"Dek lebih baik berhenti kerja saja, tinggallah di rumah. Biar Mas yang mencari nafkah, kasihan Denis di titipkan pada orang lain terus."Ningroem diam tidak menjawab ucapan Dani. Seolah ia sedang berpikir tentang ucapan Dani padanya. Jika dipikir ucapan Dani memang ada benarnya juga. Kasihan Denis, ah tapi aku hanya menitipkannya beberapa jam saja tidak pul satu hari penuh. Jadi anak tetap prioritasku yang pertama bukan pekerjaan.Memang saking seringnya Ningroem menitipkan Denis pada Ratna. Denis menjadi lebih dekat padanya. Ketimbang dengan ku sebagai ibunya. Seolah Ratnalah yang menjadi ibunya. Sekarang karena Ratna tidak ada. Ningroem menitipkan Denis pada tetangga dekat rumah. Pasti dia juga akan menjadi dekat dengan ibu sambungnya yang baru selama Ningroem bekerja beberapa jam.Memang sudah resikonya harus jauh dari anak seperti itu. Ini juga demi anak bukan semata-mata untuk kepentingan diri sendiri."Adik tidak ingin menambah beban Mas, dengan adanya dua anak yang menjadi t
Hujan yang terus saja mengguyur bumi terasa dingin menusuk kulit. Terlebih jam di dinding menunjukan pukul sebelas malam. Hati Ningroem yang kering kerontang kini tersiram hujan kebahagiaan. Dani membalas rangkulan mesra Ningroem. Dani sudah tidak kuasa menahan hasratnya lagi. Kulit Ningroem yang menyentuh lehernya telah membangunkan sesuatu yang berusaha ia tahan mati-matian. Dani menyentuh bibir Ningroem dengan rakus, Ningroem menikmati semua perlakuan yang diberikan Dani padanya tanpa penolakan. Tanpa sadar tubuhnya kini sudah polos begitupun dengan Dani. Yang kini telah mengungkungnya. Malam ini keduanya benar-benar menyatu. "Ahhh, kamu begitu nikmat?" Dani memeluk tubuh Ningroem erat dan memberikan Kissmark di leher Ningroem. Seketika tubuh kekarnya lunglai dalam dekapan Ningroem. Dani betul-betul menikmati momen ini. Karena ia merasakan hal berbeda pada diri Ningroem. Ketika dirinya menyentuh Ratna seolah ada yang blong tetapi ketika menyentuh Ningroem ada yang mentok. P
Dani kembali ke kamar menyerahkan resep obat yang telah ditebusnya. Ningroem menerima, melihat isinya. Mencari benda yang tadi ingin di beli sebuah testpack untuk mengecek benar tidaknya dirinya hamil. Karena dokter tadi hanya memeriksa denyut nadi dan pernafasan saja tidak meminta untuk tes urin.Tangan Ningroem menemukan sebuah benda kecil berwarna putih biru, yang masih tersegel tapi di dalam plastik. Ningroem tersenyum besok pagi baru ia akan memakainya. pakai. Sesuai keterangan yang tertera di sampulnya."Dek, kata suster nunggu dokter kontrol dulu baru bisa pulang?""Baiklah." "Dek, mau makan apa biar Mas, Carikan?""Pengen sate boleh? Tapi satenya sate Madura bukan sate Padang, gak suka?""Mas, cari di depan, ya?"Ningroem hanya mengangguk tanda mengiyakan ucapannya.Dani keluar dari kamar perawatan, terdengar dia berbicara dengan Mbak Ratna."Sayang, Mas keluar dulu mau beli sate. Kamu mau juga kah?""Boleh, Mas." "Sate Madura saja, ya? Kamu kan tidak rewel suka keduanya."
Kehamilan Ningroem yang semakin hari semakin membesar membuat dirinya semakin lemah. Itu karena Ningroem kurang memenuhi asupan makanan. Ia merasa tak ingin makan walaupun sangat lapar sehingga, asupan yang benar-benar masuk ke dalam tubuhnya hanya susu hamil promina saja yang ia minum tiga kali sehari. Sedangkan nasi yang ia makan hanya dua, tiga sendok yang masuk ke dalam lambungnya.Walaupun hanya sedikit makanan yang bisa ke dalam perutnya. Ningroem masih memaksakan makanan lain masuk ke dalam lambungnya, seperti biskuit dan buah-buahan.Itupun tidak banyak. Jika biskuit paling hanya tiga keping biskuit saja yang masuk ke dalam lambungnya. Begitupun buah-buahan jika pisang hanya satu buah pisang saja yang masuk ke dalam lambungnya. Ia tidak bisa makan banyak jika banyak perutnya langsung mual walaupun ia mual tetapi tidak memuntahkan makanan hanya air ludah kuning saja yang keluar. Padahal usia kandungannya sudah memasuki usia tujuh bulan tetapi rasa mual masih ada belum hilang.
"Ya, Dek. Ada apa? apa ada yang ingin dibicarakan?" tanya Dani menoleh ke arah Ningroem yang duduk di sebelahnya. Pria itu membenarkan posisi duduknya berhadapan di atas karpet karena memang keadaan rumah Ningroem sangat sederhana. Dani duduk bersila dan Ningroem duduk berselonjor menyandarkan punggungnya pada tembok."Adek ingin coba jualan di depan rumah boleh enggak?" tanya Ningroem akhirnya perkataan itu terlontar juga dari bibirnya. Dadanya berdekup takut Dani tidak setuju dan akan memarahinya."Jualan apa? Mendingan enggak usah. Nanti kamu capek bagaimana dengan bayinya?" sahut Dani balik bertanya. Ia sepertinya lebih mengkhawatirkan bayi yang ada di perutnya daripada dirinya sendiri. pikir Ningroem "Ya sudah jika Mas menolak tak apa." Ningroem terlihat kesal wajahnya langsung berubah masam. Ia kesal pada Dani yang tidak mau mengerti keadaannya. Ia hanya ingin menjemput rizkinya sendiri tanpa harus terus bergantung pada Dani. Karena ia memiliki tanggungan satu lagi yaitu anak
"Dek, Mbak selain main ke sini ingin mengundang Adek di acara nikahan Adek sepupu Mbak. Adek hadir, ya bareng Dani. Tidak usah bawa apa-apa cukup datang saja Mbak udah seneng. Jangan sampai tidak datang loh!" Rupanya Ratna bukan hanya jenuh sehingga batang ke rumah Ningroem. Tetapi ia ada niat untuk mengundang Ningroem ke acara pernikahan Adik sepupunya. "Insyaallah Mbak, jika Adik sehat pasti di usahakan datang," sahut Ningroem melirik ke arah Dani. Dani yang di lirik seolah paham dan langsung merespon ucapan Ratna. "Iya, Mas usahain datang, kapan acaranya biar Mas ambil cuti?" tanya Dani pada Ratna yang sedang menolong Denis membetulkan mainan terjun payung yang lepas dari ikatannya. Sementara Ningroem sedang melipat pakaian yang baru saja di angkat dari jemuran, di depan rumahnya tak jauh dari tempat keduanya berbincang. "Acaranya kira-kira seminggu lagi dari sekarang, ini ada undangannya biar Mbak ambil dulu." Ratna bangkit dari duduknya meninggalkan Denis dan Dani. Untuk
"Duh, Mbak hati-hati jalannya. Jadi jatuh kan." Ningroem tidak menjawab ucapan ibu-ibu yang menolongnya. Ia memijat kakinya yang di rasa sakit. Denis menangis karena kaget terjatuh dari atas pelaminan. Tidak tinggi tetapi mungkin dia kaget sehingga menangis. Seorang anak memberikan permen lolipop yang sedang dipegangnya hingga Denis menghentikan tangisnya. Wajahnya berubah senang. Ningroem berusaha duduk di kursi yang sudah dikosongkan untuk dirinya duduk. Ningroem pun duduk dengan memijat kakinya yang dirasa sakit. Sepertinya kakinya terkilir karena jatuh dari atas ke bawah walaupun tidak tinggi tapi tetap saja menimbulkan rasa sakit di bagian pergelangan kakinya. Ningroem sedikit lega karena melihat Denis berhenti menangis dan tidak terluka sedikitpun. "Dimana yang sakit Dek, biar Mas pijit," tanya Dani perhatian ketika sampai di kursi yang diduduki oleh Ningroem. Dani berusaha untuk menolong Ningroem. Namun, Ningroem diam tidak menjawab ucapan dari Dani. Ia kesal pada Dani.
Ningroem dan Dani sampai di rumah, Ningroem yang keseleo tidak bisa bergerak banyak. Sehingga Dani dengan sabar mengerjakan semua pekerjaan rumah dan meminta cuti beberapa hari untuk mengurus istri dan anaknya. "Mas kok masak nasi di sini sih? Aku kan jadi ingin muntah!" protes Ningroem pada Dani yang menanak nasi di Magic Com di depan rumah. Bukannya di dapur. "Colokannya sedang Mas Paksi untuk ngecas ponsel." "Kan bisa ditukar Mas!" Dani tidak menjawab segera mencabut kabel magic com dan membawa penanak nasi itu kembali ke dapur. Ningroem merasa kehamilannya begitu menyusahkan dirinya sendiri. Mencium aroma nasi dari magic com yang menguap saja kepala Ningroem langsung pusing. Mulutnya pun seketika menjadi enek ingin muntah. Melihat wajan rasanya Ningroem ingin melemparnya. Entahlah mengapa. Keadaannya menjadi aneh. Padahal ketika belum hamil ia tidak membenci magic com dan wajan. Mencium bau bawang putih juga rasanya mual sehingga Ningroem tidak memasukan bawang putih dala