Suasana di dalam kantor langsung menjadi sunyi.Filda hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Tiffany menghabiskan hampir empat juta hanya untuk membeli satu lipstik hari ini?Dia sudah gila?!"Kami juga merasa itu sangat nggak masuk akal," ujar Lina sambil menggigit bibirnya, "Bu Filda, Anda juga tahu, sejak Dok Tiff mulai bekerja di rumah sakit ini, dia hampir nggak pernah berdandan.""Tapi sekarang ... dia tiba-tiba membeli lipstik semahal itu. Semua orang bertanya-tanya apakah sesuatu sedang terjadi padanya.""Beberapa orang berpikir dia mungkin sedang tertarik pada seseorang dan berniat berselingkuh ... atau mungkin sebenarnya dia adalah orang kaya yang selama ini menyembunyikan identitasnya."Filda mendengus dingin, lalu bibirnya melengkung membentuk senyum sinis. "Kamu boleh keluar dulu."Dengan gugup, Lina buru-buru keluar dari ruangan. Filda tetap duduk di kursinya sambil tersenyum sinis. Sepertinya dia benar-benar memberi penilaian terlalu tinggi terhadap
"Eee ... anu, aku seharusnya melepaskan bajuku dulu atau bajumu dulu?" tanya Tiffany Maheswari dengan hati-hati. Dia berdiri di depan kamar mandi dan hanya membalut tubuhnya dengan handuk.Malam ini adalah malam pertamanya. Pria di depan sana, yang duduk di kursi roda dan menutup matanya dengan sutra hitam adalah suaminya.Ini pertama kalinya Tiffany bertemu calon suaminya. Parasnya lebih tampan daripada yang terlihat di foto. Hidungnya mancung, alisnya tebal, tubuhnya tinggi dan tegap. Ini adalah tipe pria Tiffany.Sayang sekali, pria itu buta dan duduk di kursi roda. Ada yang mengatakan bahwa Sean Tanuwijaya adalah pembawa sial. Ketika berusia 9 tahun, orang tuanya meninggal karenanya. Ketika berusia 13 tahun, kakaknya meninggal karenanya. Kemudian, 3 wanita yang pernah menjadi calon istrinya juga mati.Ketika mendengar rumor ini, Tiffany sangatlah takut. Namun, pamannya bilang mereka baru bisa mengobati penyakit neneknya jika dia menikah dengan Sean. Demi neneknya, Tiffany bersedia
Tiffany bertanya dengan heran, "Kalau aku keluar, kamu bisa mandi sendirian?"Bukannya pria ini tidak bisa melihat apa pun? Sean tidak berbicara, tetapi suasana menjadi makin menegangkan.Tiffany bisa merasakan kemarahan Sean. Dia melepaskan handuk gosoknya, lalu berucap sebelum pergi, "Kalau begitu, kamu hati-hati ya. Panggil aku kalau butuh bantuan."Setelah keluar dari kamar mandi, Tiffany tampak gelisah dan terus memandang ke arah kamar mandi. Bagaimana kalau Sean terjatuh dan mati di dalam sana? Mereka baru menikah. Tiffany tidak ingin menjadi janda.Ketika Tiffany sedang mencemaskan Sean, ponselnya tiba-tiba berdering. Ternyata sahabatnya, Julie, mengirimnya sebuah video. Judul video itu adalah materi pelajaran.Materi pelajaran? Tiffany mengkliknya dengan heran sambil bertanya-tanya dalam hati, 'Ujian masih lama. Untuk apa mengirimnya materi pelajaran sekarang?'"Um ... ah ... hm ...." Begitu video diputar, terlihat seorang wanita bersandar di atas tubuh seorang pria ....Wajah
Kemudian, Tiffany berbalik untuk kembali ke dapur. Kedua pelayan itu segera menghentikannya. "Nyonya, nggak perlu."Mereka digaji untuk masak, tetapi semua sudah disiapkan oleh Tiffany. Kalau sampai Sean tahu soal ini, bukankah mereka akan dipecat?"Nyonya, aku dan Rika bertanggung jawab masak sarapan. Kamu baru datang ke rumah ini, nggak mungkin tahu selera Tuan. Sebaiknya jangan membuat masalah di dapur," ujar salah seorang pelayan dengan kesal.Pelayan bernama Rika itu segera menyahut, "Ya, Bibi Prisa benar. Sebaiknya Nyonya istirahat saja.""Tuan nggak makan makanan seperti ini. Dia selalu sarapan roti lapis, ham, dan susu. Sarapan yang Nyonya buat terlalu kuno," ucap Prisa sambil memandang sarapan yang terlihat hambar itu.Ekspresi Tiffany tampak heran sesaat, lalu menjadi suram. Dia menunduk dan mengiakan. "Kalian benar."Orang kaya memang suka bergaya. Di kampusnya, para siswa kaya saja tidak pernah pergi ke kantin untuk makan, apalagi orang sekaya Sean. Tiffany merasa dirinya s
Suara Sean terdengar sangat dingin, seolah-olah ingin membekukan seluruh ruang makan. Saat berikutnya, buk! Prisa berlutut di lantai dan berujar dengan mata merah, "A ... aku nggak seharusnya bicara begitu dengan Nyonya ...."Sean memang terlihat baik. Namun, jika dia marah, tidak ada yang bisa menanggung amarahnya.Prisa meneruskan, "Tapi, aku nggak berniat jahat! Aku cuma nggak ingin Nyonya masak karena takut dia lelah ...."Sean tersenyum sambil menghadap Prisa dan bertanya, "Makanya, kamu sengaja merusak suasana hati istri baru yang masak untuk suaminya?"Suasana di ruang makan menjadi hening untuk sesaat. Perkataan Sean ini bukan hanya mengejutkan Rika dan Prisa, tetapi Tiffany juga memelotot terkejut. Sean sedang membelanya?Prisa ketakutan hingga gemetaran. Dia menyahut, "A ... aku nggak bermaksud begitu .... Aku nggak membuang masakan Nyonya. Aku dan Rika memakannya ...."Senyuman Sean menjadi makin dingin. Dia mengejek, "Sepertinya kamu lebih mirip majikan di sini daripada aku
Setelah tersadar kembali, Tiffany memungut ponselnya dengan panik. Dia mendongak menatap Garry, lalu bertanya, "Kak, rupanya kamu kerja di sini?"Garry menyunggingkan senyuman manis. Dia mengelus kepala Tiffany dengan penuh kasih sayang sambil menegur, "Sebenarnya berapa usiamu? Kenapa ceroboh seperti anak kecil?""Dua puluh tahun," jawab Tiffany dengan mata berbinar-binar.Garry memalingkan wajah dan terkekeh-kekeh, lalu bertanya, "Kenapa kamu datang ke rumah sakit?"Tiffany menunjuk ruangan di belakang sambil membalas, "Temanku sedang mengobrol dengan kakak sepupunya."Garry melirik jam dan berujar, "Sudah waktunya jam makan siang. Temanmu mungkin nggak akan keluar secepat itu. Kebetulan aku mau makan siang. Gimana kalau kutraktir?"Tiffany berpikir sejenak, lalu mengetuk pintu untuk berpamitan dengan Julie, "Aku pergi sebentar."Garry berjalan di depan dengan wajah berseri-seri dan Tiffany mengikuti dari belakang. Sepertinya dari SMA 2, Tiffany sudah mengagumi pria ini.Saat itu, pe
Suasana di vila menjadi menegangkan. Sean melirik beberapa botol obat di atas meja. Tebersit kilatan dingin di matanya saat berkata, "Ternyata istriku pergi ke rumah sakit demi aku. Aku malah menyalahkanmu."Tiffany tidak bodoh. Dia tentu memahami makna tersirat pada ucapan Sean. Sean memberi isyarat tangan kepada pelayan di samping. Kepala pelayan segera menghampiri dan mengambil beberapa botol obat itu.Tiffany merasa kurang percaya diri. Dia bertanya, "Kamu menyuruh kepala pelayan menyimpannya karena nggak ingin makan ya?"Tiffany bisa merasakan kekesalan pada Sean. Sean tersenyum tipis dan berujar, "Makan saja dulu."Suara Sean terdengar sangat dingin dan rendah. Hal ini membuat Tiffany merasa gugup. Sepertinya, pria ini benar-benar marah.Tiffany mengepalkan tangan dengan erat. Mereka baru menikah 2 hari, tetapi dia sudah membawakan obat untuk Sean. Apakah ini terkesan kurang pantas? Apakah Sean mengira Tiffany membelikannya obat karena tidak menyukai kondisinya?Tiba-tiba, Tiffan
Ketika Tiffany belum tahu harus bagaimana menjelaskan, bibir Sean tiba-tiba menempel pada bibirnya. Sean menahan lengan dan tubuh Tiffany sambil menciumnya secara intens.Keintiman yang mendadak ini membuat Tiffany pusing. Dia merasa jiwanya akan diserap oleh Sean melalui ciuman ini.Sean melepaskannya, lalu tersenyum nakal dan bertanya, "Istriku, apa kamu cukup puas?"Perasaan Tiffany sungguh kacau balau. Dia mencoba melepaskan diri dari pelukan Sean, tetapi Sean menahannya dengan sangat erat. Jarak keduanya sangat dekat. Pada akhirnya, Tiffany kehabisan tenaga."Kenapa tenagamu besar sekali?" tanya Tiffany sambil mencebik. Sebelum menikah, kakek Sean jelas-jelas memberitahunya bahwa Sean sakit-sakitan sehingga Tiffany harus merawatnya dengan baik.Tiffany mengira penyakit Sean hampir sama dengan penyakit neneknya. Namun, tangan kekar yang memegang pinggang Tiffany tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa Sean penyakitan.Tiffany tampak cemberut . Sean pun tertawa melihatnya. Sean mengangk
Suasana di dalam kantor langsung menjadi sunyi.Filda hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Tiffany menghabiskan hampir empat juta hanya untuk membeli satu lipstik hari ini?Dia sudah gila?!"Kami juga merasa itu sangat nggak masuk akal," ujar Lina sambil menggigit bibirnya, "Bu Filda, Anda juga tahu, sejak Dok Tiff mulai bekerja di rumah sakit ini, dia hampir nggak pernah berdandan.""Tapi sekarang ... dia tiba-tiba membeli lipstik semahal itu. Semua orang bertanya-tanya apakah sesuatu sedang terjadi padanya.""Beberapa orang berpikir dia mungkin sedang tertarik pada seseorang dan berniat berselingkuh ... atau mungkin sebenarnya dia adalah orang kaya yang selama ini menyembunyikan identitasnya."Filda mendengus dingin, lalu bibirnya melengkung membentuk senyum sinis. "Kamu boleh keluar dulu."Dengan gugup, Lina buru-buru keluar dari ruangan. Filda tetap duduk di kursinya sambil tersenyum sinis. Sepertinya dia benar-benar memberi penilaian terlalu tinggi terhadap
Melihat jempol yang diacungkan oleh sahabatnya, Tiffany hanya mengangkat bahu dan menyerahkan kartu hitam itu kepada Julie. "Sepertinya ini semua berkat ajaran guru yang baik."Setelah berkata demikian, dia menundukkan kepalanya dan menatap kartu hitam yang barusan dikaitkan oleh Jayla dengan Sean. Kartu hitam ini memang memiliki simbol Keluarga Tanuwijaya.Di antara semua kartu eksklusif, kartu hitam dengan tulisan " Tanuwijaya" ini memiliki level tertinggi. Bahkan bisa dibilang, hanya orang seperti Sean dan Sanny yang bisa memiliki kartu ini.Tiffany menggoyangkan kartu itu di tangannya, lalu menatap Julie. "Kartu ini benar-benar milikmu?"Julie refleks menghindari tatapan Tiffany, lalu tersenyum canggung. "Ini ... kartu yang diberikan seorang teman padaku. Katanya, dia ingin meminjamkannya padaku supaya aku bisa membeli beberapa pakaian yang lebih bagus."Tiffany sama sekali tidak memercayai satu kata pun dari ucapan itu.Temannya melihat selera berpakaian Julie buruk, lalu langsung
Jayla membuka matanya lebar-lebar. Dia memeriksa kartu itu dengan sangat teliti dari depan ke belakang, dan ternyata memang benar ada tulisan Tanuwijaya!Tiffany mengernyitkan alisnya dengan kesal saat menatap Jayla. "Bu Jayla, ini kartu temanku, tolong kembalikan pada kami. Aku cuma berjanji membelikanmu satu lipstik, tapi aku nggak pernah janji mau kasih kartu temanku padamu!"Jayla mendengus dingin, lalu menyelipkan kartu hitam itu ke tangan Tiffany. "Yakin kartu ini milik temanmu, bukan milikmu sendiri?"Wanita itu tertawa sinis. "Kartu ini jelas bertuliskan Tanuwijaya.""Setahuku, nggak banyak orang yang bermarga Tanuwijaya, dan yang bisa punya kartu hitam eksklusif seperti ini, jumlahnya jauh lebih sedikit. Sedangkan temanmu, sepertinya nggak ada hubungan sama Keluarga Tanuwijaya."Sambil berbicara, tatapannya yang dingin tertuju pada Tiffany. "Pantas saja kamu berani datang ke pusat perbelanjaan mewah dan beli lipstik semahal ini. Rupanya kamu sudah menjalin hubungan lagi sama K
"Silakan bayar di sini."Tiffany menggigit bibirnya dan refleks melirik ke arah Julie.Saat masuk ke toko ini, dia hanya berencana membeli satu lipstik. Dia ingin membuat Filda berpikir bahwa dirinya sedang berpura-pura menjadi putri Keluarga Japardi. Jadi, dia tidak membawa uang sebanyak itu.Awalnya, Tiffany mengira 4 juta sudah lebih dari cukup. Ternyata, dua lipstik saja seharga 7,2 juta.Di sampingnya, Jayla menguap. "Cepat sedikit, aku masih menunggu lipstik yang kamu janjikan lho!"Setelah berkata demikian, tatapan Jayla yang mengandung sedikit ejekan menyapu ke arah Tiffany. "Jangan bilang kalau kamu nggak membawa cukup uang? Atau mungkin kamu nggak rela menghabiskan uangmu dan ingin menarik kembali perkataanmu?"Pegawai yang berdiri di samping Jayla tersenyum tipis ke arah Tiffany. "Bu, kalau kamu merasa lipstik ini kurang cocok, kami masih punya pilihan lain dengan harga berbeda ....""Aku cuma tertarik dengan warna dan model ini." Jayla menyilangkan tangan di dada, menunjukk
Mata Jayla langsung membelalak!"Tiffany, maksudmu apa?" Dia menatap Tiffany dengan penuh amarah. "Kamu bilang aku jelek?""Nggak juga." Tiffany tersenyum tipis, lalu menyerahkan lipstik yang baru saja dicobanya kepada pegawai di kasir. "Aku ambil warna ini, tolong siapkan satu untukku."Pegawai itu dengan sigap mengambil lipstik dan segera pergi. Baru setelah itu, Tiffany menoleh ke arah Jayla yang masih berdiri di ambang pintu."Aku cuma mengatakan fakta. Saat ini aku nggak pakai riasan. Kamu pasti bisa melihat perbedaan antara dirimu yang memakai riasan dengan aku yang tanpa riasan.""Dan jangan asal menuduh. Aku nggak pernah bilang kalau kamu jelek. Itu ... kata-katamu sendiri."Selesai berbicara, Tiffany menguap, lalu melirik Jayla sekali lagi. "Biasanya di saat seperti ini, kamu pasti akan berbalik dan pergi dengan marah.""Di luar kelihatan seperti nggak mau mempermasalahkan, tapi sebenarnya dalam hati sadar kalau nggak punya bukti kuat untuk membantahku. Tapi, sekarang kamu mas
"Aku bahkan pernah lihat Bu Filda bertengkar dengan Pak Morgan hanya untuk memperjuangkan kesempatan bagi Zion!""Filda pernah bilang secara langsung kalau dia ingin membimbing Zion sampai sukses. Kalau bukan karena kedatanganmu, dia pasti sudah berhasil sekarang ...."Tiffany terdiam. Apa yang dikatakan Julie ... sama sekali tidak diketahuinya. Namun, setelah dipikir-pikir, ada beberapa hal yang kini mulai teringat kembali.Sepertinya ... memang ada saat-saat di mana dia dan Zion berada di posisi sebagai pesaing. Namun, karena mereka selalu bekerja sama dan punya hubungan yang cukup baik, Tiffany sama sekali tidak pernah menyadarinya.Kini setelah Julie mengungkitnya, semuanya menjadi jelas. Ternyata, Filda sudah lama menyimpan dendam padanya.Tiffany menghela napas. Semuanya sudah terjadi. Dia hanya bisa menjalani semuanya satu langkah demi satu langkah.Julie menemani Tiffany berkeliling mal untuk waktu yang cukup lama. Tiffany memang tidak terlalu tertarik pada barang-barang mewah,
Karena perilaku aneh Tiffany dalam beberapa hari terakhir, Morgan selalu merasa bahwa ada yang tidak beres dengannya.Jadi, ketika Tiffany meminta izin ke Morgan dan Kenji untuk pergi jalan-jalan bersama Julie, Morgan langsung memberi isyarat mata kepada Kenji.Kenji segera tersenyum dan menandatangani surat izin. "Tiff, kalau kamu sedang bad mood, lebih baik jalan-jalan dan jangan terlalu banyak berpikir!""Julie adalah sahabat terbaikmu, biarkan dia menemanimu dan membantu menyelesaikan masalah di hatimu! Nikmati saja jalan-jalanmu selama 2 hari, lalu kembali bekerja dengan semangat ya!"Tiffany tersenyum dan mengangguk sebelum berbalik pergi. Namun, begitu keluar dari kantor kepala departemen, dia menyadari bahwa surat izinnya tertulis untuk 2 hari.Dia pun mengernyit. Padahal, dia hanya meminta izin untuk sehari. Tanpa berpikir, dia berbalik dan membuka kembali pintu kantor.Di dalam ruangan, Kenji sedang berbicara di telepon. "Julie? Iya, iya, aku sudah mengizinkannya.""Pak Morga
Julie termangu sejenak. Tiffany sedang bad mood? Kenapa rasanya justru sebaliknya? Sepertinya suasana hati Tiffany sedang sangat bagus belakangan ini?Setiap hari, Sean selalu mengikuti Tiffany ke mana pun dia pergi. Sudah lama Julie tidak melihat Tiffany tertawa sebahagia ini."Sudah kuputuskan! Aku akan minta izin ke Direktur dan Kepala Departemen untukmu!" Sesudah mengatakan itu, Tiffany langsung menutup telepon dengan wajah riang.Di sisi lain, Sanny tampak terkejut saat melihat Julie. "Tiffany mau pergi jalan-jalan?"Julie mengernyit. Karena Tiffany, dia selalu memiliki kesan kurang baik terhadap Sanny. Sekarang, melihat Sanny begitu antusias malah membuatnya merasa kurang nyaman."Conan!" Sanny memberi isyarat mata kepada Conan.Conan segera mengeluarkan kartu hitam dari tas. "Kartu ini unlimited. Kamu temani Tiffany jalan-jalan. Apa pun yang dia suka, belikan saja untuknya."Julie terkejut menatap Sanny. "Kartu hitam unlimited ... kamu memercayakannya kepadaku begitu saja?""Kar
"Menawar harga saat belanja di pasar? Bukankah itu hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang ibu?" Tiffany melirik Sean dengan kesal. Nada suaranya terdengar kurang yakin.Meskipun membantah, Tiffany tahu bahwa sejak datang ke Kota Kintan, tidak ada satu pun tindak-tanduknya yang mencerminkan identitasnya sebagai putri Keluarga Japardi.Namun, dirinya memang seperti itu. Sejak kecil, dia tumbuh di Desa Maheswari dan tidak pernah hidup bergelimang harta, juga tidak iri pada kehidupan seperti itu. Bahkan, dia menyukai kehidupannya yang sekarang.Yang jelas, Tiffany sudah mengatakan yang sebenarnya kepada Filda dan memberinya peringatan. Jika Filda tidak mau percaya, itu salahnya sendiri karena terlalu picik.Tiffany menarik napas dalam, lalu menatap Sean. "Jadi, selanjutnya kita tinggal menunggu musuh terjebak dalam perangkap?"Sean mengangguk dan tersenyum. "Sambil menunggu, kamu bisa jalan-jalan dengan Julie."Tiffany mengernyit. "Jalan-jalan?""Benar." Tatapan Sean memancarkan sediki