Ningroem dan Dani sampai di rumah, Ningroem yang keseleo tidak bisa bergerak banyak. Sehingga Dani dengan sabar mengerjakan semua pekerjaan rumah dan meminta cuti beberapa hari untuk mengurus istri dan anaknya. "Mas kok masak nasi di sini sih? Aku kan jadi ingin muntah!" protes Ningroem pada Dani yang menanak nasi di Magic Com di depan rumah. Bukannya di dapur. "Colokannya sedang Mas Paksi untuk ngecas ponsel." "Kan bisa ditukar Mas!" Dani tidak menjawab segera mencabut kabel magic com dan membawa penanak nasi itu kembali ke dapur. Ningroem merasa kehamilannya begitu menyusahkan dirinya sendiri. Mencium aroma nasi dari magic com yang menguap saja kepala Ningroem langsung pusing. Mulutnya pun seketika menjadi enek ingin muntah. Melihat wajan rasanya Ningroem ingin melemparnya. Entahlah mengapa. Keadaannya menjadi aneh. Padahal ketika belum hamil ia tidak membenci magic com dan wajan. Mencium bau bawang putih juga rasanya mual sehingga Ningroem tidak memasukan bawang putih dala
"Mas, kok telat hari ini, dah mulai terbiasa ya hidup sama Ningroem?" Ratna bertanya sambil tangannya sibuk menata makanan di atas meja makan. "Tadi Mas, habis mengantar Ningroem untuk kontrol sebentar. Kasihan jika harus berjalan kaki pulang pergi. Ayank tahu sendiri Ningroem itu lemah saat hamil." Jelas Dani mengapa ia datang terlambat tidak seperti biasanya. "Oh, dikira. Tapi tak apa sih, jika nanti Aku tiada Mas masih ada yang ngurus." "Hus, jangan bicara yang tidak-tidak, Mas selalu berdoa moga Ayank di panjangkan umur. Supaya kita masih bisa sama-sama seperti sekarang." "Amin, amin ya rabbal alamin. Yuk ah kita makan." Ratna mengambil piring dan menyendokan nasi dan lauk pauk ke dalam piring. Kemudian di serahkan pada Dani. Yang kemudian di terima oleh tangan kanan Dani. Keduanya makan dengan lahapnya. Setelah selesai Ratna membereskan perabotan di westafel. Dani duduk di teras rumah dengan membawa segelas kopi yang sudah di seduhnya sendiri. Ratna pun duduk menikma
Dani yang merasa khawatir pada akhirnya meminta ijin pada Ratna untuk turut mencari Denis ---anak sambungnya. Dengan berat hati Ratna terpaksa memberikan ijin pada Dani walaupun bagaimana pun Denis adalah bagian dari suaminya kini. Jahat jika dirinya menahan Mas Dani sedangkan Ningroem betul-betul membutuhkan pertolongannya. Ningroem anak yatim-piatu berdosa jika dia berlaku cuek dan tidak peduli. Dani pamit pada Ratna dengan mencium bibir ranum istrinya. Pria itu pergi dengan mengendarai motornya. Niatnya ingin menemui Ningroem di rumahnya dahulu untuk mendengarkan penjelasan dari Ningroem tentang Denis yang belum ditemukan. Sampai di depan rumah Ningroem Dani menghentikan laju motornya, kemudian turun dari motornya setelah memarkirkan kendaraannya dengan benar. Baru saja Dani turun dari motornya, Ningroem sudah berlari dengan wajah panik. "Mas, tolong bantu aku mencari Denis sekarang!" "Tenangkan dirimu dulu, Dek. Ambil nafas dalam kemudian hembuskan. "Mas, ini. Aku tidak se
Wajah Bram biasa saja saat mendapat pertanyaan beruntun dari Ningroem. Bram merasa dirinya tidak bersalah sedikitpun. Bukankah dirinya punya hak untuk bertemu dengan anaknya ---Denis. Karena ia adalah ayahnya. Bram melewati Ningroem yang masih berbicara, hingga Dani yang tak tega melihat Ningroem di cuekin. Mengambil tangan Ningroem dan Membawanya ke hadapan Bram. "Hey, kau apa tak kasihan padanya. Yang membanting tulang dan menjaganya setiap hari?" Bram menghentikan langkahnya kemudian menatap Ningroem dengan tatapan sinis. Kedua netranya menatap kedua orang di hadapannya secara bergantian. "Kamu bilang Ningroem menjaganya. Buktinya ketika aku kerumahnya tadi. Denis sedang sendirian tidak ada Ningroem di sana." "Seharusnya kau berpikir untuk apa dia meninggalkan Denis sendiri sepagi itu. Yang pasti untuk membeli sarapan. Kau yang seharusnya meminta ijin jangan mengambil Denis tanpa ijin seperti itu. Itu sama saja kau menculiknya. Jika Ningroem menuntut kau bisa masuk jeruji besi
Hari sudah sore lembayung senja mulai menampakkan sinarnya. Seiring dengan datangnya motor Dani yang baru saja sampai di depan rumah. Pria dengan rambut lurus itu duduk di teras rumah untuk menghalau rasa gerah yang menerpanya. "Dek, tolong ambilkan air dingin, Mas kepanasan?" Dani meminta segelas air untuk menghilangkan dahaganya. Hari ini tidak seperti biasanya pulang lebih awal. Cuaca di luar pun masih terang. Tidak seperti dua hari kemarin. Bumi terus diguyur hujan dari pagi hingga pagi kembali hingga cuaca terasa dingin seperti di kutub. Ningroem meletakkan gelas di dekat Dani karena memang tidak ada meja. "Ini Mas." Dani langsung mengambil gelas yang diletakkan Ningroem. Kemudian mulai meneguknya pelan-pelan hingga air di dalam gelas tandas tak tersisa satu tetes pun. "Lagi Mas?" tanya Ningroem yang melihat gelas yang di berikan kosong tak bersisa. "Sudah cukup, nanti Mas kembung." Mendengar jawaban dari Dani, Ningroem tertawa pelan. Ningroem duduk di sisi Dani.
Kedua netra Dani tertuju pada baju bercorak batik. Ia pun mengambil kemudian membentangkannya. Rupanya baju yang diambilnya adalah daster. "Ya sudah pakai daster ini saja lah, pasti muat kan?" "Mas nggak malu jalan sama aku dengan baju daster seperti itu?" Ningroem balik bertanya ingin tahu jawaban apa yang akan diberikan Dani padanya. "Enggak, bagi Mas pakaian istri itu kalau sopan ya pakai saja tak masalah kok. Mau pakai baju apapun itu. Intinya harus sopan jika mau buka-bukaan ya didepan Mas saja sekarang." Dani tak sengaja meluncurkan candaan hingga membuat rona merah di wajah Ningroem. Ningroem tersipu malu. Ia pun membuka lemari kemudian mengambil daster yang warnanya masih cerah karena baru beberapa kali dipakai. Daster panjang bunga-bunga kecil dengan tangan panjang berwarna jingga. Sehingga senada dengan pakaian yang dikenakan Dani. "Ihh, kayak janjian warnanya," gumam Ningroem pelan ketika ia sadar kaos yang dikenakan Dani sama dengan warna dasternya. Karena Deni
Dani meninggalkan Ningroem di ruang perawatan, setelah tangannya ditancapi jarum impus. Ningroem harus bersabar selama tiga hari dengan jarum infus yang tertancap di tangannya. Demi bayi yang sehat. Ia pun harus rela ditinggal Dani beberapa saat untuk mengambil baju ganti dan peralatan yang dibutuhkan olehnya selama berada di rumah sakit. "Mbak sendirian?" Tanya ibu muda yang perutnya membesar, sepertinya ia akan segera melahirkan karena terlihat sedang mengusap-usap bagian pinggang belakangnya. yang sepertinya sakit karena menahan kontraksi.. "Iya, tadi ada suami tetapi lagi pulang untuk mengambil baju," sahut Ningroem. "Oh..., Sama berarti tadi saya hanya ingin kontrol eh tahu-tahu mules keterusan. Kata dokter ini tanda mau melahirkan, jadi saya tidak di ijinkan pulang. Mbak mau melahirkan juga?" "Enggak saya hanya perlu di infus tiga hari saja untuk menambah berat badan bayi. Usia kandungan saya baru menginjak tujuh bulan, Mbak." "Oh, saya kira sama seperti saya akan melahir
Pagi hari yang cerah burung-burung berkicau dengan riangnya, di ranting pohon mangga yang berada tak jauh dari ruang inap Ningroem.Burung gereja berbaris di atas ranting pohon sehingga sayang untuk dilewatkan.Ningroem memperhatikan burung-burung kecil dari jendela kamarnya. Burung itu terbang dan hinggap kembali di ranting pohon yang lain. Ada juga sepasang burung yang sedang memadu kasih keduanya saling Patuk mematuk paruh, saling mencarikan kutu satu dengan lainnya. Ningroem tersenyum memperhatikan tingkah laku burung-burung kecil itu."Assalamualaikum."Ningroem terperanjat saat mendengar ucapan salam dari seseorang. Yang Ningroem begitu hafal akan suaranya."Kok dia tahu jika aku berada di sini! Apa Mas Dani yang memberi tahunya?" bisik Ningroem di dalam hatinya. Ia pun menjawab ucapan salam tersebut."Walaikum salam, kok Mbak tahu jika aku berada di sini?" tanya Ningroem yang penasaran dengan kedatangan Ratna istri pertama dari Dani."Mas Dani semalam memberi tahu Mbak, jika Ad