"Kelinci yang terpojok juga bisa menggigit orang. Sepertinya peribahasa ini memang benar." Xavier menopang kepalanya dan tersenyum tipis sambil menatap Tiffany. Semakin dilihat, dia semakin merasa Tiffany sangat imut.Sementara itu, wajah Cathy tampak masam."Kamu terus mengatakan Keluarga Japardi menjunjung aturan." Sean tersenyum dingin, menuangkan air untuk Tiffany. "Tapi, apa Keluarga Japardi nggak mengajarimu untuk menilai sesuatu dari berbagai sisi? Setiap orang punya dua kaki. Bukankah itu pengetahuan umum?"Cathy menggertakkan giginya dengan geram. Bronson juga merasa sangat malu. Dia mengernyit dan menegur, "Cathy, minta maaf pada Bu Tiffany!"Cathy menarik napas dalam-dalam, lalu menggigit bibirnya dengan enggan. Kemudian, dia melirik Tiffany dan berujar, "Maafkan aku. Aku nggak seharusnya mengira kamu nggak terluka cuma karena kamu sengaja menyembunyikan satu kakimu. Aku sudah salah."Ini adalah permintaan maaf yang paling serius yang diterima Tiffany sejak memasuki rumah Ke
Setelah sarapan, Tiffany mulai merasa cemas. Dia bilang dia akan menari untuk Derek dan itu hanya sebuah candaan yang dipelajarinya dari Julie.Dulu setiap kali kaki Julie sakit, Tiffany selalu menanyakan kabarnya. Lambat laun, Julie pun merasa terganggu dan akan bilang, "Aku baik-baik saja lho! Percaya nggak kalau besok aku bisa menari di depanmu?"Dulu ibu Julie adalah seorang penari. Jadi, ketika Julie masih kecil, ayahnya mengirimnya ke sekolah tari dan dia belajar menari selama bertahun-tahun.Makanya, kalimat "percaya nggak kalau besok aku bisa menari di depanmu" menjadi kalimat yang sering dilontarkan Julie.Tadi Tiffany hanya ingin membuat Derek senang, jadi tidak sengaja mengatakan kalimat seperti itu. Namun, faktanya dia tidak bisa menari ....Setelah kembali ke kamar, Tiffany berguling-guling di ranjangnya dengan cemas. "Aku sudah salah ... mampuslah aku. Seharusnya aku bilang akan melafalkan puisi kuno. Aku sangat jago menghafal!"Tiffany masih berguling tanpa henti. "Selai
Tangan Tiffany yang menggenggam sumpit sontak membeku. Mampuslah .... Dia sudah tahu dirinya tidak mungkin lolos begitu saja!Derek tersenyum sambil membelai janggutnya. "Sepertinya memang ada hal seperti itu, 'kan?"Cathy tersenyum tipis. "Kemarin aku bersikap lancang kepadamu. Setelah merenungkan kesalahanku, aku memutuskan untuk menebusnya. Jadi, aku membangun panggung kecil di halaman belakang supaya semua orang bisa menikmatinya."Tiffany tidak bisa berkata-kata. Sementara itu, Derek tertawa terbahak-bahak. "Cathy, kamu perhatian sekali.""Seingatku, Cathy seorang penari yang hebat, 'kan?" Jayla bangkit dan tersenyum. "Sebagian besar wanita di sini juga sangat berbakat dalam bidang seni. Kami datang kemari untuk berteman, tapi rasanya nggak ada cara untuk mempererat hubungan."Jayla menatap Derek dengan mata berbinar-binar. "Karena sudah ada panggung, gimana kalau semua orang membuat pertunjukan untuk menghiburmu dan semua orang yang ada di sini? Dengan begini, kita semua bisa sem
Setelah Jayla selesai menari, giliran beberapa wanita lain yang tampil. Ada yang menari Latin, ada yang menari Samba, dan ada juga yang memainkan biola.Tiffany gugup hingga betisnya bergetar. Ini ... mereka semua sangat hebat! Di hadapan mereka, dia hanya seorang amatir .... Dia tidak punya keterampilan apa pun!Tidak lama kemudian, giliran Cathy. Lampu panggung padam. Kemudian, muncul kabut tebal dan seberkas cahaya sorot.Cathy muncul dengan mengenakan pakaian tradisional. Dia mengayunkan lengannya dan menari dengan anggun.Tiffany terpana. Tarian ini bahkan jauh lebih indah daripada tarian Julie. Dia hanya bisa menarik napas dalam-dalam. Hatinya dilanda rasa gugup dan putus asa. Kali ini, dia akan malu besar ....Setelah Cathy selesai menari, terdengar tepuk tangan meriah dari penonton. Bronson memuji, "Tarian Cathy semakin bagus saja, bahkan lebih memukau daripada ...."Bronson terdiam sejenak dan tidak melanjutkan kalimatnya lagi. Orang-orang di sekitar mulai berdiskusi."Tarian
Bronson mengangguk. "Pasti capek pakai kostum boneka seperti ini. Kelihatannya dia membuat persiapan dengan serius."Penonton di bawah panggung pun tertawa. Sementara itu, melalui lubang kecil di kostum bonekanya, Tiffany bisa melihat Sean memberi jempol padanya. Hal ini membuatnya makin bersemangat.Setelah selesai, Tiffany yang ada di dalam kostum boneka itu berkeringat deras. Penonton di bawah panggung juga tertawa sampai keringat mereka bercucuran. Suasana di atas dan di bawah panggung sangat meriah."Terima kasih, semuanya." Napas Tiffany terengah-engah. "Kalau begitu, aku turun dulu.""Tunggu!" Jayla bangkit dan bertanya melalui mikrofon dengan lantang, "Apa kamu bisa melepaskan penutup kepalamu?""Kalau kamu nggak melepaskannya, gimana kami bisa tahu kamu itu pria atau wanita? Jangan-jangan kamu bukan Tiffany?"Wajah Tiffany basah karena keringat. Rambutnya menempel di dahi. Penampilannya pasti terlihat sangat berantakan.Tiffany menggigit bibirnya sebelum menyahut, "Aku sudah b
Ucapan Derek membuat ekspresi Jayla sontak berubah. Dia mengernyit dan hendak berdiri untuk membantah, tetapi Cathy sudah berbicara dengan tenang, "Aku yang sudah salah paham pada Bu Tiffany.""Bu Tiffany bilang ingin menari untuk Kakek. Aku pikir sangat mencanggungkan kalau Bu Tiffany cuma menari untuk Kakek. Soalnya di sini ada banyak orang. Makanya, aku menyiapkan panggung sebagai hiburan untuk semua orang.""Siapa sangka, ternyata Bu Tiffany cuma ingin menari di ruang tamu untuk dilihat Kakek. Dia nggak bermaksud untuk mengajak orang lain."Sebenarnya tidak ada masalah dari perkataan ini, tetapi para wanita merasa kurang nyaman mendengarnya. Benar, ada begitu banyak tamu wanita di sini. Kenapa hanya Tiffany yang bisa menari di ruang tamu? Apa Tiffany ingin menyanjung Derek? Atas dasar apa dia punya hak istimewa?Bronson mengerutkan keningnya. Dia sudah hidup bertahun-tahun bersama Cathy sehingga tahu betul sifatnya. Cathy menyiapkan panggung ini jelas karena tidak suka melihat Tiff
"Nanti aku akan belajar dari mereka. Setelah tarianku sudah bagus, aku akan menari lagi untukmu.""Oke, oke!" Derek bertepuk tangan dengan penuh semangat. "Kalau begitu, biarkan mereka mengajarimu nanti."Derek memicingkan matanya dan tiba-tiba bertanya, "Kalau begitu, kamu paling suka pertunjukan siapa?"Tiffany sontak termangu. Pertanyaan ini bisa membuatnya menyinggung orang. Namun, dia sama sekali tidak takut.Lagi pula, Tiffany memiliki ingatan yang sangat baik. Selama bertahun-tahun tinggal di desa, dia bisa membuat hampir semua orang tua menyukainya juga bukan tanpa alasan.Tiffany tersenyum. "Semuanya dong. Pertunjukan tari Latin tadi sangat lancar dan lincah. Kalau tubuhku sebagus Bu Willow, aku pasti mau belajar darinya!"Perkataan ini langsung membuat Willow yang merasa kesal menjadi tersenyum lebar."Tari Samba dari Bu Zevincy membuatku merasakan keindahan budaya asing. Sayangnya, aku nggak punya bakat olahraga. Gerakanku nggak bakal bisa selancar Bu Zevincy. Kalau menerima
"Kenapa bicara begitu di atas panggung?" tanya Sean. Setelah pertunjukan berakhir, Sean menyuruh Sofyan untuk membawa pergi kostum kelinci itu.Ucapan di atas panggung tadi sama sekali tidak dipersiapkan sebelumnya. Sean sekalipun tidak menyangka istrinya yang bodoh ini akan mengatakan hal seperti itu.Tiffany tidak menyinggung siapa pun. Bahkan, Cathy yang selalu mengejek dan menyindirnya juga dipujinya.Tiffany mengelap keringatnya dengan tisu, lalu tersenyum dan menjawab, "Entahlah. Aku tiba-tiba kepikiran dan langsung mengucapkannya."Setelah mengganti pakaian, Tiffany menerima es krim yang disodorkan Sean. Sambil makan, dia meneruskan, "Entah kenapa, aku merasa Kakek sangat akrab denganku. Kalau lihat dia, aku langsung teringat nenekku. Makanya, aku bisa langsung mengatakan apa pun kepadanya.""Masa?" Sean memicingkan matanya."Ya." Tiffany mengangguk. "Sebenarnya aku paling canggung di depan orang asing atau yang nggak akrab denganku.""Sayang, coba kamu pikirkan. Aku bisa bicara
Di bawah pimpinan Jayla, hampir semua orang di aula tertawa mengejek Tiffany."Tiffany, bagaimanapun juga kamu ini istri Sean. Kalau kamu benar-benar ingin masuk ke aula pesta ini, mintalah tolong pada Cathy. Cathy pasti akan memberimu undangan, demi menghargai Sean.""Kenapa harus cara yang begitu ceroboh untuk meniru? Kamu nggak malu, ya?"Semakin lama Jayla berbicara, dia merasa semakin puas dan bersemangat. Sejak awal, dia memang tidak suka melihat Tiffany!Pria tampan dengan kecerdasan tinggi dan kekayaan melimpah seperti Sean itu sulit ditemukan!Jayla dan Cathy sudah berteman bertahun-tahun. Saat Cathy mewakili Keluarga Japardi untuk membagikan undangan, dia bahkan mengatakan bahwa Sean adalah satu-satunya pria lajang paling berharga yang hadir di pesta hari ini.Oleh karena itu, mereka berdua bahkan sepakat untuk bersaing secara adil setelah Sean tiba. Namun, Sean malah membawa istrinya langsung!Tidak masalah jika mereka berdua tidak bisa mendapatkan Sean. Namun, bahkan Derek
Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan tenang, "Kalau aku nggak punya undangan, satpam di luar nggak mungkin membiarkanku masuk. Untuk apa kamu repot-repot mencari masalah denganku?"Jayla memutar bola matanya dengan kesal. "Siapa tahu? Mungkin satpam di luar terpesona padamu, makanya memberi pengecualian untukmu. Sebagai putri Keluarga Japardi, masa Cathy nggak punya hak untuk melihat undanganmu?"Suara mereka tidak pelan, jadi orang-orang di sekitar mulai bergosip."Jangan-jangan wanita ini benaran nggak punya undangan?""Memalukan sekali. Nggak punya undangan kok berani masuk?""Padahal Tuan Tua sayang sekali sama dia. Dia nggak seharusnya nggak punya etika begini ...."Semakin banyak yang berbisik dengan nada kesal, Cathy dan Jayla pun merasa semakin bangga.Tiffany menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menyusun kalimat. "Bukan aku nggak mau menunjukkan undangannya. Tapi, kenapa Bu Cathy agresif sekali? Apa kamu ingin menantang Keluarga Tanuwijaya?"Cathy mengern
Tiffany merasa agak kesal. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu berdiri dan menatap Cathy tanpa rasa takut. "Bu Cathy, aku nggak ngerti kenapa asal-usulku yang dari desa ini begitu mengganggumu.""Aku rasa asal-usulku nggak perlu dibahas terus. Setiap orang punya cara hidup masing-masing. Di matamu, orang desa memang kampungan. Tapi di desa kami, banyak orang yang ramah dan baik. Jarang ada yang sepertimu yang selalu mencari peluang untuk menghina orang."Selama ini, Tiffany selalu diam atau berpura-pura bodoh setiap kali Cathy mengejeknya. Namun, kali ini Tiffany melawan dengan tegas.Apalagi, hari ini adalah pesta ulang tahun Bronson, kepala Keluarga Japardi. Karena perkataan ini, orang-orang di sekitar pun menoleh dan berbisik.Cathy merasa malu dan hendak menjawab. Namun, Jayla segera menghampiri dan berbisik, "Kulihat Sean pergi ke halaman belakang. Sepertinya dia nggak akan kembali begitu cepat. Gimana kalau kita ...."Cathy tertawa sinis, lalu mendongak menatap Tiffany dengan tat
Yang bisa dilakukan Tiffany hanya bisa membuatkan Sean sepiring ikan asam pedas setelah dia sibuk seharian.Tiffany tak kuasa menghela napas. "Aku nggak berguna sekali ya ...."Menurut status dan penampilan Sean, seharusnya istrinya adalah wanita yang sangat hebat. Jika Sean tidak berpura-pura sakit dulu, Sean tidak mungkin menikahi Tiffany. Tiffany yang terlalu beruntung karena mendapatkan Sean.Beberapa saat kemudian, tangan Sean bergerak. Saat berikutnya, tangannya yang satu lagi memegang kepala Tiffany. "Kamu mikirin apa sih?"Suara Sean terdengar rendah dan agak lelah, tetapi dipenuhi kasih sayang. "Kamu cukup menemaniku. Sudah kubilang, kamu nggak perlu melakukan apa-apa. Cukup ada di sisiku. Aku sudah sangat bersyukur."Sean tersenyum tipis dan meneruskan, "Sayang, aku capek. Temenin aku tidur ya?"Tiffany menatapnya, lalu mengangguk dengan serius. "Oke!"Sean jarang sekali menggunakan suara menggoda seperti itu untuk memanggilnya sayang. Sean lebih sering memanggil namanya. Han
Tiffany dan Chaplin menonton drama seharian di rumah Keluarga Japardi.Malam harinya, Sean akhirnya kembali. Karena dia pulang terlambat, pesta makan malam di rumah Keluarga Japardi sudah selesai.Jadi, Tiffany memutuskan untuk mencari pelayan dan melewati pintu belakang. Dia membeli ikan dengan uangnya, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan Sean ikan asam pedas.Setelah Sean pulang, Tiffany menyajikan ikan asam pedas yang masih berasap ke kamar mereka."Sayang, pasti kamu belum makan, 'kan?" Tiffany tersenyum lebar sambil menyerahkan sendok kepadanya. "Aku sudah lama nggak masakin kamu."Sean yang seharian sibuk dengan laporan keuangan lantas tersenyum tipis. Dia mengelus kepala Tiffany dengan lembut. "Kamu memang istri yang perhatian banget."Tiffany tertawa kecil. Wajahnya agak merah. "Aku istrimu, kamu suamiku. Sudah kewajibanku masak untukmu."Sean tersenyum, lalu mengambil sendok dan mulai makan. Rasa asam pedas yang menyatu dengan ikan yang lembut langsung mengenyahkan rasa lelah
Xavier tersenyum, "Aku cuma penasaran, orang seperti apa yang bisa melindungimu dengan sangat baik. Berkat perlindungan mereka, kamu tumbuh menjadi gadis yang polos dan imut.""Kamu mau bilang aku bodoh dan ceroboh, 'kan?" balas Tiffany sambil mencebik. Meskipun begitu, dia senang mendengar pujian Xavier tentang paman dan bibinya. "Pamanku dan bibiku memang orang yang sangat baik.""Tapi, mereka cuma petani sederhana dari desa. Meskipun aku bilang nama mereka, kamu juga nggak kenal. Lebih baik jangan tanya deh!"Dengan senyuman lebar, Tiffany melambaikan tangan. "Sudah, sudah! Ingat bilang sama Kakek, aku suka sekali dengan kue yang dia kasih!"Setelah itu, Tiffany kembali duduk di sofa, seolah-olah Xavier sudah pergi. Dia bertanya kepada Chaplin, "Chaplin, kakakmu ke mana?""Kak Sean ada urusan bisnis. Dia ke ...."Xavier menggeleng ringan, lalu berbalik dan pergi. Setelah mengantarkan kotak kosong kembali ke rumah utama, dia kembali ke kamar mereka.Jayla sudah berdiri di depan pintu
Keesokan pagi, sinar matahari yang hangat menyelinap masuk melalui tirai jendela.Tiffany membuka matanya yang masih terasa berat. Sekujur tubuhnya pegal dan sakit.Dengan susah payah, Tiffany berusaha bangkit dan mengambil ponselnya untuk melihat jam. Ternyata sudah pukul 10 pagi lewat.Tiffany bangkit sambil mengumpat Sean di dalam hatinya. Semalam, Sean lagi-lagi menyiksanya sampai larut malam!Tiffany sudah menangis dan memperingatkan Sean bahwa mereka bukan sedang di rumah. Namun, Sean tidak peduli dan membuatnya menangis.Setelah bangkit, Tiffany membersihkan diri seperti biasa. Kemudian, dia perlahan-lahan keluar dari kamar."Oh, kelinci kecil sudah bangun?" Begitu keluar, Tiffany langsung mendengar suara pria yang menggodanya. Dia termangu, lalu tanpa sadar menoleh ke arah sumber suara.Terlihat Xavier sedang bersandar di sofa ruang tamu mereka. Sambil makan camilan, dia menonton drama, seolah-olah tempat ini adalah rumahnya!Di sofa seberang adalah Chaplin yang sedang mengutak
Jika tidak salah dengar, pemuda itu seharusnya adalah Xavier yang terus memanggil Tiffany kelinci kecil.Saat ini, Xavier sedang memeriksa dokumen yang diberikan oleh Ronny. "Mungkin nama aslinya bukan ini. Tapi, coba kamu selidiki lagi.""Baik." Suara Ronny terdengar rendah dan agak menyanjung. "Apa aku boleh tanya, kenapa kamu ingin menyelidiki orang ini? Kalau kamu bisa memberiku lebih banyak informasi, aku mungkin bisa melakukan penyelidikan yang lebih spesifik.""Kamu nggak usah tahu." Xavier yang biasanya selalu tersenyum malah terlihat dingin sekarang. "Kamu cuma perlu tahu ini adalah perintah dariku."Meskipun ditolak, Ronny sama sekali tidak menyerah. "Pak, mengenai dana yang dibicarakan ayahmu kepadaku sebelumnya .... Sekarang aku terpojok. Keponakanku mulai menekanku seperti yang dilakukan ayahnya dulu. Ayahmu bilang akan membantuku.""Keluargaku nggak mungkin mengurusmu seumur hidup." Xavier tersenyum tipis. "Tugas yang kuberikan nggak berat. Cuma mencari orang. Kalau kamu
"Kenapa bicara begitu di atas panggung?" tanya Sean. Setelah pertunjukan berakhir, Sean menyuruh Sofyan untuk membawa pergi kostum kelinci itu.Ucapan di atas panggung tadi sama sekali tidak dipersiapkan sebelumnya. Sean sekalipun tidak menyangka istrinya yang bodoh ini akan mengatakan hal seperti itu.Tiffany tidak menyinggung siapa pun. Bahkan, Cathy yang selalu mengejek dan menyindirnya juga dipujinya.Tiffany mengelap keringatnya dengan tisu, lalu tersenyum dan menjawab, "Entahlah. Aku tiba-tiba kepikiran dan langsung mengucapkannya."Setelah mengganti pakaian, Tiffany menerima es krim yang disodorkan Sean. Sambil makan, dia meneruskan, "Entah kenapa, aku merasa Kakek sangat akrab denganku. Kalau lihat dia, aku langsung teringat nenekku. Makanya, aku bisa langsung mengatakan apa pun kepadanya.""Masa?" Sean memicingkan matanya."Ya." Tiffany mengangguk. "Sebenarnya aku paling canggung di depan orang asing atau yang nggak akrab denganku.""Sayang, coba kamu pikirkan. Aku bisa bicara