Gadis muda di depannya ini memang sangat mirip dengan Nancy.Saat itu, Bronson terlalu mencolok sehingga menarik banyak musuh. Orang-orang yang merasa dirugikan oleh Keluarga Japardi dalam urusan bisnis, memanfaatkan ketidakhadiran Bronson di rumah untuk menerobos masuk ke kamar Nancy.Malam itu, Derek sedang sakit parah, terbaring tak berdaya di tempat tidur. Sementara itu, para pelayan di rumah telah disuap.Derek hanya bisa mendengar jeritan menyakitkan Nancy, mendengar tangisan anak-anak. Bahkan, untuk pergi melihat saja dia tidak mampu.Akhirnya, Derek jatuh dari tempat tidur. Semua alat komunikasi di rumah telah diambil. Derek tak bisa menolong Nancy, juga tak bisa memberi tahu Bronson. Mereka menyiksa Nancy sepanjang malam.Setelah malam itu, Derek membayangkan berbagai kemungkinan. Dia membayangkan Nancy akan bunuh diri, membayangkan Nancy akan menceraikan Bronson, bahkan membayangkan Nancy akan membenci Keluarga Japardi.Namun, yang tak pernah diduga adalah Nancy muncul di had
Pagi itu ketika mengingatnya kembali, Derek masih merasa ngeri. Hari itu adalah pertama kalinya dia mengenal seorang wanita bernama Niken.Bukan Nancy, bukan menantu Keluarga Japardi yang bernama Nancy, tetapi Niken. Seorang wanita yang mampu membuat seluruh Keluarga Japardi kacau balau. Namanya Niken.Setelah berpamitan dengan Derek, Nancy meninggalkan sebuah surat perjanjian cerai, membawa anaknya, dan pergi menemui Kepala Keluarga Rimbawan.Derek awalnya mengira itu hanya karena kemarahan sesaat Nancy, tetapi ternyata Nancy serius dengan ucapannya. Dia benar-benar menjadi Kepala Keluarga Rimbawan dan berhasil membalas dendam, bahkan menjadi pendukung terkuat Bronson dalam perjalanan hidupnya.Orang-orang selalu menganggap Bronson sangat mengerikan. Siapa pun yang berani melawan atau bermain curang di belakangnya pasti akan mendapatkan akibat buruk. Namun, Derek tahu bahwa semua itu adalah hasil kerja Nancy di belakang layar.Di permukaan, Nancy adalah Kepala Keluarga Rimbawan. Namun
"Asalkan kamu minta Kakek menyingkirkannya, semuanya bisa dilakukan," jelas Derek.Tiffany tertegun. Beberapa saat kemudian, gadis itu buru-buru melambaikan tangan. "Kakek, Kakek, jangan bertindak gegabah begini ...."Menyingkirkan Cathy? Cathy memang menjengkelkan, tetapi tidak perlu sampai sekejam itu!"Ya sudah kalau begitu. Menurutmu, apa yang seharusnya kita lakukan?" Derek menggenggam tangan Tiffany sambil tersenyum lembut.Tiffany menggigit bibirnya. "Karena Ayah merasa ... dia masih bisa tinggal di sini dan menjadi kakakku, ya sudah, biarkan saja untuk sementara waktu."Lagi pula, tidak ada dendam besar di antara dirinya dan Cathy. Jika nanti Cathy melakukan sesuatu yang buruk, Tiffany baru akan memikirkannya kembali.Tiffany baru mengakui hubungan keluarganya dengan Bronson dan Derek. Mereka tidak mungkin langsung mengusir Cathy, 'kan? Orang-orang hanya akan berpikiran buruk tentang mereka. Tiffany juga merasa tindakan ini tidak pantas."Baiklah, aku turuti keinginanmu saja."
Cathy menggertakkan giginya dengan kuat. "Untuk apa aku memberitahumu soal itu?""Aku cuma ingin tahu saja." Tiffany tersenyum dingin sambil menatap Cathy. "Aku baru saja kembali ke keluarga, jadi aku ingin tahu apa yang disukai Kakek dan Ayah.""Kamu sudah bersama Kakek dan Ayah selama 19 tahun. Seharusnya kamu sangat paham dengan kesukaan mereka, 'kan?""Aku cuma ingin tahu kok, nggak usah dirahasiakan. Toh kita akan hidup bersama. Kelak kita harus sama-sama kasih Kakek dan Ayah hadiah, 'kan?"Kata-kata Tiffany membuat Cathy semakin geram. "Tiffany, jangan keterlaluan ya!"Bronson yang berdiri di samping lantas mengernyit. "Cathy, apa yang terlalu keterlaluan dari ini? Tiffany cuma ingin tahu apa yang aku dan kakeknya suka.""Sebagai kakak, kamu seharusnya memberitahunya. Kenapa malah merasa dia mempersulitmu?"Cathy menggertakkan giginya. "Aku ....""Kelihatannya, Bu Cathy nggak tahu apa yang disukai Pak Derek dan nggak pernah mempersiapkan hadiah untuknya, 'kan?" sindir Charles."A
Charles tersenyum kepada Bronson. "Aku akan menuliskan resep obat untuk Pak Derek. Kalau nggak ada urusan lain, aku akan kembali ke klinik dulu."Setelah berkata demikian, tanpa peduli pada ekspresi Bronson maupun Tiffany, dia langsung berbalik dan pergi.Setelah keluar dari rumah Keluarga Tanuwijaya, Charles langsung mengambil ponsel dan menelepon Sean. "Aku akhirnya tahu kenapa istrimu begitu polos. Dia mewarisi sifat ayahnya!"Semua yang dikatakan Cathy tadi sudah sangat jelas bagi Charles. Sebenarnya dia sudah menyindir secara halus bahwa Bronson tidak berhak untuk mengkritik Cathy. Sifat Cathy bisa seperti itu karena ajaran dari Keluarga Japardi yang kurang baik!Namun, Bronson sama sekali tidak merasa ada yang salah dengan ucapannya itu. Bahkan, dia sangat senang dan meminta Tiffany untuk mengajarkan Cathy lebih banyak, sehingga dia bisa menghemat banyak tenaga! Kalau Charles adalah Cathy, dia pasti sudah marah besar!Di ujung telepon, Sean tertawa ringan. "Kalau begitu, sepertin
"Keluarga Rimbawan?" Charles menggenggam ponselnya erat-erat. Matanya terpaku pada iring-iringan mobil yang semakin dekat. "Apa aku benaran bisa melihat Kepala Keluarga Rimbawan?""Kemungkinan besar nggak." Di ujung telepon, Sean terkekeh-kekeh. "Tapi, aku akan memberimu kesempatan untuk bertemu dengannya.""Samperin mereka dan beri tahu mereka kamu adalah teman Sean. Kemudian, beri tahu Kepala Keluarga Rimbawan kalau Derek dan Bronson sedang berada di rumah Keluarga Tanuwijaya dan bersama Tiffany."Charles mengernyit. "Kalau kamu bilang begitu, bukankah mereka nggak akan bisa bertemu?""Memang itu tujuannya, mereka nggak boleh bertemu semudah itu." Sean menghela napas ringan. "Sudah hampir 20 tahun mereka nggak bertemu. Pertemuan harus dilakukan secara formal. Begini terlalu sembrono.""Apalagi ... Tiffany baru saja mengakui ayah dan kakeknya. Secara emosional, dia pasti sudah berada di ambang batas kemampuannya. Dia nggak bisa menerima terlalu banyak kejutan.""Kalau kamu memaksanya
Charles menggeleng dengan ringan. Ternyata, ingin melihat seperti apa penampilan wanita legendaris ini memang tidak semudah itu.Selama bertahun-tahun, banyak orang hanya tahu bahwa Niken adalah seorang wanita kejam. Namun, tidak ada yang benar-benar tahu seperti apa wajah wanita ini. Wajahnya pun menjadi sebuah misteri."Kepala keluarga mengucapkan terima kasih." Xavier menguap, lalu melirik Charles dengan santai. "Sampaikan juga rasa terima kasihnya kepada Sean."Setelah berkata demikian, dia langsung membuka pintu dan masuk ke mobil. Iring-iringan mobil yang mewah itu mulai berbalik arah dan akhirnya pergi meninggalkan tempat.....Di dalam vila, Tiffany menatap ayahnya dengan heran. Bronson duduk di sofa sambil menatap Tiffany dengan penuh kasih sayang. "Banyak hal yang nggak dipahami kakakmu. Kamu harus mengajarinya dengan baik ya."Setelah berkata demikian, dia berbalik menatap Cathy dengan penuh harapan. "Kamu harus belajar dari Tiffany dengan baik. Semangat!"Wajah Cathy beruba
Penemuan itu langsung membuat Tiffany bersemangat. Dia tidak lagi memperhatikan apa yang dibicarakan Cathy dan Bronson. Dengan tangan bergetar ringan, dia mengetik pesan kepada Xavier.[ Kamu lagi di mana? Apa foto itu baru saja diambil? ]Di ujung telepon, Xavier terkekeh-kekeh.[ Tentu saja baru diambil. Aku bukan tipe orang yang suka menyimpan foto pria paruh baya di ponselku. ]Karena foto itu baru saja diambil .... Tiffany langsung merasa bersemangat. Dia sontak berdiri dari sofa dan berlari keluar.Bronson mengerutkan kening. "Tiff, kamu mau ke mana?""Aku mau menemui pamanku!" Setelah menjawab singkat sambil memegang ponselnya, Tiffany berlari ke luar rumah.Bronson menatap Tiffany yang terburu-buru, alisnya semakin berkerut. Mencari pamannya? Sejak kapan dia punya paman? Bronson adalah ayahnya dan dia tidak punya saudara laki-laki.Tiba-tiba, Bronson mendongak. Apa mungkin paman yang Tiffany maksud adalah ayah angkatnya? Ayah angkatnya ada di tempat Nancy. Jika Tiffany bilang d
Sebenarnya, Tiffany sangat ingin menyusul Sean dan Conan. Bagaimanapun, mereka berdua tidak terlalu akrab dengan Zion.Namun, ketika dia mengangkat pandangannya dan melihat Michael yang duduk di samping Sanny, dia langsung mengurungkan niatnya.Meskipun saat ini Michael terlihat begitu lembut terhadap Sanny, bahkan sampai menuruti semua perkataannya, Tiffany tahu seperti apa sifat aslinya.Michael sama seperti ayahnya. Di mata mereka, hanya ada kepentingan keluarganya sendiri, tidak pernah ada yang namanya kasih sayang.Bukti paling nyata adalah bagaimana Ronny dulu rela membutakan mata Michael sendiri tanpa sedikit pun keraguan. Membiarkan pria seperti ini berada di kamar Sanny sama seperti memasang bom waktu!Tubuh Sanny masih sangat lemah. Jika Michael berniat melakukan sesuatu padanya, Sanny bahkan tidak akan sempat meminta bantuan!Tiffany menarik napas dalam, lalu menatap Michael dengan tatapan dingin. "Pak Michael, Bu Sanny perlu beristirahat dengan baik. Kalau nggak ada hal pen
"Aku ingin Zion datang ke tempat itu."Morgan tertegun sesaat dan tampak ragu, lalu akhirnya mengangguk."Benar juga. Nggak peduli bagaimana kejadian itu terjadi di masa lalu, Zion tetaplah orang yang terlibat. Dia memang harus ada di sana. Tapi ...."Morgan menggigit bibirnya dan berkata dengan nada khawatir, "Aku takut dia nggak mau datang.""Kamu juga tahu seperti apa sifat Zion. Filda adalah gurunya sejak kuliah, sementara kamu adalah orang yang paling banyak membantunya setelah dia mulai bekerja. Memintanya untuk datang dan menyaksikan kalian berdua berselisih ... sepertinya nggak mudah."Tiffany mengatupkan bibir, sudah memperkirakan hal ini sebelumnya. "Aku akan mencoba membujuknya.""Baiklah." Morgan menghela napas panjang. "Aku akan segera memberi tahu semua pihak, termasuk para pemimpin. Besok, atas nama rumah sakit, aku akan mengadakan konferensi pers. Para pemimpin kota serta media akan hadir untuk menyaksikan langsung."Setelah mengatakan itu, Morgan menatap Tiffany dengan
Tiffany mengerutkan kening, dengan sigap menghindari asbak yang melayang ke arahnya.Brak! Asbak itu langsung menghantam lantai marmer dan pecah berkeping-keping."Pak Morgan." Tiffany mengerutkan kening dan melangkah masuk dengan tenang."Kamu masih tahu jalan ke sini?" Morgan mengacak-acak rambutnya dengan wajah geram, lalu melotot tajam ke arah Tiffany. "Tutup pintunya!"Tiffany menurut dan menutup pintu dengan patuh."Apa sebenarnya yang kamu pikirkan?" Morgan terlihat sangat frustrasi, menggaruk kepalanya dengan ekspresi tak berdaya. "Kalaupun kamu ingin menyelamatkan Zion, kamu nggak perlu mengorbankan dirimu sendiri!""Sekarang rekaman itu sudah menyebar ke media luar negeri. Masalah ini nggak bisa ditutupi lagi!"Tiffany tertegun sesaat, baru menyadari bahwa Morgan telah salah paham. Sampai saat ini, Morgan masih mengira bahwa berita dari luar negeri itu adalah permainan yang dibuat oleh Tiffany sendiri untuk menyelamatkan Zion."Pak Morgan, aku nggak sehebat itu." Tiffany ters
Tatapan-tatapan itu membuat Tiffany merasa sangat tidak nyaman. Secara samar, dia sudah bisa merasakannya. Hal terburuk yang Sean katakan tadi malam sepertinya benar-benar terjadi."Tiff!" Begitu sampai di kantor, Julie langsung menyambutnya, menariknya masuk ke dalam ruang penyimpanan."Ada masalah ya?""Ya!" Julie mengeluarkan ponselnya dan membuka sebuah artikel dalam bahasa asing. "Seseorang menggunakan koneksinya untuk menyebarkan artikel ini ke media akademik kedokteran global tadi malam.""Pukul 4 pagi tadi, pemimpin dari Kota Kintan langsung mencari Pak Morgan dan memintanya untuk menyelidiki kejadian 2 tahun lalu. Dampaknya terlalu besar!"Tiffany mengerutkan kening, menerima ponsel dari Julie, lalu membaca artikel itu dari awal hingga akhir.Artikel itu membahas tentang insiden medis 2 tahun lalu, bahkan menyebutkan nama dirinya dan Zion. Mereka juga membandingkan suara aslinya dengan rekaman yang dipalsukan.Kolom komentar lebih parah lagi. Hampir semua orang menghujat Tiffa
"Jadi, itulah kesalahan Filda."Dengan gerakan anggun, Sean mengambil piring yang sudah dicuci oleh Tiffany, lalu satu per satu meletakkannya ke dalam lemari sterilisasi. Suaranya tetap tenang."Meskipun 2 tahun lalu dia melakukan itu bukan untuk menjatuhkanmu, sekarang dia kembali meminta Dina meniru suaramu dan merekayasa kejadian masa lalu. Itu berarti, dia memang menargetkanmu."Selesai berbicara, Sean menoleh dan menatap Tiffany dengan serius. "Jadi, apa rencanamu? Sore tadi, dia sudah mengirim rekaman baru yang dibuat oleh Dina ke email Pak Morgan, juga ke banyak jurnalis dari media berita dan jurnal akademik."Mata Sean menyipit sedikit. "Aku sudah minta Brandon untuk menghalangi sebagian besar berita, tapi bagaimanapun kita ini bukan dewa. Kita nggak bisa tahu dengan pasti ke mana saja dia mengirimkan rekaman itu."Karena ini menyangkut reputasi akademik Tiffany, semakin sedikit orang yang tahu, semakin baik."Terima kasih atas usaha kalian." Tiffany menghela napas. "Besok pagi
Wanita itu menghela napas panjang, lalu menatap Sean dengan tatapan menyalahkan. "Kalau nggak bisa cuci piring, jangan dipaksa.""Gimana kalau sampai terluka? Lagian, pecahan seperti ini nggak bisa dipegang pakai tangan. Bukannya ada sapu di samping?"Teguran itu penuh dengan kekhawatiran.Sean tidak berkata apa-apa. Saat Tiffany mengangkat kepala dan refleks melirik, dia melihat mata Sean yang penuh kelembutan. Pria itu berujar, "Jadi, kamu masih peduli padaku."Tiffany terdiam. Tatapan itu membuat wajahnya panas. Dia menggigit bibirnya. "Tentu saja aku peduli!"Setelah mengatakan itu, Tiffany merasa ucapannya terlalu ambigu, jadi buru-buru menambahkan, "Kamu ini tamu di rumahku. Kalau terjadi sesuatu, aku yang harus tanggung jawab!"Sean tersenyum tipis dengan tatapan penuh makna. "Cuma itu?""Ya ... memang cuma itu. Memangnya kamu mau apa?""Kamu pasti tahu jawabannya."Tiffany mendengus, lalu memutar bola matanya dan mulai mencuci piring di wastafel.Sean masih tersenyum tipis. Dia
Dapur dipenuhi uap panas, hati Tiffany juga terasa panas.Saat masih sibuk memasak, Tiffany sama sekali tidak menyangka bahwa dalam waktu sesingkat itu, putranya sudah berhasil disuap oleh Sean. Bahkan, Arlo sudah berjanji akan memberi kesempatan kepada Sean untuk makan malam di rumah besok.Setelah pangsit akhirnya matang, dia membawanya ke meja makan. "Ayo makan!"Begitu suara wanita itu terdengar, Arlo buru-buru mematikan televisi dan berlari ke meja makan.Sementara itu, Arlene malah memanyunkan bibirnya dengan angkuh, lalu melirik Sean yang ada di sampingnya. "Paman Ganteng, aku malas jalan sendiri."Sean mengerti maksudnya, jadi merentangkan kedua lengannya dan mengangkat si kecil ke dalam pelukannya. Dengan langkah besar, dia berjalan menuju meja makan."Senangnya!" Arlene bersandar di dada Sean. "Paman Ganteng tinggi banget! Aku bisa lihat bagian atas kepala Mama!"Tiffany hanya bisa menatap putrinya dengan pasrah. "Arlene, jangan manja. Turun."Gadis kecil itu justru semakin m
Jadi, Tiffany hanya bisa menggigit bibirnya. "Sean! Lepaskan tanganmu!""Lepaskan mamaku!"Usai Tiffany berbicara, suara jernih seorang anak kecil terdengar dari arah pintu dapur.Wajah Tiffany langsung memerah. Dia buru-buru mengulurkan tangan untuk menarik tangan Sean. "Keluar!"Sean pun mengernyit. Dengan wajah yang tampak tidak senang, dia menoleh ke arah bocah kecil yang mengganggu suasana. Setelah itu, dia berjalan melewatinya dan keluar dari dapur.Arlo memanyunkan bibirnya, menutup pintu dapur, lalu berbalik sambil berkacak pinggang. Dia menatap Sean dengan marah. "Tadi kamu mau mengambil keuntungan dari Mama!"Sean mengerutkan alis. "Nggak.""Apanya yang nggak! Jelas-jelas begitu kok!"Sean tersenyum tipis dan berjongkok, menatap bocah kecil di depannya dengan mata hitam yang dalam. "Kalau nggak ada perasaan di antara dua orang, itu disebut mengambil keuntungan.""Tapi, aku dan ibumu ... punya perasaan untuk sesama."Arlo terdiam. Dia baru berusia 5 tahun. Meskipun dia jauh le
Setelah satu jam berusaha, akhirnya hasil kerja Sean bisa dianggap layak. Dia menatap setumpuk kecil kulit pangsit berbentuk bulat di atas meja dengan penuh kepuasan. "Sebenarnya, aku cukup berbakat juga."Tiffany meliriknya dengan ekspresi meremehkan. "Kamu bilang ini bakat?"Namun ....Saat dia melihat tangan besar milik Sean, dia bisa memahami betapa sulitnya bagi pria ini untuk menggiling adonan kecil seperti itu.Setelah semua pangsit selesai dibentuk, Tiffany segera menuju dapur untuk merebus air. Sean membawa piring berisi pangsit ke dapur dengan hati-hati.Lalu, dia berdiri di belakang Tiffany dan menemaninya melihat air di dalam panci perlahan mendidih hingga gelembung-gelembung kecil mulai bermunculan di permukaannya.Rumah Tiffany memang kecil, begitu juga dapurnya. Saat dia sendirian, dapur ini terasa cukup luas baginya. Namun, begitu Sean di sini, tubuh pria itu yang tinggi dan tegap menghalangi cahaya di dalam dapur.Ruangan itu jadi terasa kecil dan sempit.Tiffany menge