Sean berdeham pelan, lalu berkata, "Pak Genta, jalan."Tidak ada yang tahu, Sean memejamkan matanya dengan erat di balik kain hitam tersebut. Dia tidak sanggup menatap mata Tiffany yang begitu tulus dan polos. Tatapan Tiffany murni hingga dia tidak tega berbohong.Sean yang biasanya dingin dan tegas, kali ini bahkan tidak berani bertatapan dengan Tiffany. Selama masih belum yakin sepenuhnya, Sean tidak mungkin membeberkan semua rencananya pada Tiffany. Baginya, Tiffany lebih baik tidak tahu apa pun dan hanya menjalani perannya sebagai istri. Dengan begitu, dia akan tetap aman.Tiffany yang polos tidak tahu kerasnya dunia luar. Sean khawatir suatu saat Tiffany tidak akan sanggup menyimpan rahasia. Jika hal itu terjadi ... Sean tidak sanggup membayangkan akibatnya.Tanpa mengetahui pemikiran Sean yang rumit, Tiffany tetap tersenyum cerah padanya. "Sayang, jangan lupa janjimu, ya! Kalau nanti matamu sudah sembuh, kamu harus temani aku ke kampus!"Sean tersadar dan tersenyum lembut. "Baik.
"Aku yang jaga tempat, kamu yang antre beli dua porsi makanan. Aku juga mau kamu dan aku minum dari satu gelas boba dengan dua sedotan .... Terus, kamu harus suapin aku di depan semua orang ...."Sean mengusap dahinya, lalu tertawa pelan. Apa yang harus dia lakukan? Godaan untuk pamer kemesraan benar-benar terlalu besar.....Saat Tiffany berlari masuk ke kelas, waktu menunjukkan dua menit sebelum kelas dimulai. Julie menyodorkan tisu basah sambil memandangnya dengan sedikit mencemooh, "Kamu ngapain aja? Orang yang nggak pernah telat ini sampai bolos, tadi dosen sejarah nanyain kamu berkali-kali. Aku sampai bilang kalau kamu sakit.""Terima kasih!" Tiffany tersenyum sambil mengelap keringatnya. "Untung masih sempat ikut kelas!""Coba ceritain, kamu tadi ngapain saja? Jangan-jangan tadi pagi kamu nggak bisa bangun karena Sean terlalu hebat semalam?"Tiffany terdiam.Dia mengambil buku dari tasnya sambil berkata, "Kamu ini suka sekali berimajinasi, ya?"Julie tersenyum nakal. "Siapa tahu
Julie memutar matanya. Raiyen telah menculik Tiffany dan bukti-buktinya juga sudah sangat jelas, jadi pantas saja dia ditahan. Apa alasannya Tiffany tidak boleh menjalani kuliah dengan tenang?Tiffany mengatupkan bibir karena tidak ingin memperpanjang pembicaraan dengan orang tua Raiyen. "Paman, Bibi, menurutku, daripada datang ke sini mencariku, lebih baik bicara langsung sama Raiyen. Kalau dia benar-benar menyadari kesalahannya, aku sebenarnya bisa memaafkannya.""Asalkan aku memaafkan Raiyen, setidaknya dia cuma akan ditahan beberapa hari. Nggak akan terjadi apa-apa."Namun, ibu Raiyen malah tertawa sinis."Menyadari kesalahan dan memohon maaf sama kamu?! Besar kepala sekali kamu! Anak kami sudah bilang, kamu yang ingkar janji dan berniat meninggalkan mereka semua begitu saja, makanya dia jadi terpaksa melakukan semua itu!" ujar Ibu Raiyen dengan penuh percaya diri.Julie tak kuasa menahan tawa. "Ingkar janji? Kenapa dia nggak sekalian bilang, dia mau memeras orang? Dia melihat tema
"Kulihat dia mau menyakitimu dengan kursi, jadi aku nggak bisa tinggal diam." Garry tersenyum lega. "Syukurlah kalau kamu nggak terluka."Entah mengapa, nada bicara dan tatapannya yang lembut membuat Tiffany merasa tidak nyaman. Dia mengalihkan pandangan ke arah ruang kesehatan sambil berkata, "Kuantarkan ke ruang kesehatan untuk diobati dulu, ya."Tanpa menunggu jawaban, Tiffany mulai membantu Garry berjalan menuju ruang kesehatan."Aku saja yang bantu." Julie tiba-tiba datang dan langsung menyelipkan diri di antara mereka untuk menyingkirkan Tiffany. Sambil memapah Garry, Julie melirik ke arah Tiffany dengan tatapan setengah mengejek, "Kamu lambat sekali kalau jalan."Tiffany mengatupkan bibirnya, lalu diam-diam mengikuti mereka dari belakang. Jujur saja, dia merasa lebih lega Julie yang membantu Garry, sehingga suasananya tidak terlalu canggung. Sejak kejadian terakhir, Tiffany memang merasa agak kikuk bila harus berinteraksi dengan Garry.Sejak insiden itu ... Tiffany jarang menghu
Tak lama kemudian, polisi pun tiba. Sebagai saksi, Tiffany ikut pergi ke kantor polisi bersama kedua orang tua Raiyen. Setelah mengetahui seluk-beluk kejadiannya, bahkan polisi yang bertugas untuk mencatat keterangan pun tertawa."Jadi, setelah anak kalian tertangkap karena melukai orang kemarin, hari ini kedua orang tuanya ke sekolah untuk buat keributan?"Keluarga Raiyen terdiam.Luka di leher Tiffany dan keterangan dari teman-teman yang menyaksikan kejadian itu cukup menjadi bukti mengenai perbuatan orang tua Raiyen. Namun, tindakan Raiyen sendiri membutuhkan saksi lain.Tiffany mengambil ponselnya, "Aku akan hubungi teman-teman yang ada di tempat kejadian malam itu." Selain dia dan Raiyen, ada satu kelas penuh yang bisa menjadi saksi!"Nggak usah." Polisi itu melambaikan tangannya, "Kami sudah hubungi manajer restoran, dia akan sampai sebentar lagi."Begitu ucapan itu dilontarkan, terdengar suara ketukan dari pintu depan. Tiffany langsung refleks menoleh ke arah datangnya suara.Di
"Nggak kusangka kita ketemu lagi secepat ini."Tiffany mengatupkan bibirnya. Dia tidak punya kesan baik terhadap Valerie, jadi dia hanya tersenyum tipis. "Aku juga nggak nyangka kamu yang akan datang. Kukira orang yang akan datang mengantarkan bukti itu adalah manajer semalam."Tiffany menatap Valerie tanpa maksud mengejek, dia benar-benar berpikir demikian. Namun bagi Valerie, kata-kata Tiffany terdengar seperti sindiran.Tentu saja, Valerie memang sengaja melakukan hal ini, tetapi dia tetap memasang senyum pura-pura. "Tentu saja, Pak Sean adalah bos besar kami. Jadi tentu saja aku harus berusaha melayani Bu Tiffany sebaik mungkin."Tiffany mengangkat alis. "Jadi, kamu bilang Sean itu bos besar kalian?"Valerie menyipitkan mata sambil tersenyum puas. "Betul sekali, apa Bu Tiffany baru tahu?""Suamiku memang hebat," ujar Tiffany tanpa ragu.Valerie tertegun. Reaksi Tiffany ini tidak sesuai dugaannya. Sebelum dia sempat menanggapi, Tiffany sudah lanjut berbicara, "Kemarin kamu bilang su
Saat Tiffany kembali ke kampus, Julie sedang bersandar di meja ruang kesehatan sambil sibuk bermain game di ponselnya. Tiffany mengernyitkan alis, lalu mengangkat tangan untuk menghalangi layar ponsel Julie. "Mana Kak Garry?"Julie meliriknya sejenak, lalu memindahkan posisi ponselnya agar bisa tetap bermain. "Dia sudah pergi.""Sudah pergi begitu saja?" Tiffany mengerucutkan bibir, merasa sedikit kecewa. Bagaimanapun, Garry terluka karena melindunginya dan dia belum sempat mengucapkan terima kasih."Kalau dia nggak pergi, itu sama saja mempermalukan diri sendiri," kata Julie sambil mengubah posisinya agar lebih nyaman di kursi. "Dia juga nggak mungkin benar-benar bisa merebut posisiku sebagai calon ibu angkat anakmu."Tiffany mengernyitkan dahi dengan bingung. "Apa maksudnya mempermalukan diri? Ibu angkat apanya?"Julie tampak tersentak karena baru sadar bahwa dia telah mengungkapkan pikirannya tanpa sadar. Dia berdeham kecil, lalu kembali fokus ke permainannya. "Nggak apa-apa. Kamu s
Tiffany mengangkat tasnya dan berbalik pergi.Julie mengerutkan kening, agak kesal dengan sikap Tiffany yang menurutnya terlalu polos sampai bodoh, "Untuk apa kamu nyari dia?""Setidaknya aku mau traktir dia makan sebagai tanda terima kasih," jawab Tiffany tanpa menoleh....."Kak, Julie mungkin salah paham sama Kakak. Jangan terlalu dimasukkan ke hati." Tiffany duduk di bangku di luar lembaga penelitian tempat Garry bekerja sambil menyerahkan segelas kopi dingin padanya. "Lutut Kakak sudah nggak apa-apa, 'kan?""Sudah membaik." Garry menerima kopi itu sambil menghela napas. "Sepertinya temanmu memang salah paham sama aku. Tapi nggak masalah, lagian kami juga nggak terlalu kenal. Yang penting kamu nggak salah paham."Tiffany menggelengkan kepala, "Aku nggak akan salah paham, Kak!"Dulu, mereka bersekolah di SMA yang sama di desa. Di sekolah itu, Garry adalah seorang panutan. Nilainya, kegigihannya, dan sifat baiknya selalu menjadi teladan. Pria yang rajin dan sempurna seperti itu tidak
Tiffany duduk di sofa sambil menatap kedua pria di depannya. Setiap kata yang mereka ucapkan jelas terdengar olehnya. Setiap kalimat yang mereka sampaikan, dia mengerti maksudnya.Namun, dia tetap merasa tidak memahami apa pun.Kenapa dia tiba-tiba menjadi anak Keluarga Japardi? Kenapa pamannya, Kendra, tiba-tiba dianggap sebagai penculik anak? Kenapa dia sekarang disebut sebagai putri dari pemimpin Keluarga Japardi dan Keluarga Rimbawan?Bagaimana mungkin dia memiliki orang tua yang begitu luar biasa? Lalu, jika memang begitu, mengapa sepanjang hidupnya dia selalu dihina, dicap bodoh, dan dianggap tidak lebih dari seorang gadis desa yang sederhana?"Aku tahu ini sulit untuk kamu terima," ujar Derek sambil tersenyum pasrah. Dia mengambil setumpuk laporan hasil tes DNA dari tasnya dan meletakkannya di tangan Tiffany.Tumpukan laporan itu tebal sekali."Ini adalah hasil dari berbagai lembaga pengujian DNA ternama di dunia.""Tiffany, aku tahu kamu pintar, dan sebagai mahasiswa kedokteran
"Tiffany, kamu itu terlalu banyak memikirkan orang lain. Kenapa kamu nggak lebih sering memikirkan dirimu sendiri? Apa kamu benar-benar nggak mau jadi cucuku?""Mau." Tiffany tetap berdiri di tempatnya dengan senyum sopan. "Tapi, Kakek, orang tuaku meninggalkanku di tumpukan sampah sejak kecil. Aku ditemukan dan diambil oleh pamanku dari sana.""Saat aku berusia enam tahun, aku jatuh sakit parah. Pamanku bilang ibuku ingin membawaku pulang untuk tinggal bersamanya. Aku sangat ketakutan sampai penyakitku semakin parah.""Akhirnya, waktu aku hampir sekarat dan hampir mendapatkan surat peringatan kritis dari dokter, pamanku berjanji padaku bahwa dia nggak akan pernah mengembalikanku ke rumah orang tuaku seumur hidup."Setelah berkata demikian, Tiffany tersenyum dan mengangkat wajahnya untuk menatap Derek dan Bronson. Namun, matanya yang jernih menyiratkan kegetiran yang rumit.Tatapan itu membuat kedua pria dewasa itu saling berpandangan dengan ekspresi canggung sebelum menghela napas pan
Ekspresi terkejut Bronson saat memegang sendok membuat Tiffany merasa gugup. Dia menggigit bibirnya. "Paman Bronson, ada masalah sama masakannya?"Ikan asam pedas ini adalah salah satu hidangan andalannya. Paman dan bibinya sebenarnya tidak pernah membuat ikan asam pedas untuknya.Namun, setelah menikah dengan Sean, karena Sean mengatakan dia suka makan ikan, Tiffany mulai belajar memasaknya. Ketika pertama kali melihat resep ikan asam pedas, dia langsung menyukai cara memasaknya. Tiffany selalu merasa percaya diri dengan kemampuan memasaknya.Namun, mengapa setelah Bronson mencicipi ikan asam pedas buatannya, dia menunjukkan reaksi seperti itu?Tangan Bronson yang memegang sendok sedikit bergetar. Dia berbalik menatap Derek dengan penuh rasa haru. "Dia benar-benar ... dia benar-benar!"Ini adalah rasa masakan Nancy! Sudah 19 tahun sejak Nancy pergi. Selama 19 tahun itu, dia tidak pernah lagi mencicipi masakan buatan Nancy.Namun kini, dia bisa merasakan rasa masakan itu kembali di hid
Orang pertama yang masuk ke rumah adalah Zara yang mengenakan gaun panjang hitam ketat.Ketika Tiffany membawa hidangan terakhir ke meja makan, dia mengangkat kepala dan melihat gadis itu berdiri di dekat pintu sambil tersenyum ke arahnya. Tiffany hampir tidak bisa memercayai matanya!Zara yang berdiri di depannya sekarang tidak lagi memancarkan kesan dingin dan dewasa seperti saat pertama kali mereka bertemu, atau tampak manja seperti ketika dia mengenakan gaun Lolita di rumah Keluarga Japardi. Zara saat ini tampak bersih, rapi, percaya diri, dan ceria.Mungkin ... ini adalah versi asli dari Zara yang seharusnya."Apa yang membuatmu terpesona seperti itu?" Zara tersenyum tipis ke arahnya. "Pak Bronson dan Pak Derek sudah tiba."Setelah itu, Zara bergeser ke samping. Di belakangnya, di dekat pintu masuk, berdiri Derek dan Bronson yang membawa banyak tas berisi hadiah.Kedua pria itu berdiri di ambang pintu, menatap Tiffany dengan sorot mata yang penuh semangat dan kehangatan. "Tiffany.
Ibu Raiyen langsung tersadar. "Bos, Anda ....""Ya." Pemilik toko menjawab dengan puas sambil menyilangkan tangan di dada. "Aku nggak memasukkan terlalu banyak, cuma empat atau lima jarum halus yang sulit terlihat.""Jarum-jarum ini dilapisi dengan sesuatu yang akan membuat orang tua merasa gatal luar biasa."Ibu Raiyen membelalakkan matanya dengan terkejut. "Anda melakukan ini ... nggak takut kalau dia akan kembali mencari Anda nantinya?""Apa yang perlu ditakuti?" Pemilik toko memutar matanya. "Gimana dia mau membuktikan bahwa aku yang masukkan jarum-jarum itu, bukan dia sendiri yang menyelipkannya karena ada dendam sama orang tua itu?""Tanpa bukti, dia nggak bisa berbuat apa-apa padaku."Ibu Raiyen tercengang untuk beberapa saat, lalu akhirnya menatap pemilik toko dengan penuh rasa kagum, bahkan mengacungkan jempol. "Anda memang cerdik. Aku benar-benar nggak kepikiran sampai ke sana."Seandainya saja dia berpikir seperti itu sebelumnya, untuk apa lagi dia berseteru dengan Tiffany?
Wanita itu ternyata memang ibu dari Raiyen."Bagaimana keadaannya sekarang?" Tiffany tersenyum sopan kepada ibu Raiyen, tetapi kakinya perlahan mundur.Berhubung ibu Raiyen ada di sini dan terlihat begitu membencinya, Tiffany merasa tidak perlu membeli barang dari toko ini. Bagaimanapun, masih banyak toko pakaian lainnya. Kenapa harus cari masalah sendiri?"Hah, bagaimana mungkin dia baik-baik saja sekarang!" Ibu Raiyen menatap Tiffany dengan penuh amarah. "Kamu mengirimnya ke kantor polisi, catatan buruk itu tertulis di dokumennya. Dia dikeluarkan dari sekolah dan sekarang dia cuma bisa bersekolah di sekolah kecil di dekat sini!"Wanita itu melangkah semakin dekat ke Tiffany, kemarahan di matanya semakin memuncak. Tiffany mengerutkan alisnya. Karena malas berdebat lebih jauh, dia berbalik hendak pergi."Bu!" Baru saja Tiffany berbalik, suara antusias seorang wanita terdengar dari belakangnya."Bu!" Pemilik toko pakaian buru-buru keluar dan menarik lengan Tiffany. "Kenapa belum sempat
Sean menggelengkan kepala dengan pasrah sambil memegang wajah Tiffany yang putih dan tirus. "Kenapa kamu tahu kamu bukan? Bagaimana kalau ternyata kamu memang Nona keluarga Japardi yang hilang bertahun-tahun lalu?"Tiffany terpaku sejenak, lalu tersenyum. "Mana mungkin ada kebetulan sebanyak itu."Meskipun dia sangat merindukan kehangatan keluarga, pamannya pernah mengatakan bahwa dia ditemukan di tumpukan sampah saat kecil. Sejauh yang diketahui Tiffany, Nona Keluarga Japardi yang hilang itu adalah anak yang sangat disayangi oleh orang tuanya.Keyakinan dan tatapan tegas Tiffany membuat hati Sean terasa sakit. Dia tahu Tiffany sangat menyukai Derek dan dia tidak percaya bahwa Tiffany tidak ingin menjadi cucu pria tua itu.Bagi Sean, sikap tegasnya ini hanya karena ... dia tidak percaya dirinya bisa memiliki latar belakang dan keluarga seperti itu. Mungkin ini adalah keputusasaan dan rasa rendah diri yang terpatri di dalam dirinya.Sean menghela napas panjang dan mempererat pelukannya
"Ya." Sean menundukkan kepala, menatap wajah Tiffany yang putih dan tenang saat tertidur.Pikirannya melayang kembali ke saat di rumah sakit sebelumnya. Dalam keadaan setengah sadar, dia mendengar suara Tiffany yang penuh rasa sakit dan putus asa. Secara refleks, dia mematahkan belenggu orang-orang itu dan berlari ke arah Tiffany sekuat tenaga ....Tiffany adalah satu-satunya obat penawarnya. Satu-satunya hal yang paling sulit dia lepaskan.Sean mengangkat tangannya untuk menyentuh bulu mata Tiffany yang panjang. Sebuah senyuman tipis terukir di sudut bibirnya. Tiffany adalah seseorang yang sangat menghargai ikatan keluarga.Jika dia tahu bahwa orang tua kandungnya masih hidup dan masih peduli padanya ... dia pasti akan sangat bahagia, bukan?Meskipun Sean tidak terlalu yakin bahwa pertemuan Tiffany dengan Niken adalah hal yang baik. Namun, karena Derek sudah mengatakan hal ini, dia memilih untuk percaya bahwa semuanya akan berjalan ke arah yang baik.Dengan pemikiran itu, Sean mengang
Sean terbangun pada malam hari. Saat dia membuka matanya, Tiffany sudah duduk di tepi tempat tidur, menggenggam tangannya sambil tertidur. Di dalam kamar, selain dia dan Tiffany, ada Bronson, Zara, Derek, dan Darmawan.Sean mengerutkan kening sedikit, lalu dengan bantuan Sofyan, dia memaksakan diri untuk bangun dari tempat tidur. "Paman Bronson, Kakek Derek.""Kenapa manggil Paman dan Kakek? Sekarang sudah seharusnya manggil Ayah dan Kakek." Derek menghela napas pelan, "Kami sudah tahu semuanya, jadi kami datang ke sini khusus untuk mendukung Tiffany."Sean sontak terpaku. Dia mengangkat pandangannya ke arah Zara yang berdiri di belakang Bronson. Zara tersenyum padanya, lalu memalingkan wajah.Sean merenung sejenak dan segera memahami alasan di balik semua ini. Dia tidak menyangka Sanny akan menyuruh Genta untuk menyerangnya. Namun, Zara bisa menduganya.Bisa dibilang, setelah lebih dari satu dekade bersama, Zara lebih mengenal Sanny dibanding dirinya sendiri. Fakta bahwa Keluarga Japa