"Kakek ... lagi bercanda, 'kan?"Dengan wajah yang masih terlihat jelas bekas tamparan besar, Cathy merangkak mendekati Derek sambil menangis. Dia memegang ujung jubah Derek dengan penuh putus asa. "Kakek pasti lagi bercanda, 'kan?""Bagaimana mungkin ... bagaimana mungkin aku bukan bagian dari Keluarga Japardi? Sejak kecil, aku adalah bagian dari keluarga ini ...."Derek hanya mendengus dingin, lalu perlahan memegang tangan Cathy yang mencengkeram pakaiannya. Dengan tenang, dia membuka jemari Cathy satu per satu dari jubahnya."Kamu bukan," ujarnya dengan nada tajam.Cathy langsung panik sepenuhnya. Dia berbalik menatap Bronson, matanya penuh harap. "Ayah, aku ...."Wajah Bronson menunjukkan ketidaktegasan, tetapi akhirnya dia menghela napas panjang. "Apa yang dikatakan kakekmu ... itu benar."Seluruh ruangan seketika terkesiap. Derek menatap Bronson sejenak, kemudian berkata, "Sudah waktunya untuk mengumumkannya."Bronson mengangguk perlahan. Dia menarik napas panjang, lalu berjalan
Di atas panggung, Bronson tidak tega melihat reaksi Cathy. Sebagai seorang manusia, tentu hatinya tidak terbuat dari batu. Bagaimanapun juga, Cathy adalah anak yang telah dia rawat selama 19 tahun seperti putrinya sendiri.Melihatnya seperti ini, hati Bronson terasa perih.Namun ... fakta memang sering kali menyakitkan.Dia menarik napas panjang dan melanjutkan, "Awalnya, aku sangat sulit menerima hasil ini. Karena itu, aku melakukan tes berulang kali di lebih dari 10 pusat tes DNA yang berbeda. Namun, hasilnya tetap sama. Cathy dan aku, sama sekali nggak punya hubungan darah.""Setelah satu bulan penyelidikan, aku menemukan bahwa ketika Nancy meninggalkanku 19 tahun yang lalu, dia memang meninggalkan seorang anak, tetapi dia juga diam-diam membawa pergi seorang anak lain.""Keluarga Japardi menduga bahwa Nancy menukar anak kandungku dengan seorang anak yang dia adopsi dari panti asuhan."Suara bisikan dan diskusi dari bawah panggung kembali memenuhi ruangan. Semua tamu merasa seperti
Malam musim panas terasa begitu meriah dan penuh semangat. Pesta ulang tahun itu seketika berubah menjadi konferensi pers untuk pencarian anak Keluarga Japardi. Para tamu mulai mengajukan berbagai pertanyaan satu per satu dan Bronson menjawabnya dengan serius.Dari cerita bagaimana dia dan Nancy jatuh cinta, pertengkaran mereka, hingga semua yang telah dia lakukan setelah Nancy pergi.Pertanyaan-pertanyaan itu seperti tidak ada habisnya. Para tamu masih bersemangat, tetapi Tiffany sudah merasa bosan dan lelah mendengarkan. Dia bersandar di pelukan Sean, terus menerus menguap."Ngantuk?" tanya pria itu dengan lembut."Sedikit," jawab Tiffany sambil tersenyum malu-malu. Dia berbalik hendak mengambil secangkir kopi dari meja untuk menyegarkan dirinya, tetapi Sean segera menghentikannya."Terlalu banyak minum kopi nggak baik. Kalau ngantuk, kita pulang saja untuk istirahat, ya?""Tapi ... bukannya itu nggak sopan?" Tiffany menggigit bibirnya, melirik Bronson yang masih di atas panggung den
Cathy langsung menangis, matanya memerah. "Tapi ... tapi Kakek bilang ...."Bronson menghela napas berat. "Meskipun kamu bukan bagian dari Keluarga Japardi, aku sudah merawatmu selama bertahun-tahun. Aku nggak akan membuangmu begitu saja.""Tapi kalau kamu kembali memanfaatkan statusmu untuk menindas orang lain, mungkin Keluarga Japardi benar-benar nggak akan mengakui keberadaanmu lagi."Cathy mengusap air matanya dan berkata pelan, "Aku mengerti ...."Setelah itu, dia melirik Tiffany yang berdiri di sampingnya. Kebencian yang awalnya tampak jelas di matanya kini perlahan memudar. Meskipun Derek tidak sepenuhnya setuju dengan keputusan Bronson, dia memilih untuk tidak mengatakan apa-apa.Ketika tiba waktunya meniup lilin, dia menarik Tiffany ke sisinya dan memperingatkan Cathy dengan suara rendah, "Kalau kamu berani menyusahkan Tiffany lagi, lihat saja gimana aku akan menghabisimu!"Tangan Cathy mengepal erat di sisi tubuhnya, tetapi dia tetap menjawab dengan nada hormat, "Aku paham, K
Karena perlawanan keras dari Tiffany, malam itu Sean bukan hanya kehilangan kesempatan untuk "berolahraga", tetapi juga diusir keluar dari kamar oleh istrinya. Dia duduk di sofa ruang tamu, saling memandang dengan Sofyan.Sofyan memecah keheningan. "Tuan, sudah larut malam. Anda seharusnya kembali ke kamar untuk tidur."Sean menatapnya datar. "Lalu kenapa kamu nggak kembali ke kamar untuk tidur?"Sofyan menghela napas. "Aku dikunci di luar sama Chaplin. Malam ini aku mau tidur di sofa."Sean mendengus ringan. "Aku dikunci di luar sama Tiffany. Malam ini aku juga mau tidur di sofa."Sofyan terdiam. Bahkan sofa pun jadi rebutan, ya?Setelah beberapa saat saling menatap dalam diam, Sean menghela napas panjang. "Tidur saja di sofa. Aku mau jalan-jalan."Sofyan melirik jam dinding. Sudah lewat pukul sepuluh malam. "Tuan, Anda mau pergi ke mana malam-malam begini?"Sean menjawab santai, "Ke rumah Keluarga Japardi. Aku mau lihat apakah ada cara untuk dapat kunci cadangan, atau kalau perlu pin
"Eee ... anu, aku seharusnya melepaskan bajuku dulu atau bajumu dulu?" tanya Tiffany Maheswari dengan hati-hati. Dia berdiri di depan kamar mandi dan hanya membalut tubuhnya dengan handuk.Malam ini adalah malam pertamanya. Pria di depan sana, yang duduk di kursi roda dan menutup matanya dengan sutra hitam adalah suaminya.Ini pertama kalinya Tiffany bertemu calon suaminya. Parasnya lebih tampan daripada yang terlihat di foto. Hidungnya mancung, alisnya tebal, tubuhnya tinggi dan tegap. Ini adalah tipe pria Tiffany.Sayang sekali, pria itu buta dan duduk di kursi roda. Ada yang mengatakan bahwa Sean Tanuwijaya adalah pembawa sial. Ketika berusia 9 tahun, orang tuanya meninggal karenanya. Ketika berusia 13 tahun, kakaknya meninggal karenanya. Kemudian, 3 wanita yang pernah menjadi calon istrinya juga mati.Ketika mendengar rumor ini, Tiffany sangatlah takut. Namun, pamannya bilang mereka baru bisa mengobati penyakit neneknya jika dia menikah dengan Sean. Demi neneknya, Tiffany bersedia
Tiffany bertanya dengan heran, "Kalau aku keluar, kamu bisa mandi sendirian?"Bukannya pria ini tidak bisa melihat apa pun? Sean tidak berbicara, tetapi suasana menjadi makin menegangkan.Tiffany bisa merasakan kemarahan Sean. Dia melepaskan handuk gosoknya, lalu berucap sebelum pergi, "Kalau begitu, kamu hati-hati ya. Panggil aku kalau butuh bantuan."Setelah keluar dari kamar mandi, Tiffany tampak gelisah dan terus memandang ke arah kamar mandi. Bagaimana kalau Sean terjatuh dan mati di dalam sana? Mereka baru menikah. Tiffany tidak ingin menjadi janda.Ketika Tiffany sedang mencemaskan Sean, ponselnya tiba-tiba berdering. Ternyata sahabatnya, Julie, mengirimnya sebuah video. Judul video itu adalah materi pelajaran.Materi pelajaran? Tiffany mengkliknya dengan heran sambil bertanya-tanya dalam hati, 'Ujian masih lama. Untuk apa mengirimnya materi pelajaran sekarang?'"Um ... ah ... hm ...." Begitu video diputar, terlihat seorang wanita bersandar di atas tubuh seorang pria ....Wajah
Kemudian, Tiffany berbalik untuk kembali ke dapur. Kedua pelayan itu segera menghentikannya. "Nyonya, nggak perlu."Mereka digaji untuk masak, tetapi semua sudah disiapkan oleh Tiffany. Kalau sampai Sean tahu soal ini, bukankah mereka akan dipecat?"Nyonya, aku dan Rika bertanggung jawab masak sarapan. Kamu baru datang ke rumah ini, nggak mungkin tahu selera Tuan. Sebaiknya jangan membuat masalah di dapur," ujar salah seorang pelayan dengan kesal.Pelayan bernama Rika itu segera menyahut, "Ya, Bibi Prisa benar. Sebaiknya Nyonya istirahat saja.""Tuan nggak makan makanan seperti ini. Dia selalu sarapan roti lapis, ham, dan susu. Sarapan yang Nyonya buat terlalu kuno," ucap Prisa sambil memandang sarapan yang terlihat hambar itu.Ekspresi Tiffany tampak heran sesaat, lalu menjadi suram. Dia menunduk dan mengiakan. "Kalian benar."Orang kaya memang suka bergaya. Di kampusnya, para siswa kaya saja tidak pernah pergi ke kantin untuk makan, apalagi orang sekaya Sean. Tiffany merasa dirinya s
Karena perlawanan keras dari Tiffany, malam itu Sean bukan hanya kehilangan kesempatan untuk "berolahraga", tetapi juga diusir keluar dari kamar oleh istrinya. Dia duduk di sofa ruang tamu, saling memandang dengan Sofyan.Sofyan memecah keheningan. "Tuan, sudah larut malam. Anda seharusnya kembali ke kamar untuk tidur."Sean menatapnya datar. "Lalu kenapa kamu nggak kembali ke kamar untuk tidur?"Sofyan menghela napas. "Aku dikunci di luar sama Chaplin. Malam ini aku mau tidur di sofa."Sean mendengus ringan. "Aku dikunci di luar sama Tiffany. Malam ini aku juga mau tidur di sofa."Sofyan terdiam. Bahkan sofa pun jadi rebutan, ya?Setelah beberapa saat saling menatap dalam diam, Sean menghela napas panjang. "Tidur saja di sofa. Aku mau jalan-jalan."Sofyan melirik jam dinding. Sudah lewat pukul sepuluh malam. "Tuan, Anda mau pergi ke mana malam-malam begini?"Sean menjawab santai, "Ke rumah Keluarga Japardi. Aku mau lihat apakah ada cara untuk dapat kunci cadangan, atau kalau perlu pin
Cathy langsung menangis, matanya memerah. "Tapi ... tapi Kakek bilang ...."Bronson menghela napas berat. "Meskipun kamu bukan bagian dari Keluarga Japardi, aku sudah merawatmu selama bertahun-tahun. Aku nggak akan membuangmu begitu saja.""Tapi kalau kamu kembali memanfaatkan statusmu untuk menindas orang lain, mungkin Keluarga Japardi benar-benar nggak akan mengakui keberadaanmu lagi."Cathy mengusap air matanya dan berkata pelan, "Aku mengerti ...."Setelah itu, dia melirik Tiffany yang berdiri di sampingnya. Kebencian yang awalnya tampak jelas di matanya kini perlahan memudar. Meskipun Derek tidak sepenuhnya setuju dengan keputusan Bronson, dia memilih untuk tidak mengatakan apa-apa.Ketika tiba waktunya meniup lilin, dia menarik Tiffany ke sisinya dan memperingatkan Cathy dengan suara rendah, "Kalau kamu berani menyusahkan Tiffany lagi, lihat saja gimana aku akan menghabisimu!"Tangan Cathy mengepal erat di sisi tubuhnya, tetapi dia tetap menjawab dengan nada hormat, "Aku paham, K
Malam musim panas terasa begitu meriah dan penuh semangat. Pesta ulang tahun itu seketika berubah menjadi konferensi pers untuk pencarian anak Keluarga Japardi. Para tamu mulai mengajukan berbagai pertanyaan satu per satu dan Bronson menjawabnya dengan serius.Dari cerita bagaimana dia dan Nancy jatuh cinta, pertengkaran mereka, hingga semua yang telah dia lakukan setelah Nancy pergi.Pertanyaan-pertanyaan itu seperti tidak ada habisnya. Para tamu masih bersemangat, tetapi Tiffany sudah merasa bosan dan lelah mendengarkan. Dia bersandar di pelukan Sean, terus menerus menguap."Ngantuk?" tanya pria itu dengan lembut."Sedikit," jawab Tiffany sambil tersenyum malu-malu. Dia berbalik hendak mengambil secangkir kopi dari meja untuk menyegarkan dirinya, tetapi Sean segera menghentikannya."Terlalu banyak minum kopi nggak baik. Kalau ngantuk, kita pulang saja untuk istirahat, ya?""Tapi ... bukannya itu nggak sopan?" Tiffany menggigit bibirnya, melirik Bronson yang masih di atas panggung den
Di atas panggung, Bronson tidak tega melihat reaksi Cathy. Sebagai seorang manusia, tentu hatinya tidak terbuat dari batu. Bagaimanapun juga, Cathy adalah anak yang telah dia rawat selama 19 tahun seperti putrinya sendiri.Melihatnya seperti ini, hati Bronson terasa perih.Namun ... fakta memang sering kali menyakitkan.Dia menarik napas panjang dan melanjutkan, "Awalnya, aku sangat sulit menerima hasil ini. Karena itu, aku melakukan tes berulang kali di lebih dari 10 pusat tes DNA yang berbeda. Namun, hasilnya tetap sama. Cathy dan aku, sama sekali nggak punya hubungan darah.""Setelah satu bulan penyelidikan, aku menemukan bahwa ketika Nancy meninggalkanku 19 tahun yang lalu, dia memang meninggalkan seorang anak, tetapi dia juga diam-diam membawa pergi seorang anak lain.""Keluarga Japardi menduga bahwa Nancy menukar anak kandungku dengan seorang anak yang dia adopsi dari panti asuhan."Suara bisikan dan diskusi dari bawah panggung kembali memenuhi ruangan. Semua tamu merasa seperti
"Kakek ... lagi bercanda, 'kan?"Dengan wajah yang masih terlihat jelas bekas tamparan besar, Cathy merangkak mendekati Derek sambil menangis. Dia memegang ujung jubah Derek dengan penuh putus asa. "Kakek pasti lagi bercanda, 'kan?""Bagaimana mungkin ... bagaimana mungkin aku bukan bagian dari Keluarga Japardi? Sejak kecil, aku adalah bagian dari keluarga ini ...."Derek hanya mendengus dingin, lalu perlahan memegang tangan Cathy yang mencengkeram pakaiannya. Dengan tenang, dia membuka jemari Cathy satu per satu dari jubahnya."Kamu bukan," ujarnya dengan nada tajam.Cathy langsung panik sepenuhnya. Dia berbalik menatap Bronson, matanya penuh harap. "Ayah, aku ...."Wajah Bronson menunjukkan ketidaktegasan, tetapi akhirnya dia menghela napas panjang. "Apa yang dikatakan kakekmu ... itu benar."Seluruh ruangan seketika terkesiap. Derek menatap Bronson sejenak, kemudian berkata, "Sudah waktunya untuk mengumumkannya."Bronson mengangguk perlahan. Dia menarik napas panjang, lalu berjalan
"Coba tebak apa kata gadis itu?""Gadis ini bilang, tanpa aturan, nggak akan ada keteraturan. Kalau nggak punya undangan, maka dia nggak akan masuk. Dia nggak mau melanggar aturan Keluarga Japardi.""Melihat gadis ini begitu keras kepala dan berpegang teguh pada prinsipnya, jadi aku langsung mengambil undangan kosong, menuliskan undangan itu dengan tanganku sendiri, dan memintanya untuk datang malam ini."Saat Derek berkata demikian, Bronson mengerutkan alisnya dan melirik Tiffany sekilas. Ada sedikit rasa kagum yang terlihat di matanya."Sayangnya, undangan yang kutulis sendiri malah dianggap palsu sama putrimu dan Jayla. Mereka bahkan ingin mengusir Tiffany keluar."Derek menggelengkan kepalanya dengan lelah. "Menurutmu, kalau orang yang kuundang secara pribadi diusir hari ini, mau taruh di mana mukaku ini?"Setelah Derek berkata sejauh ini, semua orang yang hadir mulai mengerti situasinya. Jika masih tidak bisa memahaminya, berarti mereka benar-benar bodoh.Bronson mengerutkan alisn
Jayla hampir tidak bisa berdiri. Dia hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dengan wajah bingung, dia bertanya, "Tuan Tua, a ... apa Anda bilang?""Aku adalah Derek," jawab Derek dengan tenang.Meskipun usianya sudah lanjut, semangat Derek masih sangat baik. Dengan sekilas pandangan tajam, dia membuat lutut Jayla terasa lemas.Dengan suara dingin, Derek berkata, "Tadi aku di lantai dua. Apa yang kalian katakan dan lakukan, aku melihat semuanya dengan sangat jelas."Setelah berkata demikian, dia mengulurkan tangan dan mengambil undangan yang ada di pelukan Tiffany. Undangan itu sudah dirobek di salah satu sudutnya. Dia melihatnya sekilas dengan tenang."Tulisan yang disebut Jayla sebagai tulisan yang jelek dan mirip tulisan anak SD ini adalah tulisan tanganku sendiri," katanya dengan nada datar.Jayla benar-benar tidak bisa berdiri lagi. Jika bukan karena seseorang di belakangnya menopang, dia pasti sudah jatuh terduduk seperti Cathy yang kini berlutut di lantai.Dia menggigi
Jayla mendengus dingin dan langsung mengulurkan tangan untuk mendorong Tiffany. "Berpura-pura meniru tulisan Keluarga Japardi, memalsukan undangan untuk menyelinap ke pesta ini. Kalau Keluarga Japardi tahu, kamu nggak akan bisa lepas dari hukuman!""Cepat keluar sendiri!""Jangan sampai kami panggil satpam!"Tiffany tetap berdiri teguh di tempatnya. "Aku nggak bersalah, kenapa aku harus keluar?""Dasar keras kepala!" Jayla menggertakkan giginya. "Kamu nggak bersalah, ya?""Cathy!"Cathy menyipitkan mata, lalu mengangkat tangan memanggil keamanan sambil mengambil undangan yang diberikan Tiffany kepadanya. Dia bersiap untuk merobeknya. Akan lebih baik jika tidak ada bukti yang tersisa!Namun, dia tidak menyangka, begitu dia baru saja merobek sudut undangan itu, sosok Tiffany dalam gaun putih langsung menerjang ke arahnya.Tiffany menjatuhkan Cathy ke lantai, merebut kembali undangan itu ke dalam pelukannya. "Kalau undangan ini memang aku palsukan, kenapa Bu Cathy perlu merobeknya? Lebih
Di bawah pimpinan Jayla, hampir semua orang di aula tertawa mengejek Tiffany."Tiffany, bagaimanapun juga kamu ini istri Sean. Kalau kamu benar-benar ingin masuk ke aula pesta ini, mintalah tolong pada Cathy. Cathy pasti akan memberimu undangan, demi menghargai Sean.""Kenapa harus cara yang begitu ceroboh untuk meniru? Kamu nggak malu, ya?"Semakin lama Jayla berbicara, dia merasa semakin puas dan bersemangat. Sejak awal, dia memang tidak suka melihat Tiffany!Pria tampan dengan kecerdasan tinggi dan kekayaan melimpah seperti Sean itu sulit ditemukan!Jayla dan Cathy sudah berteman bertahun-tahun. Saat Cathy mewakili Keluarga Japardi untuk membagikan undangan, dia bahkan mengatakan bahwa Sean adalah satu-satunya pria lajang paling berharga yang hadir di pesta hari ini.Oleh karena itu, mereka berdua bahkan sepakat untuk bersaing secara adil setelah Sean tiba. Namun, Sean malah membawa istrinya langsung!Tidak masalah jika mereka berdua tidak bisa mendapatkan Sean. Namun, bahkan Derek