Bab 59Noah berjalan lebih dulu, dan hal tersebut membuat Kamila makin ternganga. Sementara Heba terkikik geli melihat wajah sahabatnya yang seakan tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Noah.Sampai di kantin, semua staf perusahaan dibuat terkejut dengan kehadiran Noah di sana, apalagi atasan mereka itu malah ikut mengantre makan siang bersama yang lain."Kenapa Pak Noah ada di sini? Apa jangan-jangan ada sidak makan siang?" Salah seorang staf sampai menjauhkan piring di depannya."Nggak mungkin! Kalaupun ada sidak, Pak Noah pasti mengutus bawahannya.""Ya terus apa alasannya sampai Pak Noah ada di sini?"Semua tanya berkumpul menjadi satu. Noah yang menyadari itu berusaha tampil tak peduli. Setelah mendapatkan jatah makan siang lebih dulu karena ia mendapatkan prioritas utama, lelaki itu kemudian duduk dengan tenang. Tak lama, Heba dan teman-temannya menyusul."Mil, kenapa harus ada Pak Noah di sini?" bisik Sinta, seraya menyenggol Kamila. Ia duduk di paling ujung, sehingga lebi
Bab 60Tak bisa membalaskan dendam pada Heba membuat Ratih begitu kesal. Sepanjang hari itu ia sering uring-uringan, sehingga Diana dan Nicky kerap menggerutu.Mereka jadi kena getahnya, gara-gara tak bisa mengikuti keinginan Ratih."Mama mau minta Nathan jemput Mama nanti sore!" ucap wanita paruh baya itu langsung masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya saat itu juga.Ia menghubungi Nathan, mengingat sebentar lagi putra semata wayangnya itu selesai bekerja."Than, tolong kamu datang ke rumah Mama setelah pulang kerja."Nathan yang masih duduk di mejanya pun keheranan. "Ada apa lagi, Ma? Mama kenapa?" tanya lelaki itu mendengar suara sang ibu terdengar kesal.Seketika Ratih menghela napas panjang dan mencoba agar tak terlalu marah. "Mama mau liat tempat tinggal kamu yang baru, Than. Boleh, kan?" pintanya.Seketika Nathan menolak. "Gak bisa, Ma. Itu 'kan fasilitas kantor, jadi gak bisa sembarangan didatangi orang luar."Padahal, alasan sebenarnya karena Nathan ingin menjaga tempatny
Bab 61"Kenapa pikiran Mama sama kayak aku?" tanya Nathan, sehingga Ratih tersenyum begitu lebar."Kamu serius, Than?" Wanita paruh baya itu begitu antusias, apalagi saat Nathan mengangguk dan menegaskan perkataannya."Iya, Ma. Aku juga berpikir kalau jauh-jauh dari Heba malah bikin aku sukses. Coba kalau aku masih sama Heba, mungkin aku gak bisa fokus kerja dan gak bisa dapetin ini semua.""Nah, itu dia. Heba memang membawa pengaruh buruk buat keluarga kita," ucap Ratih dengan ekspresi julidnya. "Jadi kapan kamu mau menceraikan Heba? Mama kasih saran aja, sebaiknya kalian pisah secepatnya.""Iya, Than. Mbak setuju banget kalau kamu pisah sama Heba. Supaya Mama gak terus uring-uringan. Soalnya Mama udah benci banget sama istri kamu itu." Diana tak kalah bersemangat.Sementara Nicky tak berkata apa pun, tetapi ia mengangguk setuju dengan perkataan ibu dan kakaknya. Kalau Nathan menceraikan Heba, itu artinya Anya akan masuk dan menjadi bagian dari keluarga mereka."Sebaiknya aku susun r
Bab 62"Kamu serius dapet undangan makan malem dari Pak Tama?" Kamila begitu heboh saat mendapatkan kabar bahagia yang baru saja disampaikan oleh Heba.Sementara Heba mengangguk. Ia menarik pelan Kamila agar menyingkir dari depan lift. Mereka baru saja berpapasan setelah menghadiri rapat bersama para petinggi perusahaan."Iya. Awalnya aku kaget banget waktu Pak Tama masuk ke ruangannya Pak Noah. Aku gak nyangka bisa ketemu lagi sama beliau." Heba juga tak kalah senangnya."Terus kamu terima gak undangan itu?""Aku terima, dong! Udah lama banget aku gak ngobrol sama Pak Tama."Senyum Kamila tercetak makin lebar. Mendadak ia mencolek dagu Heba dan bersiul-siul jahil."Kamu kenapa, sih? Kebiasaan banget colek-colek orang!" Heba melotot sebentar dan menjauhkan tangan Kamila dari wajahnya.Pasalnya, di depan mereka ada cukup banyak staf yang sedang mengantre di depan lift. Dua wanita itu sengaja berbincang lebih dulu, sebelum kembali ke pekerjaan masing-masing."Aku kan seneng, Ba, kalau h
Bab 63Pulang dari kantor, Heba langsung bersiap-siap demi menghadiri undangan dari Pratama. Ia menjadi tidak sabar, sehingga merasakan semangat dalam dirinya melesat tinggi."Udah lama ya, Ba, kamu gak ada di momen kayak gini," ucapnya sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin. "Kamu gak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Kamu harus bisa membawa diri kamu sendiri ke tempat yang sepantasnya."Wanita itu mengangguk dengan senyum tercetak lebar di bibir. Lalu saat jam di rumahnya berada di angka setengah tujuh malam, Heba pun memutuskan untuk segera berangkat. Ponsel dimasukkan ke dalam tas, bertepatan dengan ojek online yang sudah tiba di depan rumah.Sementara di sebuah rumah besar, Noah sengaja membuka jendela balkonnya, agar ia dapat melihat ke halaman rumah yang ada di bawah dan memastikan keberadaan Heba."Kok, dia belum dateng, ya?" Lelaki itu bertanya-tanya.Noah amat percaya, kalau Heba akan menepati janjinya pada Pratama. Melihat Heba yang tadi pagi begitu bersemangat
Bab 64Wajah Heba langsung berubah pucat, saat ia kembali membaca pesan dari Nathan. Wanita yang satu itu merasa bahwa debar dadanya berlaju sangat cepat. Sehingga tanpa sadar, ponsel yang ada di genggaman langsung terjatuh begitu saja. Noah yang melihat itu pun menoleh dan keheranan. Lebih dulu ia menatap Heba. "Kamu kenapa, Ba? Ada sesuatu yang terjadi?" tanyanya tak bisa diam saja. Heba tak menjawab. Ia malah mengucap istighfar berkali-kali. Sampai akhirnya Noah berinisiatif untuk mengembalikan ponsel Heba ke tangan perempuan itu. Akan tetapi, Noah yang sama sekali tidak punya maksud untuk membaca isinya, malah tertegun karena ponsel Heba masih menyala. Mau tak mau, pesan yang dikirimkan oleh Nathan bisa dilihat oleh kedua matanya secara langsung. "Apa maksud dia, Ba?" Noah makin bingung, seraya tetap memperhatikan jalanan di depan sana. Untuk pertama kalinya, Heba pun boleh pada Noah dan malah tersenyum getir. Meski begitu, Noah bisa menebak jika hati Heba sedang sangat hancu
Bab 65"Ba, kamu butuh ditemani?" tanya Noah tak bisa diam saja. Waktu makin berlalu, tangis Heba malah semakin kencang. Namun, di dalam mobil Heba seperti tak mendengar apa pun. Ia masih sibuk dengan rasa sakit hatinya yang menjadi-jadi. Sampai akhirnya, Noah yang sejak tadi berdiri dengan perasaan resah, akhirnya bisa menghela lepas lega, saat Kamila telah datang. Perempuan yang ditunggunya itu turun menghampiri. Wajahnya kentara panik. "Gimana, Pak, Heba masih di dalam?" tanya Kamila. Sebelum Noah menjawab, Kamila mengusap wajah terlebih dahulu karena ia juga mendengar suara tangis yang berasal dari dalam mobil. Kamila sudah berjanji pada dirinya sendiri, akan menahan amarahnya ketika bicara dengan Heba mengenai Nathan. Selain itu, ia juga akan membujuk Heba untuk berpindah ke mobilnya, agar wanita itu bisa lebih leluasa untuk menceritakan semua rasa sakit di hati. Akan tetapi, semua niat yang sudah tersusun dengan baik itu, nyatanya tak bisa terwujud dengan mudah. Kamila men
Bab 66Anya sangat puas, karena Nathan memang sungguh-sungguh dengan perkataannya. Maka dari itu untuk merayakan perpisahan Heba dan Nathan, Anya mengajak kekasihnya untuk makan malam di sebuah restoran mahal.Nathan juga menyambut penuh suka cita, sehingga sejak tadi setelah sampai di restoran, ia sama sekali tidak mengaktifkan lagi ponselnya. Nathan ingin fokus pada Anya.Soal Heba? Masa bodoh! Mereka bukan lagi sepasang suami istri, jadi Nathan makin tak peduli lagi akan nasib wanita yang satu itu."Gimana perasaan kamu setelah pisah dari Heba, Mas?" tanya Anya."Yang pasti sangat lega. Aku merasa gak punya beban apapun lagi," jawab Nathan tanpa ragu.Jelas ia bahagia, sebab sebentar lagi, Nathan akan mendapatkan pengganti Heba yang lebih hebat dari segi apa pun."Aku belum ngasih Mama kabar ini, Sayang," tambah Nathan, membuat Anya langsung tersipu karena panggilan itu.Memang bukan pertama kalinya bagi Nathan memanggil Anya demikian. Lelaki itu hanya akan memanggil sayang, jika b
109Hari Sabtu akhirnya tiba. Seperti janjinya pada Shanti, Heba akan berkunjung ke rumah wanita paruh baya itu untuk mengobrol dan membuat kue kering.Sebelum datang ke sana, terlebih dahulu Heba mampir sebentar ke kedai buah, untuk membeli beberapa jenis buah-buahan, yang pastinya akan disukai oleh Shanti.Bertahun-tahun menjadi sekretaris Pratama, tentunya Heba mengetahui dengan pasti makanan dan minuman apa yang disukai oleh keluarga atasannya itu.Setelah dari kedai buah, Heba menaiki ojek online untuk sampai di rumah Shanti. Tiba di sana, ia disambut oleh Shanti yang sudah menunggu."Akhirnya kamu datang juga. Saya pikir kamu nggak jadi datang ke sini," ucap Shanti yang tak ragu menggiring Heba masuk ke dalam rumahnya.Heba tertawa pelan atas perkataan Shanti. "Saya pasti datang kok, Bu. Sekarang bagaimana, Ibu percaya 'kan sama saya?"Giliran Shanti yang tertawa dan mengangguk cepat. "Kamu memang tidak pernah berubah. Sejak dulu kamu selalu menepati janji dan datang tepat waktu
108Heba tidak bisa tinggal diam saja. Pagi ini juga setelah sampai di kantor, ia sudah bertekad untuk bicara dengan Noah soal masalah kemarin. Jangan sampai ada kesalahpahaman di antara mereka berdua.Sebab Heba begitu yakin, kalau itu semua akan mempengaruhi pekerjaan antara sekretaris dan atasan, yang tiap hari harus bertemu dan melakukan komunikasi.Dengan kedua kaki yang melangkah pasti, Heba menemui Noah di ruangannya. Ia membawakan jadwal atasannya itu dan memaparkan seperti biasa. Namun, tentu saja ia juga akan membicarakan masalah yang ada di antara mereka berdua."Sudah, Ba?" tanya Noah, yang kentara tidak melakukan kontak mata dengan sekretarisnya sendiri."Kalau urusan pekerjaan sudah selesai, Pak. Tapi saya mau bicara soal lain," jawab Heba meminta izin agar Noah memberinya sedikit waktu."Soal apa?" tanya lelaki itu setelah berdehem pelan."Soal saya dan Bapak." Heba menatap Noah, sehingga lelaki yang ada di depannya pun terpaksa melakukan hal serupa.Noah terdiam. Harus
107"Kita pergi saja dari sini," ajak Noah hendak menggamit tangan Heba, tetapi Anisa lebih dulu mencegahnya."Jangan ke mana-mana, Ba. Mama mohon sama kamu, kamu harus bantuin Mama," pinta Anisa yang lagi-lagi diucapkan tanpa rasa malu sedikit pun.Heba sendiri benci melihat bagaimana Anisa begitu berusaha. Ia marah, tetapi tidak mau menunjukkannya, karena tenaganya akan terkuras habis. Maka dari itu, ia mengangguk pada Noah dan mereka pun pergi dari rumah Luqman saat itu juga.Menghela napas panjang, Heba menghembuskannya sangat perlahan. Ia mencoba untuk tetap tenang saat masuk ke dalam mobil. Sementara Noah hanya melihat sekilas wanita di sebelahnya, kemudian melajukan mobil.Heba begitu sibuk memikirkan bagaimana caranya ia menyadarkan Anisa, agar tak lagi mendesaknya untuk memperjuangkan Nathan. Tanpa sadar Heba mengepalkan tangan dan menggerutu pelan, dan Noah hanya melihat itu tanpa melakukan apa pun.Sedetik kemudian, Heba tersadar jika ia masih melakukan perjalanan bersama No
Bab 106Hari berganti cukup cepat bagi Heba, lantaran ia tengah merasakan ketenangan yang luar biasa. Hidupnya begitu damai, setelah Heba menjauh perlahan tapi pasti dari Anisa, juga Nathan dan keluarganya.Wanita itu fokus pada diri sendiri, mengembangkan berbagai macam bakat yang selama ini terpendam karena tak pernah mendapatkan ruang selama menikah dengan Nathan."Makan siang di mana kita hari ini?" tanya Noah melihat penunjuk waktu, yang mana setengah jam lagi, mereka akan mendapatkan jatah istirahat."Cuaca di luar sedang bagus, Pak. Bagaimana kalau makan siang di restoran yang baru saja buka?" Heba teringat pada restoran baru, yang letaknya tak jauh dari kantor."Boleh, kita coba makan di sana." Noah setuju.Maka cepat-cepat Heba akan menghubungi restoran untuk melakukan reservasi, agar mereka mendapatkan meja. Namun, tangannya berhenti bekerja saat ia mendapat panggilan dari Luqman."Ada apa, ya?" tanya Heba, tak sadar sudah mengeluarkan suara, sehingga Noah menoleh."Kenapa?"
Bab 105"Kemarin kamu makan malem sama keluarganya Pak Bos, ya?" tanya Kamila seraya berbisik.Sejak tadi ia memicingkan mata dan mengirimkan kode agar sahabatnya bercerita. Namun, sayang sekali Heba benar-benar tidak peka. Sehingga Kamila akhirnya harus bertanya secara gamblang."Ba? Iya atau nggak?" desak Kamila."Kamu tau dari mana?" Heba malah balik bertanya. Seingatnya, ia tak mengatakan pada siapa pun. Lantas dari mana Kamila bisa tahu semuanya?"Itu artinya bener?"Heba mengangguk, tak mungkin menyembunyikan apa pun dari Kamila. Lagi pula, tak ada yang aneh dari makan malam kemarin."Sekarang aku tanya sekali lagi, kamu kok bisa tau?" Heba menatap heran, tetapi Kamila malah terkikik saja."Iyalah aku tau! Orang aku ngikutin kamu sama Pak Bos!" Kamila menjawab jujur.Betul adanya kalau kemarin, diam-diam dirinya mengikuti Heba dan Noah. Sebetulnya Kamila tak memiliki niat seperti itu. Hanya saja, ia penasaran mengapa Heba tampak sedih.Niat untuk menegur Heba dan mengajaknya pul
Bab 104"Kamu harus berani, Sayang," ucap Nathan saat mobilnya sudah tiba di depan rumah Luqman.Anya mengangguk, tetapi tidak juga membuka pintu mobil dan keluar dari kendaraan roda empat tersebut."Yang terpenting kamu jangan ikut emosi. Kita harus tunjukkan sama Mama Anisa dan Papa Luqman, kalau hubungan kita ini sangat serius.""Iya, Mas. Aku akan jaga emosiku di depan Papa sama Mama," balas Anya berjanji.Nathan memang benar, kalau ia harus bersikap lebih dewasa, agar pilihannya untuk menjalin kedekatan dengan Nathan tak disepelekan. Lantas keduanya pun turun dari mobil.Anya masuk lebih dulu ke dalam rumah, diikuti oleh Nathan di belakangnya. Di dalam ruang keluarga, sudah ada Anisa di sana. Awalnya wanita paruh baya itu terlihat senang dengan kehadiran Anya, sehingga ia berdiri dan bergegas menghampiri.Akan tetapi saat melihat ternyata Nathan ikut hadir, senyum di bibir Anya langsung hilang seketika. Ia terang-terangan menatap tak suka pada lelaki yang masih jadi menantunya it
Bab 103Sejak pagi tadi, perasaan Nathan sudah tidak bisa dikondisikan lagi. Itu semua dikarenakan kedatangan Anisa yang hanya ingin marah-marah kepadanya.Untung saja ada Luqman yang menjadi penengah, tetapi lelaki paruh baya itu sama sekali tidak membela. Setidaknya, Nathan bisa bernapas lebih lega, karena ia tak mendapatkan masalah apa pun di kantor.Tepat jam lima sore ketika semua pekerjaannya sudah selesai, Nathan memutuskan untuk pulang ke rumah Ratih. Awalnya ia akan berkunjung sebentar ke apartemen untuk mengambil beberapa helai pakaian.Akan tetapi niat itu diurungkan, karena Nathan harus menghindari Anisa, yang kemungkinan akan memantau di sana.Nathan sengaja memasang wajah lesu ketika ia membuka pintu rumah. Sehingga Anya yang melihat pun langsung menghampiri dengan perasaan khawatir."Muka kamu kenapa begitu sih, Mas? Kerjaan di kantor banyak banget, ya?" Anya bertanya penuh perhatian, juga segera mengambil tas kerja di tangan kekasihnya."Kerjaan di kantor masih ringan
Bab 102Pagi-pagi sekali Anisa sudah pergi dari rumahnya, tanpa diketahui oleh Luqman. Ia berencana hendak mendatangi Heba dan memohon sekali lagi. Harapannya memang ada pada Heba, maka dari itu Anisa tak akan menyerah."Waktu itu Heba masih marah." Anisa bergumam sendiri. "Harusnya aku nanya sama dia gimana kondisinya, supaya dia juga mau dengerin permintaanku."Anisa memang agak menyesal karena ia tak mengatur strategi yang bagus. Andai saja otaknya bekerja lebih baik, mungkin ia tak perlu repot-repot mendatangi Heba seperti sekarang."Udahlah, aku memang harus berjuang supaya Anya pisah dari Nathan, dan dia mau pulang ke rumah." Anisa mengangguk yakin, dan keluar dari mobil.Berjalan beberapa langkah, ia pun mengetuk pintu rumah Heba yang masih tertutup."Heba? Ini Mama."Di dalam rumah, Heba yang tengah bersiap-siap pun segera mengenakan kerudung dan membuka pintu. Sesaat ia menatap Anisa."Ada apa, Ma?" tanya Heba memaksa senyum di bibir."Mama mau bicara sama kamu, Ba.""Aku gak
Bab 101"Noah, Papa, ayo!" ajak Shanti yang bingung mengapa anak dan suaminya malah diam dan tak mengikuti langkahnya menuju ruang makan."Ayo, Pa!" Noah pun mengajak Pratama.Lelaki paruh baya itu mengangguk. Ia menebak jika Noah memiliki maksud, sampai memberitahunya hal pribadi tentang Heba. Padahal selama ini, Pratama tak pernah sekali pun bertanya soal suami dari mantan sekretarisnya itu.Pratama sangat paham batasan mana yang tak boleh ia langgar. Sehingga selama masa kerjanya dengan Heba bertahun yang lalu, ia pun kurang tahu bagaimana nasib wanita yang satu itu di kehidupan pribadinya."Makan yang banyak ya, Ba." Shanti sangat senang melayani Heba. Mulai dari menyendokkan nasi, mengisi gelas, sampai menawarkan berbagai macam menu yang ada di atas meja makan."Makasih ya, Bu," ucap Heba yang tak tahu lagi harus berkata apa.Heba juga senang karena Shanti menerimanya dengan baik tiap kali bertamu ke rumah ini. Ia merasa seperti mendapatkan sosok ibu yang baru, yang begitu hangat