“Kalau jalan, hati-hati dong!” Tiara meringis, dia masih terduduk di lantai.“Kamu yang tidak hati-hati!” Reynald malah menggerutu, lelaki itu sekarang tengah sibuk karena Wira membuatnya tidak bisa kemana-mana.“Kok yang nabrak duluan lebih galak?! Bukannya seharusnya aku yang begitu!” Tiara bersedekap dada, dia sangat kesal kepada lelaki yang berada di depannya ini. Bukannya minta maaf malah menggerutu kepadanya.“Sudahlah! Aku mau pergi karena masih banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan!” Reynald ingin beranjak pergi, tetapi kakinya ditahan oleh Tiara.“Setidaknya kalau kamu lelaki harus bantuin aku berdiri dulu, dong!” Tiara mengulurkan tangannya meminta bantuan lelaki yang tidak dia ketahui namanya.“Ck, nyusahin saja.” Reynald membantu Tiara untuk berdiri, saat dia tengah merangkul wanita itu datanglah Diandra.“Wah, jadi begini sifat kamu di kantor!” Diandra berteriak menatap Reynald yang tengah membantu Tiara untuk berdiri.“Huh, datang lagi wanita yang menyebalkan!” Reynal
"Iya. Pakai syarat, mudah kok syaratnya," ucap Reynald membuat Diandra menjadi penasaran dengan syarat apa yang diberikan oleh lelaki itu."Apa?" Diandra bertanya dengan tidak sabaran."Setuju atau tidak? Kalau tidak, ya tidak jadi aku bayarinnya!" Reynald sengaja mengancam Diandra, dia ingin wanita itu menerima persyaratan dari dia."Apa dulu?! Kalau yang aneh-aneh, aku tidak mau!" Diandra tidak mau kalau sesuatu yang aneh atau bisa saja buruk baginya, jadi dia memilih untuk mendengarkan terlebih dahulu."Sederhana saja. Kamu tidak usah datang lagi ke kantor ini, aku cuma mau itu saja," Reynald mengatakan syarat yang amat sederhana kalau didengarkan Diandra, tetapi baginya dapat sangat membantu ketenangan berada di kantor."Memang kenapa kalau aku kemari? Apa kamu mau mendekati mantan istrimu itu lagi?!" Diandra malah marah mendengar syarat yang dikatakan Reynald, dia mengira kalau lelaki itu berniat akan mendekati mantan istrinya lagi."Kalau kamu tidak mau, yasudah, bayar saja send
"Hanya membicarakan masalah wanita, jadi lelaki tidak usah mau tahu apa yang sedang kami bicarakan! Eh, tapi kok kamu tidak mengetuk pintu saat masuk?!" Tiara menatap tajam kepada Wira, dia tidak mendengar kalau ada seseorang yang mengetuk pintu."Kamu tidak tahu, kalau sedari tadi pintu itu terbuka lebar?" Wira menunjuk pintu ruangan Riana yang terbuka lebar, seperti meminta orang lain memasukinya."Kamu lupa tutup pintu?" Desi menatap Tiara, karena wanita itu yang terakhir masuk ke dalam ruangan ini, Tiara malah menjawab dengan menggelengkan kepala pelan. "astaga! Kalau masuk harus tutup pintu dong!" Desi mengurut dadanya, dia terkejut karena Tiara lupa menutup pintu, entah apa yang sudah didengar oleh Wira, sang anak."Kamu sudah lama datangnya?" tanya Tiara kepada Wira, dia ingin tahu apakah lelaki itu menguping pembicaraan mereka tadi."Baru saja. Aku mendengar keributan di dalam, jadi langsung masuk saja karena mengira kalau terjadi sesuatu di dalam, ternyata tidak," sahut Wira.
"Tt-tidak kok!" Riana langsung mendorong Wira untuk segera menjauh darinya, lelaki itu hanya tertawa pelan melihat Riana gelagapan karena terpergok ibunya."Kamu tidak usah malu, Riana. Kalian kan saling suka, jadi tidak papa kalau hanya pelukan saja, tapi kalau lebih nikah dulu, baru nanti bisa puas mau ngapain saja!" Desi tidak mau kalau mereka melakukan hal lebih dari sekedar pelukan, karena dia tidak mau kalau kedua orang yang berada di depannya ini malah menjadi menginginkan lebih."Tidak kok, Tante! Aku tahu betul kalau itu tidak boleh," ucap Riana. Dia memang tidak ingin melakukan hal yang lebih, bisa-bisa kedua orang tuanya akan sedih melihat dirinya tengah melakukan hal tidak-tidak sebelum menikah."Jadi apa hubungan kalian sekarang?" Desi bertanya dengan antusias, dia sangat penasaran tentang hubungan mereka berdua.Riana tidak menjawab, dia juga merasa bingung dengan hubungan mereka yang masih tidak jelas sekarang apa? Teman atau sepasang kekasih sekarang? Wira dan dirinya
Reynald terkejut mendapati kenyataan kalau dia tidak akan bertemu dengan wanita cantik tadi, padahal dia ingin berkenalan dengan wanita itu, sayang sekali kalau dirinya tidak bisa bertemu. Jadi dia memutar otak untuk bisa bertemu dengannya walau sebentar.“Saya ingin bertemu dengannya, apakah tidak bisa?” tanya Reynald.Wira langsung mengalihkan pandangan dari komputernya tersebut, lelaki itu menatap ke arah Reynald. “Kenapa kau mau bertemu dengannya? Bukankah ada cara praktis seperti transfer saja?”“Rasanya kurang sopan saja kalau lewat transfer, jadi saya ingin menemuinya langsung!” Reynald menyampaikan keinginannya untuk bertemu.“Nanti aku yang akan mewakilkanmu saja, jadi kau tidak perlu repot menemuinya,” ucap Wira masih berusaha menolak Reynald untuk bertemu dengan Tiara, rasanya tidak sudi saja kalau temannya itu harus bertemu dengan lelaki yang dia sudah ketahui sifatnya ini.“Saya ingin menyampaikan permintaan maaf kepada wanita itu langsung, apa Bapak tidak bisa mengizinka
Desi mengambil bunga dan coklat yang berada di kursi depan tempat untuk menyetir, untung saja dia melihat sebelum masuk, semisalkan dia langsung duduk tanpa melihat bisa-bisa bunga dan coklat tersebut sudah hancur Desi duduki. “Apa ini milik teman Wira tadi?” Desi mulai berjalan ke ruangan Riana, dia ingin mengantarkan kedua benda yang berada di tangannya sekarang, tetapi baru sampai setengah jalan Wira sudah berlari menghampiri dirinya. “Berikan itu.” Wira menengadahkan tangannya dengan napas yang sedari tadi memburu, dia baru ingat saat Desi sudah pergi kalau meninggalkan kedua benda tersebut di dalam mobil. “Ini punya temanmu itu, ya?” Desi memberikan bunga dan coklat kepada Wira, lelaki itu hanya menjawab dengan anggukan kepala saja. “suruh temanmu saja ambil kemari, jangan tinggalkan Riana seorang diri!” pesan Desi sebelum pergi. Wira berjalan masuk kembali ke dalam ruangan di mana Riana dirawat, lelaki itu menyembunyikan kedua benda tersebut di belakang punggungnya, dia tidak
Riana bangun mendengar suara Desi yang bertanya dengan nada tinggi, dia terkejut melihat dirinya tengah berada di dalam pelukan Wira, yah lelaki tersebut tengah memeluk pinggangnya. “Ada apa, Ma? Kenapa pagi-pagi sudah berisik?” Wira bangun dengan santai, dia mengucek matanya karena baru bangun dari tidur. “Cuci wajahmu terlebih dahulu, mama mau bicara sebentar dengan kalian berdua!” Desi berkata dengan wajah dingin, dia menunggu mereka berdua mencuci wajah terlebih dahulu. Riana yang melihat Desi berekspresi seperti itu untuk pertama kali, dia merasa menjadi takut, tetapi dia memang tidak tahu kalau Wira tengah berbaring di ranjang yang sama dengannya tadi malam. Dia meninggalkan Wira tidur lebih dulu, jadi tidak tahu kapan lelaki tersebut ikut berbaring di ranjang miliknya. “Kalian berdua duduk!” Desi memberikan perintah saat kedua orang tersebut sudah selesai mencuci wajah. Wira dan Riana duduk berhadapan dengan Desi, Wira baru saja tersadar apa kesalahan yang telah dia perbuat
“Saya tidak tahu, Pak. Mungkin Pak Wira tengah berada di rumah sakit sekarang,” sahut sekuriti yang berjaga di luar. Dia adalah ayahnya Wira yang bernama Subroto, lelaki itu terkenal dengan ketegasan dan kedisplinan para pekerja termasuk dirinya sendiri yang tidak pernah telat untuk berangkat bekerja. Walau pun itu adalah perusahaan miliknya sendiri, tetapi dia tidak mau melakukan yang namanya telat bahkan libur bukan diakhir pekan, makanya hal tersebutlah yang membuat dia harus terbaring dua bulan lamanya lantaran sakit, dia adalah orang terlalu gila berkerja. “Siapa yang sakit?” Subroto mengerinyitkan alisnya.Dia memang pulang tanpa memberikan kabar kepada keluarganya, bahkan lelaki tersebut menginap di hotel supaya keluarganya itu terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba. “Dia sekertaris baru Pak Wira yang bernama Riana, mungkin sudah sekitar tiga hari dia dirawat di sana. Pak Wira setiap hari selalu menyempatkan diri ke sana untuk menjenguknya,” sahutnya. “Wanita yang bern