“Sialan sekali! Semua ini gara-gara wanita itu, kenapa dari dulu sampai sekarang dia selalu bisa mendapatkan semua perhatian dan apa pun yang aku inginkan?!” Diandra bermonolog seorang diri. Yah, dia memang satu kampus dengan Riana, Diandra sangat iri dengan wanita yang bernama Riana, karena wanita itu tidak perlu melakukan apa pun untuk mendapatkan smeua perhatian dari sekitarnya. Mulai dari nilai yang bagus, sampai wajah yang cantik tanpa perlu memoleskan sedikit pun make –up di wajah dan beberapa lelaki yang selalu memperhatikan Riana, itu semua membuat Diandra iri dengan wanita itu. Tanpa Diandra sadari, kalau Riana tidak mengetahui semua lelaki memperhatikannya, dia pun meraih nilai yang bagus bukan untuk dipuji rlainkan untuk masa depan yang dia inginkan. Yah walau setelah lulus dia malah menikah tanpa bisa melanjutkan masa depan yang telah dia rencanakan, semua itu hanyalah angan demi seorang lelaki yang dia cintai bernama, Reynald. Sayang, suami Riana harus Diandra ambil akib
“APA?! Kamu bilang aku maling? Wanita cantik sepertiku adalah seorang maling.” Diandra menunjuk dirinya sendiri, dia sangat kesal dengan tuduhan dari pelayan toko. “Yaiya, kalau bukan maling kenapa membawa sendal mahal itu keluar tanpa membayar di kasir?!” Pelayan toko itu menatap tajam Diandra. “Aku hanya ingin melihat pacarku yang tidak kelihatan sedari tadi,” sahut Diandra melunak. Dia melhat ke sekeliling yang sudah mulai ramai karena pelayan toko terlalu berisik membuat semua mata tertuju kepada mereka berdua, Diandra sangat malu sekali sekarang dan merasa kesal lantaran Reynald meninggalkannya tanpa pamit. “Kalau memang bukan maling, bayar dulu belanjaannya.” Pelayan toko menengadahkan tangannya meminta uang kepada Diandra. “Memang berapa sih? Paling juga barang murahan saja ini, aku yang seorang model tentu saja sanggup membayarnya!” gerutu Diandra, dia hanya menutupi rasa malunya saja. “Satujuta limaratus,” sahut pegawai toko membuat Diandra membelalakan mata. Memang sih
Riana membelalakan mata melihat sebuah butik di pusat perbelanjaan itu, dia melangkah masuk ke dalam sambil melirik kesana-kemari karena semua pakaian yang dipajang sangat bagus, menarik perhatian dirinya. Yah walau di sana juga ada gaun seksi memperlihatkan lekuk tubuh, Riana bergidik ngeri melihat pakaian seperti itu. ‘Apa mereka nyaman memakai pakaian seperti itu?' gumam Riana di dalam hati. Mereka terus berjalan masuk, di dalam sana ada seorang pegawai yang menyapa mereka dengan ramah dan seakan sangat mengenal Wira. “Tolong layani dia dengan baik, pilihkan pakaian yang cocok dengannya untuk dinner!” perintah Wira. “Dinner?” Riana terkejut kalau mereka akan dinner, bukankah Wira tidak memberitahukannya. “Iya, kita akan dinner nanti malam. Jadi aku ingin melihat penampilanmu yang terbaik untuk malam ini, karena aku ingin membuatmu bersinar dari wanita lainnya."Riana merasa Wira terlalu berharap lebih dengan dirinya, sedangkan dia memang tidak secantik seperti wanita lain, pena
“Tidak usah terlalu dipikirkan begitu, ayo kita berangkat dinner. Soalnya sekarang sudah sangat sore sekali, pasti kamu sudah sangat lapar, tapi kali ini kita makan di tempat yang kusuka, ya?” pinta Wira. “Em, baiklah,” sahut Riana. Wanita itu tidak mungkin memaksa Wira untuk makan di tempat yang dia inginkan seperti tadi pagi, karena egois namanya kalau mementingkan dirinya sendiri lelaki itu pun pasti menyukai suatu tempat seperti dirinya. “Ayo, kita pergi, Lady.” Wira mengecup punggung tangan Riana dengan mesra, lalu mengarahkan Riana untuk merangkul tangannya seperti kebanyakan dilakukan oleh para pasangan. “Em,” Riana ragu mau merangkul Wira atau tidak. “Untuk kali ini aku akan memaksamu, lain kali aku tidak akan melakukannya lagi,” ucap Wira. Riana terpaksa merangkul Wira, toh menurutnya hanya kali ini saja dia akan mau merangkul lelaki tersebut lain kali dia tidak akan mau lagi, walau pun Wira akan memaksa seperti sekarang. Mereka berdua pun meninggalkan butik itu setelah
“Sudah, masuk saja!” Wira menggandeng lengan Riana dengan mesra untuk masuk ke dalam. Riana merasa ragu untuk masuk ke dalam karena terlihat sepi, dia pikir restoran tersebut tutup, tetapi enggan untuk menolak ajakan dari lelaki yang sedang menggandeng lengannya sekarang. “Kuharap kamu akan menyukainya,” ucap Wira saat sedang mereka sedang berada di depan pintu masuk restoran. Pintu restoran terbuka, ada beberapa pelayan sudah menunggu kedatangan mereka sedari tadi membuat Riana menjadi berdebar rasanya di sambut orang sebanyak ini. “Lady, ayo kita masuk.” Wira menggengam tangan Riana dengan hangat, dia tahu kalau wanita itu sedang merasa gugup sekarang. “Kenapa mereka menyambut kita seperti itu dan kenapa restoran ini terlihat sepi?” Riana bertanya dengan suara pelan. Wira tertawa kecil mendengar pertanyaan dari Riana, rupanya wanita yang berada di sampingnya ini tidak sadar kalau dia telah menyewa seluruh restoran untuk dinner malam ini bersama dengan Riana. Dia ingin sesuatu y
“Aku yakin kalau kamu akan membuka hatimu untukku tidak selama itu,” ucap Wira. Saat Riana ingin mengatkan sesuatu, pelayan datang dengan membawa banyak hidangan ke meja mereka dan juga pelayan itu menunggui saat mereka menyantap hidangan. Yah, itu semua karena Wira menyewa seluruh restoran untuk malam ini, makanya mereka menunggui Wira dan Riana lantaran takut kalau kedua orang itu membutuhkan sesuatu. Memang Wira adalah tamu ekslusif mereka yang harus dilayani dengan sepenuh hati tanpa melakukan kesalahan sedikit pun. “Jangan malu kalau kamu masih lapar, habiskan saja semuanya karena aku memesan untukmu seorang,” ucap Wira. Lelaki itu tengah menikmati memandang Riana yang sangat cantik. “Em, berarti kamu memesan untukku? Tapi ini terlalu banyak kalau hanya aku yang seorang menghabiskannya dan juga malu,” sahut Riana. Dia merasa malu kalau menyantap hidangan terlalu banyak, apalagi dia merasa diperhatikan oleh para pelayan restoran. “Buat apa kau malu? Kan hanya ada kita berdua di
Riana takut mendengar respon yang Tante Desi berikan saat mereka datang, dia teringat akan Mayang yang akan mengomel setelahnya membuat dia menjadi menutupi kedua belah telinganya dengan tangan. Desi melihat itu langsung mendekati Riana, dia segera memeluk wanita itu. “Tante kira kalian kenapa-napa, makanya tante dari tadi menunggu kalian dengan cemas.” “Tidak. Kami tidak apa-apa, Tante, hanya saja tadi mampir mengantri membeli martabak telur yang Tante sukai. Tidak enak rasanya kalau tidak membawakan apa pun ke rumah.” Riana menenteng sebungkus martabak di tangannya. Dia merasa malu karena sudah hampir salah paham. “Apa kalian mengantri lama untuk ini?” Desi bertanya dengan sorot mata terharu yang dijawab oleh Wira dengan anggukan kecil. “seharusnya tidak usah, karena kaliankan sedang jalan berdua untuk melepaskan penat sehabis bekerja. Ini malah harus mengantri untuk membawakan martabak seperti ini,” sambung Desi. “Apa Tante tidak suka?” tanya Riana. “Suka. Tentu saja tante sang
“Ini sudah dua kalinya kamu jatuh, ya?” goda Wira. “Maaf, aku tidak sengaja.” Riana menunduk di dalam pelukan Wira, ingin beranjak dari pelukan lelaki itu tetapi tubuhnya terasa kaku sekali. “Ada apa? Mama dengar ada suara jatuh keras sekali.” Desi membuka pintu dengan posisi setengah sadar, bahkan dia mengucek matanya karena masih merasa mengantuk. Kesempatan itulah dipakai Riana untuk segera melepaskan diri dari pelukan Wira dengan cepat, karena tidak mau Tante itu melihat kalau dirinya tengah di dalam pelukan sang anak. Malu! Itu yang dia rasakan kalau sampai ketahuan, jadi dengan cepat bangkit dan bersikap biasa saja sebelum ketahuan. “Tidak papa, Tante,” sahut Riana cepat karena melihat Wira ingin membuka mulutnya. “Oh, tidak papa. Eh, itu kenapa Wira duduk di lantai malam-malam seperti ini?!” Desi terkejut melihat Wira yang tersenyum simpul sambil duduk lesehan di lantai. “Hanya terpeleset dikit, Ma,” sahut Wira tersenyum sambil memperlihatkan barisan giginya yang putih dan