Tiffany yang bersandar di bahu Sean tampak menguap. Kemudian, dia berkata, "Antar Julie pulang. Jangan ambil kesempatan dalam kesempitan!"Mark mendorong Julie yang mabuk sambil berujar, "Bangun."Julie bangkit, lalu terkekeh-kekeh dan mengelus dada Mark. "Tampan ...."Mark mengernyit dan menarik tangan Julie dari tubuhnya. Namun, Julie malah meletakkan tangannya yang satu lagi dan berkata, "Biar kusentuh sedikit ...."Sean pun tergelak melihat pemandangan di depan, lalu berujar kepada Tiffany, "Kamu seharusnya khawatir Julie yang mengambil kesempatan dalam kesempitan."Tiffany sungguh kehabisan kata-kata. Sean pun tidak memedulikan mereka lagi. Dia langsung menggendong Tiffany dan turun, lalu masuk ke mobil.Di perjalanan pulang, Tiffany bersandar di pelukannya sambil tertidur. Setelah mobil tiba di vila, Sean menggendongnya ke kamar dan menurunkannya di ranjang dengan pelan.Di bawah sinar lampu, Sean bisa melihat wajah Tiffany dengan jelas. Wajah Tiffany memerah, membuatnya terlihat
"Tuan, apa ada masalah?" tanya Sofyan dengan hati-hati saat melihat wajah Sean yang berangsur dingin.Sean hanya berdiri diam di tempatnya. Namun, aura yang dipancarkannya membuat orang-orang merasa sesak.Sofyan memanggil lagi dengan perlahan, "Tuan ...."Sean memejamkan matanya, lalu berucap dengan suara yang sangat rendah, "Aku mau rekaman CCTV lalu lintas sore hari ini. Cari tahu siapa yang menculik Garry.""Baik!" Sofyan merasa lega, lalu buru-buru menuruni tangga.Sean memasuki ruang kerjanya. Setelah duduk, dia menatap lekat-lekat inisial yang ada di kertas itu.Orang tua Sean meninggal saat Sean kecil. Setiap kali Sean membawa pulang rapor, wanita ini yang akan menandatanganinya. Kemudian, dia akan mengelus kepala Sean dan berkata, "Sudah kutandatangani."Saat itu, Sean yang masih kecil selalu mengeluh, "Guru bilang harus tulis nama lengkap di bawah, nggak boleh cuma inisial."Karena masalah ini, Faye sampai datang ke sekolah untuk mencari wali kelas Sean. "Aku kakaknya, jadi n
Wajah dingin Sean terlihat sangat tegang. Dia mendongak dan bertanya dengan tidak percaya, "Baru 20 tahun?""Ya." Sofyan menyahut, "Menurut data yang ada, Nona Zara ini memang baru berusia 20 tahun.Sofyan tahu isi pikiran Sean. Dia menunduk dan meneruskan, "Aku sudah tanya kepada para ahli. Mereka bilang kalau wanita pintar merawat diri, mereka bisa terlihat lebih muda 10 tahun."Sean memejamkan matanya dan tersenyum getir. "Daripada berharap mereka adalah orang yang sama, lebih baik diselidiki dulu. Wajahnya memang asli atau hasil oplas?"Sofyan termangu sejenak sebelum mengiakan, "Baik, aku selidiki sekarang juga.""Buat janji juga dengan wanita bernama Zara itu." Sean menunduk menatap foto di atas meja. Sambil tersenyum dingin, dia meneruskan, "Wanita ini berani menculik Garry dengan mobil keluarganya, bahkan menyuruh pengawal pribadinya menampakkan diri.""Baik."Selah Sofyan pergi, Sean berdiam di ruang kerjanya sambil mengamati beberapa foto itu. Samar-samar, dia bisa melihat be
Dengan demikian, Tiffany tertidur lagi di pelukan Sean.Ketika bangun kembali, waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi lewat. Dia menguap, lalu berbalik, tetapi tidak menemukan sosok Sean.Tiffany pun berhitung. Pukul 5 pagi ke pukul 10 pagi, Sean tidur kurang dari 5 jam. Apa badannya bisa tahan?Setelah berguling berkali-kali di ranjang, Tiffany memutuskan untuk mengajak Sean tidur lebih awal malam ini.Saat ini, Tiffany sontak teringat pada Julie. Semalam Julie mabuk dan memeluk Mark dengan manja. Dia merekam semuanya. Hari ini, dia akan mengejek Julie!"Masa aku berlebihan seperti itu?" Julie yang berada di ujung telepon tidak memercayai perkataan Tiffany. "Aku nggak percaya aku melakukan hal semacam itu. Aku wanita baik-baik.""Hahaha!" Tiffany tertawa terbahak-bahak. "Julie, kamu pintar sekali berbohong.""Aku nggak bohong!" Julie mencebik. "Kalau kamu benaran punya videonya, kirim kasih aku.""Oke." Tiffany sungguh bersemangat sekarang. "Kebetulan aku belum makan. Gimana kalau kita
Wanita itu mengenakan celana panjang berpinggang tinggi dan berwarna biru tua serta atasan berlengan pendek dan berwarna hitam. Kedua kakinya ramping. Tubuhnya sangat seksi. Wajahnya yang cantik pun membuat orang-orang tidak bisa mengalihkan pandangan.Julie mengernyit. "Aku bukan menyuruhmu melihat dia. Lihat pria paruh baya di belakangnya. Bukannya itu Pak Sofyan, kepala pelayan kalian?"Tiffany termangu dan memandang ke depan lagi. Tadi Sofyan dihalangi oleh orang-orang yang berlalu lalang sehingga Tiffany tidak melihatnya.Ketika melihat kembali, Tiffany baru menyadari bahwa orang itu memang Sofyan. Dari kejauhan, Sofyan tampak mengobrol dengan wanita itu. Keduanya sama-sama menuju ke lift.Setelah lift terbuka, Sofyan mempersilakan wanita itu masuk. Tiffany sontak terbelalak. Jika tidak salah ingat, Sofyan dan Rika sama-sama pelayan Keluarga Tanuwijaya. Lantas, Sofyan sedekat itu dengan wanita itu karena mengenalnya atau demi Sean?Julie menyenggol lengan Tiffany. "Jadi, itu Pak S
"Julie, sudahlah ...." Julie sudah membawanya ke lift, tetapi Tiffany masih menolak. "Mungkin wanita itu bukan bertemu suamiku. Mungkin juga mereka punya urusan bisnis."Tiffany benar-benar memercayai Sean dan tidak ingin menimbulkan kerepotan untuk Sean. Jika Tiffany membuat kekacauan pada pertemuan bisnis Sean dan meninggalkan kesan buruk kepada orang lain, dia akan merasa sangat bersalah.Julie memelototinya. "Tiff, kenapa kamu ini nggak berwaspada sama sekali sih? Sekarang suamimu nggak buta atau duduk di kursi roda lagi. Dia bahkan sangat pintar berbisnis. Masa kamu nggak takut dia direbut wanita lain?"Tiffany menggigit bibirnya, lalu menatap Julie dengan serius. "Aku nggak takut kok."Julie masih menarik Tiffany. "Aku nggak peduli kamu takut atau nggak! Pokoknya aku mencemaskanmu! Aku nggak bisa melihat kamu ditindas Sean begitu saja!"Kalau itu adalah pertemuan bisnis, Sean seharusnya tidak perlu menyuruh Sofyan pergi, 'kan? Jelas sekali, ada sesuatu yang tidak beres!Julie men
"Tentu saja kenal!" Julie mengerlingkan matanya dan langsung duduk di sebelah wanita itu. Kemudian, Tiffany hendak duduk di samping Julie.Julie pun mendorongnya, lalu memutar bola matanya. "Ngapain duduk di sini? Duduk di samping suamimu dong! Kamu takut orang-orang tahu dia suamimu?"Ucapan Julie tentu mengandung makna tersirat. Zara tersenyum tipis, lalu menyesap tehnya. "Rupanya ini istri Sean?"Tiffany hampir terjatuh karena dorongan Julie. Untungnya, Sean menangkapnya dengan gesit. Sean memapahnya, lalu menyuruhnya duduk di sampingnya dan berkata dengan penuh kasih sayang, "Ceroboh sekali."Wajah Tiffany memerah. Dia hanya bisa duduk di samping Sean tanpa melontarkan sepatah kata pun. Sean menuangkan air lemon untuk Tiffany, lalu tersenyum kepada Zara. "Ini istriku.""Senang bertemu denganmu." Zara tersenyum kepada Tiffany. "Perkenalkan, namaku Zara. Ini pertama kalinya aku bertemu suamimu."Julie mengernyit. Bukan dia berpikir terlalu jauh, tetapi Julie yakin wanita mana pun bis
Julie merasa senang melihat wajah Zara yang memucat. Sepertinya, Sean tidak bodoh. Dia tahu tujuan Julie membawa Tiffany kemari. Makanya, dia sengaja pamer kemesraan di hadapan Zara.Julie menoleh dan berkata dengan lembut, "Jangan keberatan ya. Temanku ini baru nikah, makanya masih mesra sekali. Mereka bukan ingin bersikap nggak sopan di depanmu."Zara melirik Julie sekilas sambil menyahut, "Nggak apa-apa. Dengar-dengar, latar belakang Tiffany kurang baik. Sean sangat hebat. Wajar kalau dia lengket sama Sean."Zara menyesap tehnya dengan santai. Nada bicaranya memang terdengar santai, padahal maksud ucapannya adalah Tiffany cuma wanita kampungan. Jadi, Tiffany tentu harus menjaga suaminya yang kaya supaya tidak direbut wanita lain.Bukan hanya Julie yang memahaminya, tetapi Tiffany juga. Seketika, Tiffany yang sedang mengobrol dengan Sean menjadi murung.Zara mendongak, lalu menutup mulutnya seolah-olah menyadari dirinya salah bicara. "Maaf, Bu. Jangan salah paham. Aku cuma mendengar
Saat ketiganya sudah menjauh dari lokasi kebakaran, warga desa sudah tiba. Orang-orang dari klub fotografi juga sudah kembali.Warga desa sibuk memadamkan api. Sementara itu, Julie bergegas mendekat dengan mata merah. "Tiffany!" panggilnya.Di belakang Tiffany, Sean menurunkan Zara yang pingsan karena menghirup asap ke tanah. Dia berkata, "Panggil dokter."Chelsea menyahut sambil mengangguk, "Dokter sudah dalam perjalanan!"Kobaran api kian membesar. Semua orang mundur ke jalan kecil di luar halaman. Tiffany masih memegang kamera berharga di tangannya."Kenapa bisa tiba-tiba kebakaran? Tanah di pegunungan lembap, seharusnya nggak mudah terbakar!" ucap Chelsea sambil mondar-mandir dengan gelisah.Sean mengambil handuk yang diberikan Julie dan menyeka noda jelaga di wajahnya sambil berkata, "Nggak aneh kalau ada seseorang yang sengaja menyulut api.""Zara!" Tepat ketika Sean selesai bicara, Penny menyeruak dari tengah kerumunan. Dia langsung menggenggam tangan Zara, cemas saat melihat ba
Sebelum Tiffany menyelesaikan ucapannya, Sean melihat gadis mencurigakan tadi mengeluarkan benda kecil dari sakunya. Mata pria itu membelalak. Benda itu adalah korek api!Gadis itu melempar korek api ke tanah yang sudah dibasahi bensin. Seketika, api mulai berkobar. Api menyala di belakang rumah, jadi Tiffany yang berdiri di depan dan membelakangi rumah sama sekali tidak sadar.Sean mengeratkan pegangannya di ponsel dan berseru, "Cepat lari!"Tiffany tertegun. Mengapa Sean menyuruhnya lari? Dia refleks menoleh ke belakang. Api yang menyentuh bensin membubung tinggi ke langit. Seantero rumah seakan-akan sudah dilahap mulut yang tidak berwujud.Sean melempar ponselnya dan melompat dari beranda sambil berteriak, "Tiffany, lari!"Namun, gadis itu sepertinya tidak mendengar seruannya. Tiffany melepas mantel dan mencelupkannya ke dalam tangki air. Kemudian, dia bergegas masuk ke dalam rumah yang tengah terbakar dengan menutupi hidung dan mulutnya. Zara masih tidur di dalam!"Uhuk, uhuk, uhuk
Tiffany tidak tahu mengapa Zara tiba-tiba mengatakan hal ini padanya. Namun, dia balas tersenyum dan berkata, "Istirahatlah." Usai berkata begitu, gadis itu mengambil ponselnya dan keluar.Sekarang sudah pukul 8 malam. Tiffany sudah berjanji akan menelepon Sean pada pukul 7 malam untuk melaporkan keadaannya. Entah pria itu akan marah atau tidak karena dirinya terlambat satu jam penuh.Tiffany berdiri di halaman. Sambil bersandar di dinding, dia mengambil ponsel dan menelepon suaminya.Di sebelah kiri halaman, ada vila yang disewa oleh klub fotografi. Saat ini vila itu masih gelap gulita. Di sebelah kanan, ada vila yang konon sudah disewakan ke seorang konglomerat. Vila itu terang benderang.Sean duduk di beranda vila, memandang gadis yang berdiri di halaman yang diterangi sinar rembulan. Saat melihat ponselnya berdering, dia tersenyum tipis."Akhirnya mau menghubungiku?" tanya Sean."Maaf, Sayang. Aku nggak bermaksud lupa buat telepon ...," ucap Tiffany, langsung meminta maaf.Pukul 7
Tiffany mengernyit. Meskipun hatinya enggan, dia tidak enak hati menolak Zara di depan banyak orang.Selain itu, Tiffany lebih familier dengan jalan-jalan di desa pada malam hari. Jadi, dia tidak perlu khawatir Zara macam-macam padanya."Oke," sahut Tiffany sambil mengangguk dengan ragu. Kemudian, dia menatap Julie dan berkata, "Habis makan kamu juga cepat kembali, ya."Julie mengernyit dan mengangguk pelan."Ayo jalan," ajak Tiffany.Zara memikul ranselnya dan berjalan menuju vila bersama Tiffany.Malam hari di desa sangat sepi. Yang terdengar di telinga hanyalah suara air, gemeresik dedaunan, suara langkah kaki mereka, dan suara hewan di kejauhan. Zara menghirup udara segar di sana. Suasana hatinya cukup baik."Kudengar kamu tumbuh besar di desa, ya?" tanya Zara dengan tenang.Tiffany mengernyit saat mendengar pertanyaannya. Dia berjalan di depan sambil membawa senter dan menjawab singkat, "Ya.""Lingkungan desa sebenarnya cukup menyenangkan. Daripada di kota, aku lebih suka desa yan
Tiffany mengernyit jengkel. Apa maksudnya dengan tidak peka? Waktu pacaran Samuel dan Julie bahkan belum mencapai sebulan.Selama jangka waktu ini, sikap Samuel pada Julie juga tidak sehangat saat dia masih mengejar gadis itu sebelumnya. Apa haknya untuk menuntut sekamar dengan Julie?Lagi pula, hubungan Samuel dan Julie belum berkembang ke tahap itu. Bahkan jika hubungan keduanya sudah semaju itu, atas dasar apa Samuel bisa meminta Tiffany tidur di luar sendirian sementara dirinya dan Julie tidur di dalam?Chelsea duduk di sebelah Tiffany dan tertawa kecil. Dia berucap, "Samuel, apa maksudmu dengan nggak peka? Kalau nggak ada gadis lain yang sekamar denganku, aku pasti sudah tukar tempat denganmu dan tidur dengan mereka berdua."Samuel mengambil pecahan kaca dan membalas dengan kepala tertunduk, "Aku pacarnya Julie. Apa salahnya kalau aku ingin tidur dengannya?" Jika bukan demi memperdalam hubungannya dengan Julie, buat apa dia repot-repot mengikuti kegiatan klub fotografi ini?"Ada s
Siapa sangka, setelah Zara selesai bicara, Samuel yang merupakan salah satu penanggung jawab klub fotografi mengangguk dan berkata, "Kurasa kata-kata Zara ada benarnya."Semua orang terkejut. Samuel, Tiffany, dan Julie adalah orang-orang pertama yang memilih kamar. Jika alokasi kamar disesuaikan dengan urutan pendaftaran, mereka akan mendapatkan kamar terbaik. Namun, sekarang pemuda itu malah setuju untuk melakukan cabut undi.Orang-orang di vila terdiam untuk beberapa saat. Akhirnya, salah satu gadis penanggung jawab menghela napas dan berucap dengan pasrah, "Okelah, ayo cabut undi."Di antara belasan orang ini, enam orang harus tinggal di rumah desa. Lantaran hari sudah larut, semua orang segera melakukan cabut undi.Hasilnya, gadis penanggung jawab klub fotografi dan temannya, serta Julie, Tiffany, Samuel, dan seorang pemuda lainnya harus tinggal di rumah desa itu.Saat beberapa orang itu tengah berkemas, Penny mengejek Tiffany dengan nada puas, "Kamu memang paling cocok tinggal di
Entah disengaja atau tidak, Samuel mengerahkan cukup tenaga hingga Zara hampir terjatuh ke dalam pelukannya. Untungnya, Zara sempat menstabilkan tubuhnya dengan memegang lengan Samuel sehingga hal itu tidak terjadi."Terima kasih," ujar Zara dengan raut pucat.Samuel membalas dengan wajah tersipu, "Sama-sama.""Cowok jelek, kamu cari kesempatan untuk menyentuh Zara!" seru Penny sambil memelototi Samuel. Dia segera mendekat, lalu menarik Zara pergi.Sebelum beranjak pergi, Zara melirik Samuel sekali lagi. Dia melihat binar antusias dan kegembiraan di mata pemuda itu.Mata Zara berkilat dingin. Jadi, pemuda itu pacar Julie? Tidak ada bagus-bagusnya."Ayo jalan," ucap Julie sambil mengernyit. Dia mendekat sambil membawa kopernya.Tiffany menghampiri temannya dan bertanya dengan alis berkerut, "Kamu lihat kejadian tadi, 'kan?" Dia memandang dengan cemas ke arah Samuel yang masih mengambil barang-barang dari bus bersama orang-orang klub fotografi."Biarpun dia hanya berniat membantu, dia bi
Zara mengenakan gaun panjang bunga-bunga warna putih dan topi matahari. Dengan wajah dan penampilannya yang feminin, dia terlihat sangat menawan saat memandang ke luar jendela.Samuel juga tertegun untuk sesaat saat melihat Zara. Sebelumnya, dia hanya tahu bahwa Julie cantik dan Tiffany manis.Samuel tidak tahu ternyata ada gadis secantik Zara di kelas mereka. Kecantikan gadis itu berbeda jauh dengan Julie. Zara sangat memesona, anggun, dan elegan.Begitu melihat kedua orang itu di dalam bus, Tiffany sontak bertanya sambil mengernyit, "Apa mereka juga anggota klub fotografi?"Seingat Tiffany, Zara baru pindah ke sini beberapa hari lalu. Sejak kapan dia menjadi anggota klub fotografi?Lamunan Samuel buyar. Dia berdeham dan menjawab, "Mereka baru gabung beberapa hari lalu, aku juga baru tahu.""Mungkin karena kita pergi, jadi mereka sengaja ikut. Seperti hantu saja, nempel terus sama kita," ucap Julie sambil mengangkat bahu. Dia memutar bola matanya dengan galak ke arah kedua orang itu.
Akhir bulan tiba dengan cepat. Pada hari keberangkatan klub fotografi, Tiffany bangun pagi-pagi sekali.Ini adalah pertama kalinya Tiffany bepergian jauh setelah menikah. Perjalanan ke desa tempo hari juga jauh, tetapi bagaimanapun itu adalah kampung halamannya. Kegiatan klub fotografi di Kabupaten Purjaga ini barulah bepergian jauh yang sebenarnya.Pagi-pagi buta, Rika sudah bangun untuk menyiapkan barang-barang Tiffany. Dari pakaian dalam, pakaian anti UV, hingga jas hujan. Semua Rika kemas hingga memenuhi dua koper besar.Sambil mengeluarkan barang-barang di dalam koper, Tiffany berucap dengan malu pada Rika, "Aku hanya pergi tiga hari dua malam, nggak perlu bawa sebanyak ini."Rika menggeleng dan membalas, "Bu Tiffany, cuaca di pegunungan nggak menentu. Gimana kalau tiba-tiba panas, lalu tiba-tiba dingin? Gimana kalau hujan? Gimana kalau ada topan?"Tiffany kehilangan kata-kata. Meski merasa Rika terlalu cemas berlebihan, hatinya terasa hangat.Saat Tiffany masih tinggal bersama ke