26Anisa meluruskan kaki saat ia baru saja duduk di sofa. Sekarang ini, jam baru menunjukkan pukul enam pagi, tapi ia sudah merancang kegiatannya hari ini. Anisa mengecek ulang hal pertama apa yang harus dilakukan.Berbelanja. Anisa berdecak karena nanti sore, rumahnya akan kedatangan banyak teman. Mereka hendak mengadakan arisan yang rutin dilakukan setiap bulan."Gak mungkin aku belanja sendirian," ucapnya agak malas jika harus keluar rumah dan menyiapkan semuanya seorang diri.Tiba-tiba Anisa teringat pada Heba. Putrinya itu pasti ada di rumah dan tak punya kegiatan apa-apa. Anisa akan menghubungi Heba untuk meminta tolong, agar ia datang ke sini guna berbelnlanja lantas memasak.Tak berpikir dua kali, saat itu juga Anisa langsung menghubungi Heba. Sementara di rumahnya, Heba baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri agar merasa lebih segar.Ponsel yang berdering di atas meja membuat Heba segera menghampiri. Ia pikir itu dari Nathan yang sejak semalam tak pulang k
27Seorang wanita muda berjalan berlenggak-lenggok sejak keluar dari taksi online. Ia membuka kacamata yang bertengger di hidung mancungnya."Mama ... aku pulang!" teriak Nicky lantas masuk ke dalam rumah.Nicky punya niat menginap semalam saja dan kembali ke kost besok malam. Ia punya waktu luang dan mendadak merasa rindu dengan suasana di rumahnya. Sudah lama pula Nicky tidak tidur di kamar lamanya."Mama!" panggil Nicky, membuat Ratih datang tergopoh-gopoh dari arah dapur."Lho, kamu pulang, Ky? Tumben banget!" sambut Ratih begitu bahagia dan takjub melihat anak bungsunya ada di rumah.Jarang sekali Nicky mau pulang, bahkan ketika libur kuliah. Katanya, Nicky ingin menyibukkan diri dengan bekerja agar punya banyak pengalaman."Aku bawa oleh-oleh buat Mama.""Wah ... makasih banyak, Ky! Kamu ini masih kuliah, tapi udah bisa ngasih-ngasih kayak gini sama Mama," puji Ratih merasa bangga.Nicky merasa jumawa. Ia langsung duduk dan tak lama Diana masuk ke dalam rumah membawa plastik bel
28 Sudah dua malam Nathan tak pulang ke rumah. Malam kemarin dan hari ini. Heba pikir saat dirinya sampai di rumah, ia akan mendapati Nathan tengah menonton televisi di sofa atau bermain game seperti biasa.Akan tetapi, rumah kosong melompong dan entah ke mana suaminya pergi. Heba menjadi tak tenang dan merasa bersalah. Ia langsung beranggapan kalau Nathan memang tersinggung dengan perkataannya pada Ratih."Kamu ini ke mana sih, Mas? Kok sampai gak pulang begini?"Heba menyalakan ponsel dan segera menghubungi sang suami. Namun, tak ada jawaban sama sekali. Ketika ia mencoba menelepon Ratih dan Diana, mereka pun mengabaikan panggilannya."Kayaknya aku harus datang ke rumah Mama, siapa tahu Mas Nathan memang ada di sana dan gak mau pulang sebelum aku minta maaf sama dia."Kendati tubuhnya lelah karena pulang kerja langsung memasak dan mencuci pakaian, tapi Heba tak mengeluh. Usai salat maghrib, ia bergegas datang ke rumah ibu mertuanya. Sampai di sana, Heba tersenyum melihat Nicky yang
Bab 29[ Aku baru nyampe rumah, Mas. Kamu langsung istirahat aja, ya. Makasih untuk hari ini. Aku seneng banget. ]Pesan itu baru saja dikirim oleh Anya saat ia melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil. Jangan ditanya ke mana saja dirinya seharian ini. Tentu saja setelah selesai bekerja, Anya menghabiskan waktu bersama Nathan di apartemen.Sebenarnya Anya enggan pulang, tapi ia masih punya Luqman dan Anisa yang pastinya akan bertanya-tanya. Tadi saja saat jam makan siang, Anisa sudah mengiriminya pesan lebih dari tiga kali. Lalu sore hari menjelang malam, pesan yang dikirim oleh ibu sambungnya lebih banyak lagi.Tak ada satu pun yang Anya balas. Ya, ia memang sengaja agar orang lain menganggapnya sangat sibuk sehingga tak sempat membuka pesan.Masuk ke dalam rumah, Anya terkejut melihat Anisa yang rupanya masih duduk di tengah keremangan. Anya berdecak pelan, tapi berusaha untuk tidak memasang wajah panik."Mama belum tidur?" tanya Anya lebih dulu dan berdiri di dekat sofa."Mama
Bab 30Sudah tiga malam suaminya tak pulang. Heba menghitung waktu dengan akurat, dan diiringi perasaan khawatir, yang dari waktu ke waktu malah semakin besar."Aku gak bisa diem aja," gumam Heba pada dirinya sendiri.Jika kemarin ia gagal mengetahui kondisi Nathan dan tidak menemukan keberadaannya, maka tidak dengan hari ini. Heba sudah sepakat bahwa ia akan mencoba mendatangi kantor tempat Nathan bekerja. Suaminya tak akan mungkin mangkir dari tanggung jawabnya di sana."Mas Nathan pasti masih kerja. Aku harus memastikan kenapa dia gak pulang-pulang."Saat jam istirahat tiba, Heba benar-benar merealisasikan rencananya dengan matang. Ia datang ke perusahaan itu, berbekal harapan bisa bertemu dengan suaminya.Sampai di sana, Heba mengembuskan napas lega. Kedua matanya berbinar saat melihat Nathan baru saja keluar dari kantor bersama beberapa rekannya yang lain. Tak mau membuang kesempatan berharga ini, Heba segera melangkahkan kaki dengan cepat agar bisa sampai di depan Nathan."Mas N
Bab 31"Aku harus telpon Mas Nathan buat mastiin semuanya," putus Anya kemudian menghubungi Nathan.Di dalam mobil, Nathan batal keluar dan menyusul teman-temannya saat melihat nama Anya di layar ponsel. Senyumnya merekah indah, khas seperti orang yang memang sedang dimabuk cinta. Sebelum mengangkat telepon itu, terlebih dulu Nathan berdeham-deham."Iya, Nya?" tanya Nathan."Barusan aku liat Heba. Apa kalian ketemu, Mas?" tanya Anya to the piont.Menghela napas pendek, Nathan menjawab, "iya, barusan aku memang ketemu sama dia dan ngobrol sebentar. Kamu liat, ya?""Liat dong, Mas. Aku lagi di dalem mobil dan Heba lagi berdiri di parkiran. Omong-omong kalian ngobrolin apa aja kalau aku boleh tau?""Ya begitulah, Nya, dia cuma nanya kenapa aku gak pulang ke rumah. Aku jawab aja, kalau aku masih marah gara-gara omongan dia ke Mama waktu di toko itu. Aku pernah cerita sama kamu, kan?""Iya, aku inget. Baguslah kalau kamu gak gampang memaafkan Heba. Menurutku dia memang keterlaluan, Mas. Ma
Bab 32"Kamu masih di mana, Ba?" tanya Kamila melalui sambungan telepon."Aku masih di toko. Ini lagi closingan," jawab Heba di seberang sana."Mau aku jemput gak?" Kamila menawarkan, karena rencananya ia dan Heba akan bertemu sore ini."Gak usah. Kita ketemuan aja di tempat biasa. Nanti aku kabarin kalau udah nyampe duluan.""Oke, deh. Aku tutup dulu ya, mau beresin meja."Sambungan telepon pun terputus dan Kamila segera menumpuk beberapa map di satu tempat, kemudian mematikan AC di ruangannya dan bergegas pergi."Makanan apa yang enak, ya?" Kamila sibuk melihat daftar menu di restoran online, sampai tak sadar jika di depannya ada Noah yang sudah berdiri gagah."Kamila."Panggilan pelan itu berhasil membuat Kamila langsung memaku langkah dan segera mendongak. Dalam hati ia mengeluh karena bertemu Noah saat jam kerjanya baru saja habis. Perasaan Kamila mendadak tidak tenang."Pasti Pak Bos mau minta aku lembur, nih. Gimana cara nolaknya, ya?" tanya Kamila dalam hati."Saya mau bicara
Bab 33"Heba? Sedang apa kamu di sini?" tanya Noah setelah berdiri tepat di depan Heba.Dalam duduknya yang tertunduk, Heba menelan ludah. Ia tahu siapa pemilik suara itu, dan merasa malu jika Noah melihatnya sedang berurai air mata seperti sekarang ini."Heba? Kamu kenapa?" Noah bertanya sekali lagi, kali ini menanyakan mengapa Heba sampai menangis di lobi kantor seperti sekarang.Terpaksa Heba mengusap air mata, dan akhirnya mendongak sehingga Noah bisa melihat kedua matanya yang memerah. Lelaki di depan Heba itu terpaku selama beberapa saat.Jika menangis seperti ini, pastilah Heba tengah dirundung rasa sedih. Noah ingin tahu apakah tangis Heba disebabkan oleh Nathan atau bukan?"Saya ... lagi nunggu Kamila, Pak," jawab Heba pada akhirnya, tak mengungkap mengapa sampai harus menangis.Dan bagi Noah, jawaban itu tak memuaskan sama sekali. Noah sudah bisa menebak jika Heba datang ke sini lantaran ingin bertemu dengan Kamila. Namun, pertemuan mereka pasti memiliki alasan."Kamu kenapa
109Hari Sabtu akhirnya tiba. Seperti janjinya pada Shanti, Heba akan berkunjung ke rumah wanita paruh baya itu untuk mengobrol dan membuat kue kering.Sebelum datang ke sana, terlebih dahulu Heba mampir sebentar ke kedai buah, untuk membeli beberapa jenis buah-buahan, yang pastinya akan disukai oleh Shanti.Bertahun-tahun menjadi sekretaris Pratama, tentunya Heba mengetahui dengan pasti makanan dan minuman apa yang disukai oleh keluarga atasannya itu.Setelah dari kedai buah, Heba menaiki ojek online untuk sampai di rumah Shanti. Tiba di sana, ia disambut oleh Shanti yang sudah menunggu."Akhirnya kamu datang juga. Saya pikir kamu nggak jadi datang ke sini," ucap Shanti yang tak ragu menggiring Heba masuk ke dalam rumahnya.Heba tertawa pelan atas perkataan Shanti. "Saya pasti datang kok, Bu. Sekarang bagaimana, Ibu percaya 'kan sama saya?"Giliran Shanti yang tertawa dan mengangguk cepat. "Kamu memang tidak pernah berubah. Sejak dulu kamu selalu menepati janji dan datang tepat waktu
108Heba tidak bisa tinggal diam saja. Pagi ini juga setelah sampai di kantor, ia sudah bertekad untuk bicara dengan Noah soal masalah kemarin. Jangan sampai ada kesalahpahaman di antara mereka berdua.Sebab Heba begitu yakin, kalau itu semua akan mempengaruhi pekerjaan antara sekretaris dan atasan, yang tiap hari harus bertemu dan melakukan komunikasi.Dengan kedua kaki yang melangkah pasti, Heba menemui Noah di ruangannya. Ia membawakan jadwal atasannya itu dan memaparkan seperti biasa. Namun, tentu saja ia juga akan membicarakan masalah yang ada di antara mereka berdua."Sudah, Ba?" tanya Noah, yang kentara tidak melakukan kontak mata dengan sekretarisnya sendiri."Kalau urusan pekerjaan sudah selesai, Pak. Tapi saya mau bicara soal lain," jawab Heba meminta izin agar Noah memberinya sedikit waktu."Soal apa?" tanya lelaki itu setelah berdehem pelan."Soal saya dan Bapak." Heba menatap Noah, sehingga lelaki yang ada di depannya pun terpaksa melakukan hal serupa.Noah terdiam. Harus
107"Kita pergi saja dari sini," ajak Noah hendak menggamit tangan Heba, tetapi Anisa lebih dulu mencegahnya."Jangan ke mana-mana, Ba. Mama mohon sama kamu, kamu harus bantuin Mama," pinta Anisa yang lagi-lagi diucapkan tanpa rasa malu sedikit pun.Heba sendiri benci melihat bagaimana Anisa begitu berusaha. Ia marah, tetapi tidak mau menunjukkannya, karena tenaganya akan terkuras habis. Maka dari itu, ia mengangguk pada Noah dan mereka pun pergi dari rumah Luqman saat itu juga.Menghela napas panjang, Heba menghembuskannya sangat perlahan. Ia mencoba untuk tetap tenang saat masuk ke dalam mobil. Sementara Noah hanya melihat sekilas wanita di sebelahnya, kemudian melajukan mobil.Heba begitu sibuk memikirkan bagaimana caranya ia menyadarkan Anisa, agar tak lagi mendesaknya untuk memperjuangkan Nathan. Tanpa sadar Heba mengepalkan tangan dan menggerutu pelan, dan Noah hanya melihat itu tanpa melakukan apa pun.Sedetik kemudian, Heba tersadar jika ia masih melakukan perjalanan bersama No
Bab 106Hari berganti cukup cepat bagi Heba, lantaran ia tengah merasakan ketenangan yang luar biasa. Hidupnya begitu damai, setelah Heba menjauh perlahan tapi pasti dari Anisa, juga Nathan dan keluarganya.Wanita itu fokus pada diri sendiri, mengembangkan berbagai macam bakat yang selama ini terpendam karena tak pernah mendapatkan ruang selama menikah dengan Nathan."Makan siang di mana kita hari ini?" tanya Noah melihat penunjuk waktu, yang mana setengah jam lagi, mereka akan mendapatkan jatah istirahat."Cuaca di luar sedang bagus, Pak. Bagaimana kalau makan siang di restoran yang baru saja buka?" Heba teringat pada restoran baru, yang letaknya tak jauh dari kantor."Boleh, kita coba makan di sana." Noah setuju.Maka cepat-cepat Heba akan menghubungi restoran untuk melakukan reservasi, agar mereka mendapatkan meja. Namun, tangannya berhenti bekerja saat ia mendapat panggilan dari Luqman."Ada apa, ya?" tanya Heba, tak sadar sudah mengeluarkan suara, sehingga Noah menoleh."Kenapa?"
Bab 105"Kemarin kamu makan malem sama keluarganya Pak Bos, ya?" tanya Kamila seraya berbisik.Sejak tadi ia memicingkan mata dan mengirimkan kode agar sahabatnya bercerita. Namun, sayang sekali Heba benar-benar tidak peka. Sehingga Kamila akhirnya harus bertanya secara gamblang."Ba? Iya atau nggak?" desak Kamila."Kamu tau dari mana?" Heba malah balik bertanya. Seingatnya, ia tak mengatakan pada siapa pun. Lantas dari mana Kamila bisa tahu semuanya?"Itu artinya bener?"Heba mengangguk, tak mungkin menyembunyikan apa pun dari Kamila. Lagi pula, tak ada yang aneh dari makan malam kemarin."Sekarang aku tanya sekali lagi, kamu kok bisa tau?" Heba menatap heran, tetapi Kamila malah terkikik saja."Iyalah aku tau! Orang aku ngikutin kamu sama Pak Bos!" Kamila menjawab jujur.Betul adanya kalau kemarin, diam-diam dirinya mengikuti Heba dan Noah. Sebetulnya Kamila tak memiliki niat seperti itu. Hanya saja, ia penasaran mengapa Heba tampak sedih.Niat untuk menegur Heba dan mengajaknya pul
Bab 104"Kamu harus berani, Sayang," ucap Nathan saat mobilnya sudah tiba di depan rumah Luqman.Anya mengangguk, tetapi tidak juga membuka pintu mobil dan keluar dari kendaraan roda empat tersebut."Yang terpenting kamu jangan ikut emosi. Kita harus tunjukkan sama Mama Anisa dan Papa Luqman, kalau hubungan kita ini sangat serius.""Iya, Mas. Aku akan jaga emosiku di depan Papa sama Mama," balas Anya berjanji.Nathan memang benar, kalau ia harus bersikap lebih dewasa, agar pilihannya untuk menjalin kedekatan dengan Nathan tak disepelekan. Lantas keduanya pun turun dari mobil.Anya masuk lebih dulu ke dalam rumah, diikuti oleh Nathan di belakangnya. Di dalam ruang keluarga, sudah ada Anisa di sana. Awalnya wanita paruh baya itu terlihat senang dengan kehadiran Anya, sehingga ia berdiri dan bergegas menghampiri.Akan tetapi saat melihat ternyata Nathan ikut hadir, senyum di bibir Anya langsung hilang seketika. Ia terang-terangan menatap tak suka pada lelaki yang masih jadi menantunya it
Bab 103Sejak pagi tadi, perasaan Nathan sudah tidak bisa dikondisikan lagi. Itu semua dikarenakan kedatangan Anisa yang hanya ingin marah-marah kepadanya.Untung saja ada Luqman yang menjadi penengah, tetapi lelaki paruh baya itu sama sekali tidak membela. Setidaknya, Nathan bisa bernapas lebih lega, karena ia tak mendapatkan masalah apa pun di kantor.Tepat jam lima sore ketika semua pekerjaannya sudah selesai, Nathan memutuskan untuk pulang ke rumah Ratih. Awalnya ia akan berkunjung sebentar ke apartemen untuk mengambil beberapa helai pakaian.Akan tetapi niat itu diurungkan, karena Nathan harus menghindari Anisa, yang kemungkinan akan memantau di sana.Nathan sengaja memasang wajah lesu ketika ia membuka pintu rumah. Sehingga Anya yang melihat pun langsung menghampiri dengan perasaan khawatir."Muka kamu kenapa begitu sih, Mas? Kerjaan di kantor banyak banget, ya?" Anya bertanya penuh perhatian, juga segera mengambil tas kerja di tangan kekasihnya."Kerjaan di kantor masih ringan
Bab 102Pagi-pagi sekali Anisa sudah pergi dari rumahnya, tanpa diketahui oleh Luqman. Ia berencana hendak mendatangi Heba dan memohon sekali lagi. Harapannya memang ada pada Heba, maka dari itu Anisa tak akan menyerah."Waktu itu Heba masih marah." Anisa bergumam sendiri. "Harusnya aku nanya sama dia gimana kondisinya, supaya dia juga mau dengerin permintaanku."Anisa memang agak menyesal karena ia tak mengatur strategi yang bagus. Andai saja otaknya bekerja lebih baik, mungkin ia tak perlu repot-repot mendatangi Heba seperti sekarang."Udahlah, aku memang harus berjuang supaya Anya pisah dari Nathan, dan dia mau pulang ke rumah." Anisa mengangguk yakin, dan keluar dari mobil.Berjalan beberapa langkah, ia pun mengetuk pintu rumah Heba yang masih tertutup."Heba? Ini Mama."Di dalam rumah, Heba yang tengah bersiap-siap pun segera mengenakan kerudung dan membuka pintu. Sesaat ia menatap Anisa."Ada apa, Ma?" tanya Heba memaksa senyum di bibir."Mama mau bicara sama kamu, Ba.""Aku gak
Bab 101"Noah, Papa, ayo!" ajak Shanti yang bingung mengapa anak dan suaminya malah diam dan tak mengikuti langkahnya menuju ruang makan."Ayo, Pa!" Noah pun mengajak Pratama.Lelaki paruh baya itu mengangguk. Ia menebak jika Noah memiliki maksud, sampai memberitahunya hal pribadi tentang Heba. Padahal selama ini, Pratama tak pernah sekali pun bertanya soal suami dari mantan sekretarisnya itu.Pratama sangat paham batasan mana yang tak boleh ia langgar. Sehingga selama masa kerjanya dengan Heba bertahun yang lalu, ia pun kurang tahu bagaimana nasib wanita yang satu itu di kehidupan pribadinya."Makan yang banyak ya, Ba." Shanti sangat senang melayani Heba. Mulai dari menyendokkan nasi, mengisi gelas, sampai menawarkan berbagai macam menu yang ada di atas meja makan."Makasih ya, Bu," ucap Heba yang tak tahu lagi harus berkata apa.Heba juga senang karena Shanti menerimanya dengan baik tiap kali bertamu ke rumah ini. Ia merasa seperti mendapatkan sosok ibu yang baru, yang begitu hangat