Share

Menyusun Rencana

Penulis: jannahsaid
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

 Suara mobil mas Yoga memasuki bagasi rumah, aku segera membukakan pintu. Akhirnya dia pulang juga.

 Mas Yoga memasuki rumah, tapi wajahnya seperti memendam kemarahan. Aku tau, mungkin dia marah setelah kejadian tadi.

 "Mas marah padaku?"

 "Iya, mas sangat marah Riana!"

 "Seharusnya aku yang marah, kamu bilang ibu yang memaksa menikahi perempuan itu, nyatanya apa? Semua itu karena kamu tergoda akan rayuannya?"

 "Ya, aku memang tergoda akan rayuannya. Tapi ibu juga merestui pernikahan kami! Karena dia ingin secepatnya punya cucu"

 "Sekarang aku telah hamil, aku bisa memberikan cucu untuk ibu dan anak untukmu, aku mau kamu tinggalkan dia!"

 "Tidak semudah itu Riana, dia juga hamil, di perutnya ada calon anak ku juga!"

 "Lalu mas mau beristri dua selamanya?"

 "Iya, mau bagaimana lagi? Semua ini sudah terlanjur!"

 "Tapi aku tidak sudi hidup seperti ini!"

 "Mas tolong mengerti lah Riana, mas akan mencoba berlaku adil pada kalian berdua!" Mendengar kata-kata adil aku menyeringai geli.

 "Adil apanya mas? Apa dengan begini kamu pikir adil? Seharusnya kamu pulang kerja langsung kesini, nyatanya apa?"

 "Hanya untuk kali ini saja, semua ini mas lakukan karena dia masih baru disini"

 "Baik, sekarang tentukan hari untuk kami berdua. Kapan kamu denganku? dan kapan kamu dengannya!"

 "Mas akan di rumah Rindu, senin sampai rabu. Sedangkan denganmu kamis sampai minggu. Apa kamu puas?"

 Mendengar pembagian harinya aku tersenyum puas, berarti lebih banyak waktu denganku daripada perempuan itu.

 "Baiklah, aku setuju. Tapi ketika kamu denganku, jangan sekali-kali bertemu dengan perempuan itu. Aku tidak suka!"

 "Tapi mas mohon, jaga sikapmu kedepannya Riana, jangan suka menganiaya Rindu. Mas tidak mau sesuatu terjadi pada kandungannya!"

 "Iya, mas. Aku minta maaf"

 "Mas mau Riana yang dulu, yang lembut dan penyayang. Mas benar-benar tak menyangka kamu bisa berubah seperti ini!"

 "Semua itu karena aku tidak sudi di duakan mas"

 "Maafkan mas ya sayang?"

 "Ya"

 Dia memelukku erat, mencium keningku. Menatap mataku yang jelas sekali ada kilatan kecemburuan padanya. Aku tak bisa menyembunyikan perasaan itu. 

 "Mas akan selalu menomor satukan kamu sayang"

 Aku tak menolak saat mas Yoga menggendongku ke kamar. Meminta haknya sebagai suamiku. Hasrat yang juga bergelora di dadaku tumpah ruah mengikuti irama kepuasan yang dia suguhkan. Aku mencintainya. Walau apapun yang telah dia lakukan padaku. 

 Tapi rasa itu tak bisa ku tepis, aku mengaguminya semenjak dulu. Saat pertama sekali dia membawaku ke rumahnya. Saat dia menjadikan aku ratu di rumahnya. Walau sekarang bukan hanya aku di hatinya.

 Paginya, aku terbangun. Lalu mandi dan sholat subuh. Membangunkan dia yang masih terlelap.

 "Mas, bangun. Sholat dulu, keburu siang nanti!"

 Dia menggeliat bangun. Mengucek kedua matanya. Setelah itu aku keluar, menuju dapur. Membuatkan sarapan untuknya. Setelah sarapan ku hidangkan di meja makan, aku menuju kamar.

 Dia sedang bersiap untuk ke kantor. Baju-bajunya sudah aku setrika sejak kemaren, jadi dia tinggal memilih apa yang mau dia pakai.

 "Mas, sarapan sudah siap. Ayo sarapan dulu"

 "Tunggu bentar sayang, mas pake kaus kaki dulu"

 "Ya mas"

 Aku beranjak kembali ke ruang makan duduk disana menunggu suamiku. 

 "Ma, bikin sarapan apa?"

 "Nasi goreng mas, ayo duduk!"

 Mas Yoga duduk, dan menikmati sarapannya.

 "Nanti siang, mas jemput kamu di rumah ya. Mas mau ngajakin kamu ke dokter. Periksa kandungan"

 "Siang ini mas? Bukannya mas kerja"

 "Mas izin sebentar nanti. Mas sudah bikin janji sama dokter. Jadi tidak akan lama nanti. Kamu siap-siap ya, setelah mas datang kita langsung berangkat!"

 "Baiklah mas"

 "Kalau begitu, mas pergi kerja dulu ya. Hati-hati di rumah. Kamu segera sarapan. Jangan di tunda-tunda" 

 Dia mencium kening dan kedua pipiku, aku menyalaminya dan mencium tangannya. Setelah itu dia pergi bekerja.

 Setelah sarapan, aku kembali ke kamar. Pergi ke dokter nanti siang, masih banyak waktu. Aku kepikiran tentang perempuan itu. Sepertinya, aku harus siap di madu untuk selamanya. Kepalaku pusing. Membayangkan hidup seperti ini. Apakah aku sanggup atau tidak.

 Aku beranjak ke lemari, sepertinya mulai sekarang aku harus menyelamatkan harta benda milikku. Apa yang aku punya sekarang tidak boleh jatuh ke tangan perempuan itu. Untuk seterusnya aku akan meminta mas Yoga berlaku adil padaku. Bukan hanya masalah waktu tapi juga materi. Dia harus adil. 

 Aku mencari sertifikat rumah, BPKB mobilku dan mobil suamiku, deposito, tabunganku serta perhiasan yang aku miliki. Semua atas namaku. Baik sertifikat, mobil ataupun deposito dan tabungan. Jadi mas Yoga tidak akan bisa berbuat macam-macam.

 Yang tidak aku pegang cuma kartu tabungan suamiku. Ya, dia punya tabungan sendiri. Tabungan itu berasal dari uang lembur dan bonus yang selama ini dia dapatkan. Aku tak masalah sedikitpun, selama ini dengan uang itu mungkin dia membiayai hidup perempuan itu. 

 Tapi, mulai sekarang aku akan meminta itu dibagi denganku. Aku rasa, rumah yang dia belikan untuk perempuan itu uangnya dia ambil dari sana. 

 Kali ini akan aku biarkan, tapi untuk seterusnya. Aku akan memantau apapun yang dia berikan pada perempuan itu. Semuanya harus adil.

 Tapi aku tidak mau, harta benda yang aku miliki sebelum kehadiran perempuan itu di ganggu gugat. Semua itu adalah hak milikku. Aku tak akan sudi berbagi.

*****

Aku sudah siap berkemas, memakai dress berwarna maron. Berlengan pendek dan menjuntai setinggi lututku. Rambut ku terurai sepanjang bahu. Hiasan make up tipis menghiasi wajahku.

 Sebentar lagi seharusnya suamiku sampai. Aku melihat jam di dinding. Jam dua belas siang. 

 Bunyi klakson di luar pagar, berarti suamiku sudah datang. Aku segera menyambar tas kecil dan handphone ku, mengunci pintu. Dan keluar pagar untuk menaiki mobil suamiku.

 Saat aku membuka pintu depan, dan naik. Aku tiba-tiba mendengar suara sapaan dari arah belakang.

 "Siang, mbak!"

 Sontak aku menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya aku saat melihat perempuan itu duduk dengan manis di bangku belakang. 

 "Apa-apaan ini mas? Kenapa mengajak dia?" Emosiku seakan naik ke ubun-ubun melihat perempuan itu.

 "Sekalian aja, ma. Kalian kan sama-sama hamil. Jadi periksa sekalian saja. Mas tidak perlu repot-repot dua kali ke dokter untuk menemani kalian"

 "Tapi mas, mau di taruh dimana mukaku nanti? Jalan beriringan dengan perempuan ini!"

 "Sudahlah mbak, nggak baik membantah perkataan suami. Lagian apa salahnya sih kita barengan periksa kandungan? Kan kita sama-sama istrinya mas Yoga?"

 "Ya, jelas saja berbeda. Aku istri sahnya mas Yoga secara hukum dan agama. Sedangkan kamu cuma istri siri, yang tidak terlalu penting!"

 "Sudah Rania, mas nggak mau dengar kalian bertengkar lagi! Ingat peringatan mas Rania!"

 "Aku benci kamu mas!" Aku menutup pintu mobil dengan sangat keras. Duduk menghadap ke depan. Rasanya netra ku memanas. Aku tak mampu menahan tangis. Aku benci perlakuan suamiku. 

 Seharusnya dia hanya menemaniku saja sekarang. Untuk pertama kali dia akan menemaniku periksa kandungan. Tapi malah mengajak perempuan menyebalkan itu. Rasanya aku tak kuat menahan emosi.

 Tapi aku sedikit takut akan ancaman mas Yoga, aku takut dia bertindak nekat karena aku selalu bertengkar dengan perempuan itu. Akhirnya aku hanya diam sepanjang jalan. 

 Sesekali kulihat kebelakang melalui kaca spion, perempuan itu duduk dengan manis tanpa merasa bersalah sedikitpun. Aku benci melihatnya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Risma
kok gw ikut nyesek ya bacanya🥲
goodnovel comment avatar
Loanita Theresia
penasaran kelanjutan nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dimadu Saat Hamil   Mulai Waspada

    Saat mobil mas Yoga berhenti di klinik kandungan, aku turun dengan enggan. Rasanya malu sekali. Diperlakukan seperti ini.Karena mas Yoga sudah membuat janji, jadi kami tidak terlalu lama menunggu. Suster memanggil nama suamiku, kami sontak berdiri. Masuk ke ruang pemeriksaan. Bertiga, jalan beriringan. Aku tidak tau apa yang dipikirkan oleh suster, yang menatap aneh pada kami."Baik, pak Yoga. Kita periksa dulu. Yang mana yang akan saya periksa?""Keduanya dokter, mereka istriku. Dan sama-sama hamil keduanya""Beruntung sekali pak Yoga, punya istri dua hamil pula keduanya" Dokter tersenyum menatap aku dan perempuan itu. Rasanya malu sekali. Suster yang tadi memanggil nama suamiku, terlihat mengulum senyum.Mereka pasti mentertawakan kami. Ah, ingin rasanya keluar berlari untuk menyembunyikan mukaku. Tapi perempuan itu masih bisa tersenyum bahagia, dasar tidak punya malu.

  • Dimadu Saat Hamil   Putus Asa

    Ku lajukan kendaraan dengan hati yang penuh dengan kemarahan. Aku tak bisa terima perlakuan mas Yoga. Dia sudah berani mengambil tabunganku sendiri demi memenuhi keinginan perempuan itu.Padahal aku sudah lama mengumpulkan uang itu, setiap bulan aku selalu menyisihkan nafkah yang mas Yoga berikan padaku. Berharap suatu saat uang itu bisa aku gunakan untuk hal-hal yang mendesak. Tapi sekarang apa? Dengan mudahnya dia membeli mobil untuk perempuan jalang itu.Aku mengusap kedua pipiku yang basah oleh airmata. Aku tidak ingin perempuan itu tau aku menangis. Aku sudah tak tahan lagi. Aku ingin membuat perhitungan dengan perempuan itu.Saat aku sampai di rumah perempuan itu, pagarnya terkunci. Ku bunyikan klakson berulang kali agar dia keluar. Ku intip ke dalam, benar saja. Ada mobil baru yang terparkir di garasinya. Darahku seketika mendidih melihatnya. Kamu kejam mas Yoga!Kulihat perempuan itu dengan sombongnya keluar

  • Dimadu Saat Hamil   Mertua Pilih Kasih

    Aku berkemas hendak ke swalayan, kulkas sudah kosong. Aku mau belanja. Terpaksa pergi sendiri. Karena suamiku sekarang pasti di rumah perempuan itu. Sudahlah, aku tidak ingin mengingat apapun tentang mereka.Aku keluar menuju bagasi. Hendak menaiki mobil ku, tapi melihat mobil baru itu seketika aku berbalik. Dan mengambil kunci mobil itu. Hari ini aku akan memakai mobil baru itu. Aku belum kepikiran tentang apa yang harus aku lakukan dengan mobil ini. Haruskah aku jual? Ataukah aku pake? Atau mobil yang lama saja aku jual.Aku suka saat mengendarai mobil baru ini, lagipula perempuan itu belum pernah mengendarainya. Aku merasa nyaman menggunakannya.Aku sedang memilih barang-barang yang aku inginkan, saat seseorang menepuk pundak ku."Rania?" Aku berbalik dan melihat sumber suara. Ternyata Amira, teman semasa kuliah ku dulu."Hai, apa kabar? Lama nggak ketemu ya?" Aku memeluknya dengan hang

  • Dimadu Saat Hamil   Pilihan Rumit

    Sampai di rumah, aku terduduk lesu di ujung ranjang. Berpikir keras. Apa yang harus aku lakukan. Masih terngiang jelas ucapan ibu pada mas Yoga. Untuk segera menceraikan aku. Walau mereka akan menunggu ku sampai lahiran. Tapi aku yakin, mas Yoga akan terhasut perkataan mereka. Mas Yoga tidak bisa lagi ku percaya. Aku harus mengambil keputusan. Aku tidak mungkin sanggup hidup seperti ini, jelas-jelas mereka tidak menginginkanku. Mas Yoga bertahan padaku hanya demi anak ini, bagaimana nanti? Kalau setelah melahirkan dia menceraikan ku dan merebut hak asuh anakku. Aku tidak mau itu terjadi. Aku harus minta cerai dari mas Yoga. Tidak mungkin lagi aku bertahan dalam rumah tangga seperti ini. Tapi aku harus mencari seseorang yang paham akan masalah ini. Bagaimana caranya untuk bercerai dari mas Yoga? Aku juga tidak ingin kehilangan harta benda yang aku miliki sekarang. Jika aku pergi tanpa membawa harta sedi

  • Dimadu Saat Hamil   Pertemuan

    "Tidak, mas. Aku tidak ingin memperkarakan dia yang menikah diam-diam. Aku hanya ingin bercerai dan mendapatkan harta benda yang aku punya sekarang""Baiklah, kalau itu keputusan mu. Sebenarnya, jika kamu mau memperkarakan tindakan suamimu itu, dia bisa masuk penjara, Riana""Tidak, mas. Aku tak ingin memenjarakan dia""Kamu kenapa Riana? Apa kamu sangat mencintai dia? Dia bisa di hukum lho karena menduakan mu tanpa meminta izin dari mu?" Amira mempertanyakan keputusanku, tapi entahlah. Hanya saja hati ku tak tega jika mas Yoga harus masuk penjara. Padahal dia sudah begitu jahat padaku."Entahlah, Amira. Hanya saja hatiku tidak menginginkan itu""Ya, sudah. Jadi kapan kamu berencana menggugat cerai suamimu? Aku akan mengurus semuanya. Aku hanya perlu beberapa dokumen darimu, kamu tinggal beres. Aku hanya perlu tanda tanganmu saja nanti" Mas Candra sepertinya serius sekali ingin membantuku."Bai

  • Dimadu Saat Hamil   Tamparan

    Aku sedang di dapur, saat mas Yoga datang. Aku tak mengacuhkan kehadirannya. Dia membalikkan badan ku agar menghadap padanya."Kenapa tadi kamu keluar tanpa memberi kabar pada mas?""Apa peduli, mas? Sedangkan mas saja sehari ini tidak sekalipun mengabari ku!""Kemaren mas sudah bilang kan? Lalu siapa laki-laki tadi? Dia bukan suami Amira. Untuk apa kalian bertemu?" Dia penasaran siapa mas Candra."Bukan urusan mu!" Aku berlalu darinya. Menuju ruang tamu."Jawab mas, Riana! Siapa dia dan untuk apa kalian bertemu?""Sudah ku jawab mas! Bukan urusanmu! Urus saja gundik mu itu! Belikan apa saja yang dia mau, kamu tidak perlu mencampuri urusanku!""Ma, kamu ini kenapa semakin lama semakin membangkang?""Kalau kamu tidak suka lagi padaku, ceraikan aku sekarang juga!" Bibirku bergetar mengucapkan kata itu."Kenap selalu mengatakan perceraian Riana? Apa kamu sudah terg

  • Dimadu Saat Hamil   Membulatkan Tekat

    Aku yakin, aku bisa hidup tanpanya. Dari pada seperti ini. Makan hati setiap hari. Sungguh aku tak sanggup.Terdengar deru kendaraan mas Yoga keluar dari bagasi. Aku segera berdiri. Membuka pintu, lalu keluar untuk mengunci pagar. Pergilah kamu kepada perempuan itu mas, bathin ku berucap pilu.Aku terduduk sendiri di ruang tamu, memikirkan apa yang harus aku lakukan. Sepertinya sulit mendapatkan apa yang aku inginkan. Bercerai dari mas Yoga dan mendapatkan harta bagianku rasanya akan sulit sekali. Bercerai mungkin bisa aku dapatkan, tapi harta benda ini bagaimana? Kemana aku harus pergi? Tanpa ada uang yang bisa aku bawa.Mengadu pada paman, aku tak sanggup. Aku tak ingin membuatnya marah dan melakukan hal bodoh pada mas Yoga. Apa yang harus aku lakukan?Aku hanya ingin bercerai, dan mendapatkan bagianku yang seharusnya. Setelah itu aku tak peduli. Apapun yang dia lakukan dengan perempuan itu tak akan aku campuri lagi.*****

  • Dimadu Saat Hamil   Ke Rumah Paman

    Dia berdiri hendak menuju kamar, sepertinya dia ingin istirahat."Mas, sabtu ini paman meminta datang ke rumahnya"Langkah kaki mas Yoga terhenti, dia menatapku heran."Paman? Untuk apa paman meminta kita datang? Apa kamu cerita tentang Rindu padanya?" Terlihat sekali dia takut paman tau dia mengkhianatiku."Tidak, aku tidak berminat membicarakan perempuan itu pada paman!""Lalu untuk apa paman meminta kita datang?""Aku tidak tau alasannya. Dia bilang harus datang dengan mu. Hanya itu""Baiklah, nanti kita kesana berdua"Mas Yoga lega, karena aku belum menceritakan semuanya pada paman. Kalau paman tau entah apa yang terjadi. Paman adalah orang yang sangat tegas. Dulu, saat melamar ku. Paman kurang setuju. Dia ingin menjodohkan aku dengan anak temannya.Tapi mas Yoga berupaya keras mendapatkan restu dari paman. Akhirnya paman luluh, bahkan ikut mencarikan pekerj

Bab terbaru

  • Dimadu Saat Hamil   Ending

    Aku tak henti mengucapkan rasa syukur, setelah Mas Candra dan kedua orang tuanya pergi dari rumahku. Restu yang Mama Mas Candra berikan membuat hidupku seakan kembali semangat. Aku tak sabar ingin segera menjadi istrinya Mas Candra. Seseorang yang sudah membuatku merasakan semangat untuk menjalani kehidupan ini.Sesuai janjinya, Mas Candra menjemputku keesokan harinya untuk menemui Paman dan Bibi. Aku sengaja membawa Adam dan Bi Inah. Pasti Paman dan Bibi rindu pada Adam. Aku sengaja tidak memberi kabar pada paman bahwa aku dan Mas Candra serta keluarganya akan datang mengunjungi mereka. Aku hanya menanyakan apa yang akan mereka lakukan hari ini. Dan syukurnya, Paman dan Bibi hari ini sedang di rumah. Paman tidak ke kantor karena sekarang hari sabtu.Saat mobil Mas Candra masuk ke halaman rumah Paman, aku segera turun di ikuti oleh yang lainnya. Bibi yang tengah menyiram tanaman di halaman depan rumahnya, terlihat sangat kaget dan langsung menghampiri kami."Rum

  • Dimadu Saat Hamil   Mendapatkan Restu

    Jika ada yang bilang cinta itu harus di perjuangkan, aku setuju dengan ujaran itu. Tapi bagiku, cinta itu tak harus menimbulkan derita bagi orang lain. Aku tak ingin menyakiti hati perempuan lain untuk menciptakan kebahagiaanku sendiri. Itu terkesan egois bagiku, apalagi dengan semua derita yang pernah aku alami. Itu semakin membuatku tak mau menyakiti hati perempuan lain. Biarlah aku yang mengalah. Aku tak akan memperjuangkan Mas Candra.Jika dia adalah jodohku, aku yakin Tuhan akan menyatukan kami. Aku hanya ingin menyerahkan semuanya pada takdir. Apapun yang terjadi, aku tidak akan berkecil hati. Walau Mas Candra sudah berjanji untuk mendapatkan restu dari Mamanya, tetap saja aku tak menaruh harapan yang berlebihan. Walau di dalam sudut hatiku yang terdalam, aku mendoakan Mas Candra.Pagi harinya aku tetap menjalankan aktifitasku seperti biasa, untuk menghilangkan rasa jenuh aku berencana untuk membawa Adam dan Bi Inah berbelanja ke swalayan. Apalagi, sudah banyak k

  • Dimadu Saat Hamil   POV CANDRA ( Restu)

    Seperti ancamannya, Mbak Lisa ternyata menggunakan Mama untuk memuluskan jalannya. Dengan menghasut Mama agar tidak merestui aku dengan Riana. Hatiku rasanya sangat geram melihat Mbak Lisa tengah memasak di dapur bersama dengan Mama.Perkataan kasar Mama pada Riana tadi, aku yakin sekali itu akibat dari hasutan dari Mbak Lisa."Candra, ayo makan! Semua sudah terhidang di meja makan!" Panggil Mbak Lisa padaku dengan suara di buat semerdu mungkin. Aku melengos jengah melihat tatapan matanya padaku."Aku tidak lapar!" jawabku dengan ketus. Tanpa menghiraukan wajahnya yang berubah seketika, aku langsung memasuki kamar.Rasanya aku tidak ingin menikmati sedikitpun makanan yang sudah dia buat. Walaupun di bantu oleh Mama. Aku tidak ingin memberikan sedikitpun harapan padanya. Karena aku tidak akan bersedia menikah dengannya apapun bujuk rayu Mama dan Papa."Nak, ayo makan! Nak Lisa sudah susah payah memasak makanan kesukaanmu, kamu jangan bertindak

  • Dimadu Saat Hamil   POV CANDRA ( Dilema)

    Aku meletakkan handphone di atas meja ruang tamu rumahku. Setelah Riana memutuskan sambungan telpon itu. Apa yang Riana ucapkan membuatku merasa khawatir. Dia tidak mau menikah denganku tanpa restu dari Mama. Sedangkan aku mengenal betul watak Mama. Sekali dia bilang tidak, maka akan tetap seperti itu pendiriannya. Apapun yang akan aku lakukan untuk membujuknya akan sia-sia.Ucapan Riana tadi seakan meruntuhkan impianku yang begitu besar untuk bisa membina rumah tangga dengan wanita yang selama ini selalu aku cintai. Ya, Riana adalah satu-satunya wanita yang sangat aku cintai. Dari semasa kuliah aku sudah menaruh hati padanya. Bahkan jauh hari sebelum aku dan dia jadian, aku sudah mencintainya.Sebenarnya, bukan maksud hatiku dulunya untuk menjauh dari Riana setelah kami wisuda. Aku hanya ingin mencari pekerjaan yang bagus sebelum memberanikan diri untuk melamar Riana. Tapi, semuanya terlambat. Saat aku sudah mempunyai pekerjaan yang bagus, aku baru menemui

  • Dimadu Saat Hamil   Tekad Mas Candra

    "Memang seharusnya sikapmu seperti itu. Kamu harusnya sadar diri, jangan menjadi perusak hubungan orang lain, tidak baik!" Ujar Mamanya Mas Candra menyela ucapanku.Hatiku langsung remuk redam mendengar perkataan Mamanya Mas Candra. Tak ada kesempatan sedikitpun untukku bersatu dengan Mas Candra. Kebahagiaan yang sempat ku impikan harus musnah secepat ini. Senyuman kemenangan di perlihatkan oleh Mbak Lisa. Dia sepertinya sangat bahagia mendapat pembelaan dari Mamanya Mas Candra."Mas, kalau begitu aku pergi dulu! Maafkan aku, jika kehadiranku di kehidupanmu sempat mendatangkan derita!" ujarku. Aku langsung meraih tas yang tergeletak di atas sofa di samping tempat dudukku.Mbak Lisa dan Mamanya Mas Candra langsung saling pandang dan memberikan kode. Sepertinya mereka merasa menang karena aku akhirnya mengalah seperti itu."Jangan pergi dulu, Riana! Ini belum selesai. Mas sungguh-sungguh ingin menikahi kamu!" Mas Candra menarik tanganku agar kem

  • Dimadu Saat Hamil   Keputusan Orang Tua Candra

    Belum berapa jauh mobil Mas Candra meninggalkan rumahku, lagi-lagi handphonenya berdering. Kali ini wajah Mas Candra berseri saat melihat layar handphonenya."Iya, Ma! Ini aku lagi di jalan menuju ke rumah Mama," ujar Mas Candra melalui sambungan telpon itu."Apa? Mama dan Papa sekarang ini lagi menuju ke rumahku? Udah berangkat dari tadi? Kok nggak ngasih kabar? Kemaren kan aku sudah bilang mau pulang ke rumah bawa seseorang," jawab Mas Candra lagi.Aku mendengar semua pembicaraan Mas Candra dengan Mamanya. Perasaanku langsung tidak enak. Kenapa Mama dan Papa Mas Candra memutuskan untuk datang ke sini? Padahal mereka sudah di beritahu Mas Candra bahwa hari ini kami akan menuju rumah mereka di kampung."Ya sudah, kalau begitu, aku tunggu Mama dan Papa di rumah!" jawab Mas Candra akhirnya.Saat Mas Candra menyimpan kembali hamdphonenya ke dalam saku celananya, aku langsung bertanya padanya."Ada apa, Mas?" tanyaku dengan heran."

  • Dimadu Saat Hamil   Permintaan Mas Candra

    Aku membiarkan begitu saja saat dering handphoneku memekakkan telinga. Sudah dari tadi Mas Candra mencoba menelponku. Rasanya aku tidak bisa lagi dekat dengan Mas Candra.Perkataan perempuan itu masih terngiang di telingaku. Aku tidak ingin menjadi perusak dalam hubungan orang lain. Lebih baik aku yang mundur. Walau hatiku sudah mulai bisa menerima kehadiran Mas Candra. Sudah mulai bisa merasakan getaran saat tatapan matanya bertemu denganku.Rasa cinta itu sebenarnya sudah datang di hatiku untuk Mas Candra. Tapi aku tidak ingin apa yang aku rasakan dulu, di rasakan juga oleh perempuan lain. Sakitnya di khianati oleh Mas Yoga masih membekas di hatiku. Tiap ingat Mas Yoga aku masih tetap menitikkan air mata. Cinta yang begitu ku agungkan ternyata memendam duri yang begitu tajam.Walaupun sekarang dia tengah menjalani hukuman atas perbuatannya, tetap saja luka di hatiku tak bisa hilang oleh perbuatannya.Karena tak ku gubris sedikitpun, ak

  • Dimadu Saat Hamil   Mencari Kebenaran

    Pikiranku kalut, semua kata-kata yang di lontarkan perempuan itu seperti bom yang selalu meledakkan jantungku. Kenapa dia sampai tega memfitnahku seperti itu. Dia bilang akulah yang merusak hubungan pernikahan Mas Candra dengan adiknya, bahwa akulah yang menyebabkan adiknya meninggal.Apa yang sebenarnya Mas Candra lakukan pada mantan istrinya itu, hingga dia sakit-sakitan dan akhirnya meninggal. Apa benar akulah yang menjadi biang rusuh dalam pernikahan mereka? Karena Mas Candra kecewa dengan lamarannya yang aku tolak dulu hingga membuatnya berlaku tidak adil pada istrinya sendiri?Tiba-tiba aku ingat Amira, dia adalah teman dari mantan istrinya Mas Candra. Aku ingin mencari tahu kebenarannya dari dia. Aku segera menghubungi Amira."Amira, apa kamu punya waktu untuk bertemu denganku?" Kuutarakan langsung niatku saat Amira menjawab panggilan telpon dariku."Kebetulan hari ini anak-anak di bawa neneknya, suamiku juga lagi kerja. Kamu mau ketemu di mana?" b

  • Dimadu Saat Hamil   Perempuan Tak Dikenal

    Aku menatap punggung Sakti dan temannya yang beranjak keluar dari pintu utama rumahku. Di tangan Sakti, dia membawa tas berisi uang 2M yang dia minta padaku. Sedangkan aku, memegang surat perjanjian yang sudah dia tanda tangani. Ada sedikit perasaan lega, sekaligus sedih. Lega karena mulai sekarang, Adam akan menjadi milikku. Dia akan menjadi putraku dalam segi hukum. Sakti tidak akan bisa lagi merampas dia dari diriku. Sedih, karena aku harus kehilangan uang dalam jumlah sebanyak itu. Mas Candra memandangi wajahku yang sedikit murung setelah kepergian mereka. "Apa sekarang kamu menyesal? Mas sudah memperingatkan kamu sebelumnya, sekarang semua uang itu sudah mereka bawa. Seandainya kamu mau menempuh jalur hukum, kemungkinan kamu bisa menang. Karena Sakti selama ini memang tidak mau bertanggung jawab pada Adam." "Aku hanya tidak mau berurusan dengan pengadilan, Mas! Proses hukum Mas Yoga saja, sudah membuatku lelah. Aku tidak ingin kembali bolak balik

DMCA.com Protection Status