Usai mengatakan itu, Derek menatap Sanny dengan tajam.Sanny segera menunduk. "Aku mengerti.""Kamu dan kamu." Derek menunjuk Sofyan dan Chaplin. "Bawa mereka dan ikut aku."Sanny tertegun sesaat sebelum berkata, "Kakek Derek, apa maksudmu? Kondisi Sean nggak baik. Dia harus diopname ....""Opname kepalamu!" Derek mendengus. "Kalau terus di sini, kamu pasti akan melakukan sesuatu lagi. Aku nggak percaya padamu."Derek memelototi Sofyan. "Bawa mereka berdua ke rumah lama Keluarga Tanuwijaya. Aku mau suruh kakek tua itu jaga mereka baik-baik. Cucu-cucunya telah melukai cucuku!"Sofyan mengangguk. "Baik." Kemudian, dia dan Chaplin membawa Sean dan Tiffany ke lift.Derek menguap, lalu melirik Bronson. "Aku serahkan sisanya kepadamu. Setelah beres, kamu langsung ke rumah lama Keluarga Tanuwijaya. Kita harus membuat perhitungan dengan pria tua itu.""Baik." Bronson mengangguk, lalu menatap ayahnya pergi bersama kedua orang tadi. Pintu lift akhirnya tertutup.Bronson menoleh menatap Sanny den
Buruk .... Kata ini sering dilontarkan oleh Sanny. Bahkan, dia juga mengatakan latar belakang Tiffany sangat buruk.Siapa sangka, kata ini malah kembali pada dirinya, kembali pada Keluarga Tanuwijaya. Namun, tidak ada salahnya karena yang berbicara adalah anggota Keluarga Japardi.Sanny yang berlutut di lantai hanya bisa mengepalkan tangannya dengan erat. Setelah menggertakkan gigi, dia menyahut, "Aku tahu Keluarga Tanuwijaya berada di bawah Keluarga Japardi. Tapi, ini adalah urusan pribadi Sean dengan Tiffany. Sebagai keluarga, sebaiknya kita nggak ikut campur."Jika yang dikatakan Bronson benar, Tiffany adalah putri Keluarga Japardi, Sanny tentu tidak bisa memisahkan Sean dengan Tiffany.Semua orang tahu bahwa Keluarga Japardi tidak punya anak laki-laki dan hanya punya anak perempuan. Jika Tiffany adalah putri Bronson, berarti Sean adalah menantu Keluarga Japardi.Seluruh aset Keluarga Japardi akan jatuh ke tangan Sean dan Tiffany suatu hari nanti. Asal tahu saja, aset Keluarga Tanuw
Wajahnya mirip, tetapi tatapan dan auranya berbeda. Zara yang berada di bawah kendali Sanny tidak pernah semenawan dan sepercaya diri ini."Zara." Bronson memijat pelipisnya dan menunjuk Carla. "Habisi dia.""Baik." Zara memberi hormat dengan sopan, lalu menghampiri dengan elegan. Saat berikutnya, dia meraih kerah baju Carla dan meninjunya."Lepaskan aku! Kamu nggak boleh menyerangku! Pamanku ...," pekik Carla."Pamanmu juga nggak bisa menolongmu." Zara tersenyum tipis. "Mampuslah kamu, siapa suruh kamu menindas nonaku?"Selama beberapa tahun ini, banyak hal yang dipelajari Zara dari Sanny. Selain kecerdasan emosional seperti merayu pria, masih ada kemampuan bertarung. Meskipun masih kalah dari Genta dan Chaplin, setidaknya ini sudah lebih dari cukup untuk menghajar wanita.Teriakan histeris Carla bergema di koridor, tetapi Bronson seolah-olah tidak mendengarnya. Dia mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya, lalu menyalakannya."Omong-omong tentang Zara, masih ada masalah yang harus ki
Sanny menandatangani surat perjanjian itu dengan tangan gemetaran. Di sisi lain, Carla dihajar sampai babak belur. Dia kesakitan hingga tergeletak tak berdaya di lantai sambil memohon, "Kumohon, jangan pukul aku sampai mati .... Pamanku ...."Sanny akhirnya tidak tahan lagi. "Jangan terus sebut pamanmu!" Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mendekat dan meraih kerah baju Carla dan menamparnya."Pamanmu sekalipun harus berlutut kepada Keluarga Japardi! Kalau kamu menyinggung Keluarga Japardi, nggak akan ada yang bisa menolongmu! Sebaiknya kamu cepat pergi dari sini!"Carla termangu, tahu Sanny sedang memberinya kesempatan. Tanpa berani berbasa-basi lagi, dia bergegas meninggalkan tempat itu dengan wajah babak belur."Zara, kita pergi." Bronson menguap. "Kita harus ke rumah lama Keluarga Tanuwijaya. Menurut karakter ayahku, dia bisa merobohkan rumah orang kalau aku nggak menahannya."Zara mengangguk, lalu menepuk debu di pakaiannya dan mengikuti Bronson dengan tenang. Di sisi lain, Sanny
"Eee ... anu, aku seharusnya melepaskan bajuku dulu atau bajumu dulu?" tanya Tiffany Maheswari dengan hati-hati. Dia berdiri di depan kamar mandi dan hanya membalut tubuhnya dengan handuk.Malam ini adalah malam pertamanya. Pria di depan sana, yang duduk di kursi roda dan menutup matanya dengan sutra hitam adalah suaminya.Ini pertama kalinya Tiffany bertemu calon suaminya. Parasnya lebih tampan daripada yang terlihat di foto. Hidungnya mancung, alisnya tebal, tubuhnya tinggi dan tegap. Ini adalah tipe pria Tiffany.Sayang sekali, pria itu buta dan duduk di kursi roda. Ada yang mengatakan bahwa Sean Tanuwijaya adalah pembawa sial. Ketika berusia 9 tahun, orang tuanya meninggal karenanya. Ketika berusia 13 tahun, kakaknya meninggal karenanya. Kemudian, 3 wanita yang pernah menjadi calon istrinya juga mati.Ketika mendengar rumor ini, Tiffany sangatlah takut. Namun, pamannya bilang mereka baru bisa mengobati penyakit neneknya jika dia menikah dengan Sean. Demi neneknya, Tiffany bersedia
Tiffany bertanya dengan heran, "Kalau aku keluar, kamu bisa mandi sendirian?"Bukannya pria ini tidak bisa melihat apa pun? Sean tidak berbicara, tetapi suasana menjadi makin menegangkan.Tiffany bisa merasakan kemarahan Sean. Dia melepaskan handuk gosoknya, lalu berucap sebelum pergi, "Kalau begitu, kamu hati-hati ya. Panggil aku kalau butuh bantuan."Setelah keluar dari kamar mandi, Tiffany tampak gelisah dan terus memandang ke arah kamar mandi. Bagaimana kalau Sean terjatuh dan mati di dalam sana? Mereka baru menikah. Tiffany tidak ingin menjadi janda.Ketika Tiffany sedang mencemaskan Sean, ponselnya tiba-tiba berdering. Ternyata sahabatnya, Julie, mengirimnya sebuah video. Judul video itu adalah materi pelajaran.Materi pelajaran? Tiffany mengkliknya dengan heran sambil bertanya-tanya dalam hati, 'Ujian masih lama. Untuk apa mengirimnya materi pelajaran sekarang?'"Um ... ah ... hm ...." Begitu video diputar, terlihat seorang wanita bersandar di atas tubuh seorang pria ....Wajah
Kemudian, Tiffany berbalik untuk kembali ke dapur. Kedua pelayan itu segera menghentikannya. "Nyonya, nggak perlu."Mereka digaji untuk masak, tetapi semua sudah disiapkan oleh Tiffany. Kalau sampai Sean tahu soal ini, bukankah mereka akan dipecat?"Nyonya, aku dan Rika bertanggung jawab masak sarapan. Kamu baru datang ke rumah ini, nggak mungkin tahu selera Tuan. Sebaiknya jangan membuat masalah di dapur," ujar salah seorang pelayan dengan kesal.Pelayan bernama Rika itu segera menyahut, "Ya, Bibi Prisa benar. Sebaiknya Nyonya istirahat saja.""Tuan nggak makan makanan seperti ini. Dia selalu sarapan roti lapis, ham, dan susu. Sarapan yang Nyonya buat terlalu kuno," ucap Prisa sambil memandang sarapan yang terlihat hambar itu.Ekspresi Tiffany tampak heran sesaat, lalu menjadi suram. Dia menunduk dan mengiakan. "Kalian benar."Orang kaya memang suka bergaya. Di kampusnya, para siswa kaya saja tidak pernah pergi ke kantin untuk makan, apalagi orang sekaya Sean. Tiffany merasa dirinya s
Suara Sean terdengar sangat dingin, seolah-olah ingin membekukan seluruh ruang makan. Saat berikutnya, buk! Prisa berlutut di lantai dan berujar dengan mata merah, "A ... aku nggak seharusnya bicara begitu dengan Nyonya ...."Sean memang terlihat baik. Namun, jika dia marah, tidak ada yang bisa menanggung amarahnya.Prisa meneruskan, "Tapi, aku nggak berniat jahat! Aku cuma nggak ingin Nyonya masak karena takut dia lelah ...."Sean tersenyum sambil menghadap Prisa dan bertanya, "Makanya, kamu sengaja merusak suasana hati istri baru yang masak untuk suaminya?"Suasana di ruang makan menjadi hening untuk sesaat. Perkataan Sean ini bukan hanya mengejutkan Rika dan Prisa, tetapi Tiffany juga memelotot terkejut. Sean sedang membelanya?Prisa ketakutan hingga gemetaran. Dia menyahut, "A ... aku nggak bermaksud begitu .... Aku nggak membuang masakan Nyonya. Aku dan Rika memakannya ...."Senyuman Sean menjadi makin dingin. Dia mengejek, "Sepertinya kamu lebih mirip majikan di sini daripada aku
Sanny menandatangani surat perjanjian itu dengan tangan gemetaran. Di sisi lain, Carla dihajar sampai babak belur. Dia kesakitan hingga tergeletak tak berdaya di lantai sambil memohon, "Kumohon, jangan pukul aku sampai mati .... Pamanku ...."Sanny akhirnya tidak tahan lagi. "Jangan terus sebut pamanmu!" Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mendekat dan meraih kerah baju Carla dan menamparnya."Pamanmu sekalipun harus berlutut kepada Keluarga Japardi! Kalau kamu menyinggung Keluarga Japardi, nggak akan ada yang bisa menolongmu! Sebaiknya kamu cepat pergi dari sini!"Carla termangu, tahu Sanny sedang memberinya kesempatan. Tanpa berani berbasa-basi lagi, dia bergegas meninggalkan tempat itu dengan wajah babak belur."Zara, kita pergi." Bronson menguap. "Kita harus ke rumah lama Keluarga Tanuwijaya. Menurut karakter ayahku, dia bisa merobohkan rumah orang kalau aku nggak menahannya."Zara mengangguk, lalu menepuk debu di pakaiannya dan mengikuti Bronson dengan tenang. Di sisi lain, Sanny
Wajahnya mirip, tetapi tatapan dan auranya berbeda. Zara yang berada di bawah kendali Sanny tidak pernah semenawan dan sepercaya diri ini."Zara." Bronson memijat pelipisnya dan menunjuk Carla. "Habisi dia.""Baik." Zara memberi hormat dengan sopan, lalu menghampiri dengan elegan. Saat berikutnya, dia meraih kerah baju Carla dan meninjunya."Lepaskan aku! Kamu nggak boleh menyerangku! Pamanku ...," pekik Carla."Pamanmu juga nggak bisa menolongmu." Zara tersenyum tipis. "Mampuslah kamu, siapa suruh kamu menindas nonaku?"Selama beberapa tahun ini, banyak hal yang dipelajari Zara dari Sanny. Selain kecerdasan emosional seperti merayu pria, masih ada kemampuan bertarung. Meskipun masih kalah dari Genta dan Chaplin, setidaknya ini sudah lebih dari cukup untuk menghajar wanita.Teriakan histeris Carla bergema di koridor, tetapi Bronson seolah-olah tidak mendengarnya. Dia mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya, lalu menyalakannya."Omong-omong tentang Zara, masih ada masalah yang harus ki
Buruk .... Kata ini sering dilontarkan oleh Sanny. Bahkan, dia juga mengatakan latar belakang Tiffany sangat buruk.Siapa sangka, kata ini malah kembali pada dirinya, kembali pada Keluarga Tanuwijaya. Namun, tidak ada salahnya karena yang berbicara adalah anggota Keluarga Japardi.Sanny yang berlutut di lantai hanya bisa mengepalkan tangannya dengan erat. Setelah menggertakkan gigi, dia menyahut, "Aku tahu Keluarga Tanuwijaya berada di bawah Keluarga Japardi. Tapi, ini adalah urusan pribadi Sean dengan Tiffany. Sebagai keluarga, sebaiknya kita nggak ikut campur."Jika yang dikatakan Bronson benar, Tiffany adalah putri Keluarga Japardi, Sanny tentu tidak bisa memisahkan Sean dengan Tiffany.Semua orang tahu bahwa Keluarga Japardi tidak punya anak laki-laki dan hanya punya anak perempuan. Jika Tiffany adalah putri Bronson, berarti Sean adalah menantu Keluarga Japardi.Seluruh aset Keluarga Japardi akan jatuh ke tangan Sean dan Tiffany suatu hari nanti. Asal tahu saja, aset Keluarga Tanuw
Usai mengatakan itu, Derek menatap Sanny dengan tajam.Sanny segera menunduk. "Aku mengerti.""Kamu dan kamu." Derek menunjuk Sofyan dan Chaplin. "Bawa mereka dan ikut aku."Sanny tertegun sesaat sebelum berkata, "Kakek Derek, apa maksudmu? Kondisi Sean nggak baik. Dia harus diopname ....""Opname kepalamu!" Derek mendengus. "Kalau terus di sini, kamu pasti akan melakukan sesuatu lagi. Aku nggak percaya padamu."Derek memelototi Sofyan. "Bawa mereka berdua ke rumah lama Keluarga Tanuwijaya. Aku mau suruh kakek tua itu jaga mereka baik-baik. Cucu-cucunya telah melukai cucuku!"Sofyan mengangguk. "Baik." Kemudian, dia dan Chaplin membawa Sean dan Tiffany ke lift.Derek menguap, lalu melirik Bronson. "Aku serahkan sisanya kepadamu. Setelah beres, kamu langsung ke rumah lama Keluarga Tanuwijaya. Kita harus membuat perhitungan dengan pria tua itu.""Baik." Bronson mengangguk, lalu menatap ayahnya pergi bersama kedua orang tadi. Pintu lift akhirnya tertutup.Bronson menoleh menatap Sanny den
Carla yang berdiri di samping pun membelalak. "Kak ...."Ucapan Sanny ini sama dengan mengakui bahwa Sean dan Tiffany tak terpisahkan. Lantas, bagaimana dengan dirinya?Carla memegang dinding untuk menopang tubuhnya. Dia datang ke hadapan Sanny dengan susah payah. "Bukannya kamu bilang mereka akan cerai sebentar lagi? Aku calon istri Sean, 'kan?"Derek mengelus janggutnya sambil tersenyum tipis. "Dik, kamu bilang kamu calon istri Sean? Kalau Sean kehilangan tangannya, apa kamu masih mau sama dia? Kamu akan melayaninya nggak?"Begitu mendengarnya, Carla sontak termangu. Dia tentu tidak bersedia! Saat mengetahui Sean buta saja, dia menolak untuk menikah! Jika Sean tidak mengklarifikasi kebenaran, Carla tidak mungkin mempertimbangkan Sean!Lagi pula, siapa yang akan sebodoh Tiffany, menikah dengan orang cacat? Namun, Carla tidak berani mengungkapkan pemikirannya ini. Dia tersenyum tulus sambil menyahut, "Tentu saja mau!"Carla mengira jawabannya ini akan menunjukkan ketulusannya terhadap
Kedatangan mereka adalah sesuatu yang sangat terhormat. Tidak peduli di mana pun, orang-orang pasti akan merasa takjub mendengarnya."Aku kurang suka sama adikmu." Bronson menguap, lalu melirik Sanny dengan dingin. "Kami datang untuk menjenguk Tiffany."Begitu mendengarnya, ekspresi Sanny sontak menegang. "Menjenguk ... Tiffany ...?"Apa yang berharga dari gadis ini? Dia hanya anak adopsi seorang pelaku pembakaran. Dia hanya gadis desa yang tidak tahu diri!"Ya." Bronson melepaskan tangannya yang terus memapah Derek. Kemudian, dia datang ke sisi Sofyan untuk memapah Tiffany yang tidak sadarkan diri. "Kami datang untuk mencarinya."Bronson mengernyit, mencoba melepaskan tangan Sean dari tubuh Tiffany. Namun, usahanya sia-sia.Carla yang babak belur pun tertawa dan berkata, "Tangannya nggak bakal lepas dari tubuh Tiffany. Kami semua sudah mencobanya. Selain memotong daging jalang itu, nggak ada cara lain lagi."Bronson mengernyit mendengarnya. Saat berikutnya, dia langsung mengangkat kak
Eee ... memukul wanita ....Bronson berdeham, lalu mendongak melirik Carla yang berdiri di depannya.Harus diakui bahwa dia sangat marah dengan tindakan Carla. Namun, dia tidak akan memukul gadis muda seperti Carla.Bagaimanapun, Carla sebaya dengan Tiffany. Bronson yang sudah berusia 40-an tahun tidak mungkin main tangan dengan Carla. Kalaupun memukul wanita, tidak mungkin yang usianya masih semuda ini. Jangan sampai orang lain mengira Carla adalah putrinya.Bronson mengernyit, lalu melirik lengan baju berwarna biru yang terlihat di pojok. Dia memanggil, "Chaplin?"Pemuda berusia 13 tahun itu pun melangkah maju dengan ragu. "Ya, aku di sini."Bronson memberinya isyarat mata. "Kamu lihat itu tadi? Dia mau melukai kakak dan kakak iparmu. Pukul dia.""Oh." Chaplin mengangguk, lalu bergegas mendekati Carla.Carla termangu sejenak. Kemudian, dia menatap Chaplin dengan dingin. "Kamu berani memukulku? Aku calon istri ...."Plak! Sebelum Carla menyelesaikan ucapannya, Chaplin sudah melayangka
Jari Carla berdarah. Rasa perih ini sampai membuat kepalanya sakit. Carla menggertakkan giginya sambil menekan jarinya dengan tangan yang satu lagi. "Pengawal, panggil dokter kemari!"Dengan mata memerah, Carla memelototi tangan Sean yang merangkul Tiffany. "Kamu nggak mau lepas, 'kan? Suruh dokter potong daging Tiffany pakai pisau bedah!"Carla yakin dirinya tidak akan kalah dari pasangan ini. Lagi pula, mereka jatuh pingsan.Sofyan yang berdiri di samping pun menasihati, "Nona, kamu yakin? Aku tahu kamu sangat marah, tapi jangan sampai melukai orang. Gimana kalau Tuan Sean membencimu karena masalah ini?""Hehe." Carla terkekeh-kekeh. "Kamu rasa aku takut dibenci Sean? Kalau aku takut, mana mungkin aku berdiri di sini dan menyuruh orang membawa Tiffany pergi!"Carla melirik Sofyan dengan dingin. "Aku nggak pernah peduli pada orang lain. Yang kumau adalah posisi sebagai istri Sean dan uang yang diberikan Kak Sanny. Aku nggak peduli Sean menyukai atau membenciku!"Sofyan termangu, lalu
"Sean!" Air mata Tiffany mulai jatuh tanpa bisa dihentikan, bahkan tangisannya terdengar sangat menyedihkan."Jangan nangis." Tubuh Sean semakin berat. Suaranya rendah dan serak dengan sedikit penyesalan dan sedikit rasa bersalah. "Aku nggak bisa memelukmu lagi."Begitu Sean selesai berbicara, tubuhnya yang lemas langsung jatuh setengah berlutut di lantai. Tiffany tahu ini adalah efek dari obat tidur dan anestesi. Hatinya terasa cemas dan marah.Mereka benar-benar tega melakukan hal seperti ini kepada Sean! Meskipun tubuhnya tidak terluka parah, obat-obatan seperti ini bisa merusak saraf Sean.Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu mengangkat tangannya untuk menopang tubuh Sean. "Sayang, nggak apa-apa. Kamu nggak bisa memelukku, tapi aku bisa memelukmu! Aku sangat kuat, kamu harus percaya padaku!"Tiffany memeluknya, berusaha sekuat tenaga agar tubuhnya dapat menopang berat tubuh Sean."Dasar bodoh." Sean tersenyum pahit. Tubuhnya akhirnya tidak kuat lagi. Dia benar-benar terjatuh di