Bab 47Sudah hampir satu jam Luqman menunggu Anya turun dari lantai atas untuk ikut bergabung menyantap makan malam. Di pesan yang dikirimkan tadi, ia memang sengaja menekankan jika Anya harus pulang. Sudah beberapa hari ini Luqman tak bertemu dengan putri semata wayangnya itu, padahal mereka bekerja di kantor yang sama.Luqman sendiri sangat sibuk dengan berbagai macam pertemuan yang harus ia datangi, sehingga tak sempat memantau Anya di ruang kerjanya."Kok lama banget dia itu, Ma?" tanya Luqman sudah tak sabaran. Selain rindu, ia juga punya banyak pertanyaan penting yang harus dilayangkan."Sabar, Pa, namanya juga anak gadis," balas Anisa santai.Tak berapa lama, Anya turun ke bawah dengan senyum lebar dan langsung bergabung di meja makan. Saat itu Luqman menghela napas lega melihat raut putrinya ceria dan tampaknya, suasana hati Anya sangat bagus."Susah banget ketemu sama kamu, Nya," sindir Luqman membuat Anya terkekeh kecil."Maaf, Pa. Aku kan sibuk banget, nih." Anya berkilah d
Bab 48"Mbak kenapa? Kok kayaknya gak seneng Mas Nathan dapet mobil dari Mbak Anya." Nicky agak hati-hati saat bertanya seperti itu.Sifatnya memang bisa dibilang besar kepala dan suka merendahkan orang, tapi ia masih menghormati Diana sebagai kakaknya, meski tak jarang juga mereka beradu mulut dan tak ada satu pun dari keduanya yang mau mengalah.Di rumahnya, Diana menghela napas panjang. Kejadian tadi sore membuat mood-nya kembali memburuk. Mengingat Heba yang berhasil membuatnya dan Ratih merasa malu pada Anya memang sangat membekas. Diana sampai kepikiran jika bisa saja Anya tak lagi mempercayai keluarganya karena tidak bisa menjaga barang pemberiannya dengan baik.Diana ingin sekali marah dan mengumpat seperti biasa, tapi sayang sekali ia tak punya objek yang bisa dijadikan sebagai pelampiasan."Mbak?" panggil Nicky. "Cerita dong sama aku," bujuknya sambil memohon."Mbak males ngomong, Ky. Intinya Mbak bukan gak seneng kalau Nathan dikasih mobil sama Anya, toh kita juga kebagian
Bab 49Tugas Kamila sebagai sekretaris akhirnya selesai. Kemarin malam melalui sambungan telepon, ia dimintai pendapat terlebih dahulu oleh Noah tentang bagaimana baiknya."Kalau menurut saya, Pak Bos, Heba emang lebih cocok sih jadi sekretaris," ucap Kamila kemarin malam, dengan nada yang entah mengapa terdengar jahil di telinga Noah."Jadi kamu setuju-setuju saja kalau saya memindahkan kamu ke divisi keuangan?"Kamila yang saat itu tengah mengolesi wajahnya dengan krim malam pun mengangguk. "Saya setuju. Di sana saya lebih bebas.""Lho, apa maksudnya? Memangnya selama ini saya mengekang kamu?""Mengekang sih nggak ya, Bos," jawab Kamila yang tak lagi melanjutkan perkataannya.Wanita itu hampir saja membeberkan kalau selama menjadi sekretaris Noah, ia tidak bisa bebas berkumpul bersama rekan kerjanya yang lain. Kadang makan siang harus bersama klien, atau bahkan pulang lebih telat daripada yang lain. Meski ya ... gaji yang diberikan Noah juga lebih besar.Akan tetapi, di dalam hati k
Bab 50"Lah, mana mobilnya Mas Nathan?" tanya Nicky yang baru saja sampai rumah. Ia tak mendapati mobil kakaknya di halaman, dan itu menimbulkan rasa kecewa di hati. Apalagi Nicky memang sengaja datang lebih pagi."Kalau begini ujungnya, lebih baik aku datang siang aja. Mana buru-buru banget sampe gak sempet mandi," gerutunya dan masuk ke dalam rumah dengan wajah ditekuk.Ratih yang sudah diberi tahu bahwa Nicky akan pulang hari ini, batal menyambut dengan senyum lebar karena wajah putri bungsunya malah tak sedap dipandang."Datang-datang kok mukanya cemberut begitu, sih?" Ratih berkacak pinggang, ingin tahu apa penyebab Nicky tampak kesal."Mobilnya Mas Nathan mana, Ma? Kok nggak ada?""Ya dipake kerja sama yang punya, gak mungkin mobil sebagus itu dianggurin aja di ruman," jawab Ratih. "Kamu pulang ke rumah cuma mau liat mobil itu?"Penuh kejujuran Nicky mengangguk dan duduk di sofa dengan tubuh lesu. Ia bahkan mengabaikan kopernya tetap berada di ambang pintu."Iya, kan aku juga ma
Bab 51Wanita itu sudah duduk di kursi putar yang terasa sangat nyaman. Beberapa saat lalu ia kembali masuk ke ruangan Noah dan memberikan berkas-berkas yang diminta. Lantas sekarang, di depan layar monitor yang menyala, Heba malah mematung."Aku gak salah 'kan, kalau misalnya aku bingung?" Heba bertanya-tanya pada dirinya sendiri.Ia memundurkan kursi dan mengambil kunci mobil yang sengaja disimpan di dalam laci. Ditatapnya barang mahal yang diberikan Noah padanya beberapa saat lalu."Apa peraturan perusahaan udah berubah, ya?"Tak mau bergelut dengan isi kepalanya sendiri, Heba akhirnya meraih ponsel. Satu-satunya orang yang bisa ia tanyai banyak hal adalah Kamila. Semoga saja sahabatnya itu tidak terlalu sibuk, dan bisa membalas pesan yang akan Heba kirimkan. Karena sungguh, Heba penasaran dengan peraturan perusahaan ini.[Mil, aku tau aku ganggu kamu di jam kerja. Tapi kalau kamu ada waktu, buruan bales chat-ku ini, ya. Tadi Pak Noah ngasih aku kunci mobil dan dia bilang aku berha
Bab 52[Jangan lupa, kamu harus dateng ke restoran sebelum jam tujuh. Aku ingatkan sekali lagi, jangan biarkan Mama kecewa.]Anya sudah mengirimkan pesan pada Heba, agar adik tirinya itu tak mangkir dari undangan palsu yang ia buat sendiri. Anya sungguh tak sabar ingin melihat Heba kebingungan sekaligus merasa malu.[Iya, Kak. Ini aku baru pulang kerja dan mau ke rumah dulu buat bersih-bersih.]Balasan itu membuat Anya langsung terbahak puas. Bodoh sekali Heba, karena ia mudah percaya dengan segala perkataannya."Kamu memang pantas dapet perlakuan buruk dari aku, Ba! Bahkan kalau bisa, kamu harus menderita supaya gak berbuat macam-macam lagi kayak kemarin!" Anya bermonolog sambil tertawa, membuat Nathan yang melihatnya dari kejauhan sampai mengerutkan kening."Kamu kenapa, Nya?" tanya Nathan sudah berdiri di depan Heba.Anya sedikit mengerjap, tapi untungnya ia bisa menguasai diri dengan begitu baik. "Aku lagi nonton video lucu, Mas. Yuk berangkat sekarang!" ajaknya agar Nathan tak la
Bab 53Heba mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia mengecek lagi alamat yang diberikan Anya dengan nama restoran di depannya. Dirasa benar, wanita itu melangkah ke dalam.Kening Heba berulang kali berkerut, lantaran suasana di restoran terlihat sangat ramai. Bukan karena pengunjung yang ingin makan di sana, tapi karena banyaknya orang yang berlalu lalang."Alamatnya udah bener, tapi kok kayak ada pesta ya di sini? Apa Mama sengaja ngajak aku makan malam di pesta?" Heba jadi bertanya-tanya.Banyak sekali orang dengan pakaian rapi saling menyapa satu sama lain. Di pertengahan restoran pun terdapat panggung kecil yang sudah dipenuhi oleh bunga-bunga cantik, serata dua kursi dengan warna senada di atasnya.Wanita itu melangkahkan kaki lagi, mencoba mencari sang ibu yang kata Anya sudah sampai lebih dulu. Namun, setelah ditelusuri ke segala tempat yang ada di restoran tersebut, Heba tak menemukan Anisa di mana pun.Hanya ada orang-orang asing yang menatapnya bingung, lantaran sejak tadi i
Bab 54"Mumpung kamu ada di sini, kita masuk saja ke dalam," ajak Noah.Heba menggeleng. Selain tak ada kepentingan dengan si pemilik pesta, ia juga harus pergi sekarang juga ke rumah Anisa. Heba akan menanyakan apa maksud Anya memperlakukannya seperti ini."Maaf, Pak, saya mau pulang saja," tolaknya lantas berbalik.Noah hanya bisa melihat punggung wanita itu yang kian menjauh. Andai tak ada keharusan masuk ke dalam, mungkin ia akan segera menyusul Heba dan mengantarnya pulang sampai ke rumah.Sementara Heba sendiri menahan kesal. Kalau benar Anya sengaja ingin mengerjainya, maka kakak tirinya itu sudah keterlaluan. Heba tak akan menahan diri lagi jika bertemu dengan Anya.Tiba di rumah Luqman, mendadak Heba ragu untuk masuk. Namun, demi harga dirinya yang telah diinjak-injak oleh Anya dengan cara menyedihkan dan keterlaluan, maka Heba mengangkat lengan dan mengetuk pintu di depannya.Seperti biasa, orang pertama yang akan membukakan pintu adalah Anisa. Melihat ibunya ada di depan ma
Bab 134Memaafkan dan memilih melanjutkan hidup, adalah pilihan terbaik bagi Heba dan Noah. Semenjak datang ke rumah Anisa dua bulan lalu, hubungan mereka sudah semakin membaik. Perlahan tapi pasti, Luqman juga sudah bersedia untuk ditemui, meski pertemuan itu sendiri harus selalu diadakan di rumahnya.Soal Anya dan Nathan, mereka belum resmi bercerai. Anya yang sudah mendapatkan kewarasannya, mengatakan kalau ia memang sangat mencintai Nathan dan tak bisa melepaskan lelaki itu, meski Nathan sudah menghujaninya dengan berbagai macam pengkhianatan.Tak ada satu pun yang bisa membuat Anya berubah pikiran, termasuk Heba yang sempat datang ke rumah sakit jiwa untuk menjenguk kakak tirinya. Di sana, Anya malah berkata kalau Heba tak boleh mengurusi hidupnya. Maka dari itu, Heba tak pernah menemui Anya secara langsung, dan hanya menanyakan bagaimana kondisi perempuan itu melalui perawat.Sementara untuk rumah tangga Heba sendiri, semuanya berjalan lancar. Heba tengah menikmati hari-hari men
Bab 133"Kita ke rumah Mama Anisa sekarang," ucap Noah setelah Heba menceritakan ulang apa yang dikatakan oleh Anisa barusan."Tapi, Mas, gimana sama kita berdua?" tanya Heba bingung dan tak enak hati.Bukan hal yang aneh bagus kalau mereka sampai keluar dari hotel tengah malam begini. Apa kata orang? Semua orang yang melihat keduanya meninggalkan hotel dengan langkah tergesa, pasti akan berpikir macam-macam. Heba tak mau keluarga suaminya mendapatkan pandangan buruk karena masalah yang tengah dihadapi oleh Anisa."Masih ada malam-malam selanjutnya untuk kita berdua," jawab Noah dengan senyum.Noah berlalu, mengambilkan baju hangat serta sehelai kerudung untuk dikenakan oleh sang istri. Sementara itu, Heba masih diam di tempat. Ia tak mau merepotkan, tetapi mustahil juga andai dirinya pergi seorang diri ke rumah Anisa untuk melihat apa yang terjadi di sana."Ayo, Sayang," ajak Noah menggenggam hangat tangan sang istri, sehingga Heba mengangguk dan mengikuti langkah suaminya.Berjalan
Bab 132Kebaya putih gading yang dilengkapi dengan kerudung serta untaian bunga melati, berhasil membuat penampilan Heba begitu memukau. Heba tampil sangat cantik dan manglingi, membuat Kamila tak henti memotret sahabatnya dari berbagai sudut."Udahlah, Mil, aku malu," gumam Heba seraya menatap ke sekeliling yang diisi oleh seorang fotografer dan dua staf wedding organizer, serta seorang MUA yang memang disewa oleh Heba untuk mempercantik dirinya di hari paling membahagiakan ini."Sorry, Ba, aku gak bisa berhenti, habisnya kamu cantik banget!" Kamila kembali mengangkat layar ponselnya dan mengarahkan benda tersebut ke wajah Heba, kemudian kembali memotretnya.Jika disimak lebih jauh, Kamila ini memang sangat heboh dan tampak lebih sibuk dari sang fotografer. Heba sampai menggelengkan kepala. Kendati sudah meminta agar Kamila duduk saja, tetapi sahabatnya itu tak mendengar sama sekali.Kamila baru bisa duduk dengan tenang, saat pembawa acara di ballroom hotel meminta Noah untuk duduk d
Bab 131Suara tangis bayi mengakhiri perjuangan Anya yang sejak tadi mengikuti instruksi dari dokter yang membantu persalinannya. Perempuan itu memejamkan mata, merasakan lelah luar biasa karena ia telah melalui proses persalinan secara normal.Ya, Anya sejak awal kehamilan, Anya sudah bersikeras ingin melahirkan bayinya dengan cara normal, lantaran ia berpikir dirinya bisa dianggap sebagai seorang ibu sepenuhnya, jika menempuh cara tersebut. Padahal, proses apa pun yang dilalui oleh seorang ibu, tak bisa dibandingkan satu sama lain. Baik normal maupun caesar, keduanya sama-sama mempertaruhkan nyawa.Sementara di luar ruangan, Nathan sudah menunggu dengan perasaan sangat cemas. Ia tak bisa masuk ke dalam lantaran tak akan kuasa melihat banyak darah. Lelaki itu hanya menunggu seorang diri dengan sedikit rasa kesal, lantaran Ratih dan kedua saudaranya tak kunjung datang ke rumah sakit.Nathan telah berdiri. Ia ingin melihat bagaimana anaknya yang baru saja lahir. Sejenak ia mengintip, d
Bab 130Tinggal di sebuah rumah besar adalah kebahagiaan untuk Ratih dan keluarganya. Harapan mereka menjadi kenyataan. Berkat naiknya Nathan menjadi pemegang perusahaan, kehidupan mereka pun berubah secara drastis.Sekarang, Ratih dan dua anaknya tinggal di sebuah rumah yang letaknya berada di perumahan elit. Tak ada tetangga julid, tak ada tatapan iri, dan itu membuat Ratih semakin jumawa."Hari ini aku mau ke luar kota, Ma," ucap Diana pada sang ibu."Mau ngapain lagi? Kamu baru aja pulang," sahut Ratih menatap curiga pada putri sulungnya.Diana sering mengatakan kalau ia tengah mencoba untuk menjalin bisnis dengan temannya yang kaya raya. Sudah berbulan-bulan Diana sering pergi ke luar kota dengan alasan serupa, tetapi tak ada satu pun hasil yang terlihat dari kerja kerasnya itu.Ya, Diana membohongi ibunya. Ia tak pergi ke luar kota, melainkan malah bergabung dengan teman-teman barunya di sebuah klub malam. Di sana, Diana menghamburkan uangnya demi menyenangkan beberapa lelaki ya
Bab 129Seorang perempuan melihat datar kepergian Noah dan keluarganya dari rumah Anisa. Perempuan itu kemudian menutup kasar gorden panjang nan tebal, menyebabkan kamarnya menjadi temaram, padahal hari masih sore dan matahari masih menampakkan cahaya di atas langit."Heba udah bahagia," gumamnya seakan tak terima atas lamaran adik tirinya.Semua hantaran yang dibawa oleh orang tua Noah, jelas membuat Anya merasa iri. Dulu saat Nathan melamar dirinya, lelaki itu memang membawa banyak sekali barang mahal, tetapi uangnya berasal dari kantong Anya."Kenapa nasib Heba bisa jauh lebih baik daripada aku?" tanya Anya seraya hilir mudik di kamarnya.Tak seorang pun yang tahu, kalau rumah tangganya dengan Nathan kerap diterpa oleh ujian yang tak ada habisnya. Di awal pernikahan, sikap Nathan sangat baik dan lembut. Lelaki itu memenuhi semua keinginan Anya tanpa terkecuali.Akan tetapi, setelah Nathan memegang penuh perusahaan milik Luqman, suaminya itu menjadi dingin dan ketus. Nathan juga ser
Bab 128Shanti dan Pratama kebingungan melihat putra semata wayang mereka terus mengukir senyum sejak masuk ke dalam rumah. Dua paruh baya itu sampai saling pandang dan sama-sama mengerutkan kening."Aku punya kabar bahagia," ucap Noah setelah duduk di depan kedua orang tuanya.Gambaran bahagia itu memang terlihat jelas dan mampu mengalihkan semua kebiasaan Noah. Anak lelaki mereka tiba-tiba duduk tanpa mengucap salam atau mencium tangan, membuat Shanti dan Pratama kembali saling pandang."Kabar bahagia apa? Soal perusahaan?" tanya Pratama penasaran."Bukan, Pa," jawab Noah tak langsung menjelaskan semuanya, karena ia malah tertawa salah tingkah."Kenapa, sih? Jangan bikin Mama sama Papa penasaran," tegur Shanti sambil berdecak tak sabaran."Heba suka sama aku, dan dia bilang mau nikah sama aku," ungkap Noah, benar-benar tak bisa menghentikan senyum di bibirnya."Kamu serius?" Shanti adalah orang pertama yang memberikan reaksi terkejut. Perempuan paruh baya itu sampai terkesima dan be
Bab 127Tawaran dari Noah berhasil membuat jantung Heba seakan hendak meledak. Perempuan itu mendadak diam, tetapi kedua matanya melirik Noah sesekali.Menikah? Tawaran itu bukan sesuatu yang mudah untuk diangguki dalam hitungan detik. Sebelumnya, Heba punya pengalaman buruk soal pernikahan. Perempuan itu tentu tak mau sembarangan lagi. Semuanya harus dipikirkan baik-baik."Maaf, Pak, apa boleh saya kasih jawaban nanti?" tanya Heba takut-takut."Boleh," jawab Noah seraya mengangguk lagi, kemudian lelaki itu kembali mengemudikan mobilnya.Noah mengantar Heba dengan selamat sampai ke rumah. Turun dari mobil usai berpamitan dan mengucapkan terima kasih, lebih dulu Heba memastikan mobil Noah menjauh dari area rumahnya. Barulah setelah itu, ia masuk ke dalam rumah dengan langkah tergesa."Aku harus kasih tau Kamila!" ucap Heba terburu-buru mengambil ponselnya di dalam tas, dan menghubungi Kamila saat itu juga."Mil!" panggilnya setelah panggilan mereka terhubung.Di toko yang masih ramai o
Bab 126Noah menghentikan langkah. Barusan itu, kalimat yang keluar dari mulut Kamila terdengar oleh kedua telinganya. Noah mematung, mulai bertanya-tanya mengapa ia tak tahu kalau Heba sempat merasa cemburu pada perempuan yang datang kepadanya?Tatapan lelaki itu tertuju lurus, dan Heba sadar akan hal tersebut. Heba mengeluh, dan menoleh pada Kamila seraya melayangkan tatapan protes. Dari tatapannya itu, harusnya Kamila sadar, kalau saat ini Heba tengah kesal padanya.Akan tetapi, Kamila malah mengangkat bahu seolah-olah ia tak salah. Kamila tak bermaksud bicara di depan Noah tentang semuanya. Namun, kalau sampai atasan mereka mendengar, ya itu namanya sudah takdir."Gara-gara kamu, nih!" Heba berkata tanpa suara.Heba berdeham dan menarik senyum saat Noah berdiri di hadapannya dan Kamila. Sebisa mungkin Heba bersikap seolah tak ada sesuatu yang terjadi di antara mereka."Siang, Pak, gimana pendapat Bapak soal toko saya sama Kamila?" tanya perempuan itu, benar-benar berusaha mengalih