Tak terasa sudah sebulan Ningroem menjadi istri kedua Dani. Namun, pria itu tidak juga mau menyentuh Ningroem. memberikan kewajibannya sebagai suami. Ningroem wanita normal, di pandangi wajah polosnya tanpa sedikitpun pulasan make up di wajahnya. Yang memantulkan gambaran dirinya di cermin. Ningroem melengkungkan senyum. Memperhatikan pantulan wajah di cermin tiap inci dari su hidungnya walaupun mungil tetapi tidak masuk kedalam. Sehingga sedap jika dipandang. Pipi Ningroem walaupun cabi tapi mulus. Tak ada bekas jerawat satu buah pun yang nemplok di wajah, bersih tak jijik jika dicium dan disentuh dengan tangan. Kedua bola matanya keduanya masih normal tanpa kaca mata yang menghalangi pandangan. Bibir tipisnya pun terbentuk indah dan basah tidak ada goresan. Rambutnya panjang hitam lurus tergerai melebihi bahu. Mengapa Dani tidak tertarik? Kurang poles kah? Baiklah besok aku beli pewarna bibir yang merona merah menyala. Tapi jika dipikir lagi, serem dong seperti habis makan dara
"Dek lebih baik berhenti kerja saja, tinggallah di rumah. Biar Mas yang mencari nafkah, kasihan Denis di titipkan pada orang lain terus."Ningroem diam tidak menjawab ucapan Dani. Seolah ia sedang berpikir tentang ucapan Dani padanya. Jika dipikir ucapan Dani memang ada benarnya juga. Kasihan Denis, ah tapi aku hanya menitipkannya beberapa jam saja tidak pul satu hari penuh. Jadi anak tetap prioritasku yang pertama bukan pekerjaan.Memang saking seringnya Ningroem menitipkan Denis pada Ratna. Denis menjadi lebih dekat padanya. Ketimbang dengan ku sebagai ibunya. Seolah Ratnalah yang menjadi ibunya. Sekarang karena Ratna tidak ada. Ningroem menitipkan Denis pada tetangga dekat rumah. Pasti dia juga akan menjadi dekat dengan ibu sambungnya yang baru selama Ningroem bekerja beberapa jam.Memang sudah resikonya harus jauh dari anak seperti itu. Ini juga demi anak bukan semata-mata untuk kepentingan diri sendiri."Adik tidak ingin menambah beban Mas, dengan adanya dua anak yang menjadi t
Hujan yang terus saja mengguyur bumi terasa dingin menusuk kulit. Terlebih jam di dinding menunjukan pukul sebelas malam. Hati Ningroem yang kering kerontang kini tersiram hujan kebahagiaan. Dani membalas rangkulan mesra Ningroem. Dani sudah tidak kuasa menahan hasratnya lagi. Kulit Ningroem yang menyentuh lehernya telah membangunkan sesuatu yang berusaha ia tahan mati-matian. Dani menyentuh bibir Ningroem dengan rakus, Ningroem menikmati semua perlakuan yang diberikan Dani padanya tanpa penolakan. Tanpa sadar tubuhnya kini sudah polos begitupun dengan Dani. Yang kini telah mengungkungnya. Malam ini keduanya benar-benar menyatu. "Ahhh, kamu begitu nikmat?" Dani memeluk tubuh Ningroem erat dan memberikan Kissmark di leher Ningroem. Seketika tubuh kekarnya lunglai dalam dekapan Ningroem. Dani betul-betul menikmati momen ini. Karena ia merasakan hal berbeda pada diri Ningroem. Ketika dirinya menyentuh Ratna seolah ada yang blong tetapi ketika menyentuh Ningroem ada yang mentok. P
Dani kembali ke kamar menyerahkan resep obat yang telah ditebusnya. Ningroem menerima, melihat isinya. Mencari benda yang tadi ingin di beli sebuah testpack untuk mengecek benar tidaknya dirinya hamil. Karena dokter tadi hanya memeriksa denyut nadi dan pernafasan saja tidak meminta untuk tes urin.Tangan Ningroem menemukan sebuah benda kecil berwarna putih biru, yang masih tersegel tapi di dalam plastik. Ningroem tersenyum besok pagi baru ia akan memakainya. pakai. Sesuai keterangan yang tertera di sampulnya."Dek, kata suster nunggu dokter kontrol dulu baru bisa pulang?""Baiklah." "Dek, mau makan apa biar Mas, Carikan?""Pengen sate boleh? Tapi satenya sate Madura bukan sate Padang, gak suka?""Mas, cari di depan, ya?"Ningroem hanya mengangguk tanda mengiyakan ucapannya.Dani keluar dari kamar perawatan, terdengar dia berbicara dengan Mbak Ratna."Sayang, Mas keluar dulu mau beli sate. Kamu mau juga kah?""Boleh, Mas." "Sate Madura saja, ya? Kamu kan tidak rewel suka keduanya."
Kehamilan Ningroem yang semakin hari semakin membesar membuat dirinya semakin lemah. Itu karena Ningroem kurang memenuhi asupan makanan. Ia merasa tak ingin makan walaupun sangat lapar sehingga, asupan yang benar-benar masuk ke dalam tubuhnya hanya susu hamil promina saja yang ia minum tiga kali sehari. Sedangkan nasi yang ia makan hanya dua, tiga sendok yang masuk ke dalam lambungnya.Walaupun hanya sedikit makanan yang bisa ke dalam perutnya. Ningroem masih memaksakan makanan lain masuk ke dalam lambungnya, seperti biskuit dan buah-buahan.Itupun tidak banyak. Jika biskuit paling hanya tiga keping biskuit saja yang masuk ke dalam lambungnya. Begitupun buah-buahan jika pisang hanya satu buah pisang saja yang masuk ke dalam lambungnya. Ia tidak bisa makan banyak jika banyak perutnya langsung mual walaupun ia mual tetapi tidak memuntahkan makanan hanya air ludah kuning saja yang keluar. Padahal usia kandungannya sudah memasuki usia tujuh bulan tetapi rasa mual masih ada belum hilang.
"Ya, Dek. Ada apa? apa ada yang ingin dibicarakan?" tanya Dani menoleh ke arah Ningroem yang duduk di sebelahnya. Pria itu membenarkan posisi duduknya berhadapan di atas karpet karena memang keadaan rumah Ningroem sangat sederhana. Dani duduk bersila dan Ningroem duduk berselonjor menyandarkan punggungnya pada tembok."Adek ingin coba jualan di depan rumah boleh enggak?" tanya Ningroem akhirnya perkataan itu terlontar juga dari bibirnya. Dadanya berdekup takut Dani tidak setuju dan akan memarahinya."Jualan apa? Mendingan enggak usah. Nanti kamu capek bagaimana dengan bayinya?" sahut Dani balik bertanya. Ia sepertinya lebih mengkhawatirkan bayi yang ada di perutnya daripada dirinya sendiri. pikir Ningroem "Ya sudah jika Mas menolak tak apa." Ningroem terlihat kesal wajahnya langsung berubah masam. Ia kesal pada Dani yang tidak mau mengerti keadaannya. Ia hanya ingin menjemput rizkinya sendiri tanpa harus terus bergantung pada Dani. Karena ia memiliki tanggungan satu lagi yaitu anak
"Dek, Mbak selain main ke sini ingin mengundang Adek di acara nikahan Adek sepupu Mbak. Adek hadir, ya bareng Dani. Tidak usah bawa apa-apa cukup datang saja Mbak udah seneng. Jangan sampai tidak datang loh!" Rupanya Ratna bukan hanya jenuh sehingga batang ke rumah Ningroem. Tetapi ia ada niat untuk mengundang Ningroem ke acara pernikahan Adik sepupunya. "Insyaallah Mbak, jika Adik sehat pasti di usahakan datang," sahut Ningroem melirik ke arah Dani. Dani yang di lirik seolah paham dan langsung merespon ucapan Ratna. "Iya, Mas usahain datang, kapan acaranya biar Mas ambil cuti?" tanya Dani pada Ratna yang sedang menolong Denis membetulkan mainan terjun payung yang lepas dari ikatannya. Sementara Ningroem sedang melipat pakaian yang baru saja di angkat dari jemuran, di depan rumahnya tak jauh dari tempat keduanya berbincang. "Acaranya kira-kira seminggu lagi dari sekarang, ini ada undangannya biar Mbak ambil dulu." Ratna bangkit dari duduknya meninggalkan Denis dan Dani. Untuk
"Duh, Mbak hati-hati jalannya. Jadi jatuh kan." Ningroem tidak menjawab ucapan ibu-ibu yang menolongnya. Ia memijat kakinya yang di rasa sakit. Denis menangis karena kaget terjatuh dari atas pelaminan. Tidak tinggi tetapi mungkin dia kaget sehingga menangis. Seorang anak memberikan permen lolipop yang sedang dipegangnya hingga Denis menghentikan tangisnya. Wajahnya berubah senang. Ningroem berusaha duduk di kursi yang sudah dikosongkan untuk dirinya duduk. Ningroem pun duduk dengan memijat kakinya yang dirasa sakit. Sepertinya kakinya terkilir karena jatuh dari atas ke bawah walaupun tidak tinggi tapi tetap saja menimbulkan rasa sakit di bagian pergelangan kakinya. Ningroem sedikit lega karena melihat Denis berhenti menangis dan tidak terluka sedikitpun. "Dimana yang sakit Dek, biar Mas pijit," tanya Dani perhatian ketika sampai di kursi yang diduduki oleh Ningroem. Dani berusaha untuk menolong Ningroem. Namun, Ningroem diam tidak menjawab ucapan dari Dani. Ia kesal pada Dani.
Mendengar penuturan Ratna, Ningroem langsung mengajak kedua anaknya untuk berpamitan. Rasanya Ningroem tidak sanggup jika terus disalahkan. Satu tahun kemudian. Tok! tok! tok! Terdengar suara ketukan pintu, Ningroem segera bangkit dari duduknya yang sedang memainkan ponselnya. Wanita itu sedang menatap gambar putranya Yuda di layar ponsel. Ningroem merasa rindu. Namun, ia tidak berani untuk bertamu ke rumah Ratna. Karena Ratna sudah melarangnya tempo hari. Sehingga Ningroem hanya bisa menahan rindu. Wanita itu hanya bisa mendoakannya dari jauh. Terlihat di depan pintu seorang pria telah berdiri. "Pak Surya, tunggu sebentar saya ambil dulu botol susunya." "Tunggu Mbak," tahan lelaki paruh baya menghentikan langkah kaki Ningroem. Ningroem membalikan tubuhnya menghadap pak Surya. "Ada apa pak?" "Saya disuruh ibunya Non Ratna untuk mengabarkan jika Mbak Ratna telah berpulang." "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mbak Ratna sakitkah?" Ningroem terkejut dengan berita yang baru
Mendengar penuturan Ratna, Ningroem langsung mengajak kedua anaknya untuk berpamitan. Rasanya Ningroem tidak sanggup jika terus disalahkan. Satu tahun kemudian. Tok! tok! tok! Terdengar suara ketukan pintu, Ningroem segera bangkit dari duduknya yang sedang memainkan ponselnya. Wanita itu sedang menatap gambar putranya Yuda di layar ponsel. Ningroem merasa rindu. Namun, ia tidak berani untuk bertamu ke rumah Ratna. Karena Ratna sudah melarangnya tempo hari. Sehingga Ningroem hanya bisa menahan rindu. Wanita itu hanya bisa mendoakannya dari jauh. Terlihat di depan pintu seorang pria telah berdiri. "Pak Surya, tunggu sebentar saya ambil dulu botol susunya." "Tunggu Mbak," tahan lelaki paruh baya menghentikan langkah kaki Ningroem. Ningroem membalikan tubuhnya menghadap pak Surya. "Ada apa pak?" "Saya disuruh ibunya Non Ratna untuk mengabarkan jika Mbak Ratna telah berpulang." "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mbak Ratna sakitkah?" Ningroem terkejut dengan berita yang baru
Ningroem memalingkan tatapannya dari penjual pop es. Wanita itu tidak menyangka jika dirinya akan bertemu dengan Bram di wahana bermain. "E—eee, sama anak-anak," sahut Ningroem tergagap. Pria itu melangkah mendekati Ningroem. "Sama anak-anak!" Pria itu tertegun untuk sesaat karena tidak melihat Fahmi dan juga Denis ikut bersamanya. "Mereka ada di dalam sedang bermain," jelas Ningroem. "Aku membeli makanan untuk mereka karena takut merekaerasa lapar karena capek asyik bermain," pungkas Ningroem kemudian. "Ohh, boleh Mas ikut bergabung?" Belum sempat menjawab pertanyaan Bram, ibu penjual pop es memberikan tiga gelas pop es yang dipesannya. Ningroem menerima dan membayar pesanannya. "Boleh, kamu kan ayahnya." Bram mensejajarkan langkahnya dengan langkah Ningroem, wanita itu berhenti di penjual sosis untuk mengambil pesanannya. Setelah melangkah beberapa langkah Ningroem berhenti di Abang penjual martabak tadi ia juga memesan martabak manis dengan toping keju untuk dirin
"Mas, tunggu dulu. Aku takut."Dani melumat bibir Ningroem, "Mas akan melakukan dengan hati-hati."Ningroem merasa tegang, ini hari pertama setelah dirinya melahirkan rasanya miliknya merasa seperti perawan kembali rapat karena sudah di jahit. Wanita itu takut melakukan hubungan badan seperti saat memulai malam pertama."Jangan tegang," ucap Dani berbisik di telinga Ningroem, hingga membuat sekujur tubuhnya merinding. Ningroem menarik nafas dalam menghembuskannya perlahan . Wanita itu betul-betul takut dan tegang hingga. Dirinya tidak bisa menikmati pergulatan pertamanya, hanya fokus untuk menghilangkan rasa sakit saat memulainya."Mas, pelan, aku takut jahitannya robek.""Hem, kau seperti perawan. Dek." Kesat dan sempit sekali."Ningroem tersipu, Dani menaikturunkan tubuh di atas Ningroem. Wanita yang berada di bawah kunjungannya semakin erat meremas sprei menahan sakit. Namun, sesaat kemudian rasa cermas dan takut berangsur hilang tergantikan oleh nikmatnya hentakan yang di berikan
"Maksud Mas, apa?" Ratna merasa tak mengerti dengan perkataan Suaminya. "Ah, sudah lah lupakan kata-kata Mas, barusan." Dani tak ingin membuat hati Ratna gundah sehingga, pria itu meninggalkan Ratna yang masih berdiri mematung di hadapannya. Dani melangkah menuju box bayi yang di dalamnya terbaring putra kecilnya yang lucu. Dalam hati ia merasa kasihan pada Ningroem yang harus mengalah. Merelakan bayinya untuk tetap berada di sini. Tentu saat ini Ningroem sedang bersedih saat ini. Tidak ada teman untuk berbagi. Dani menyentuh pipi Yuda dengan telunjuknya, "Anak ayah baik-baik disini, ya bersama bunda Ratna." Dani berbicara pada Bayi Yuda yang tertidur dengan pulasnya. "Yang malam ini bolehkah aku menemani Ningroem? Pasti ia sangat sedih harus berpisah dengan bayinya." Dani meminta izin pada Ratna untuk menemani Ningroem istri keduanya. "Silahkan saja kalau pun tak kembali ke sini aku rela, karena aku sudah menukarmu dengan Yuda." "Apa, Yank. Memangnya aku barang yang bisa k
Sepulang dari pasar Dani menyempatkan untuk membeli kue, teringat akan Ningroem sedari tadi hatinya berdebar-debar terus. Dani tidak mengerti padahal dia tidak merasa sakit atau pun tidak enak badan. Apakah ada yang salah dengan jantungnya sehingga detaknya tidak seperti biasanya. Dani tidak memperdulikan detak jantungnya. Nanti juga kembali normal seperti biasa, kemarin juga sempat berdebar tetapi hilang dengan sendirinya. Semoga hari ini pun jantungnya baik-baik saja. Dani terus memacu motor maticnya hingga sampai di sebuah toko kue, setelah memarkirkan motornya pria itu turun melangkah masuk. Dani melihat-lihat aneka kue yang berderet rapi di meja, juga di etalase. "Mbak, saya mau ini dua." Tunjuk Dani pada kue brownies yang berbaris di etalase toko. Pegawai segera mengemas kue yang di minta Dani, setelah mengemasnya Dani segera membayarnya di kasir. Hari sudah semakin sore ketika Dani keluar dari toko kue tersebut. Baru saja hendak keluar dari toko tiba-tiba hujan turun de
Pagi harinya Ningroem merasa terbebas dari rasa meriang yang menyerangnya tadi malam, kini Kedua gunungnya meneteskan ASI dengan lancar. Hingga membasahi Bra, tembus ke baju yang dikenakannya. Jika orang lain tak pernah pakai Bra ketika memberikan ASI pada anaknya. Lain halnya dengan dirinya yang risih jika harus berpakaian tanpa Bra apalagi dua gunungnya terlihat menjulang padat dan meneteskan ASI hingga bajunya basah. Ningroem lebih nyaman mengganti sumpalan pada kedua Bra-nya dari pada bajunya harus basah terkena Air ASI-nya yang meninggal bau amis. Singkat cerita sudah dua bulan Ningroem berada di rumah Ratna. Ningroem merasa dirinya sudah sehat dan bisa beraktivitas seperti biasa lagi. Ningroem memberanikan diri mengetuk pintu kamar Ratna, untuk membicarakan sesuatu hal yang penting menyangkut dirinya dan juga putranya yang diberi nama oleh Ratna, Yuda putra Pratama. "Masuk!" Ningroem menekan gagang pintu untuk membuka pintu, melangkah masuk. Ratna yang sedang menyisir r
Ningroem tidak dapat lagi membendung air matanya. Ia menangis terisak di dalam mobil. Dirinya tak menyangka akan berpisah dengan anak dalam waktu dekat. Bayinya masih sangat kecil masih sangat membutuhkan dirinya. Tapi dirinya tidak bisa berbuat apa-apa untuk Yuda. Anak yang baru berusia dua bulan darah dagingnya sendiri dari lelaki yang menjadi Suaminya. Pak supir yang tak tega mencoba menghibur Ningroem. "Sabar Mbak, segala sesuatu tentunya ada balasannya. Aku juga tak menyangka jika Bu Ratna akan berbuat nekat seperti ini. Menyuruh Mbak untuk meninggalkan bayimu di sini." Ningroem tidak menanggapi ucapan pak supir di depannya. Hatinya masih sangat pilu mengingat bayinya yang ia tinggalkan di rumah Ratna. Sang supir pun tidak sakit hati karena ucapannya tidak mendapatkan tanggapan. Ia sangat paham pada wanita yang duduk di jok belakang. Pak supir bersimpati padanya tetapi tidak ia bisa berbuat apa-apa sehingga sang supir hanya fokus lagi ke jalan raya yang berada di depannya. "
Pagi harinya ketika Adzan subuh berkumandang, Ningroem memberanikan diri untuk membersihkan badannya yang lengket. Ningroem tidak ingin membangunkan Ratna yang masih tertidur pulas, bersama ibunya di tempat tidur sebelah yang kosong karena tidak ada Pasien lain. Sedangkan Dani tidur di atas tikar yang dibawanya dari rumah. Ningroem melihat sekilas pada box bayi yang ada di samping tempat tidurnya. Dilihatnya bayinya masih tertidur pulas. Ia pun perlahan beranjak dari tempatnya semula. Berjalan pelan menuju kamar mandi, yang masih ada di pojok kamarnya. Karena tangan Ningroem tidak di infus. Ia menjadi lebih leluasa untuk melakukan aktivitasnya. Hanya saja bagian intinya yang masih terasa sakit Karena baru satu hari melahirkan. Ningroem memasuki kamar mandi dengan hati-hati. Kemudian melepaskan pakaiannya satu-persatu dari tubuhnya. Menghidupkan kran air, membasuh tubuhnya dari kepala hingga badannya sesuai nasehat yang diberikan Ibunya ketika ia melahirkan anak pertamanya. "Ndok j