Bab 21 Kalah Malu!“Heba! Ngapain kamu di sini?” tanya Diana sambil menarik tangan Heba dengan sedikit kasar.Heba yang ditarik sedemikian rupa langsung terkejut, sebelum pulang ke rumah dia niatnya hendak membeli sebungkus bakso terlebih dahulu. Tapi malah bertemu dengan Diana dan Ratih di sini.“Beli bakso lah, Mbak. Nggak mungkin aku beli semen di warung bakso,” sahut Heba santai.Dia lupa kalau warung bakso ini berdekatan dengan rumah Ratih, kalau dia ingat maka dia tidak akan ke sini. Sudah terlanjur juga, makanya dia hanya bisa berharap kalau penjual bakso itu bergerak cepat membuatkan pesanannya.Karena hari masih pagi, belum ada pembeli di sini. Masih Heba satu-satunya, dan Heba bersyukur. Karena itu artinya, walau Diana membuat keributan sekalipun maka tidak akan ada pembeli yang terganggu.Bukannya suudzon, akan tetapi memang setiap bertemu dengan Diana dan Ratih maka Heba akan selalu berakhir dengan pertengkaran.“Enak ya kamu, tahunya menghabiskan uang adikku saja! Beli ba
Bab 22"Kok kamu malah diem aja, sih? Ayo cerita sama Mama, gimana bisa kamu tau kalau Anya suka sama Mas Nathan!" desak Ratih tak sabaran.Sejenak Nicky memejamkan mata. Ada rasa sesal mengapa dia sampai bicara begitu, lantaran dari raut ibu dan kakaknya, mereka tampak antusias. Nicky yakin jika suatu saat, Heba akan tersingkir dari keluarga mereka."Ky!" panggil Diana seraya mengguncang tubuh adiknya.Mendengkus pelan, akhirnya Nicky berkata, "aku bisa liat kalau sejak dulu Mbak Anya memang suka sama Mas Nathan. Waktu pertama kali kita ketemu sama keluarga Mbak Heba, Mbak Anya itu kelihatanya gak suka sekaligus kecewa sama rencana pernikahan Mbak Heba."Ratih dan Diana saling pandang. Ingatan mereka kembali melayang pada momen tersebut. Sungguh, keduanya sama sekali tidak sadar ada yang lain dari tatapan Anya pada Nathan."Kamu serius merasa kayak gitu?" tanya Ratih ingin memastikan.Sekarang Nicky mengangguk tanpa ragu. "Aku juga seorang perempuan, Ma, jadi tau gerak-gerik Mbak Any
Bab 23 Hasutan RatihAnya menatap layar monitornya yang sejak tadi menyala. Dalam diri wanita itu, hasrat untuk bekerja sama sekali tidak muncul ke permukaan. Anya malah kerap menatap ke arah pintu yang tertutup dan berharap Nathan akan datang dari sana, lalu mengajaknya pergi."Ah, Mas Nathan gak mungkin datang ke sini tanpa diminta. Dia pasti bakalan sungkan," gumamnya lantas tersenyum lebar, ketika jam makan siang telah tiba.Bergegas Anya meninggalkan meja dan ruangannya, dengan maksud ingin mendatangi Nathan. Semua tatap mata para staf kantor tertuju padanya. Tentu mereka memuji jika Anya begitu cantik dan memesona.Kaki jenjang yang dibalut oleh sepatu hak tinggi itu akhirnya berhenti di depan meja Nathan."Mas!" panggilnya riang.Nathan yang tengah fokus dengan pekerjaannya langsung mendongak dan mengerjap. Wajahnya jelas terkejut dengan kedatangan Anya."Kamu ngapain ke sini, Nya?" tanya Nathan sambil berbisik."Ayo makan siang sama aku. Aku tunggu di basement, ya!" ajak Anya l
24"Ba, besok datang lebih pagi, ya. Ada kiriman barang dan harus disusun sebelum toko buka," pinta ibu Kamila saat Heba hendak pulang, sebab pekerjaannya hari ini sudah selesai."Iya, Bu. Besok aku datang satu jam lebih cepat."Ibu Kamila tersenyum, kemudian berkata, "nanti Ibu tambahkan ke uang lemburan, ya."Heba mengangguk, lantas membenahi kerudungnya sebelum menyampirkan tas."Oh iya, kamu mau pulang bareng gak? Kebetulan Ibu mau mampir ke kedai buah dekat rumah kamu," tawar ibu Kamila."Nggak usah repot-repot, Bu, aku pulang sendiri aja."Ibu Kamila bertanya lagi, tapi Heba tetap menolak dengan sungkan. Heba tahu kalau letak kedai buah memang ada di dekat rumahnya, tapi ia sungkan sekali jika mereka pulang bersama. Heba akan mencoba mandiri agar tak terlalu merepotkan Kamila dan ibunya lagi."Ya sudah kalau begitu, Ibu berangkat duluan ya. Kamu hati-hati, Ba." Ibu Kamila sudah berjalan lebih dulu dan naik ke dalam mobil.Kendaraan roda empat itu melaju mulus. Para karyawan yang
25"Kamu mau ke mana, Nya? Kelihatannya rapi dan cantik begitu." Luqman yang baru saja pulang dan naik ke lantai atas, melihat pintu kamar Anya terbuka. Di sana, putri semata wayangnya tengah bersiap, padahal ia juga tahu kalau Anya baru pulang."Aku mau berangkat lagi, Pa. Temenku ada yang ulang tahun malam ini. Mumpung aku gak ada kerjaan, aku mau datang ke sana," jawab Anya tentunya berbohong.Wanita itu menatap pantulan dirinya yang sudah cantik dengan dress berwarna hitam. Ia sengaja tampil lebih beda bukan untuk pergi ke pesta, melainkan ingin menemui Nathan dan mereka akan berkencan di pusat perbelanjaan."Di mana acaranya, Nya?""Di hotel, Pa."Luqman tak merasa heran. Sudah lumrah bagi kaumnya mengadakan sebuah acara di ballroom hotel. Namun, ia masuk ke dalam kamar Anya hanya untuk memberi wejangan."Jangan pulang malam-malam. Pastikan juga kamu selalu aman saat di pesta. Jangan mabuk dan dekat dengan sembarang laki-laki. Ngerti kamu, Nya?"Anya tak menjawab. Ia sendiri tak
26Anisa meluruskan kaki saat ia baru saja duduk di sofa. Sekarang ini, jam baru menunjukkan pukul enam pagi, tapi ia sudah merancang kegiatannya hari ini. Anisa mengecek ulang hal pertama apa yang harus dilakukan.Berbelanja. Anisa berdecak karena nanti sore, rumahnya akan kedatangan banyak teman. Mereka hendak mengadakan arisan yang rutin dilakukan setiap bulan."Gak mungkin aku belanja sendirian," ucapnya agak malas jika harus keluar rumah dan menyiapkan semuanya seorang diri.Tiba-tiba Anisa teringat pada Heba. Putrinya itu pasti ada di rumah dan tak punya kegiatan apa-apa. Anisa akan menghubungi Heba untuk meminta tolong, agar ia datang ke sini guna berbelnlanja lantas memasak.Tak berpikir dua kali, saat itu juga Anisa langsung menghubungi Heba. Sementara di rumahnya, Heba baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri agar merasa lebih segar.Ponsel yang berdering di atas meja membuat Heba segera menghampiri. Ia pikir itu dari Nathan yang sejak semalam tak pulang k
27Seorang wanita muda berjalan berlenggak-lenggok sejak keluar dari taksi online. Ia membuka kacamata yang bertengger di hidung mancungnya."Mama ... aku pulang!" teriak Nicky lantas masuk ke dalam rumah.Nicky punya niat menginap semalam saja dan kembali ke kost besok malam. Ia punya waktu luang dan mendadak merasa rindu dengan suasana di rumahnya. Sudah lama pula Nicky tidak tidur di kamar lamanya."Mama!" panggil Nicky, membuat Ratih datang tergopoh-gopoh dari arah dapur."Lho, kamu pulang, Ky? Tumben banget!" sambut Ratih begitu bahagia dan takjub melihat anak bungsunya ada di rumah.Jarang sekali Nicky mau pulang, bahkan ketika libur kuliah. Katanya, Nicky ingin menyibukkan diri dengan bekerja agar punya banyak pengalaman."Aku bawa oleh-oleh buat Mama.""Wah ... makasih banyak, Ky! Kamu ini masih kuliah, tapi udah bisa ngasih-ngasih kayak gini sama Mama," puji Ratih merasa bangga.Nicky merasa jumawa. Ia langsung duduk dan tak lama Diana masuk ke dalam rumah membawa plastik bel
28 Sudah dua malam Nathan tak pulang ke rumah. Malam kemarin dan hari ini. Heba pikir saat dirinya sampai di rumah, ia akan mendapati Nathan tengah menonton televisi di sofa atau bermain game seperti biasa.Akan tetapi, rumah kosong melompong dan entah ke mana suaminya pergi. Heba menjadi tak tenang dan merasa bersalah. Ia langsung beranggapan kalau Nathan memang tersinggung dengan perkataannya pada Ratih."Kamu ini ke mana sih, Mas? Kok sampai gak pulang begini?"Heba menyalakan ponsel dan segera menghubungi sang suami. Namun, tak ada jawaban sama sekali. Ketika ia mencoba menelepon Ratih dan Diana, mereka pun mengabaikan panggilannya."Kayaknya aku harus datang ke rumah Mama, siapa tahu Mas Nathan memang ada di sana dan gak mau pulang sebelum aku minta maaf sama dia."Kendati tubuhnya lelah karena pulang kerja langsung memasak dan mencuci pakaian, tapi Heba tak mengeluh. Usai salat maghrib, ia bergegas datang ke rumah ibu mertuanya. Sampai di sana, Heba tersenyum melihat Nicky yang
109Hari Sabtu akhirnya tiba. Seperti janjinya pada Shanti, Heba akan berkunjung ke rumah wanita paruh baya itu untuk mengobrol dan membuat kue kering.Sebelum datang ke sana, terlebih dahulu Heba mampir sebentar ke kedai buah, untuk membeli beberapa jenis buah-buahan, yang pastinya akan disukai oleh Shanti.Bertahun-tahun menjadi sekretaris Pratama, tentunya Heba mengetahui dengan pasti makanan dan minuman apa yang disukai oleh keluarga atasannya itu.Setelah dari kedai buah, Heba menaiki ojek online untuk sampai di rumah Shanti. Tiba di sana, ia disambut oleh Shanti yang sudah menunggu."Akhirnya kamu datang juga. Saya pikir kamu nggak jadi datang ke sini," ucap Shanti yang tak ragu menggiring Heba masuk ke dalam rumahnya.Heba tertawa pelan atas perkataan Shanti. "Saya pasti datang kok, Bu. Sekarang bagaimana, Ibu percaya 'kan sama saya?"Giliran Shanti yang tertawa dan mengangguk cepat. "Kamu memang tidak pernah berubah. Sejak dulu kamu selalu menepati janji dan datang tepat waktu
108Heba tidak bisa tinggal diam saja. Pagi ini juga setelah sampai di kantor, ia sudah bertekad untuk bicara dengan Noah soal masalah kemarin. Jangan sampai ada kesalahpahaman di antara mereka berdua.Sebab Heba begitu yakin, kalau itu semua akan mempengaruhi pekerjaan antara sekretaris dan atasan, yang tiap hari harus bertemu dan melakukan komunikasi.Dengan kedua kaki yang melangkah pasti, Heba menemui Noah di ruangannya. Ia membawakan jadwal atasannya itu dan memaparkan seperti biasa. Namun, tentu saja ia juga akan membicarakan masalah yang ada di antara mereka berdua."Sudah, Ba?" tanya Noah, yang kentara tidak melakukan kontak mata dengan sekretarisnya sendiri."Kalau urusan pekerjaan sudah selesai, Pak. Tapi saya mau bicara soal lain," jawab Heba meminta izin agar Noah memberinya sedikit waktu."Soal apa?" tanya lelaki itu setelah berdehem pelan."Soal saya dan Bapak." Heba menatap Noah, sehingga lelaki yang ada di depannya pun terpaksa melakukan hal serupa.Noah terdiam. Harus
107"Kita pergi saja dari sini," ajak Noah hendak menggamit tangan Heba, tetapi Anisa lebih dulu mencegahnya."Jangan ke mana-mana, Ba. Mama mohon sama kamu, kamu harus bantuin Mama," pinta Anisa yang lagi-lagi diucapkan tanpa rasa malu sedikit pun.Heba sendiri benci melihat bagaimana Anisa begitu berusaha. Ia marah, tetapi tidak mau menunjukkannya, karena tenaganya akan terkuras habis. Maka dari itu, ia mengangguk pada Noah dan mereka pun pergi dari rumah Luqman saat itu juga.Menghela napas panjang, Heba menghembuskannya sangat perlahan. Ia mencoba untuk tetap tenang saat masuk ke dalam mobil. Sementara Noah hanya melihat sekilas wanita di sebelahnya, kemudian melajukan mobil.Heba begitu sibuk memikirkan bagaimana caranya ia menyadarkan Anisa, agar tak lagi mendesaknya untuk memperjuangkan Nathan. Tanpa sadar Heba mengepalkan tangan dan menggerutu pelan, dan Noah hanya melihat itu tanpa melakukan apa pun.Sedetik kemudian, Heba tersadar jika ia masih melakukan perjalanan bersama No
Bab 106Hari berganti cukup cepat bagi Heba, lantaran ia tengah merasakan ketenangan yang luar biasa. Hidupnya begitu damai, setelah Heba menjauh perlahan tapi pasti dari Anisa, juga Nathan dan keluarganya.Wanita itu fokus pada diri sendiri, mengembangkan berbagai macam bakat yang selama ini terpendam karena tak pernah mendapatkan ruang selama menikah dengan Nathan."Makan siang di mana kita hari ini?" tanya Noah melihat penunjuk waktu, yang mana setengah jam lagi, mereka akan mendapatkan jatah istirahat."Cuaca di luar sedang bagus, Pak. Bagaimana kalau makan siang di restoran yang baru saja buka?" Heba teringat pada restoran baru, yang letaknya tak jauh dari kantor."Boleh, kita coba makan di sana." Noah setuju.Maka cepat-cepat Heba akan menghubungi restoran untuk melakukan reservasi, agar mereka mendapatkan meja. Namun, tangannya berhenti bekerja saat ia mendapat panggilan dari Luqman."Ada apa, ya?" tanya Heba, tak sadar sudah mengeluarkan suara, sehingga Noah menoleh."Kenapa?"
Bab 105"Kemarin kamu makan malem sama keluarganya Pak Bos, ya?" tanya Kamila seraya berbisik.Sejak tadi ia memicingkan mata dan mengirimkan kode agar sahabatnya bercerita. Namun, sayang sekali Heba benar-benar tidak peka. Sehingga Kamila akhirnya harus bertanya secara gamblang."Ba? Iya atau nggak?" desak Kamila."Kamu tau dari mana?" Heba malah balik bertanya. Seingatnya, ia tak mengatakan pada siapa pun. Lantas dari mana Kamila bisa tahu semuanya?"Itu artinya bener?"Heba mengangguk, tak mungkin menyembunyikan apa pun dari Kamila. Lagi pula, tak ada yang aneh dari makan malam kemarin."Sekarang aku tanya sekali lagi, kamu kok bisa tau?" Heba menatap heran, tetapi Kamila malah terkikik saja."Iyalah aku tau! Orang aku ngikutin kamu sama Pak Bos!" Kamila menjawab jujur.Betul adanya kalau kemarin, diam-diam dirinya mengikuti Heba dan Noah. Sebetulnya Kamila tak memiliki niat seperti itu. Hanya saja, ia penasaran mengapa Heba tampak sedih.Niat untuk menegur Heba dan mengajaknya pul
Bab 104"Kamu harus berani, Sayang," ucap Nathan saat mobilnya sudah tiba di depan rumah Luqman.Anya mengangguk, tetapi tidak juga membuka pintu mobil dan keluar dari kendaraan roda empat tersebut."Yang terpenting kamu jangan ikut emosi. Kita harus tunjukkan sama Mama Anisa dan Papa Luqman, kalau hubungan kita ini sangat serius.""Iya, Mas. Aku akan jaga emosiku di depan Papa sama Mama," balas Anya berjanji.Nathan memang benar, kalau ia harus bersikap lebih dewasa, agar pilihannya untuk menjalin kedekatan dengan Nathan tak disepelekan. Lantas keduanya pun turun dari mobil.Anya masuk lebih dulu ke dalam rumah, diikuti oleh Nathan di belakangnya. Di dalam ruang keluarga, sudah ada Anisa di sana. Awalnya wanita paruh baya itu terlihat senang dengan kehadiran Anya, sehingga ia berdiri dan bergegas menghampiri.Akan tetapi saat melihat ternyata Nathan ikut hadir, senyum di bibir Anya langsung hilang seketika. Ia terang-terangan menatap tak suka pada lelaki yang masih jadi menantunya it
Bab 103Sejak pagi tadi, perasaan Nathan sudah tidak bisa dikondisikan lagi. Itu semua dikarenakan kedatangan Anisa yang hanya ingin marah-marah kepadanya.Untung saja ada Luqman yang menjadi penengah, tetapi lelaki paruh baya itu sama sekali tidak membela. Setidaknya, Nathan bisa bernapas lebih lega, karena ia tak mendapatkan masalah apa pun di kantor.Tepat jam lima sore ketika semua pekerjaannya sudah selesai, Nathan memutuskan untuk pulang ke rumah Ratih. Awalnya ia akan berkunjung sebentar ke apartemen untuk mengambil beberapa helai pakaian.Akan tetapi niat itu diurungkan, karena Nathan harus menghindari Anisa, yang kemungkinan akan memantau di sana.Nathan sengaja memasang wajah lesu ketika ia membuka pintu rumah. Sehingga Anya yang melihat pun langsung menghampiri dengan perasaan khawatir."Muka kamu kenapa begitu sih, Mas? Kerjaan di kantor banyak banget, ya?" Anya bertanya penuh perhatian, juga segera mengambil tas kerja di tangan kekasihnya."Kerjaan di kantor masih ringan
Bab 102Pagi-pagi sekali Anisa sudah pergi dari rumahnya, tanpa diketahui oleh Luqman. Ia berencana hendak mendatangi Heba dan memohon sekali lagi. Harapannya memang ada pada Heba, maka dari itu Anisa tak akan menyerah."Waktu itu Heba masih marah." Anisa bergumam sendiri. "Harusnya aku nanya sama dia gimana kondisinya, supaya dia juga mau dengerin permintaanku."Anisa memang agak menyesal karena ia tak mengatur strategi yang bagus. Andai saja otaknya bekerja lebih baik, mungkin ia tak perlu repot-repot mendatangi Heba seperti sekarang."Udahlah, aku memang harus berjuang supaya Anya pisah dari Nathan, dan dia mau pulang ke rumah." Anisa mengangguk yakin, dan keluar dari mobil.Berjalan beberapa langkah, ia pun mengetuk pintu rumah Heba yang masih tertutup."Heba? Ini Mama."Di dalam rumah, Heba yang tengah bersiap-siap pun segera mengenakan kerudung dan membuka pintu. Sesaat ia menatap Anisa."Ada apa, Ma?" tanya Heba memaksa senyum di bibir."Mama mau bicara sama kamu, Ba.""Aku gak
Bab 101"Noah, Papa, ayo!" ajak Shanti yang bingung mengapa anak dan suaminya malah diam dan tak mengikuti langkahnya menuju ruang makan."Ayo, Pa!" Noah pun mengajak Pratama.Lelaki paruh baya itu mengangguk. Ia menebak jika Noah memiliki maksud, sampai memberitahunya hal pribadi tentang Heba. Padahal selama ini, Pratama tak pernah sekali pun bertanya soal suami dari mantan sekretarisnya itu.Pratama sangat paham batasan mana yang tak boleh ia langgar. Sehingga selama masa kerjanya dengan Heba bertahun yang lalu, ia pun kurang tahu bagaimana nasib wanita yang satu itu di kehidupan pribadinya."Makan yang banyak ya, Ba." Shanti sangat senang melayani Heba. Mulai dari menyendokkan nasi, mengisi gelas, sampai menawarkan berbagai macam menu yang ada di atas meja makan."Makasih ya, Bu," ucap Heba yang tak tahu lagi harus berkata apa.Heba juga senang karena Shanti menerimanya dengan baik tiap kali bertamu ke rumah ini. Ia merasa seperti mendapatkan sosok ibu yang baru, yang begitu hangat