Dani yang merasa khawatir pada akhirnya meminta ijin pada Ratna untuk turut mencari Denis ---anak sambungnya. Dengan berat hati Ratna terpaksa memberikan ijin pada Dani walaupun bagaimana pun Denis adalah bagian dari suaminya kini. Jahat jika dirinya menahan Mas Dani sedangkan Ningroem betul-betul membutuhkan pertolongannya. Ningroem anak yatim-piatu berdosa jika dia berlaku cuek dan tidak peduli. Dani pamit pada Ratna dengan mencium bibir ranum istrinya. Pria itu pergi dengan mengendarai motornya. Niatnya ingin menemui Ningroem di rumahnya dahulu untuk mendengarkan penjelasan dari Ningroem tentang Denis yang belum ditemukan. Sampai di depan rumah Ningroem Dani menghentikan laju motornya, kemudian turun dari motornya setelah memarkirkan kendaraannya dengan benar. Baru saja Dani turun dari motornya, Ningroem sudah berlari dengan wajah panik. "Mas, tolong bantu aku mencari Denis sekarang!" "Tenangkan dirimu dulu, Dek. Ambil nafas dalam kemudian hembuskan. "Mas, ini. Aku tidak se
Wajah Bram biasa saja saat mendapat pertanyaan beruntun dari Ningroem. Bram merasa dirinya tidak bersalah sedikitpun. Bukankah dirinya punya hak untuk bertemu dengan anaknya ---Denis. Karena ia adalah ayahnya. Bram melewati Ningroem yang masih berbicara, hingga Dani yang tak tega melihat Ningroem di cuekin. Mengambil tangan Ningroem dan Membawanya ke hadapan Bram. "Hey, kau apa tak kasihan padanya. Yang membanting tulang dan menjaganya setiap hari?" Bram menghentikan langkahnya kemudian menatap Ningroem dengan tatapan sinis. Kedua netranya menatap kedua orang di hadapannya secara bergantian. "Kamu bilang Ningroem menjaganya. Buktinya ketika aku kerumahnya tadi. Denis sedang sendirian tidak ada Ningroem di sana." "Seharusnya kau berpikir untuk apa dia meninggalkan Denis sendiri sepagi itu. Yang pasti untuk membeli sarapan. Kau yang seharusnya meminta ijin jangan mengambil Denis tanpa ijin seperti itu. Itu sama saja kau menculiknya. Jika Ningroem menuntut kau bisa masuk jeruji besi
Hari sudah sore lembayung senja mulai menampakkan sinarnya. Seiring dengan datangnya motor Dani yang baru saja sampai di depan rumah. Pria dengan rambut lurus itu duduk di teras rumah untuk menghalau rasa gerah yang menerpanya. "Dek, tolong ambilkan air dingin, Mas kepanasan?" Dani meminta segelas air untuk menghilangkan dahaganya. Hari ini tidak seperti biasanya pulang lebih awal. Cuaca di luar pun masih terang. Tidak seperti dua hari kemarin. Bumi terus diguyur hujan dari pagi hingga pagi kembali hingga cuaca terasa dingin seperti di kutub. Ningroem meletakkan gelas di dekat Dani karena memang tidak ada meja. "Ini Mas." Dani langsung mengambil gelas yang diletakkan Ningroem. Kemudian mulai meneguknya pelan-pelan hingga air di dalam gelas tandas tak tersisa satu tetes pun. "Lagi Mas?" tanya Ningroem yang melihat gelas yang di berikan kosong tak bersisa. "Sudah cukup, nanti Mas kembung." Mendengar jawaban dari Dani, Ningroem tertawa pelan. Ningroem duduk di sisi Dani.
Kedua netra Dani tertuju pada baju bercorak batik. Ia pun mengambil kemudian membentangkannya. Rupanya baju yang diambilnya adalah daster. "Ya sudah pakai daster ini saja lah, pasti muat kan?" "Mas nggak malu jalan sama aku dengan baju daster seperti itu?" Ningroem balik bertanya ingin tahu jawaban apa yang akan diberikan Dani padanya. "Enggak, bagi Mas pakaian istri itu kalau sopan ya pakai saja tak masalah kok. Mau pakai baju apapun itu. Intinya harus sopan jika mau buka-bukaan ya didepan Mas saja sekarang." Dani tak sengaja meluncurkan candaan hingga membuat rona merah di wajah Ningroem. Ningroem tersipu malu. Ia pun membuka lemari kemudian mengambil daster yang warnanya masih cerah karena baru beberapa kali dipakai. Daster panjang bunga-bunga kecil dengan tangan panjang berwarna jingga. Sehingga senada dengan pakaian yang dikenakan Dani. "Ihh, kayak janjian warnanya," gumam Ningroem pelan ketika ia sadar kaos yang dikenakan Dani sama dengan warna dasternya. Karena Deni
Dani meninggalkan Ningroem di ruang perawatan, setelah tangannya ditancapi jarum impus. Ningroem harus bersabar selama tiga hari dengan jarum infus yang tertancap di tangannya. Demi bayi yang sehat. Ia pun harus rela ditinggal Dani beberapa saat untuk mengambil baju ganti dan peralatan yang dibutuhkan olehnya selama berada di rumah sakit. "Mbak sendirian?" Tanya ibu muda yang perutnya membesar, sepertinya ia akan segera melahirkan karena terlihat sedang mengusap-usap bagian pinggang belakangnya. yang sepertinya sakit karena menahan kontraksi.. "Iya, tadi ada suami tetapi lagi pulang untuk mengambil baju," sahut Ningroem. "Oh..., Sama berarti tadi saya hanya ingin kontrol eh tahu-tahu mules keterusan. Kata dokter ini tanda mau melahirkan, jadi saya tidak di ijinkan pulang. Mbak mau melahirkan juga?" "Enggak saya hanya perlu di infus tiga hari saja untuk menambah berat badan bayi. Usia kandungan saya baru menginjak tujuh bulan, Mbak." "Oh, saya kira sama seperti saya akan melahir
Pagi hari yang cerah burung-burung berkicau dengan riangnya, di ranting pohon mangga yang berada tak jauh dari ruang inap Ningroem.Burung gereja berbaris di atas ranting pohon sehingga sayang untuk dilewatkan.Ningroem memperhatikan burung-burung kecil dari jendela kamarnya. Burung itu terbang dan hinggap kembali di ranting pohon yang lain. Ada juga sepasang burung yang sedang memadu kasih keduanya saling Patuk mematuk paruh, saling mencarikan kutu satu dengan lainnya. Ningroem tersenyum memperhatikan tingkah laku burung-burung kecil itu."Assalamualaikum."Ningroem terperanjat saat mendengar ucapan salam dari seseorang. Yang Ningroem begitu hafal akan suaranya."Kok dia tahu jika aku berada di sini! Apa Mas Dani yang memberi tahunya?" bisik Ningroem di dalam hatinya. Ia pun menjawab ucapan salam tersebut."Walaikum salam, kok Mbak tahu jika aku berada di sini?" tanya Ningroem yang penasaran dengan kedatangan Ratna istri pertama dari Dani."Mas Dani semalam memberi tahu Mbak, jika Ad
Malam ini lain dari malam yang biasanya walaupun udara tetap terasa dingin. Namun, pemandangan di atas sana sayang untuk dilewatkan. Bulan terbentuk sempurna bulat, benderang sehingga langit terlihat terang seperti di pagi hari. Ningroem yang merasa bosan terus-menerus berada di kamar. Meminta Ratna untuk menemaninya ke luar sekedar untuk duduk di bangku taman yang sudah ada di tempatnya. "Mbak temani aku yuk, duduk di sana!" "Dingin, Dek. Ini kan sudah malam!" Ratna menolak dengan halus karena memang sudah malam, Jam dinding sudah menunjukkan jam delapan malam. "Tak apa Mbak, masih banyak orang yang berada di luar. Tuh lihat!" Ningroem menunjuk dengan telunjuknya ke arah jendela. Dengan terpaksa Ratna bangkit dari rebahannya di atas karpet dan melongok ke arah jendela. Sebetulnya Ratna enggan beranjak ingin rasanya bila berleha-leha saja. Namun, madunya —Ningrome memintanya untuk keluar mencari angin. Ratna tidak dapat menolak permintaannya, walaupun sebenarnya tanpa sengaja t
Pagi-pagi sekali Ningroem sudah bangun, ingin mandi sendiri. Rasanya tak enak jika terus melibatkan Ratna dalam urusan personal hygienenya. Kali ini wanita berlesung pipi ingin membersihkan dirinya sendiri. Ia sudah di beri tahu oleh perawat jika ingin melakukan aktifitas selang infusnya harus di tutup dulu supaya darah tidak ikut mengalir ke dalam selang, yang mengakibatkan selang infusan macet. Kali ini Ningroem ingin mempraktekkannya sendiri. Seumpama masih tetap selangnya macet ia harus bersedia di korek-korek lagi. Ningroem sebetulnya sudah ingin pulang, melepaskan selang infus yang masih tertancap di lengannya. Pergelangan tangan bagian atas sudah mulai memar karena membengkak. Rasanya sakit dan nyeri. Tetapi Ia masih mencoba bertahan hanya sampai hari ini saja. Besok pagi Ningroem sudah bisa pulang dan bernafas bisa lega. Namun, sebelum hari itu tiba wanita itu harus membersihkan dirinya dulu. Dengan berjalan hati-hati Ningroem memasuki kamar mandi, mulai melepaskan pakaian
Mendengar penuturan Ratna, Ningroem langsung mengajak kedua anaknya untuk berpamitan. Rasanya Ningroem tidak sanggup jika terus disalahkan. Satu tahun kemudian. Tok! tok! tok! Terdengar suara ketukan pintu, Ningroem segera bangkit dari duduknya yang sedang memainkan ponselnya. Wanita itu sedang menatap gambar putranya Yuda di layar ponsel. Ningroem merasa rindu. Namun, ia tidak berani untuk bertamu ke rumah Ratna. Karena Ratna sudah melarangnya tempo hari. Sehingga Ningroem hanya bisa menahan rindu. Wanita itu hanya bisa mendoakannya dari jauh. Terlihat di depan pintu seorang pria telah berdiri. "Pak Surya, tunggu sebentar saya ambil dulu botol susunya." "Tunggu Mbak," tahan lelaki paruh baya menghentikan langkah kaki Ningroem. Ningroem membalikan tubuhnya menghadap pak Surya. "Ada apa pak?" "Saya disuruh ibunya Non Ratna untuk mengabarkan jika Mbak Ratna telah berpulang." "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mbak Ratna sakitkah?" Ningroem terkejut dengan berita yang baru
Mendengar penuturan Ratna, Ningroem langsung mengajak kedua anaknya untuk berpamitan. Rasanya Ningroem tidak sanggup jika terus disalahkan. Satu tahun kemudian. Tok! tok! tok! Terdengar suara ketukan pintu, Ningroem segera bangkit dari duduknya yang sedang memainkan ponselnya. Wanita itu sedang menatap gambar putranya Yuda di layar ponsel. Ningroem merasa rindu. Namun, ia tidak berani untuk bertamu ke rumah Ratna. Karena Ratna sudah melarangnya tempo hari. Sehingga Ningroem hanya bisa menahan rindu. Wanita itu hanya bisa mendoakannya dari jauh. Terlihat di depan pintu seorang pria telah berdiri. "Pak Surya, tunggu sebentar saya ambil dulu botol susunya." "Tunggu Mbak," tahan lelaki paruh baya menghentikan langkah kaki Ningroem. Ningroem membalikan tubuhnya menghadap pak Surya. "Ada apa pak?" "Saya disuruh ibunya Non Ratna untuk mengabarkan jika Mbak Ratna telah berpulang." "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mbak Ratna sakitkah?" Ningroem terkejut dengan berita yang baru
Ningroem memalingkan tatapannya dari penjual pop es. Wanita itu tidak menyangka jika dirinya akan bertemu dengan Bram di wahana bermain. "E—eee, sama anak-anak," sahut Ningroem tergagap. Pria itu melangkah mendekati Ningroem. "Sama anak-anak!" Pria itu tertegun untuk sesaat karena tidak melihat Fahmi dan juga Denis ikut bersamanya. "Mereka ada di dalam sedang bermain," jelas Ningroem. "Aku membeli makanan untuk mereka karena takut merekaerasa lapar karena capek asyik bermain," pungkas Ningroem kemudian. "Ohh, boleh Mas ikut bergabung?" Belum sempat menjawab pertanyaan Bram, ibu penjual pop es memberikan tiga gelas pop es yang dipesannya. Ningroem menerima dan membayar pesanannya. "Boleh, kamu kan ayahnya." Bram mensejajarkan langkahnya dengan langkah Ningroem, wanita itu berhenti di penjual sosis untuk mengambil pesanannya. Setelah melangkah beberapa langkah Ningroem berhenti di Abang penjual martabak tadi ia juga memesan martabak manis dengan toping keju untuk dirin
"Mas, tunggu dulu. Aku takut."Dani melumat bibir Ningroem, "Mas akan melakukan dengan hati-hati."Ningroem merasa tegang, ini hari pertama setelah dirinya melahirkan rasanya miliknya merasa seperti perawan kembali rapat karena sudah di jahit. Wanita itu takut melakukan hubungan badan seperti saat memulai malam pertama."Jangan tegang," ucap Dani berbisik di telinga Ningroem, hingga membuat sekujur tubuhnya merinding. Ningroem menarik nafas dalam menghembuskannya perlahan . Wanita itu betul-betul takut dan tegang hingga. Dirinya tidak bisa menikmati pergulatan pertamanya, hanya fokus untuk menghilangkan rasa sakit saat memulainya."Mas, pelan, aku takut jahitannya robek.""Hem, kau seperti perawan. Dek." Kesat dan sempit sekali."Ningroem tersipu, Dani menaikturunkan tubuh di atas Ningroem. Wanita yang berada di bawah kunjungannya semakin erat meremas sprei menahan sakit. Namun, sesaat kemudian rasa cermas dan takut berangsur hilang tergantikan oleh nikmatnya hentakan yang di berikan
"Maksud Mas, apa?" Ratna merasa tak mengerti dengan perkataan Suaminya. "Ah, sudah lah lupakan kata-kata Mas, barusan." Dani tak ingin membuat hati Ratna gundah sehingga, pria itu meninggalkan Ratna yang masih berdiri mematung di hadapannya. Dani melangkah menuju box bayi yang di dalamnya terbaring putra kecilnya yang lucu. Dalam hati ia merasa kasihan pada Ningroem yang harus mengalah. Merelakan bayinya untuk tetap berada di sini. Tentu saat ini Ningroem sedang bersedih saat ini. Tidak ada teman untuk berbagi. Dani menyentuh pipi Yuda dengan telunjuknya, "Anak ayah baik-baik disini, ya bersama bunda Ratna." Dani berbicara pada Bayi Yuda yang tertidur dengan pulasnya. "Yang malam ini bolehkah aku menemani Ningroem? Pasti ia sangat sedih harus berpisah dengan bayinya." Dani meminta izin pada Ratna untuk menemani Ningroem istri keduanya. "Silahkan saja kalau pun tak kembali ke sini aku rela, karena aku sudah menukarmu dengan Yuda." "Apa, Yank. Memangnya aku barang yang bisa k
Sepulang dari pasar Dani menyempatkan untuk membeli kue, teringat akan Ningroem sedari tadi hatinya berdebar-debar terus. Dani tidak mengerti padahal dia tidak merasa sakit atau pun tidak enak badan. Apakah ada yang salah dengan jantungnya sehingga detaknya tidak seperti biasanya. Dani tidak memperdulikan detak jantungnya. Nanti juga kembali normal seperti biasa, kemarin juga sempat berdebar tetapi hilang dengan sendirinya. Semoga hari ini pun jantungnya baik-baik saja. Dani terus memacu motor maticnya hingga sampai di sebuah toko kue, setelah memarkirkan motornya pria itu turun melangkah masuk. Dani melihat-lihat aneka kue yang berderet rapi di meja, juga di etalase. "Mbak, saya mau ini dua." Tunjuk Dani pada kue brownies yang berbaris di etalase toko. Pegawai segera mengemas kue yang di minta Dani, setelah mengemasnya Dani segera membayarnya di kasir. Hari sudah semakin sore ketika Dani keluar dari toko kue tersebut. Baru saja hendak keluar dari toko tiba-tiba hujan turun de
Pagi harinya Ningroem merasa terbebas dari rasa meriang yang menyerangnya tadi malam, kini Kedua gunungnya meneteskan ASI dengan lancar. Hingga membasahi Bra, tembus ke baju yang dikenakannya. Jika orang lain tak pernah pakai Bra ketika memberikan ASI pada anaknya. Lain halnya dengan dirinya yang risih jika harus berpakaian tanpa Bra apalagi dua gunungnya terlihat menjulang padat dan meneteskan ASI hingga bajunya basah. Ningroem lebih nyaman mengganti sumpalan pada kedua Bra-nya dari pada bajunya harus basah terkena Air ASI-nya yang meninggal bau amis. Singkat cerita sudah dua bulan Ningroem berada di rumah Ratna. Ningroem merasa dirinya sudah sehat dan bisa beraktivitas seperti biasa lagi. Ningroem memberanikan diri mengetuk pintu kamar Ratna, untuk membicarakan sesuatu hal yang penting menyangkut dirinya dan juga putranya yang diberi nama oleh Ratna, Yuda putra Pratama. "Masuk!" Ningroem menekan gagang pintu untuk membuka pintu, melangkah masuk. Ratna yang sedang menyisir r
Ningroem tidak dapat lagi membendung air matanya. Ia menangis terisak di dalam mobil. Dirinya tak menyangka akan berpisah dengan anak dalam waktu dekat. Bayinya masih sangat kecil masih sangat membutuhkan dirinya. Tapi dirinya tidak bisa berbuat apa-apa untuk Yuda. Anak yang baru berusia dua bulan darah dagingnya sendiri dari lelaki yang menjadi Suaminya. Pak supir yang tak tega mencoba menghibur Ningroem. "Sabar Mbak, segala sesuatu tentunya ada balasannya. Aku juga tak menyangka jika Bu Ratna akan berbuat nekat seperti ini. Menyuruh Mbak untuk meninggalkan bayimu di sini." Ningroem tidak menanggapi ucapan pak supir di depannya. Hatinya masih sangat pilu mengingat bayinya yang ia tinggalkan di rumah Ratna. Sang supir pun tidak sakit hati karena ucapannya tidak mendapatkan tanggapan. Ia sangat paham pada wanita yang duduk di jok belakang. Pak supir bersimpati padanya tetapi tidak ia bisa berbuat apa-apa sehingga sang supir hanya fokus lagi ke jalan raya yang berada di depannya. "
Pagi harinya ketika Adzan subuh berkumandang, Ningroem memberanikan diri untuk membersihkan badannya yang lengket. Ningroem tidak ingin membangunkan Ratna yang masih tertidur pulas, bersama ibunya di tempat tidur sebelah yang kosong karena tidak ada Pasien lain. Sedangkan Dani tidur di atas tikar yang dibawanya dari rumah. Ningroem melihat sekilas pada box bayi yang ada di samping tempat tidurnya. Dilihatnya bayinya masih tertidur pulas. Ia pun perlahan beranjak dari tempatnya semula. Berjalan pelan menuju kamar mandi, yang masih ada di pojok kamarnya. Karena tangan Ningroem tidak di infus. Ia menjadi lebih leluasa untuk melakukan aktivitasnya. Hanya saja bagian intinya yang masih terasa sakit Karena baru satu hari melahirkan. Ningroem memasuki kamar mandi dengan hati-hati. Kemudian melepaskan pakaiannya satu-persatu dari tubuhnya. Menghidupkan kran air, membasuh tubuhnya dari kepala hingga badannya sesuai nasehat yang diberikan Ibunya ketika ia melahirkan anak pertamanya. "Ndok j