Maafkan bab yang kemarin, itu semua karna kedouble lantaran jaringan yang ngajak gelud hiks
Desi menatap tajam ke arah Reynald, mantan suami Riana itu tidak bergeming sama sekali di tempatnya. Rupanya lelaki itu masih marah kepada Riana yang terlalu meremehkan keluarganya, karena sudah mendapatkan lelaki yang lebih kaya dari dirinya."Aku tanya, kamu sedang apa di sini? Apa kamu tidak mendengar apa yang aku tanyakan sehingga tidak menjawab?!" Desi menatap tajam lelaki yang berada di depannya sekarang."Maaf, aku tidak mendengar perkataan Tante karena terlalu sibuk berbicara dengan Riana, mantan istriku ini! Buat apa lagi aku di sini kalau tidak sedang menjenguknya," Reynald menyahut sambil memberikan senyuman kepada wanita yang tidak lagi muda di depannya ini."Tapi Riana malah tidak terlihat nyaman dengan keberadaanmu, apakah aku salah paham atau bagaimana?" Desi meminta penjelasan, karena dia tidak tahu apa yang terjadi, lantaran baru saja datang."Hanya reunian antara mantan saja, jadi Tante tidak usah ambil pusing dengan apa yang sedang kami bicarakan. Lagi pula aku mau
Wira dan Desi terdiam mendnegar jawaban dari Riana, mereka tidak menyangka kalau wanita muda itu akan mengucapkan perkataan seperti itu, sehingga mereka kehabisan kata-kata sejenak.“Kalau begitu, Tante akan tetap berada di sini untuk menemanimu, tidak masalah kalau aku tidur di sofa paling punggungku yang sudah tua ini akan sakit saat bangun besok. Dari pada harus meninggalkanmu seorang diri di sini, rasanya tidak tega saja,” Desi berakting setelah beberapa menit terdiam, dia tahu kalau Riana adalah orang yan tidak enakan sehingga tidak akan tega kalau mendengar perkataan yang dia ucapkan sekarang.Bingo!Wanita itu menangkap umpan yang dia taburkan untuknya, Desi sangat senang melihat Riana yang nampak berpikir dan raut wajah yang merasa bersalah dengan penolakannya tadi. Dia berharap kalau wanita tersebut menerima Wira untuk menemaninya saat malam hari saja, itu pun sudah cukup bagi Desi untuk memberikan kesempatan kepada anaknya tersebut.“Baiklah. Aku tidak masalah kalau dia mene
Riana menangis sesegukan, dia tengah bermimpi kalau Wira akan meninggalkan dirinya untuk bersama dengan Tiara, di dalam mimpi itu Wira berkata kasar kepadanya untuk membuat dia menjauh dari lelaki tersebut.“Itu hanya mimpi buruk, aku akan tetap berada di sini untuk menemanimu.” Wira membelai Riana lembut sambil terus membisikan bahwa hal tersebut hanyalah mimpi semata.Setelah beberapa menit kemudian, Riana sudah menjadi tenang tidak menangis dan gelisah seperti tadi, Wira bergegas untuk segera beristirahat karena merasa sangat mengantuk sekaligus lelah habis seharian bekerja. Belum sampai satu menit Wira berbaring, Riana sudh menggeliatkan tubuhnya, wanita tersebut bangun dari tidur lantaran kantung kemih terasa penuh meminta segera dikeluarkan.“Ugh!” Riana meringis, dia merasa kesakitan saat turun dari ranjang pasien. Memang tubuhnya masih terasa sakit akibat kecelakaan yang dia alami itu.“Mau ke mana?” Wira menatap Riana, dia terbangun karena mendengar wanita itu meringis.“Mau
"Tt-tidak ada kok!" Riana malah langsung spontan menjawab pertanyaan Desi, dia takut kalau Wira akan menceritakan tentang tadi malam."Apa memang ada yang terjadi?" Desi semakin curiga karena melihat gelagat Riana."Memang tidak ada kok, Ma! Riana hanya mengigau tadi malam." Wira melirik sekilas ke arah Riana, dia ingin sedikit menggoda wanita tersebut."Mengigau?" Desi menautkan alisnya, dia semakin tidak mengerti dengan perkataan Wira."Em, lauknya terlihat sangat enak sekali!" Riana sengaja berkata seperti itu, dia ingin mengalihkan pembicaraan dengan memuji hidangan yang berada di depan matanya."Kamu mau makan yang mana? Biar Tante ambilkan." Desi mengambilkan piring untuk wanita yang berada di sampingnya."Terserah saja, sepertinya semua enak." Riana terus menatap semua lauk yang ada, ada cumi oseng pedas dan ikan mujair bakar, membuat perutnya menjadi meronta-ronta meminta diisi."Kamu coba semua saja, ya? Biar cepat sembuh." Desi mengambilkan semua lauk yang dia bawa satu-pers
“Kalau jalan, hati-hati dong!” Tiara meringis, dia masih terduduk di lantai.“Kamu yang tidak hati-hati!” Reynald malah menggerutu, lelaki itu sekarang tengah sibuk karena Wira membuatnya tidak bisa kemana-mana.“Kok yang nabrak duluan lebih galak?! Bukannya seharusnya aku yang begitu!” Tiara bersedekap dada, dia sangat kesal kepada lelaki yang berada di depannya ini. Bukannya minta maaf malah menggerutu kepadanya.“Sudahlah! Aku mau pergi karena masih banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan!” Reynald ingin beranjak pergi, tetapi kakinya ditahan oleh Tiara.“Setidaknya kalau kamu lelaki harus bantuin aku berdiri dulu, dong!” Tiara mengulurkan tangannya meminta bantuan lelaki yang tidak dia ketahui namanya.“Ck, nyusahin saja.” Reynald membantu Tiara untuk berdiri, saat dia tengah merangkul wanita itu datanglah Diandra.“Wah, jadi begini sifat kamu di kantor!” Diandra berteriak menatap Reynald yang tengah membantu Tiara untuk berdiri.“Huh, datang lagi wanita yang menyebalkan!” Reynal
"Iya. Pakai syarat, mudah kok syaratnya," ucap Reynald membuat Diandra menjadi penasaran dengan syarat apa yang diberikan oleh lelaki itu."Apa?" Diandra bertanya dengan tidak sabaran."Setuju atau tidak? Kalau tidak, ya tidak jadi aku bayarinnya!" Reynald sengaja mengancam Diandra, dia ingin wanita itu menerima persyaratan dari dia."Apa dulu?! Kalau yang aneh-aneh, aku tidak mau!" Diandra tidak mau kalau sesuatu yang aneh atau bisa saja buruk baginya, jadi dia memilih untuk mendengarkan terlebih dahulu."Sederhana saja. Kamu tidak usah datang lagi ke kantor ini, aku cuma mau itu saja," Reynald mengatakan syarat yang amat sederhana kalau didengarkan Diandra, tetapi baginya dapat sangat membantu ketenangan berada di kantor."Memang kenapa kalau aku kemari? Apa kamu mau mendekati mantan istrimu itu lagi?!" Diandra malah marah mendengar syarat yang dikatakan Reynald, dia mengira kalau lelaki itu berniat akan mendekati mantan istrinya lagi."Kalau kamu tidak mau, yasudah, bayar saja send
"Hanya membicarakan masalah wanita, jadi lelaki tidak usah mau tahu apa yang sedang kami bicarakan! Eh, tapi kok kamu tidak mengetuk pintu saat masuk?!" Tiara menatap tajam kepada Wira, dia tidak mendengar kalau ada seseorang yang mengetuk pintu."Kamu tidak tahu, kalau sedari tadi pintu itu terbuka lebar?" Wira menunjuk pintu ruangan Riana yang terbuka lebar, seperti meminta orang lain memasukinya."Kamu lupa tutup pintu?" Desi menatap Tiara, karena wanita itu yang terakhir masuk ke dalam ruangan ini, Tiara malah menjawab dengan menggelengkan kepala pelan. "astaga! Kalau masuk harus tutup pintu dong!" Desi mengurut dadanya, dia terkejut karena Tiara lupa menutup pintu, entah apa yang sudah didengar oleh Wira, sang anak."Kamu sudah lama datangnya?" tanya Tiara kepada Wira, dia ingin tahu apakah lelaki itu menguping pembicaraan mereka tadi."Baru saja. Aku mendengar keributan di dalam, jadi langsung masuk saja karena mengira kalau terjadi sesuatu di dalam, ternyata tidak," sahut Wira.
"Tt-tidak kok!" Riana langsung mendorong Wira untuk segera menjauh darinya, lelaki itu hanya tertawa pelan melihat Riana gelagapan karena terpergok ibunya."Kamu tidak usah malu, Riana. Kalian kan saling suka, jadi tidak papa kalau hanya pelukan saja, tapi kalau lebih nikah dulu, baru nanti bisa puas mau ngapain saja!" Desi tidak mau kalau mereka melakukan hal lebih dari sekedar pelukan, karena dia tidak mau kalau kedua orang yang berada di depannya ini malah menjadi menginginkan lebih."Tidak kok, Tante! Aku tahu betul kalau itu tidak boleh," ucap Riana. Dia memang tidak ingin melakukan hal yang lebih, bisa-bisa kedua orang tuanya akan sedih melihat dirinya tengah melakukan hal tidak-tidak sebelum menikah."Jadi apa hubungan kalian sekarang?" Desi bertanya dengan antusias, dia sangat penasaran tentang hubungan mereka berdua.Riana tidak menjawab, dia juga merasa bingung dengan hubungan mereka yang masih tidak jelas sekarang apa? Teman atau sepasang kekasih sekarang? Wira dan dirinya
Tidak terasa waktu sudah berlalu dengan begitu cepat, Mayang sekarang menjadi kesulitan bicara dan berjalan karena stroke yang dia derita melumpuhkan separuh tubuhnya sebelah kanan. Sehingga apa yang ingin dia lakukan menjadi kesulitan, jadi harus dibantu oleh orang lain, mulai dari makan bahkan sampai ke kamar mandi. “Ck, aku nikah buat hidup enak, bukan seperti ini!” gerutu Diandra. Diandra sepanjang jalan menggerutu sedari tadi, membuat Reynald menajdi muak, “Diam kamu! Ini juga karena aku menikah denganmu, hidupku menjadi sial!” Reynald menyalahkan Diandra atas kesalahnnya sendiri, begitulah dia selalu melempar kesalahannya kepada orang lain. “Idih! Kamu yang korupsi, kok aku yang disalahin?!” Diandra menatap bengis kepada suaminya yang baru dia nikahi beberapa bulan ini. “Iyalah, karena aku menikah denganmu semuanya jadi kacau! Beda saat bersama dengan Riana, apa lagi kamu tahu suamimu tidak bekerja malah tetap pergi shoping, sehingga semua harta yang terisa menjadi habis kare
“Wanita itu? Apa kamu mengingat sesuatu?” Riana menatap lekat kekasihnya, dia menunggu jawaban keluar dari mulut Wira dengan tidak sabaran.Wira masih mengingat-ingat apakah benar wanita itu, tetapi penampilan dan sifatnya jauh berbeda dengan wanita yang diingat tersebut, dulu setahu Wira hanya satu wanita yang menatap Riana dengan tatapan penuh iri dan kebencian. Wanita yang wajahnya penuh jerawat dan bahkan selalu mendelik setiap kali Riana melihatnya.“Aku tidak tahu namanya, tapi dia wanita yang selalu mendelik kepadamu setiap kali kamu melewatinya. Hanya saja penampilannya sangat jauh berbeda dengan dulu, bukan maksudku menghina, wajahnya penuh dengan jerawat bahkan selalu berjalan menunduk karena dia selalu dibully oleh senior!” ucap Wira dengan ragu, dia masih tidak yakin kalau wanita itu adalah Diandra.Hanya dia lah yang terlihat sangat membenci Riana, bahkan setiap kali ada kesempatan wanita itu akan mengerjai kekasihnya tersebut, tetapi Wira ‘lah yang selalu menggagalkan re
“Wira? Maaf aku sedang sibuk!” Riana menjauhi Wira dan melambaikan tangan kepada pelayan yang lain. “tolong layani dia, aku akan masuk ke ruanganku!”Sebenarnya dia ingin mengajak Wira berbicara, dirinya merindukan lelaki itu walau baru sebentar tidak bertemu dengan nya, hanya saja teringat akan Subroto yang tidak merestui ubungan dia dnegan lelaki itu mmebuat Riana menjadi urung untuk sekedar mengajak Wira berbicara.“Riana, tunggu!” Wira menahan tangan Riana, supaya wanita itu tidak pergi.“Maaf saya sedang sibuk sekarang, jadi saya harap Anda pergi saja!” Riana mengusir Wira sambil menepis tangan lelaki itu dari dirinya.“Riana, apa kamu marah kepadaku karena tidak membelamu? Maafkan aku untuk itu, aku akan mengumpulkan bukti untuk mengatakan kepada Papa sekaligus membersihkan namamu!” Wira mengatakan semuanya kepada Riana, tetapi dia ragu kalau wanita itu akan mempercayainya.Riana terdiam, hatinya terasa nyeri mendnegar perkataan Wira tersebut, yah dia memang merasa sakit hati la
“Iya. Tante Desi memang wanita yang sangat baik, aku berdoa kalau dia ‘lah yang menjadi mertuaku nanti. Apakah aku terlalu berharap?” Riana bertanya dengan mata berbinar-binar, dia sangat berharap kalau dirinya berjodoh dnegan Wira. Kapan lagi dia mendapatkan mertua seperti Desi, yang selalu menyayanginya.“Tidak ada salahnya untuk berharap. Sekarang kamu istirahat saja, besok sudah mulai belajar mengelola restoran dengan Mutia. Jadi kamu harus menyiapkan diri untuk besok, aku pamit pulang dulu.” Edo mengusap rambut keponakannya sebelum pergi, Riana menjawab dengan anggukan kepala.*Di lain tempat Desi tengah bersedih, dia tidak menyangka kalau suaminya setega itu kepada seorang wanita muda malang itu, sungguh padahal tadi dia sangat bahagia sekali dengan kepulangan Riana dari rumah sakit dan sekaligus kedatangan suaminya yang tiba-tiba. Namun, ternyata malah berakhir dengan kesedihan, sekaang dia tidak bersemangat lagi menyambut kedatangan Subroto dengan penuh semangat seperti tadi,
“Tidak perlu Paman melakukannya, biarkan saja!” Riana tidak mau sang paman membalas apa yang telah orang-orang itu lakukan kepadanya.“Kenapa? Mereka ‘kan sudah jahat kepadamu, jadi biarkan aku yang mengurusnya. Kamu hanya perlu melihat saja tanpa perlu mengotori tanganmu itu!” Edo geram dengan ke’empat orang itu, dia ingin memberikan pelajaran kepada mereka semua. Walau Subroto sedikit sulit karena dia seorang pemilik perusahaan besar dan terkenal, tetapi dia akan berusaha sekuat tenaga untuk membalas perbuatan mereka semua.“Tidak papa! Aku sudah ingin berusaha ikhlas saja dengan perbuatan mereka, apa lagi ayahnya Wira, aku tidak mau melakukan sesuatu yang buruk kepada dia. Karena Tante Desi, istrinya sangat baik kepadaku selama ini dan juga Wira ....” Riana tidak meneruskan kalimatnya.“Apa Ibu Riana menyukai Wira? Maaf kalau saya ikut campur pembicaraan ini!” tebak Mutia. Karena dia tahu kalau seseorang membicarakan seorang lelaki dengan wajah yang memerah, berarti orang itu menyu
“Iya. Ini restoran sekarang adalah milik Anda, karena Anda adalah ahli waris yang sah! Oh, iya, perkenalkan saya adalah Mutia, manajer di restoran ini.” Mutia mengulurkan tangannya, untuk memperkenalkan diri kepada bos barunya tersebut.Riana hanya menerima uluran tangan itu dalam diam, dia masih mencerna situsi yang ada, dia masih tdak menyangka kalau kedua orang tuanya memiliki restoran yang mewah dan besar seperti ini. Apakah memang benar ini adalah milik kedua orang tuanya? Dia masih tidak mempercayainya, karena menganggap semua ini hanya mimpi.“Bu Riana?” Mutia menyentuh Riana pelan, karena sedari tadi dia mengajak bicara tetapi tidak ada sahutan yang terdengar.“Eh, ii-iya!” Riana tergagap, dia terkejut karena tadi sempat melamun.“Apa Anda mau berkeliling untuk melihat restoran ini?” Mutia menawarkan untuk berkeliling, sebenanrnya Pak Edo menyuruhnya untuk mengajak Riana berkeliling dan memperkenalkan dengan bawahan yang lain.“Boleh. Tapi barangku ini di taruh di mana?” Rian
"Tapi ada bukti dan saksi yang mengatakan kalau Riana lah yang mencuri bersama dengan Kiki," ucap Subroto tidak ingin mengatakan siapa saksi yang bersaksi atas Riana lah yang mencurinya."Aku tidak percaya hal itu, Pa! Mana mungkin Riana yang mencurinya dan buat apa juga dia melakukan hal itu?!" Desi berkata dengan nada tinggi, dia tidak terima suaminya itu menuduh Riana wanita yang menurutnya adalah wanita baik-baik."Saksi dan bukti sudah ada, lagi pula map ini kami temukan di kamar Riana. Tepatnya di bawah pakaiannya terselip." Subroto mengambil map yang berada di balik punggungnya, dia memperlihatkan kepada Desi kalau Riana benar-benar seperti yang dia katakan.Riana yang melihat hal seperti itu, dua mengetahui kalau Subroto tidak menyukai dirinya dan dari pengalaman yang dia dapatkan di rumah Reynald, percuma membela diri pasti lelaki itu akan bersikeras mengatakan kalau dia lah yang mencuri map tersebut dari bukti, saksi bahkan penemuan map yang tidak pernah dia lihat sekali pun.
“Apa maksudmu?!” Wira tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Reynald tentang Riana. “Masa Anda tidak mengerti, Pak? Setiap orang akan berubah seiring berjalannya waktu, sama halnya Riana yang Anda kenal dulu. Jadi sekarang dia bukanlah Riana yang Anda kenal dulu, tapi Riana yang berbeda," ucap Reynald menjelaskan. “Iya. Kau memang benar, orang pasti bisa berubah!” Subroto membenarkan perkataan Reynald, diiringi dengan anggukan oleh para karyawan wanita yang masih berada di sana. “Tt-tapi aku sangat yakin kalau Riana tidak berubah!” ucap Wira dengan terbata. Dia masih berusaha menolak perkataan Reynald. “Wira, kamu tidak bisa terus-menerus menolak semua perubahan Riana! Memang benar perkataan mantan suaminya itu, karena dia pernah menjadi suami sekaligus tinggal bersama selama lima tahun lamanya. Kamu tahu, hanya seorang suami lah yang mengetahui baik-buruknya istri, begitu pun sebaliknya.” Subroto menepuk pundak Wira, dia berusaha menyadarkan lelaki tersebut untuk mnerima kenyataan
“Aku tahu pasti kamu yang mengambil map merah itu! Kalau bukan kamu, ya, siapa lagi? Karena kamu ‘lah yang terlihat paling mencurigakan beberapa hari ini!” Kiki menunjuk wajah Lia, dia sangat tahu kalau wanita itu lah yang mengambil map dari gerak-gerik yang terlihat selama ini. “Buat apa juga aku mengambil map itu?” Lia sengaja bertanya seperti itu, supaya Kiki tidak lagi menuduhnya. “Mana kutahu! Hanya kamu yang mengetahuinya atau mungkin karena ingin sengaja menjatuhkan Riana, kan kamu sangat membencinya. Entah apa kesalahannya kepadamu, sehingga kamu menjadi membenci wanita baik itu!” Kiki menggerutu dengan mata memerah, dia ingin sekali menerjang wanita tersebut tetapi tidak memiliki tenaga sama sekali. “Memangnya kenapa kalau aku yang mengambilnya?! Ya, aku mengambil map itu! Lalu apa? Kamu mau mengatakannya kepada mereka? Mana mungkin mereka mempercayai dirimu itu!” Lia bergegas menjauh dari Kiki, wanita itu memilih meninggalkan Kiki karena merasa kesal sampai akhir Kiki mas