Bab 44"Tan, kenapa mobilnya jadi begini?" Setelah sekian lama terdiam karena mencoba mencerna semuanya, akhirnya Anya bisa mengeluarkan suara untuk bertanya.Wanita itu sampai maju beberapa langkah demi melihat lebih dekat bagaimana kondisi mobil, yang khusus ia persembahkan untuk Nathan. Anya mengepalkan tangan, jelas merasa kesal karena Ratih dan Diana tak bisa memberi barang titipannya dengan baik.Anya sampai melupakan kehadiran Nathan yang sekarang sudah keluar dari mobil, dan menatap bingung pada tiga perempuan di depannya.Kalau Nathan menelaah lebih jauh, ekspresi Anya juga sangat terkejut. Itu artinya, ia sama sekali tidak tahu bahwa hal seperti ini akan terjadi."Tante?" Anya memanggil Ratih yang hanya diam saja. Ia butuh penjelasan saat ini juga.Ratih mengerjap. Awalnya ia saling sikut dengan Diana, meminta agar anak sulungnya yang menjelaskan. Namun, Diana tak punya keberanian melakukan itu, apalagi ia melihat wajah Anya tampak merah padam. Pastilah wanita itu marah besa
Bab 45Amarah yang terkungkung selama ini akhirnya bisa dilepaskan. Sungguh, Heba merasa lega. Ia malah menyesal mengapa tak dari dulu saja memberontak agar harga dirinya tak diinjak-injak.Ah, sudahlah. Sekarang Heba menghela panjang dan membuangnya secara perlahan. Heba menatap kedua tangannya yang sudah lebih dulu dibersihkan sebelum menaiki angkutan umum.Saat ini Heba tengah dikejar waktu, karena ingin cepat-cepat sampai ke perusahaan dan menerima tawaran Noah. Ia berharap lelaki yang satu itu masih menerima jawabannya."Tawaran dari Pak Noah memang lebih baik diterima. Karena aku miskin, keluarga Mas Nathan jadi semena-mena, termasuk Mas Nathan sendiri. Gimana bisa dia beli mobil baru, sementara aku gak dikasih nafkah lagi?"Hati Heba terus saja berkata. Dunia memang sangat tak adil pada wanita yang tak punya penghasilan seperti dirinya. Ia direndahkan, dianggap sebagai benalu. Padahal, sudah tanggung jawab suami memenuhi kebutuhan istri.Sampai di depan kantor, Heba tak langsun
Bab 46"Aku mau langsung pulang, Mas, soalnya Papa ngajakin makan malam di rumah dan aku harus hadir. Kamu sendiri mau balik ke rumah Tante Ratih atau pulang ke apartemen?" Anya bertanya setelah melihat ponselnya dan membuka pesan dari Luqman."Aku langsung ke apartemen aja, Nya, mau istirahat. Capek banget hari ini."Anya menatap Nathan dengan sorot penuh kasih sayang. "Maaf kejutannya gagal total, Mas. Harusnya aku kasih aja mobil itu di apartemen, supaya Heba gak tau kamu punya mobil baru.""Ini bukan salah kamu, Nya, jadi kamu gak usah minta maaf. Aku yang harusnya berterima kasih banyak karena kami ngasih aku mobil ini," ucap Nathan menerima kunci mobil miliknya dari Anya."Kamu juga gak usah berterima kasih sama aku, Mas. Mobil ini gak ada apa-apanya dibanding waktu yang udah kamu luangkan buat aku."Nathan tersenyum manis mendengar itu. Segera ia memeluk Anya tanpa ragu. Setelahnya, mereka masuk ke dalam mobil masing-masing. Anya berangkat lebih dulu lantaran Luqman sudah menel
Bab 47Sudah hampir satu jam Luqman menunggu Anya turun dari lantai atas untuk ikut bergabung menyantap makan malam. Di pesan yang dikirimkan tadi, ia memang sengaja menekankan jika Anya harus pulang. Sudah beberapa hari ini Luqman tak bertemu dengan putri semata wayangnya itu, padahal mereka bekerja di kantor yang sama.Luqman sendiri sangat sibuk dengan berbagai macam pertemuan yang harus ia datangi, sehingga tak sempat memantau Anya di ruang kerjanya."Kok lama banget dia itu, Ma?" tanya Luqman sudah tak sabaran. Selain rindu, ia juga punya banyak pertanyaan penting yang harus dilayangkan."Sabar, Pa, namanya juga anak gadis," balas Anisa santai.Tak berapa lama, Anya turun ke bawah dengan senyum lebar dan langsung bergabung di meja makan. Saat itu Luqman menghela napas lega melihat raut putrinya ceria dan tampaknya, suasana hati Anya sangat bagus."Susah banget ketemu sama kamu, Nya," sindir Luqman membuat Anya terkekeh kecil."Maaf, Pa. Aku kan sibuk banget, nih." Anya berkilah d
Bab 48"Mbak kenapa? Kok kayaknya gak seneng Mas Nathan dapet mobil dari Mbak Anya." Nicky agak hati-hati saat bertanya seperti itu.Sifatnya memang bisa dibilang besar kepala dan suka merendahkan orang, tapi ia masih menghormati Diana sebagai kakaknya, meski tak jarang juga mereka beradu mulut dan tak ada satu pun dari keduanya yang mau mengalah.Di rumahnya, Diana menghela napas panjang. Kejadian tadi sore membuat mood-nya kembali memburuk. Mengingat Heba yang berhasil membuatnya dan Ratih merasa malu pada Anya memang sangat membekas. Diana sampai kepikiran jika bisa saja Anya tak lagi mempercayai keluarganya karena tidak bisa menjaga barang pemberiannya dengan baik.Diana ingin sekali marah dan mengumpat seperti biasa, tapi sayang sekali ia tak punya objek yang bisa dijadikan sebagai pelampiasan."Mbak?" panggil Nicky. "Cerita dong sama aku," bujuknya sambil memohon."Mbak males ngomong, Ky. Intinya Mbak bukan gak seneng kalau Nathan dikasih mobil sama Anya, toh kita juga kebagian
Bab 49Tugas Kamila sebagai sekretaris akhirnya selesai. Kemarin malam melalui sambungan telepon, ia dimintai pendapat terlebih dahulu oleh Noah tentang bagaimana baiknya."Kalau menurut saya, Pak Bos, Heba emang lebih cocok sih jadi sekretaris," ucap Kamila kemarin malam, dengan nada yang entah mengapa terdengar jahil di telinga Noah."Jadi kamu setuju-setuju saja kalau saya memindahkan kamu ke divisi keuangan?"Kamila yang saat itu tengah mengolesi wajahnya dengan krim malam pun mengangguk. "Saya setuju. Di sana saya lebih bebas.""Lho, apa maksudnya? Memangnya selama ini saya mengekang kamu?""Mengekang sih nggak ya, Bos," jawab Kamila yang tak lagi melanjutkan perkataannya.Wanita itu hampir saja membeberkan kalau selama menjadi sekretaris Noah, ia tidak bisa bebas berkumpul bersama rekan kerjanya yang lain. Kadang makan siang harus bersama klien, atau bahkan pulang lebih telat daripada yang lain. Meski ya ... gaji yang diberikan Noah juga lebih besar.Akan tetapi, di dalam hati k
Bab 50"Lah, mana mobilnya Mas Nathan?" tanya Nicky yang baru saja sampai rumah. Ia tak mendapati mobil kakaknya di halaman, dan itu menimbulkan rasa kecewa di hati. Apalagi Nicky memang sengaja datang lebih pagi."Kalau begini ujungnya, lebih baik aku datang siang aja. Mana buru-buru banget sampe gak sempet mandi," gerutunya dan masuk ke dalam rumah dengan wajah ditekuk.Ratih yang sudah diberi tahu bahwa Nicky akan pulang hari ini, batal menyambut dengan senyum lebar karena wajah putri bungsunya malah tak sedap dipandang."Datang-datang kok mukanya cemberut begitu, sih?" Ratih berkacak pinggang, ingin tahu apa penyebab Nicky tampak kesal."Mobilnya Mas Nathan mana, Ma? Kok nggak ada?""Ya dipake kerja sama yang punya, gak mungkin mobil sebagus itu dianggurin aja di ruman," jawab Ratih. "Kamu pulang ke rumah cuma mau liat mobil itu?"Penuh kejujuran Nicky mengangguk dan duduk di sofa dengan tubuh lesu. Ia bahkan mengabaikan kopernya tetap berada di ambang pintu."Iya, kan aku juga ma
Bab 51Wanita itu sudah duduk di kursi putar yang terasa sangat nyaman. Beberapa saat lalu ia kembali masuk ke ruangan Noah dan memberikan berkas-berkas yang diminta. Lantas sekarang, di depan layar monitor yang menyala, Heba malah mematung."Aku gak salah 'kan, kalau misalnya aku bingung?" Heba bertanya-tanya pada dirinya sendiri.Ia memundurkan kursi dan mengambil kunci mobil yang sengaja disimpan di dalam laci. Ditatapnya barang mahal yang diberikan Noah padanya beberapa saat lalu."Apa peraturan perusahaan udah berubah, ya?"Tak mau bergelut dengan isi kepalanya sendiri, Heba akhirnya meraih ponsel. Satu-satunya orang yang bisa ia tanyai banyak hal adalah Kamila. Semoga saja sahabatnya itu tidak terlalu sibuk, dan bisa membalas pesan yang akan Heba kirimkan. Karena sungguh, Heba penasaran dengan peraturan perusahaan ini.[Mil, aku tau aku ganggu kamu di jam kerja. Tapi kalau kamu ada waktu, buruan bales chat-ku ini, ya. Tadi Pak Noah ngasih aku kunci mobil dan dia bilang aku berha
109Hari Sabtu akhirnya tiba. Seperti janjinya pada Shanti, Heba akan berkunjung ke rumah wanita paruh baya itu untuk mengobrol dan membuat kue kering.Sebelum datang ke sana, terlebih dahulu Heba mampir sebentar ke kedai buah, untuk membeli beberapa jenis buah-buahan, yang pastinya akan disukai oleh Shanti.Bertahun-tahun menjadi sekretaris Pratama, tentunya Heba mengetahui dengan pasti makanan dan minuman apa yang disukai oleh keluarga atasannya itu.Setelah dari kedai buah, Heba menaiki ojek online untuk sampai di rumah Shanti. Tiba di sana, ia disambut oleh Shanti yang sudah menunggu."Akhirnya kamu datang juga. Saya pikir kamu nggak jadi datang ke sini," ucap Shanti yang tak ragu menggiring Heba masuk ke dalam rumahnya.Heba tertawa pelan atas perkataan Shanti. "Saya pasti datang kok, Bu. Sekarang bagaimana, Ibu percaya 'kan sama saya?"Giliran Shanti yang tertawa dan mengangguk cepat. "Kamu memang tidak pernah berubah. Sejak dulu kamu selalu menepati janji dan datang tepat waktu
108Heba tidak bisa tinggal diam saja. Pagi ini juga setelah sampai di kantor, ia sudah bertekad untuk bicara dengan Noah soal masalah kemarin. Jangan sampai ada kesalahpahaman di antara mereka berdua.Sebab Heba begitu yakin, kalau itu semua akan mempengaruhi pekerjaan antara sekretaris dan atasan, yang tiap hari harus bertemu dan melakukan komunikasi.Dengan kedua kaki yang melangkah pasti, Heba menemui Noah di ruangannya. Ia membawakan jadwal atasannya itu dan memaparkan seperti biasa. Namun, tentu saja ia juga akan membicarakan masalah yang ada di antara mereka berdua."Sudah, Ba?" tanya Noah, yang kentara tidak melakukan kontak mata dengan sekretarisnya sendiri."Kalau urusan pekerjaan sudah selesai, Pak. Tapi saya mau bicara soal lain," jawab Heba meminta izin agar Noah memberinya sedikit waktu."Soal apa?" tanya lelaki itu setelah berdehem pelan."Soal saya dan Bapak." Heba menatap Noah, sehingga lelaki yang ada di depannya pun terpaksa melakukan hal serupa.Noah terdiam. Harus
107"Kita pergi saja dari sini," ajak Noah hendak menggamit tangan Heba, tetapi Anisa lebih dulu mencegahnya."Jangan ke mana-mana, Ba. Mama mohon sama kamu, kamu harus bantuin Mama," pinta Anisa yang lagi-lagi diucapkan tanpa rasa malu sedikit pun.Heba sendiri benci melihat bagaimana Anisa begitu berusaha. Ia marah, tetapi tidak mau menunjukkannya, karena tenaganya akan terkuras habis. Maka dari itu, ia mengangguk pada Noah dan mereka pun pergi dari rumah Luqman saat itu juga.Menghela napas panjang, Heba menghembuskannya sangat perlahan. Ia mencoba untuk tetap tenang saat masuk ke dalam mobil. Sementara Noah hanya melihat sekilas wanita di sebelahnya, kemudian melajukan mobil.Heba begitu sibuk memikirkan bagaimana caranya ia menyadarkan Anisa, agar tak lagi mendesaknya untuk memperjuangkan Nathan. Tanpa sadar Heba mengepalkan tangan dan menggerutu pelan, dan Noah hanya melihat itu tanpa melakukan apa pun.Sedetik kemudian, Heba tersadar jika ia masih melakukan perjalanan bersama No
Bab 106Hari berganti cukup cepat bagi Heba, lantaran ia tengah merasakan ketenangan yang luar biasa. Hidupnya begitu damai, setelah Heba menjauh perlahan tapi pasti dari Anisa, juga Nathan dan keluarganya.Wanita itu fokus pada diri sendiri, mengembangkan berbagai macam bakat yang selama ini terpendam karena tak pernah mendapatkan ruang selama menikah dengan Nathan."Makan siang di mana kita hari ini?" tanya Noah melihat penunjuk waktu, yang mana setengah jam lagi, mereka akan mendapatkan jatah istirahat."Cuaca di luar sedang bagus, Pak. Bagaimana kalau makan siang di restoran yang baru saja buka?" Heba teringat pada restoran baru, yang letaknya tak jauh dari kantor."Boleh, kita coba makan di sana." Noah setuju.Maka cepat-cepat Heba akan menghubungi restoran untuk melakukan reservasi, agar mereka mendapatkan meja. Namun, tangannya berhenti bekerja saat ia mendapat panggilan dari Luqman."Ada apa, ya?" tanya Heba, tak sadar sudah mengeluarkan suara, sehingga Noah menoleh."Kenapa?"
Bab 105"Kemarin kamu makan malem sama keluarganya Pak Bos, ya?" tanya Kamila seraya berbisik.Sejak tadi ia memicingkan mata dan mengirimkan kode agar sahabatnya bercerita. Namun, sayang sekali Heba benar-benar tidak peka. Sehingga Kamila akhirnya harus bertanya secara gamblang."Ba? Iya atau nggak?" desak Kamila."Kamu tau dari mana?" Heba malah balik bertanya. Seingatnya, ia tak mengatakan pada siapa pun. Lantas dari mana Kamila bisa tahu semuanya?"Itu artinya bener?"Heba mengangguk, tak mungkin menyembunyikan apa pun dari Kamila. Lagi pula, tak ada yang aneh dari makan malam kemarin."Sekarang aku tanya sekali lagi, kamu kok bisa tau?" Heba menatap heran, tetapi Kamila malah terkikik saja."Iyalah aku tau! Orang aku ngikutin kamu sama Pak Bos!" Kamila menjawab jujur.Betul adanya kalau kemarin, diam-diam dirinya mengikuti Heba dan Noah. Sebetulnya Kamila tak memiliki niat seperti itu. Hanya saja, ia penasaran mengapa Heba tampak sedih.Niat untuk menegur Heba dan mengajaknya pul
Bab 104"Kamu harus berani, Sayang," ucap Nathan saat mobilnya sudah tiba di depan rumah Luqman.Anya mengangguk, tetapi tidak juga membuka pintu mobil dan keluar dari kendaraan roda empat tersebut."Yang terpenting kamu jangan ikut emosi. Kita harus tunjukkan sama Mama Anisa dan Papa Luqman, kalau hubungan kita ini sangat serius.""Iya, Mas. Aku akan jaga emosiku di depan Papa sama Mama," balas Anya berjanji.Nathan memang benar, kalau ia harus bersikap lebih dewasa, agar pilihannya untuk menjalin kedekatan dengan Nathan tak disepelekan. Lantas keduanya pun turun dari mobil.Anya masuk lebih dulu ke dalam rumah, diikuti oleh Nathan di belakangnya. Di dalam ruang keluarga, sudah ada Anisa di sana. Awalnya wanita paruh baya itu terlihat senang dengan kehadiran Anya, sehingga ia berdiri dan bergegas menghampiri.Akan tetapi saat melihat ternyata Nathan ikut hadir, senyum di bibir Anya langsung hilang seketika. Ia terang-terangan menatap tak suka pada lelaki yang masih jadi menantunya it
Bab 103Sejak pagi tadi, perasaan Nathan sudah tidak bisa dikondisikan lagi. Itu semua dikarenakan kedatangan Anisa yang hanya ingin marah-marah kepadanya.Untung saja ada Luqman yang menjadi penengah, tetapi lelaki paruh baya itu sama sekali tidak membela. Setidaknya, Nathan bisa bernapas lebih lega, karena ia tak mendapatkan masalah apa pun di kantor.Tepat jam lima sore ketika semua pekerjaannya sudah selesai, Nathan memutuskan untuk pulang ke rumah Ratih. Awalnya ia akan berkunjung sebentar ke apartemen untuk mengambil beberapa helai pakaian.Akan tetapi niat itu diurungkan, karena Nathan harus menghindari Anisa, yang kemungkinan akan memantau di sana.Nathan sengaja memasang wajah lesu ketika ia membuka pintu rumah. Sehingga Anya yang melihat pun langsung menghampiri dengan perasaan khawatir."Muka kamu kenapa begitu sih, Mas? Kerjaan di kantor banyak banget, ya?" Anya bertanya penuh perhatian, juga segera mengambil tas kerja di tangan kekasihnya."Kerjaan di kantor masih ringan
Bab 102Pagi-pagi sekali Anisa sudah pergi dari rumahnya, tanpa diketahui oleh Luqman. Ia berencana hendak mendatangi Heba dan memohon sekali lagi. Harapannya memang ada pada Heba, maka dari itu Anisa tak akan menyerah."Waktu itu Heba masih marah." Anisa bergumam sendiri. "Harusnya aku nanya sama dia gimana kondisinya, supaya dia juga mau dengerin permintaanku."Anisa memang agak menyesal karena ia tak mengatur strategi yang bagus. Andai saja otaknya bekerja lebih baik, mungkin ia tak perlu repot-repot mendatangi Heba seperti sekarang."Udahlah, aku memang harus berjuang supaya Anya pisah dari Nathan, dan dia mau pulang ke rumah." Anisa mengangguk yakin, dan keluar dari mobil.Berjalan beberapa langkah, ia pun mengetuk pintu rumah Heba yang masih tertutup."Heba? Ini Mama."Di dalam rumah, Heba yang tengah bersiap-siap pun segera mengenakan kerudung dan membuka pintu. Sesaat ia menatap Anisa."Ada apa, Ma?" tanya Heba memaksa senyum di bibir."Mama mau bicara sama kamu, Ba.""Aku gak
Bab 101"Noah, Papa, ayo!" ajak Shanti yang bingung mengapa anak dan suaminya malah diam dan tak mengikuti langkahnya menuju ruang makan."Ayo, Pa!" Noah pun mengajak Pratama.Lelaki paruh baya itu mengangguk. Ia menebak jika Noah memiliki maksud, sampai memberitahunya hal pribadi tentang Heba. Padahal selama ini, Pratama tak pernah sekali pun bertanya soal suami dari mantan sekretarisnya itu.Pratama sangat paham batasan mana yang tak boleh ia langgar. Sehingga selama masa kerjanya dengan Heba bertahun yang lalu, ia pun kurang tahu bagaimana nasib wanita yang satu itu di kehidupan pribadinya."Makan yang banyak ya, Ba." Shanti sangat senang melayani Heba. Mulai dari menyendokkan nasi, mengisi gelas, sampai menawarkan berbagai macam menu yang ada di atas meja makan."Makasih ya, Bu," ucap Heba yang tak tahu lagi harus berkata apa.Heba juga senang karena Shanti menerimanya dengan baik tiap kali bertamu ke rumah ini. Ia merasa seperti mendapatkan sosok ibu yang baru, yang begitu hangat