlebih dahulu.'Maa
Dua tahun kemudian.~ Kita bertemu tak disengaja. Kau mengikatku dengan kekonyolanmu. Melamarku dengan caramu sendiri yang mungkin tidak akan orang lain lakukan, tetapi aku tidak akan melupakan momen yang paling berharga itu ~Di notebook itu tertulis tanggal kejadian di mana Gio melamar Embun dengan caranya sendiri.Ketika mengingat hal itu, Gio tersenyum, lalu matanya kembali melirik ke lembar berikutnya.~ Tidak akan ada yang benar-benar melupakan masa lalu yang kelam. Luka itu pasti membekas dan rasa kecewa itu pasti tak akan benar-benar sembuh. Hanya saja kau pintar menyembunyikan semua itu dengan senyuman ~Gio ingat ketika dia menceritakan traumanya pada Embun tentang perlakuan hak asusila yang pamannya lakukan padanya. Lagi-lagi pria itu tersenyum kecil.~ Aku akan berjuang mati-matian jika hubungan kita tidak direstui oleh orang tuaku, tapi aku tidak akan mampu melawan restu dari kedua orang tuamu apalagi ibumu. Jika seandainya aku menjauh dari hidupmu itu adalah sebuah kehar
"Kerja sama dengan perusahaan Mandratama berjalan dengan lancar, Pak," beritahu Rizal."Hemm," jawab Gio sekenanya dengan mata terpejam."Berkas perjanjian sudah dibuat dan Anda harus melakukan perjalanan ke kantor Mandratama besok pagi."Gio membuka matanya. "Mandratama?""Sebenarnya dulunya nama perusahaannya bukan itu, Pak. Namun karena sekarang sudah ganti pemilik jadi nama perusahaan juga sudah diganti. Saat ini pemiliknya adalah anak tirinya yang bernama Langit Mandratama."Gio manggut-manggut. Dia tak bertanya apapun lagi. Rizal pun kembali menjelaskan apa saja jadwal bosnya hari besok."Besok Anda akan ada pertemuan dengan para mengelola senior Mandratama, dan juga akan menyapa beberapa karyawan yang bekerja di sana.""Hemm." Gio menjawab dengan gumaman saja."Dan juga, nyonya Rena meminta Anda untuk menghubunginya jika ada waktu senggang."Kali ini Gio diam saja, tak ada suara gumaman darinya ataupun memberikan reaksi lainnya, pria itu hanya tersenyum sinis.Rizal sudah mendu
Embun berjalan dengan tergesa-gesa, napasnya naik turun. Setelah sampai di depan toilet dia segera masuk, tak lupa juga dia menguncinya.Detak jantungnya masih berdetak begitu kencang. Dia masih tak percaya dengan apa yang tadi dia lihat."Pasti aku lagi mimpi, kan?" gumam wanita itu.Embun meringis ngilu karena merasakan sakit ketika dia mencubit lengannya."Ah, ternyata aku nggak mimpi. Kenapa dia ada di sini? Kenapa?" Embun menggigiti kuku tangannya. Dia benar-benar gelisah. "Apa tadi dia mengenaliku? Ah, jangan sampai deh. Tapi gimana kalau tadi dia lihat aku? Bukannya tadi mata kami saling memandang? Ahh, gimana ini?"Embun berjalan mondar-mandir di dalam toilet itu, dia ingin keluar dari situ, tapi dia takut bertemu dengan pria itu.Wanita itu memberanikan diri membuka pintu, lalu melongokkan sedikit kepalanya. Setelah memastikan tak ada satu pun orang ada di sana, dia menghela napas lega."Ah, aman. Sebaiknya aku pergi dari sini aja keburu ketahuan."Embun pun memberanikan diri
Untuk beberapa saat mereka terdiam. Saling sibuk dengan pemikiran mereka sendiri. Embun yang bingung mencari jawaban yang tepat untuk Gio, sedangkan Gio selalu saja mendesak Embun."Apa ketika kamu memutuskan untuk pergi itu berarti kamu nggak cinta lagi sama aku?" Kini Gio melirihkan suaranya.Embun menghela napas berat. "Aku nggak seperti itu, Gio. Tapi kalau memang pemikiran kamu seperti itu ya nggak masalah buatku. Aku--""Embun! Kamu ini dari tadi aku cariin juga, ngapain di sini? Tuh sana kerjaan kamu numpuk, kok malah leha-leha. Malah pacaran lagi. Duh, kalau ketahuan sama bos bisa gawat! Tahu sendiri, kan, bos baru kita itu galaknya nggak ketulungan! Ayo cepat lanjut kerja lagi!" tegur Sonia.Sonia tidak melihat Gio karena posisi pria itu membelakangi Sonia.Gio sama sekali tak melepaskan cengkraman tangannya, dia malah mempererat pegangannya, pertanda kalau dirinya tidak mau ditinggal oleh Embun."Aku pergi dulu, nanti kita lanjut bicara lagi," bisik wanita itu.Gio menggelen